Thursday, March 18, 2010

Latihan dengan Peluru Tajam


18 Maret 2010 -- Sabtu (13/3) malam di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, tiga pesawat dibajak lima teroris yang menuntut pembebasan lima rekan mereka yang ditahan di Nusakambangan, Jawa Tengah. Teroris yang berasal dari Pamulang, Banten, ini juga menuntut bahan bakar dan uang tunai untuk perjalanan mereka.

Pembajakan pesawat adalah puncak dari rentetan teror yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya hari itu. Ketiga pesawat yang dibajak dari Solo, Semarang, dan Yogyakarta itu dicegat di udara dan digiring ke bandara.

Dalam waktu hampir bersamaan, dua hotel, kapal tanker, anjungan lepas pantai, dan bursa efek dibajak. Untungnya, hal itu hanya latihan Waspada Nusa II. Ada tiga tim yang ikut, semuanya dari pasukan elite. Mereka adalah Sat-81 Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus), Detasemen Bravo Pasukan Khas TNI Angkatan Udara, dan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.

Berbicara tentang pembajakan pesawat, harus diakui bahwa Indonesia memiliki keberhasilan mengatasi pembajakan pesawat DC 9 ”Woyla” Garuda Indonesia, 31 Maret 1981. Sedianya, Woyla, 28 Maret 1981, akan terbang dari Palembang ke Medan. Saat itu, Komando Pasukan Sandi Yudha, cikal bakal Kopassus, tepatnya Grup 1 Para Komando di bawah pimpinan Letnan Jenderal (Purn) Sintong Panjaitan, dapat melumpuhkan teroris yang menyebut dirinya Komando Jihad.

Kembali ke Bandara Soekarno-Hatta, teroris mengancam akan meledakkan pesawat. Ada 50 sandera di setiap pesawat yang diancam akan diledakkan kalau tuntutan mereka tidak terpenuhi. Terjadilah tawar-menawar, termasuk pemberian makan dan bahan bakar.

Rupanya, intelijen menyusupkan diri di antara kru pengisi avtur dan makanan. ”Data tentang keadaan di dalam kami ambil dan kami evaluasi,” kata Kolonel (Inf) Nugroho Budi Wiryanto yang malam itu menjadi Komandan Sat-81.

Pada saat yang ditentukan, 34 personel mengendap-endap dengan empat tangga dari arah ekor pesawat. Arah belakang ini diambil karena sudut pandang penumpang dan teroris dalam pesawat tak bisa menjangkaunya. Mereka menyandang senapan mesin 9 mm MP 5 dan pistol Sig Sauer juga berpeluru 9 mm. ”Kopassus jika latihan memang selalu pakai peluru tajam,” kata Letkol Farid Makruf, Kepala Penerangan Kopassus.

Tangga disandarkan di empat pintu pesawat Boeing 737-400. Begitu penembak jitu melumpuhkan seorang teroris di kokpit pesawat, saat itu juga anggota Sat-81 menyerbu. Mereka menembakkan peluru tajam ke teroris yang berbentuk manusia dengan diberi lapisan baja agar tidak merusak interior pesawat.

Begitu teroris dilumpuhkan, semua orang disuruh turun dengan tangan di belakang kepala. Ini untuk berjaga-jaga, apakah ada teroris yang menyusup. Dua anjing berjaga di bawah, seekor bersiap menerjang, seekor lagi digunakan untuk penyisiran.

Masih ada beberapa insiden yang berlanjut sebagai rangkaian, seperti ledakan bom di landas pacu. Tim penanggulangan teror seharusnya menyerahkan penanganan kepada manajer tempat kejadian perkara yang dipimpin Kepala Polres Metro Tangerang. Namun, di Posko Penanganan II, yang seharusnya tempat serah terima berlangsung, tim Kopassus tak kunjung datang. Akhirnya, Polri melakukan inisiatif melakukan penyisiran.

Ada dua undang-undang yang mengatur penanganan terorisme. UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyatakan, salah satu tugas pokok TNI dalam operasi militer, selain perang, adalah mengatasi terorisme. UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme meletakkan terorisme sebagai tindak pidana yang merupakan wewenang Polri untuk menanganinya.

KOMPAS

No comments:

Post a Comment