Saturday, June 26, 2010

Filandia Upgrade Kapal Cepat Kelas Rauma

Kapal cepat kelas Rauma FNS Naantali 73 mulai dioperasikan AL Filandia 23 Juni 1992. (Foto: puolustusvoimat.fi)

26 Juni 2010 -- Kementrian Pertahanan Filandia menyetujui Angkatan Laut Filandia menandatangani kontrak upgrade empat kapal serang cepat kelas Rauma dengan Patria, Rabu (23/6). Kontrak senilai 64,7 juta euro akan ditandatangani 30 Juni 2010.

Patria bertindak sebagai kontraktor utama bertanggung jawab merencanakan upgrade, mengkoordinasikan subkontraktor, diantaranya Saab AB, Western Shipyard Oy dan Kongsberg Maritime.

Pengerjaan upgrade dilakukan pada 2010-2013, kapal siap dioperasikan 2014. Kapal aman dioperasikan hingga 2020.

Kapal cepat kelas Rauma menggantikan kapal cepat kelas Hamina.

Kapal cepat kelas Rauma dibanguan di Hollming dan Finnyard, Rauma, Filandia. AL Filandia memiliki empat kapal kelas Rauma, FNS Rauma 70 (dioperasikan 18 Oktober 1990), FNS Raahe 71 (20 Agustus 1991), FNS Porvoo 72 (27 April 1992), FNS Naantali 73 (23 Juni 1992), seluruh kapal berpangkalan di Pansio.

Patria
/Berita HanKam

TNI Lebih Butuh Alutsista dan Sejahtera

KT-1B Wong Bee TNI AU. (Foto: TNI AU)

25 Juni 2010, Jakarta -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Irmanputra Sidin, mengatakan, pemerintah sebaiknya mengembangkan wacana lebih konstruktif bagi TNI dengan menaikkan kesejahteraan prajurit dan pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) modern.

"Hal tersebut dibutuhkan TNI daripada mewacanakan untuk memberikan hak pilih bagi mereka," kata Irmanputra Sidin di Jakarta, Jumat.

"TNI adalah satu-satunya lembaga yang paling berhasil mereformasi diri dibandingkan lembaga negara manapun di Indonesia. Keberhasilan ini dan keberhasilan TNI menjaga kedaulatan seharusnya bisa diapresiasi oleh pemerintah dengan memberikan kehidupan yang lebih layak buat seluruh prajurit TNI," katanya.

Menurut Irmanputra, peningkatan kesejahteraan prajurit, pembelian alusista modern yang dibutuhkan TNI saat ini dan pelatihan yang baik bagi prajurit, lebih dibutuhkan oleh seluruh prajurit TNI dan negeri ini.

Langkah itu bahkan jauh lebih penting dan pasti diinginkan seluruh prajurit ketimbang mengembangkan wacana hak pilih untuk tentara, demikian Irmanputra.

Irmanputra menilai negara tidak memikirkan kebutuhan tentara, apalagi anggota TNI sadar ketika menjadi anggota TNI maka dia kehilangan hak suaranya dan itu adalah wajar sebagai konsekuensi pilihan hidup anggota TNI.

TNI sadar bahwa mereka bukan warga negara biasa karena diberikan kewenangan memegang senjata, sehingga mereka juga sadar bahwa untuk statusnya itu ada hak-hak warga negara biasa yang tidak bisa dimilikinya.

Irman mengkritik pemerintah yang lebih berani memberikan renumerasi pegawai pajak yang jelas-jelas dari segi prestasi jauh di bawah apa yang telah diraih TNI, namun TNI justru tidak diberi renumerasi seimbang dengan beban tugasnya.

"Pegawai pajak sudah diberi renumerasi masih saja korupsi dan paling jauh ganjarannya penjara. Sementara anggota TNI yang sudah berprestasi mengawal reformasi serta berhasil menjaga Indonesia dengan taruhan nyawanya renumerasinya tidak diberikan," tegasnya.

ANTARA News

First India C-130J in Full Color

25 June 2010, MARIETTA, Ga. -- The first Lockheed Martin [NYSE: LMT] C-130J Super Hercules for India has completed painting at the company's Marietta, Ga., facility. The aircraft now enters flight test in preparation for delivery at the end of the year. The program for India includes six C-130Js, training of aircrew and maintenance technicians, spare parts, and ground support and test equipment. Also included is India-unique operational equipment designed to increase Special Operations capabilities.

Boeing

KRI Dewaruci Merapat di Spanyol Setelah Taklukkan Mediterania


25 Juni 2010, Surabaya -- Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Dewaruci berhasil merapat di dermaga Pelabuhan Malaga, Spanyol, setelah menaklukkan Laut Mediterania yang dikenal ganas itu.

Kepala Sub Dinas Penerangan Umum Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) Mayor Laut Kariono di Surabaya, Jumat, mengatakan, kapal layar tiang tinggi yang diawaki para kadet Akademi Angkatan Laut (AAL) itu tiba di Malaga pada 23 Juni 2010 pukul 08.30 waktu setempat.

Kapal yang memiliki tiang layar setinggi 35 meter tersebut bertolak dari Aljazair pada 17 Juni 2010 dengan dilepas Duta Besar RI untuk Aljazair, Yuli Mumpuni Widarso.

"Perjalanan dari Aljazair ke Malaga ditempuh dalam waktu tiga hari. Padahal biasanya hanya dua hari," kata Kariono.

Lamanya waktu tempuh itu disebabkan tingginya gelombang dan kecepatan angin di Laut Mediterania. Informasi yang disampaikan awak KRI Dewaruci kepada Dinas Penerangan Koarmatim menyebutkan, awalnya kecepatan angin hanya lima knot.

Namun, dalam waktu singkat perlahan-lahan kecepatan angin bertambah menjadi 20 hingga 25 knot dan meningkat lagi menjadi 40 knot, terutama di sekitar perairan Teluk Almeria di bagian tenggara Spanyol.

"Itu akibat pengaruh kondisi cuaca Samudera Atlantik yang terbuka hingga Selat Gibraltar," kata Kariono menambahkan.

Dalam kondisi seperti itu laju KRI Dewaruci hanya dua knot, jauh di bawah kecepatan normal kapal yang berusia 58 tahun itu.

Apalagi tinggi gelombang yang mencapai 4-5 meter mengakibatkan air laut masuk melalui haluan kapal itu.

Hampir semua awak kapal pun mengalami mabuk laut. "Bahkan jumlah prajurit yang mengalami `sea sick` (mabuk laut) ini melebihi dari yang pernah terjadi. Mungkin karena mereka terlalu lama terombang-ambing gelombang Laut Mediterania, yakni 28 jam," katanya.

Di salah satu kota wisata di Spanyol itu, para awak KRI Dewaruci disambut Atase Pertahanan RI, Kolonel CAJ Erry Hermawan, didampingi staf KBRI Madrid dan perwira penghubung Angkatan Laut Spanyol.

Setibanya di Malaga, para awak KRI Dewaruci mengadakan kunjungan kehormatan ke pejabat militer dan sipil, di antaranya Komandan Pangkalan AL Malaga Kolonel Laut Luis Miranda Freite, Kepala Perwakilan Pemerintahan Pusat Spanyol Hilario Lopes Luna yang kedudukannya sama dengan gubernur provinsi di Indonesia, dan Wakil Wali Kota Malaga Antonio Corderto.

Selanjutnya, pada tanggal 24 dan 25 Juni 2010, para awak KRI Dewaruci melakukan serangkaian kegiatan, di antaranya pertandingan sepak bola persahabatan melawan personel Angkatan Udara Spanyol dan resepsi diplomatik dengan menggelar kesenian tradisional.

Para kadet AAL juga akan mengikuti latihan dan praktik pelayaran astronomi dan dasar-dasar kepelautan selama tiga bulan di Spanyol.

KRI Dewaruci dijadwalkan akan menyinggahi Prancis, Belgia, Denmark, Norwegia, Inggris, Belanda, Jerman, Italia, dan Mesir, sebelum kembali ke Tanah Air pada September 2010.

ANTARA News

Friday, June 25, 2010

Perancis Sertakan Rafale Pada Latma Garuda 2011

Jet tempur Rafale lepas landas dari pangkalan udara Landivisiau, sebelah Barat Perancis. (Foto: Getty Images)

25 Juni 2010 -- Angkatan Udara Perancis akan menyertakan jet tempur Rafale dalam latihan militer bersama India-Perancis Garuda 2011 yang akan dilaksanakan di India.

Kehadiran jet tempur Rafale dirancang bersamaan dengan kompetisi tender pembelian jet tempur oleh AU India dibawah program raksasa MMRCA (medium multi-role combat aircraft), dimana Rafale berhasil masuk tahapan akhir penilaian.

Tender MMRCA diikuti sedikitnya lima negara, termasuk Amerika Serikat, Rusia, Swedia, Perancis, Uni Eropa (Jerman, Inggris, Italia, Spanyol). Enam jet tempur bertarung memperebutkan kontrak pembelian 126 pesawat senilai 8,95 milyar dolar.

Pada Latma Garuda 2010 bertepatan dengan negosiasi program upgrade jet tempur Mirage-2000 AU India.

Pilot AU Singapura dan Perancis berdiskusi setelah selesai melakukan suatu misi saat Latma Garuda 2010 di Lanud Istres, Perancis. (Foto: Mindef)

Latma Garuda tahun ini diikuti AU Singapura, menyertakan 180 personil, enam jet tempur F-16D serta satu pesawat tanker udara KC-135R. AU Singapura melakukan misi pengisian bahan bakar udara saat latihan, selain misi pertempuran udara dan pertahanan udara.

AU India menurunkan enam jet tempur Sukhoi Su-30MKI, pesawat tanker udara Il-78 serta pesawat angkut militer Il-76. Sedangkan AU Perancis menyertakan jet tempur Mirage-2000 dan Rafale.

The Times of India/Berita HanKam

TNI, Butuh Naik Gaji atau Hak Pilih?


25 Juni 2010, Jakarta -- Wacana pemulihan hak pilih bagi anggota TNI yang dilontarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terus dikritik. Pengamat tata negara, Irman Putra Sidin, berpandangan, lontaran wacana itu tak menunjukkan sensitivitas atas kebutuhan TNI sendiri.

Menurutnya, apa yang dibutuhkan para prajurit TNI bukanlah pengembalian hak pilihnya. Lebih penting dari itu, para prajurit butuh perbaikan kesejahteraan.

"Wacana ini kan wacana berulang. Negara ini tidak berpikir apa kebutuhan tentara. Tentara tidak butuh hak pilih, tapi gajinya dinaikin. Daripada pegawai pajak saja yang gajinya dinaikin. Tentara itu tidak pusing dengan hak pilih. Kalau ditanya ke prajurit, pasti mereka milih naik gaji, uang lauk-pauk," kata Irman saat mengisi diskusi "Menyoal Hak Pilih TNI" di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (25/6/2010).

Irman mengatakan, TNI baru bisa dilibatkan secara aktif dalam ranah politik praktis setelah negara benar-benar menerapkan politik konstitusional.

"Kalau politik kita masuk ke dalam politik konstitusi, baru tentara bisa masuk. Tapi kehidupan politik kita masih kehidupan politik prostitusi. Biarkan saja TNI memperbaiki dirinya. Mengubah sistem harus karena ada kebutuhan. Jangan mengubah sistem untuk memanfaatkan kekuatan," katanya.

Selama 10 tahun pasca-Reformasi, TNI dinilai sebagai institusi yang berhasil melakukan reformasi di tubuh lembaganya. Ia berharap stabilitas dan independensi yang dibangun TNI saat ini tidak dirusak dan dipecah belah dengan menariknya ke dunia politik.

KOMPAS.com

Rusia Terima Pesawat Angkut An-70 2012

Cutaway Antonov An-70. (Sumber: cthomas.de)

23 Juni 2010 -- Rusia akan menerima pesawat angkut militer Antonov An-70 pertama paling cepat 2012, ujar Menteri Pertahanan Rusia Anatoly Serdyukov, Kamis (22/6) saat berkunjung ke Pangkalan AL Armada Laut Hitan di Sevastopol, Semenanjung Krimea, Ukraina.

An-70 pesawat angkut militer jarak sedang dikembangkan oleh biro disain Ukraina Antonov. Perusahaan dirgantara Antonov melakukan uji terbang perdana prototipe An-70 pada 1994, karena pemerintah Ukraina kekurangan dana serta hubungan politik Moskow dan Kiev tegang, hingga pembuatan pesawat dalam skala besar terhenti.

Membaiknya hubungan kedua negara, Moskow menyediakan dana guna memproduksi bersama pesawat An-70.

An-70 akan menggantikan pesawat angkut militer Rusia An-12.

Komandan pasukan payung Rusia Letnan Jenderal Vladimir Shamanov mengatakan Mei lalu, satuannya telah memesan 40 An-70 berdasarkan program pembelian alutsista baru 2011-2020.

Angkatan Udara Rusia mengoperasikan 300 pesawat angkut militer, termasuk An-12 Cub, Il-76MD dan An-124 Condor.

RIA Novosti/Berita HanKam

Menggunakan Kursi Lontar Tak Boleh Sembarangan


25 Juni 2010 -- Pengunaan kursi lontar pernah terjadi di Badara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, Riau, pada (21/11) lalu, akibat sebuah pesawat tempur TNI Angkatan Udara, Hawk 200, mengalami kerusakan saat latihan rutin.

Berdasarkan laporan , kecelakaan terjadi pada ketinggian sekitar 2.000 kaki (609 meter) ketika pesawat tengah bersiap-siap mendarat (posisi down-wind) tiba-tiba mati mesin (engine failed). Pilot kemudian memutuskan mendaratkan pesawat.

Namun, karena pesawat tidak bisa dikontrol, pilot Mayor (Pnb) Muhammad Dadang pada saat terakhir memutuskan melompat keluar (eject) dari pesawat dengan kursi pelontar. Apa dan bagaimana kursi pelontar atau ejection seat itu? Ejection Seat merupakan sistem yang didesain untuk menyelamatkan penerbang dalam keadaan darurat atau emergency.

Umumnya, desain ini bekerja dengan prinsip dasar sebagai berikut: Kursi Pilot akan melontarkan penerbang keluar dari pesawat dengan menggunakan motor roket. Segera setelah kursi lontar keluar dari pesawat, ejection seat akan membuka parasut, dan dengan parasut inilah penerbang akan turun dengan selamat.

Sebelumnya konsep menggunakan kapsul juga telah dicoba, namun hasilnya tidak terlalu memuaskan. Percobaan-percobaan untuk menggunakan ejection seat sebagai sarana penyelamatan penerbang sudah dilaksanakan sejak 1910, tujuh tahun setelah pesawat terbang pertama berhasil diterbangkan oleh Wright Bersaudara.

Percobaan yang lebih intensif kemudian dikerjakan orang pada tahun 1938 dan selama perang dunia kedua. Pada waktu itu alat yang digunakan hanyalah parasut yang dibawa penerbang yang kemudian keluar dari pesawat dengan usahanya sendiri. Pengalaman kemudian memperlihatkan bahwa sangat sulit bagi seorang penerbang untuk dapat keluar dari pesawat di udara pada saat keadaan darurat.

Hal ini disebabkan antara lain, sempitnya ruang tempat duduk penerbang di kokpit, serta kerasnya tiupan angin yang berembus saat kokpit dibuka. Penerbang banyak yang tidak berhasil menyelamatkan dirinya keluar dari pesawat dengan hanya berbekal parasut dan usahanya sendiri secara manual. Pada Perang Dunia kedua, Heinkel and SAAB mulai mencoba mencari cara yang lebih baik guna menyelamatkan jiwa seorang penerbang pada saat keadaan membahayakan.

Mereka kemudian melaksanakan percobaan menggunakan tekanan udara untuk membantu melontarkan penerbang keluar dari kokpitnya. Pada tahun 1941, alat ini dicoba pada pesawat prototipe Jet Fighter He 280. Dengan demikian, penerbang cukup menekan tombol penggerak alat bertekanan udara tersebut pada saat hendak keluar dari pesawat dalam keadaan darurat. Setelah itu parasut akan membuka dan penerbang akan dapat dengan selamat tiba di bumi kembali.

Inilah antara lain yang menjadi cikal bakalnya sebuah ejection seat yang kini digunakan di hampir semua pesawat tempur. Setelah Perang Dunia kedua, tuntutan akan sebuah ejection seat menjadi penting artinya, seiring dengan kemajuan yang dicapai oleh industri pesawat terbang. Pesawat terbang menjadi lebih cepat dan lebih lincah dalam melaksanakan manuver- manuvernya.

Kondisi yang seperti ini tentunya memerlukan alat pengaman yang dapat diandalkan dan salah satunya adalah keperluan akan sebuah ejection seat yang lebih canggih lagi. Unit Udara Angkatan Darat Amerika melakukan percobaan-percobaan untuk menyempurnakan teknologi ejection seat yang telah ada pada waktu itu.

Akan tetapi, kemudian sebuah perusahaan di Inggris, Martin-Baker, berhasil membuat sistem ejection seat yang lebih baik dan dapat lebih diandalkan keampuhannya. Percobaan lapangan atau flight test yang pertama dilaksanakan oleh Martin-Baker Company, dilakukan pada 24 Juli 1946. Pada waktu itu Bernard Lynch yang menggunakan kursi lontar Martin-Baker selamat keluar dari pesawat Gloster Meteor Mk III.

Tidak lama kemudian, disusul pada 17 Agustus 1946 Sersan Larry Lambert yang menjadi orang Amerika pertama yang dapat dengan selamat keluar dari pesawat terbang menyelamatkan diri dengan menggunakan kursi lontar Martin-Baker. Saat itu kursi lontar masih menggunakan solid propellant yang diisi dalam tabung telescopic untuk digunakan melontarkan kursi penerbang keluar dari pesawat.

Dengan meningkatnya kemajuan teknologi yang mengakibatkan pesawat-pesawat tempur jet dapat terbang jauh lebih cepat lagi, maka kursi lontar dengan propellant ini menjadi ketinggalan zaman. Untuk mengatasinya, percobaan-percobaan yang menggunakan propulsi roket, dimulai.

Menggunakan propulsi roket yang memiliki daya lontar sangat cepat ini, maka kursi lontar atau ejection seat menjadi semacam peluru yang dilontarkan dari sebuah pistol. Pada permulaan tahun 1960, penggunaan rocket-powered ejection seat sudah dimulai, yaitu kursi lontar bertenaga roket untuk pesawat-pesawat terbang tempur berkecepatan supersonik, seperti pada pesawat F-106 Delta Dart.

Tercatat enam penerbang pernah melaksanakan bail out, keluar menggunakan kursi lontar bertenaga roket buatan Martin-Baker, dengan selamat dari pesawat yang berkecepatan 700 knots pada ketinggian 57.000 kaki. Sistem ini kemudian disempurnakan orang melalui proses research and development, penelitian dan pengembangan yang berkelanjutan sehingga kini para penerbang tempur dengan nyaman menggunakan kursi pelontar untuk menyelamatkan dirinya bila mereka menghadapi keadaan emergency di udara.


Tidak hanya itu, karena saat ini telah terpasang di pesawat-pesawat tempur, hampir di seluruh dunia kursi lontar dari Martin-Baker yang dapat digunakan tidak hanya di udara pada ketinggian yang tinggi dan pada kecepatan yang melebihi kecepatan suara, akan tetapi juga dapat digunakan pada ketinggian yang rendah di permukaan bumi dan pada kecepatan nol Wong Bee yang digunakan Pandam Udayana juga memakai jenis ini. (zero level dan zero speed) Kursi Lontar Martin-Baker dengan teknologinya telah berjasa banyak menyelamatkan penerbang dari bahaya yang dihadapi saat melaksanakan penerbangannya.

Termasuk apa yang dialami Mayor Dadang dengan pesawat terbang Hawk 200 yang dikemudikannya. Hingga tahun ini Kursi Lontar Martin Baker telah menyelamatkan 7.172 penerbang tempur dan pada tahun ini saja tercatat 31 penerbang telah selamat. Ditambah dengan Mayor Dadang di Pekanbaru pada tanggal 21 November yang lalu berarti telah 32 orang penerbang yang selamat menggunakan kursi lontar Martin-Baker pada tahun 2006 ini. Dan Total yang selamat sejauh ini menjadi 7.173 orang penerbang.

Kursi lontar ternyata juga diterapkan pada pengebom seperti B-52 Sratofortress. Hebatnya, seluruh awaknya dilengkapi piranti ini.

Kursi lontar sendiri diciptakan untuk menyelamatkan seorang penerbang yang sudah dianggap sebagai SDM mahal. Bayangkan, untuk menjadi seorang penerbang (khususnya) tempur, mereka harus lulus seleksi dari sekian banyak pendaftar. Setelah lulus, ia pun harus melalui proses pendidikan yang panjang dan lama serta diberi kepercayaan yang amat langka menerbangkan pesawat tempur yang jumlahnya relatif terbatas.

Prosedur eject harus dilakukan dengan benar, jika tidak malah bisa meningkatkan resiko kecelakaan. Kursi lontar dilengkapi roket berkekuatan besar untuk melontarkan pilotnya keluar pesawat hanya dalam hitungan detik. Beberapa merek kursi lontar yang terkenal adalah Aces II dan Martin Baker dengan kelebihan masing-masing.

Pada A-4 Skyhawk terdapat jenis zero-zero ejection seat yang bisa digunakan pada ketinggian dan kecepatan nol. Kursi lontar ini dapat melempar kursi berikut pilotnya sejauh 53 meter. Begitu roket pendorong aktif dengan menarik kabel loreng kuning-hitam yang terletak di antara kedua kaki, dalam waktu 0.25 detik kursi akan terlontar.

Lain lagi dengan yang digunakan F-5E Tiger II. Dengan daya dorong 700 kg, kursi jenis ini justru tak boleh diaktifkan pada kecepatan kurang dari 500 knot. Begitu kuatnya hingga pilot bisa terdorong hingga 43 meter dengan pengaruh gaya gravitasi mencapai 14G meski hanya berlangsung 0.19 detik.

‘Saya eject dalam keadaan siap. Malah sebelum terbang saya sempat memberikan briefing kepada para yunior tentang cara penggunaannya. Beberapa saat kemudian justru saya yang mengalaminya. Pesawat yang saya kemudikan (F-5) mengalami kerusakan mesin di ketinggian 3000 kaki (sekitar 1000m),’kenang Djoko Suyanto.

Seperti dikisahkannya, ia telah berusaha menghidupkan kembali mesin yang bungkam itu, namun selalu gagal. Tiada pilihan lain, ketika pesawat telah menghujam 1000 kaki, kedua kaki yang semula ada pada pedal rudder segera ditarik dirapatkan ke kursi, badan disandarkan sempurna, dan ditariklah trigger kursi lontarnya. Ini adalah prosedur standar. Tiga detik berikutnya roket pendorong menyala, kanopi terlepas, dan tak sampai sedetik berikutnya Suyanto tersadar telah berada di luar pesawat.

Jika pada F-16 terdapat kursi lontar Aces II yang bisa melontarkan pilot berikut kursinya dalam 0.25 detik dengan gaya 13G, Martin Baker hanya butuh 0.20 detik dengan gaya tarik 15G. Sepuluh penerbang TNI AU setidaknya pernah merasakan kerja Martin Baker, baik saat terbang maupun ketika masih dalam posisi di darat.

Surya

Komandan Kapal FS Somme A-631Kunjungan Ke Markas Lantamal III


24 Juni 2010, Jakarta -- Asrena Danlantamal III Kolonel Laut (S) Hana Rochijadi selaku Pelaksana Harian (Plh) Wakil Komandan (Wadan) Lantamal III menerima kunjungan kehormatan Komandan Kapal Perang Perancis Letkol Laut Jean Yves BUAT, di Mako Lantamal III Jakarta, Kamis (24/6).

Pada kesempatan ini Plh Wadan Lantamal III mewakili Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Dan Lantamal) III Laksma TNI Iskandar Sitompul, SE menyambut baik akan kehadiran Kapal Perang Perancis di Jakarta selama tujuh hari sejak hari Rabu sampai dengan Selasa (23-29 Juni 2010) dalam rangka meningkatkan hubungan kerjasama Angkatan Laut ke dua negara yang selama ini telah terbina dengan baik.

Plh Wadan Lantamal III saat menerima kunjungan itu didampingi Asops Danlantamal III Kolonel Laut (P) TSNB Hutabarat, MMS; Asintel Danlantamal III Letkol Laut (T) Wahyu Mujiono, Pabanrenslog Lantamal III Letkol Laut (T) Sudalto, dan Pabanspers Lantamal III Letkol Laut (Kh) Lilik S.

Pelita

Fast Rope di IIP-FTX Marex 2010

25 Juni 2010, Situbondo -- Sejumlah prajurit Marinir RI dan AS menggelar latihan 'fast rope' di Puslatpur Baluran Karangtekok, Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur. Kegiatan ini merupakan rangkaian latihan bersama yang bertajuk 'Interoperability Field Training Exercise 2010'. 'Fast Rope' merupakan latihan penurunan pasukan dari heli dengan menggunakan tali.







Dispen Korps Marinir

Panglima TNI: Kecelakaan Pesawat Diduga Gangguan Teknis

Beberapa prajurit TNI AU dan petugas medis mengangkat korban pesawat latih "Wong Bee" saat diberi pertolongan di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali, Kamis (24/6). Satu dari empat pesawat latih buatan Korea itu jatuh saat melakukan "joy flight" di Bandara Ngurah Rai dan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. (Foto: ANTARA/Nyoman Budhiana//Koz/mes/10)

25 Juni 2010, Jakarta -- Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso mengatakan, kecelakaan pesawat latih di Bandara Ngurah Rai, Bali, Kamis, sekitar pukul 15.30 WITA, diduga akibat gangguan teknis saat melakukan pendaratan.

"Pada proses melakukan pendaratan ada gangguan," kata Panglima TNI di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (24/6), setelah mengantar keberangkatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menuju Toronto, Kanada.

Panglima TNI menjelaskan tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan pesawat buatan Korea Selatan tahun 2005 itu.

Secara lebih rinci, Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (Wakasau) Marsdya TNI Sukirno, menjelaskan, sebelum mengalami kecelakaan, pesawat itu diterbangkan untuk latihan navigasi jarak jauh, dari Yogyakarta menuju Denpasar. "Pada waktu mendarat terjadi gangguan pada mesin," kata Sukirno.

Menurut dia, dua orang dalam pesawat itu, yaitu pilot dan seorang penumpang, berhasil menyelamatkan diri. Sukirno menjelaskan, pesawat mengalami kerusakan parah setelah insiden tersebut. "Kondisi pesawat `total loss`," katanya.

Wakasau menyebutkan, pihaknya sudah mengirimkan tim ke Denpasar untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam tentang penyebab kecelakaan.

Pesawat latih TNI Angkatan Udara jenis KT-1B Wong Bee mengalami kecelakaan di Bandara Ngurah Rai Denpasar, Bali, Kamis (24/6) pukul 15.37 Wita. Tidak ada korban jiwa, termasuk pilot Letkol TNI Ramot CP Sinaga dan penumpang Pangdam IX/ Udayana, Mayjen TNI Rahmat Budianto.

Ramot CP Sinaga merupakan perwira lulusan Akademi TNI Angkatan Udara (AAU)lulusan 1993. Saat ini, Ramot menjabat Komandan Skadik 102 Lanud Adi Sutjipto.

Misi joy flight

KT-1B Wong Bee. (Foto: KAI)

Kasub Dinas Penerangan Umum TNI AU, Letkol TNI Dedy Ghazy Elsyaf dalam siaran pers yang diterima Suara Karya di Jakarta mengatakan, pesawat latih buatan pabrik KAI Korsel ini diterima dan dioperasikan oleh TNI AU pada tahun 2003. "Sejak diterima di TNI AU pesawat LD-0102 sampai saat ini baru mencapai 2308,45 jam terbang dan dalam kondisi laik terbang," ujarnya.

Pada saat terjadi kecelakaan, ia mengatakan, pesawat dengan tail number LD-0102 itu sedang melaksanakan misi joy flight mengitari wilayah seputar Bali. "Di dalam pesawat ada Pangdam Udayana IX Mayjen TNI Rahmat Budianto," ujarnya.

Pesawat KT-1B Wong Bee, adalah pesawat keempat dalam urutan landing. Ketiga pesawat lainnya telah mendarat dengan selamat terlebih dahulu. Kecelakaan tersebut terjadi ketika pesawat akan melakukan pendaratan di ujung run way 27 dan tidak terjadi tabrakan dengan pesawat lainnya. "Penerbang Ramot Sinaga dan Pangdam IX Udayana Mayjen TNI Rahmat Budiyanto selamat karena melakukan eject (bail out) dari pesawat," ujar Dedy.

Sebelum terjadi musibah kecelakaan, dikatakan Dedy, kondisi cuaca sangat baik dan cerah. Sementara itu, kondisi pesawat dalam keadaan total lost. Karena itu, TNI AU belum mengetahui secara pasti penyebab dari kecelakaan pesawat yang baru berusia tujuh tahun itu.

"Penyebab kecelakaan belum diketahui dan akan diselidiki tim Panitia Penyidik Kecelakaan Pesawat Udara (PPKPU) TNI AU," ujarnya.

Suara Karya

TNI AU Selidiki Jatuhnya Pesawat Latih Wong Bee

Dua prajurit TNI AU mengamati puing pesawat latih "Wong Bee" di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Kamis (24/6). Satu dari empat pesawat latih buatan Korea itu jatuh saat melakukan "joy flight" di Bandara Ngurah Rai dan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. (Foto: ANTARA/Nyoman Budhiana//Koz/mes/10)

24 Juni 2010, Denpasar -- Sampai saat ini belum diketahui penyebab jatuhnya pesawat latih KT-1 Wong Bee dalam joy flight atau terbang gembira di Lanud Ngurah Rai pada siang tadi, Kamis (24/6/2010). Pihak Lanud Ngurah Rai masih melakukan investigasi sambil menunggu datangnya tim dari Mabes TNI AU yang akan melakukan penyelidikan.

“Tim dari Mabes AU yang akan turun, sore ini mereka berangkat dan akan datang malam nanti,” ujar Danlanud Letkol Penerbang Aldrin P Mongan saat memberi keterangan pers kepada wartawan petang tadi.

“Saat penerbangan tadi semuanya berjalan normal dan sesuai prosedur, tidak ada gangguan,” tambah Danlanud, Kamis.

Kondisi pesawat sendiri, menurut Danlanud, tidak ada masalah dan usia pesawat juga masih terbilang baru. Namun, Danlanud tidak menjelaskan secara rinci tahun pembuatan pesawat yang diproduksi oleh Korea Selatan tersebut. Saat kejadian, kondisi cuaca juga cukup baik dan sangat mendukung untuk melakukan penerbangan.

TNI AU bantah pesawat jatuh akibat bersenggolan

Pesawat latih TNI Angkatan Udara jenis KT-1B Wong Bee mengalami kecelakaan, pada Kamis (24/6) pukul 15.37 Wita di Bandara Ngurah Rai, Bali.

Sejumlah spekulasi pun bermunculan. Salah satunya menyebutkan pesawat jatuh akibat bersenggolan dengan salah satu dari tiga pesawat lain yang ikut bermanuver.

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsma TNI Bambang Samoedro. mengatakan pesawat dengan tail number LD-0102 di terbangkan oleh Letkol Pnb Ramot CP. Sinaga dengan satu penumpang yaitu Pangdam Udayana IX Mayjen TNI Rahmat Budianto saat melaksanakan misi joy flight mengitari wilayah seputar Bali.

Pesawat tersebut adalah pesawat keempat dalam urutan landing. Ketiga pesawat lainya telah mendarat dengan selamat terlebih dahulu. Kecelakaan tersebut terjadi ketika pesawat LD 0102 akan melakukan pendaratan terjadi malfunction (kesalahan Tekhnis) di ujung run way 27 dan tidak terjadi tabrakan dengan pesawat lainnya.

Penerbang Letkol Penerbang Ramot Sinaga dan Pangdam IX Udayana Mayjen TNI Rahmat Budiyanto selamat karena melakukan eject (bail out) dari pesawat. Sejak diterima di TNI AU pesawat LD-0102 sampai saat ini baru mencapai 2308,45 jam terbang dan dalam kondisi laik terbang. Pesawat buatan pabrik KAI Korsel ini diterima dan dioperasikan oleh TNI AU pada tahun 2003.

Pada saat kecelakaan kondisi cuaca cerah dan kondisi pesawat saat ini total lost. Sedangkan penyebab kecelakaan belum diketahui dan akan diselidiki oleh tim Panitia Penyidik Kecelakaan Pesawat Udara (PPKPU) TNI AU yang sedang berangkat menuju Bali.

Letkol Penerbang Ramot Sinaga adalah perwira AAU lulusan 1993 dan saat ini menjabat sebagai Danskadik 102 Lanud Adi Sutjipto.

Surya/okezone

Boeing Receives C-40A Support Contract from US Navy


24 June 2010, WICHITA, Kan. -- Boeing [NYSE: BA] today announced that it has received a C-40A Contractor Logistics Support (CLS) contract from the U.S. Navy. The five-year contract is valued at more than $100 million.

"As the original equipment manufacturer of the C-40A, we are uniquely positioned to support these aircraft for our Navy customer," said Steve Wade, general manager of Boeing Global Transport & Executive Systems (GTES). "We are excited about the opportunity to help the Navy ensure the fleet is ready to perform critical missions worldwide."

The C-40A is a military version of the Boeing 737-700C that is designed to be a workhorse to support Navy operations worldwide. The aircraft has three configurations: an all-passenger configuration that can carry 121 passengers, an all-cargo configuration that holds eight cargo pallets, and a combi configuration that carries three cargo pallets and 70 passengers. All three configurations are certified by the U.S. Federal Aviation Administration.

The C-40A CLS contract supports the Navy's fleet of nine aircraft currently in service. Boeing is on contract to deliver three more C-40As, which are scheduled to enter service in 2010 and 2011. The aircraft are stationed at the Naval Air Station (NAS)/Joint Reserve Base in Fort Worth, Texas, and at NAS Jacksonville, Fla., and North Island, Calif.

This effort is in addition to the current support Boeing provides to the C-40A, including sustaining engineering, winglet modifications, and other emergent needs.

"Because the C-40A is a commercial derivative aircraft, we will be able to draw on the multifaceted resources of the entire Boeing Company to deliver this support to the Navy," said Wade.

GTES supports all Boeing aircraft in the U.S. Air Force's executive fleet, including the C-40B, C-40C, and C-32A. It also supports the Navy's E-6B and the National Command Authority's E-4B. GTES is headquartered in Wichita, with major operations in Seattle and Oklahoma City.

A unit of The Boeing Company, Boeing Defense, Space & Security is one of the world's largest defense, space and security businesses specializing in innovative and capabilities-driven customer solutions, and the world's largest and most versatile manufacturer of military aircraft. Headquartered in St. Louis, Boeing Defense, Space & Security is a $34 billion business with 68,000 employees worldwide.

Boeing

DPR Kecam Manajemen Operasi Pesawat Militer

Seorang petugas melintas di dekat puing mesin pesawat latih "Wong Bee" yang telah dibungkus penutup di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Kamis (24/6). Satu dari empat pesawat latih buatan Korea itu jatuh saat melakukan "joy flight" di Bandara Ngurah Rai dan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. (Foto: ANTARA/Nyoman Budhiana//Koz/mes/10)

24 Juni 2010, Jakarta -- Kalangan Komisi I DPR RI mengecam keras pola manajemen pengoperasian pesawat-pesawat militer Indonesia, menyusul jatuhnya pesawat latih TNI-AU di Lanud Denpasar, Kamis.

"Insiden ini patut kami pertanyakan kepada para pejabat Tentara Nasional Indonesia (TNI), khususnya TNI-AU," kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis malam.

Ia mempertanyakan untuk kepentingan apa para pejabat seperti Pangdam Udayana dan Gubernur Bali menggunakan pesawat latih yang memang gunanya hanya sebagai sarana latihan.

Kemudian, lanjutnya, siapa pun pemberi otoritas penggunaan pesawat tersebut, harus bertanggungjawab, karena dianggap melebihi batas kewenangannya.

Sebagaimana dilaporkan dari Denpasar sebelumnya, Pesawat Latih TNI-AU jenis KT1 `Woong Bee` (dua awak) buatan Korea Selatan, jatuh.

Pilot dan awak (Pangdam Udayana) selamat melalui kursi lontar.

"Kan pesawat latih layaknya hanya untuk latihan dan bukan untuk kegiatan lain. Bingung juga para pejabat kita kadang masih memanfaatkan sesuatu yang tidak pada tempatnya seperti ini," ujar Tubagus Hasanuddin dari Fraksi PDI Perjuangan.

Sementara itu, rekannya dari Fraksi Partai Golkar, Paskalis Kossay, menyatakan, insiden ini sangat disayangkan.

"Kok pesawat latih ditumpangi pejabat militer. Itu bukti kecerobohan mental pejabat kita kan," tegas Paskalis Kossay yang menghubungi ANTARA, di sela-sela kunjungan kerjanya ke Belgia.

Sedangkan Ketua Komisi I DPR RI, Kemas Azis Stamboel (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera) mengatakan, karena dirinya masih di luar (negeri) dan baru mendengar berita tersebut, sehingga belum bisa berkomentar.

Tjahjo Kumolo: Hanggarkan saja pesawat militer tak layak


Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI, Tjahjo Kumolo, menegaskan, seluruh alat utama sistem persenjataan (Alutsista) terutama pesawat-pesawat militer yang tak layak lagi, hanggarkan saja, guna mencegah terus terjadinya kecelakaan.

Ia menyatakan itu, di Jakarta, Kamis malam, sehubungan dengan laporan dari Denpasar, Pesawat Latih TNI-AU jenis KT1 `Woong Bee` (dua awak) buatan Korea Selatan, jatuh di Lanud Denpasar, Kamis siang, diduga bukan karena sedang melakukan latihan perang atau operasi militer.

"Kalau masalah `human error`, maka TNI harus selektif dan ketat terhadap awaknya. Tetapi yang jelas, kecelakaan demi kecelakaan karena kondisi Alutsista dan `human error`, sudah tidak pada tempatnya untuk ditolerir lagi," tandas Tjahjo Kumolo yang juga anggota Komisi I DPR RI ini.

Karena itu, dalam kaitan kecelakaan pesawat militer di Denpasar itu, ia berpendapat, DPR RI harus memberikan catatan khusus.

"Pimpinan TNI harus dipanggil. Itu harus jadi salah satu agenda utama (sidang berikutnya)," kata Tjahjo Kumolo yang pada Kongres ke-3 PDI Perjuangan di Bali, April lalu, terpilih sebagai Sekjen DPP PDI Perjuangan.

ANTARA News

Thursday, June 24, 2010

Wong Bee Jatuh di Ngurah Rai

(Foto: KAI)

24 Juni 2010, Denpasar -- Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga Adhyaksa Dault menjadi salah satu saksi mata jatuhnya pesawat KT-1 B Wong Bee. Sebelum jatuh, pesawat berpenumpang dua orang itu terbang miring.

"Kan yang terbang banyak tuh, sepertinya bersinggungan, terus satu pesawat miring-miring dan nyusruk ke landasan," kata Adhyaksa saat berbincang dengan detikcom, Kamis (24/6/2010).

Adhyaksa mengatakan, pesawat kecil itu kemudian terjatuh tepat di ujung landasan. Namun Adhyaksa tidak mengetahui pasti apa yang terjadi dengan pesawat itu.

"Saya lihat sih ada asap, tapi tidak tahu pasti," kata pria berkumis itu.

Pesawat yang jatuh merupakan salah satu pesawat yang unjuk kebolehan dalam acara 'Terbang Gembira' di Bandara Ngurah Rai.

Pesawat jatuh itu ditumpangi oleh Pangdam IX Udayana Mayjen Rachmad Budianto. Beruntung, Rachmad selamat berkat kursi pelontar dan terjun payung. Begitu juga dengan sang pilot, Mayor Pnb Andi Wijanarko.

detikCom

Kodim 0906/Tenggarong Minggu Militer Latihan Taktik Tempur

24 Juni 2010, Tenggarong -- Berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan tempur prajurit TNI AD terus di programkan oleh Komado atas. Melalui program minggu militer anggota Kodim 0906 Tenggarong pun dilatih taktik bertempur dalam materi teknik melintasi bahaya dan teknik pemeriksaan ruangan. Kegitan tersebut merupakan tindak lanjut dari penataran Taktik Tempur terpusat beberapa bulan yang lalu di Dodikjur Rindam VI/Tpr Balikpapan.

Pada penataran Taktik Tempur di Dodikjur Balikpapan kemarin materi yang dilatihkan antara lain: Tehnik Tanda-tanda Visual.Tehnik melintasi daerah bahaya, Tehnik pembawaan senjata, Tehnik serbuan ruangan, Tehnik evakuasi korbanTehnik naik dan kedudukan diatas pesawat, Tehnik sweeping, Taktik penyergapan pemukiman, Taktik pengamanan rute, Taktik Penghadangan, Taktik pertahanan, Taktik serangan pemukiman, Taktik lawan penghadangan kendaraan.

Kegiatan latihan tersebut dipantau langsung Komandan Kodim 0906/Tenggarong Letkol Inf Joseph Robert Giri. Menurut Komandan Kodim dalam siaran persnya yang dikirim ke Pendam VI/Tpr bahwa latihan tersebut dilaksanakan secara terpusat dan melibatkan seluruh anggota Makodim dan Koramil jajaran Kodim 0906/Tgr dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan prajurit yang berada dilapangan dan di hadapkan dengan tugas – tugas yang berkembang di masing-masing wilayah yang mengancam keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.

Kodim 0906 Tgr/Pendam6

Menhan RI : Sistem Keamanan Nasional Harus Dibangun Secara Komprehensif

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka seminar nasional 'Mencari Format Sistem Keamanan Nasional dalam Era Demokrasi dan Globalisasi' di Gedung Lemhannas, Jakarta. Seminar yang berlangsung selama dua hari ini diadakan oleh Ikatan Alumni Lemhannas. Dalam sambutannya, Presiden SBY mengharapkan IKAL terus berkontribusi terhadap dunia pemikiran. (Foto: Haryanto/RumgaPres)

24 Juni 2010, Jakarta -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan bahwa Sistem keamanan nasional adalah suatu sistem yang dibangun secara komprehensif, tidak hanya berdimensi external security, internal security dan public security, tapi juga menyangkut human security. Hal itu dikatakannya Rabu (23/6), saat menutup Seminar Nasional tentang “Mencari Format Sistem Keamanan Nasional dalam Era Demokrasi dan Globalisasi” yang berlangsung dua hari di Gedung Lemhannas, Jakarta.

Selaku Ketua Dewan Pembina Ikatan Alumni Lemhanas, Menhan menjelaskan bahwa dari seminar ini, telah dapat dirangkum gagasan, konsep, dan sistem yang ingin dibangun dalam mewujudkan sistem keamanan nasional. Di dalam gagasan itu sendiri telah didukung oleh empat pilar negara yaitu Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Di dalam pelaksanaan seminar ini muncul berbagai ide, gagasan, dan konsep mengenai Sistem Keamanan Nasional yang telah disampaikan oleh para pembicara. Hal ini menandakan bahwa ada perhatian dan keinginan untuk berpartisipasi dalam masalah-masalah Pertahanan Nasional.

Menhan mengharapkan selama sebulan setelah seminar ini, Ikatan Alumni Lemhannas dapat merangkum hasil seminar dua hari ini dalam suatu laporan yang cukup lengkap dan komprehensif sehingga dapat dipaparkan kembali di depan Presiden RI. Bahan-bahan yang akan diberikan kepada Presiden ini nantinya diharapkan sudah dapat dijadikan sebuah naskah akademik bagi terbangunnya sistem keamanan nasional.

Menhan Purnomo juga menyebutkan bahwa ide mengenai pembentukan Dewan Keamanan Nasional perlu ditindaklanjuti. Yaitu mengenai siapa berbuat apa, aktor dan tanggung jawabnya serta mekanisme hubungan kerja antar aktor. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dan merupakan komitmen bersama untuk menyelesaikan konsep mengenai sistem keamanan nasional ini dan menyiapkan suatu rancangan undang-undang. Rancangan Undang-Undang ini diharapkan dapat diajukan ke Balegnas di DPR sehingga upaya mewujudkan Sistem Kemanan Nasional ini dapat terlaksana.

Sementara itu Wakil Menhan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin yang menjadi pembicara dalam seminar ini menjelaskan bahwa sistem keamanan nasional merupakan manajemen terintegrasi multi aspek dalam mewujudkan dan memelihara “kepentingan nasional”. Dikatakannya, diperlukan ketegasan garis batas antara pengemban otoritas politik dengan pengemban otoritas operasional.

Wamenhan kemudian menjelaskan, sistem keamanan nasional juga diharapkan mampu merespon berbagai ancaman sejalan dengan pergeseran paradigma ancaman. Oleh karena itu, diperlukan ketegasan dalam mengatur tataran kewenangan berbagai aktor keamanan nasional atau yang lebih akrab disebut sebagai Rule of Engagement.

Pada hari kedua Seminar “Mencari Format Sistem Keamanan Nasional dalam Era Demokrasi dan Globalisasi”ini turut menjadi pembicara Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto dan Mantan Kepala BIN AM Hendro Priyono.

DMC

AS Upgrade 4 Pesawat AU Taiwan

Northrop Grumman E-2T Early-Warning AU Taiwan. (Foto: Taiwan Power)

24 Juli 2010 -- Dua pesawat Northrop Grumman E-2T Early-Warning Angkatan Udara Taiwan diangkut ke kota pelabuhan Kaohsiung melalui jalur darat untuk dikirim ke Amerika Serikat guna diupgrade kemampuannya, dilaporkan media Taiwan Rabu (23/6). Pesawat sebelumnya diterbangkan dari pangkalan AU Taiwan di Pintung ke bandara Hsiaokang, Kaohsiung.

Pemerintah Amerika Serikat menyetujui menguprade empat pesawat E-2T menjadi E-2K pada Oktober 2008.

Kontrak upgrade senilai 5,6 milyar dolar Taiwan (175 juta dolar), akan selesai 2012 menurut sumber militer Taiwan. Keempat pesawat mampu bertugas 15 tahun lagi setelah diupgrade.

Pengangkutan dua pesawat pertama menarik perhatian masyarakat sepanjang jalan dari bandara Hsiaokang Kaohsiung menuju pelabuhan. Lebih dari 130 petugas dari polisi pelabuhan Kaoshiung, polisi bandara, polisi pantai, penjaga pantai, polisi militer, unit khusus dan pemadam kebakaran terlibat proses pengangkutan pesawat.

Taiwan telah memiliki dua pesawat E-2K baru. Pesawat versi terbaru ini lebih baik dalam mengirimkan informasi pada pesawat tempur lainnya, termasuk jet tempur F-16, serta mampu dihubungkan dengan sistem rudal pertahanan udara.

Taiwan News/Berita HanKam

Anggaran TNI masih Defisit hingga 2015

Menhan Purnomo Yusgiantoro (kanan) berbincang serius dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa (tengah) dan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso (kiri) sebelum rapat tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang pengadaan alat utama sistem senjata (alusista) di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (23/6). Pengadaan alusista TNI itu selanjutnya secara bertahap akan direalisasikan untuk terciptanya kemampuan pertahanan yang handal. (Foto: ANTARA/Saptono/ama/10)

24 Juni 2010, Jakarta -- Menteri Keuangan Agus Martowardoyo mengatakan, anggaran sektor pertahanan hingga 2015 masih mengalami defisit hingga Rp50 triliun terutama untuk mendukung pengadaan alat utama sistem senjata.

"Mungkin sekitar Rp50 triliunan dalam lima tahun, dan itu bukan sesuatu yang besar. Kita harus punya rencana APBN yang baik. Kita tidak bisa mengeluarkan suatu investasi kementerian tetapi tidak diimbangi penerimaan yang berkesinambungan dan sehat," katanya di Jakarta, Rabu (23/6).

Usai menghadiri rapat tentang alat utama sistem senjata TNI yang dipimpin Wakil Presiden Boediono, Agus mengatakan, pihaknya optimis dapat memenuhi anggaran belanja alutsista tersebut.

Ia menambahkan, untuk 2011 pemerintah menganggarkan alokasi dana untuk alutsista sebesar Rp 7 triliun.

"Kalau kita bisa meningkatkan penerimaan negara dengan baik, baik itu pajak atau non pajak, penerimaan sumber daya alam itu (anggaran) sesuatu yang optimistis ke depan," ujar Agus.

Pada kesempatan yang sama Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso mengatakan, dalam rapat tersebut dibahas kebijakan tentang kekuatan pokok minimun TNI terkait keterbatasan anggaran pemerintah di sektor pertahanan.

Rapat dihadiri pula Menko Polkam Djoko Suyanto, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Menteri Perindustrian MS Hidayat, serta Menko Ekonomi Hatta Rajasa.

MI.com

Dubes AS Tumpangi Kapal Okeanos Kunjungi Sulut

Dua penari berada di sekitar kapal peneliti Amerika Oceanos Explorer yang berlabuh di Pelabuhan Samudera di Bitung, Sulawesi Utara, Rabu (22/6). Kedatangan kapal tersebut untuk melakukan misi INDEKS-SATAL (Indonesia Eksplorasi wilayah Sangihe Talaud) untuk menemukan ekosistem laut, fitur geologi serta organisme hidup yang belum pernah di temukan di wilayah laut Indonesia. (Foto: ANTARA/Basrul Haq/Koz/ama/10)

23 Juni 2010, Manado -- Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Cameron Hume, dengan menumpangi Kapal Okeanos Eksplorer, mengunjungi Sulawesi Utara dalam rangka kunjungan riset bidang kelautan.

Kunjungan Hume didampingi Konsulat Jenderal (Konjen) AS di Surabaya, Caryn Mc Lelland, bersama Kapal Okeanos Eksplorer itu, diterima langsung Gubernur Sulut SH Sarundajang, di Pelabuhan internasional Kota Bitung, Rabu.

Gubernur Sulut menyebutkan bahwa, selama satu bulan kapal tersebut akan berada di perairan Sulut guna melakukan penelitian berbagai terumbuh karang, termasuk biota laut lainnya di dasar laut di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sangihe dan Sitaro.

Sementara hasil penelitian mereka akan diberikan kepada pemerintah Indonesia, melalui berbagai informasi sumber daya alam seperti kekayaan hayati maupun kandungan minyak.

"Provinsi Sulut merasa bangga dan berterima kasih atas peran pemerintah AS mengembangkan potensi alam yang ada," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas (Kadis) Perikanan dan Kelautan Sulut Xandramaya Lalu mengatakan, kedatangan kapal riset AS dari National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) itu merupakan hasil kerjasama dengan Kementerian Perikanan dan Kelautan guna melakukan penelitian di perairan Sulut.

"Bahkan kedatangan tim itu akan didampingi satu kapal penelitian dari pemerintah pusat melalui BPPT dan dan Baruna Jaya IV," katanya.

Menurutnya, kegiatan itu juga merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan World Ocean Conference (WOC) di Manado tahun 2009 lalu, dengan dilakukan bentuk kerjasama kemitraan jangka panjang RI-AS untuk bersama memajukan Ilmiah Kelautan, Teknologi dan Pendidikan, dan paling penting bagi ekonomi dan lingkungan bagi kehidupan di bumi ini.

Eksplorasi bersama ini merepresentasikan berbagai inisiatif yang pertama kalinya dilakukan oleh kedua negara yang memiliki karakteristik sebagai sama-sama memiliki wilayah kelautan sangat luas di dunia.

ANTARA News

IIP-FTX Marex 2010

23 Juni 2010, Situbondo -- Seorang Marinir Amerika mempraktekkan cara pengisiian cepat "magazine" di Karangtekok, Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (23/6). Kegiatan tersebut dalam rangkaian latihan bersama antara Marinir Indonesia dan Amerika dengan sandi Interoperability Field Training Exercise (IIP-FTX Marex ) 2010. (Foto: ANTARA/Seno S./Koz/ama/10)

Perwira Seksi Operasi, Mayor Mar Yudi Asmar mencoba senjata sniper Remington kaliber 7.62 mm milik Marinir Amerika. (Foto: ANTARA/Seno S./Koz/ama/10)

Sejumlah Marinir Amerika membidik sasaran. (Foto: ANTARA/Seno S./Koz/ama/10)

Sertijab Komandan Lanud Halim Digelar

Lanud Halim Perdanakusuma. (Foto: detikFoto/Didit Tri Kertapati)

24 Juni 2010, Jakarta -- Jabatan Komandan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Kamis (24/6/2010) pagi, diserahterimakan dari Marsekal Pertama TNI Bagus Puruhito kepada Kolonel Pnb Nurullah. Upacara serah terima jabatan dipimpin Panglima Komando Operasi I TNI Angkatan Udara Marsekal Muda Eddy Suyanto di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta.

Kolonel Pnb Nurullah adalah alumni Akademi Angkatan Udara 1983 dan telah menjalani beberapa penugasan selama berkarir di matra udara antara lain Komandan Skadron Udara 31 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Kabadan Uji Komando Operasi TNI Angkatan Udara II, Komandan Wing I Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Komandan Pangkalan Udara Surabaya dan Asisten Operasi Komando Operasi TNI Angkatan Udara II.

Sebelumnya, pria kelahiran Ngawi Jawa Timur itu juga dipercaya sebagai Koorpsri Kepala Staf Angkatan Udara.

Panglima Komando Operasi TNI Angkatan Udara I Marsekal Muda Eddy Suyanto mengatakan, Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma merupakan salah satu satuan pelaksana Komando Operasi TNI Angkatan Udara I yang memiliki peran strategis. "Selain posisinya yang berada di Ibu kota negara, Halim Perdanakusuma juga menjadi pintu gerbang bagi tamu-tamu VIP dan VVIP dari dalam dan luar negeri," ujarnya.

Karena itu, lanjut dia, Komandan dan jajaran Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma harus memiliki kepekaan terhadap berbagai ancaman baik yang datang dari dalam maupun luar. "Selain itu, keberadaan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma juga sangat penting untuk mendukung operasi militer selain perang dengan adanya skadron udara pesawat angkut berat (C-130 Hercules) dan skadron udara angkut sedang (CN-235)," kata Eddy.

Pejabat lama Marsekal Pertama TNI Bagus Puruhito dipercaya menjadi Kepala Staf Komando Operasi TNI Angkatan Udara I.

KOMPAS.com

Safat-1 Pesawat Terbang Pertama Buatan Sudan

Pesawat terbang pertama buatan Sudan Safat-01 diparkir di landasan pacu. (Foto: Reuters)

23 Juni 2010 -- Militer Sudan sukses membuat pesawat terbang pertama menggunakan suku cadang buatan lokal diberitakan harian milik pemerintah.

Presiden Sudan Hassan Omar el-Bashir meresmikan peluncuran pesawat terbang, diberinama Safat-01 disaksikan para diplomat di ibu kota Sudan Khartoum.

Bashir mengatakan pembuatan pesawat terbang merupakan suatu pertanda perkembangan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri, ditambahkannya Sudan telah membuat kendaraan, tank berat dan artileri guna keperluan militer Sudan.

Sudan mendapat sangsi perusahaan Sudan dilarang melakukan perdagangan dengan perusahaan Amerika Serikat.

Brigadir Mirghani Idris mengatakan pada para wartawan dibutuhkan lima tahun dari perencanaan hingga memproduksi Safat-01, para ahli Sudan mengerjakan hingga 80% sedangkan sisanya dibantu para ahli dari Cina dan Rusia.

Mirghani mengatakan juga Safat-01 dibanderol 15.000 dolar.

Afrique en Ligne/Berita HanKam

Frigate INS Tarkash Diluncurkan

Peluncuran frigate India. (Foto: RIA Novosti/Igor Zarembo)

23 Juni 2010 -- Galangan kapal Rusia Yantar menyelesaikan pembangunan frigate kelas Talwar kedua dari tiga yang dipesan India.

Peresmian peluncuran frigate yang diberinama INS Tarkash dihadiri pejabat tinggi militer dan sipil Rusia dan India.

Frigate pertama INS Teg telah diluncurkan November lalu, frigate ketiga INS Trikand dijadwalkan diserahkan ke India 2011-2012.

New Delhi dan Moskow menandatangani kontrak senilai 1,6 milyar dolar pembelian frigate kelas Talwar pada Juli 2006.

Angkatan Laut India telah mengoperasikan tiga frigate kelas Talwar. Tiga frigate baru dipersenjatai delapan rudal jelajah supersonik BrahMos, sistem rudal permukaan-udara Shtil, dua CIWS Kashtan, dua tabung kembar torpedo 533 mm dan satu helikopter anti kapal selam/permukaan.

RIA Novosti/Berita HanKam

USS George H.W. Bush Conducts First Missile Launch

The Nimitz-class aircraft carrier USS George H.W. Bush (CVN 77) transits the Atlantic Ocean. George H.W. Bush is conducting training operations in the Atlantic Ocean. (Photo: U.S. Navy photo/Mass Communication Specialist 3rd Class Brent Thacker/Released)

23 June 2010, USS GEORGE H.W. BUSH, At Sea (NNS) -- USS George H.W. Bush (CVN 77) successfully fired two Evolved NATO Sea Sparrow missiles and two Rolling Airframe Missiles (RAM) for the first time, to conclude its first Combat Systems Ship's Qualification Trials (CSSQT), June 23.

CSSQT is part of the series of qualifications and certifications the aircraft carrier must undergo in preparation for her upcoming maiden deployment.

According to Combat Systems Officer, Cmdr. John B. Vliet, CSSQT is a combined effort between the Combat Systems, Operations and Weapons departments to test the aircraft carrier's self-defense systems.

"It's an end-to-end testing of the Combat Systems Suite, to include tactics, techniques, and procedures," Vliet said. "It's an operational verification of the ship's warfighting and self-defense capabilities. Combat Systems with Operations department has worked around the clock for the last six months, grooming equipment and training for this exercise. More than 200 personnel have directly or indirectly supported this evolution."

Of those 200-plus personnel, two of the most directly involved were Fire Controlman 2nd Class (SW/AW) Ezekiel S. Ramirez, work center supervisor for the Evolved NATO Sea Sparrow Surface Missile System, and Fire Controlman 2nd Class (SW/AW) Ryan P. McWilliams, work center supervisor for the RAM system.

The Evolved NATO Sea Sparrow missile is a semi-active missile that requires feed from directors to locate its target, and the RAM is a passive missile, meaning the missile uses built-in sensors to home in on targets.

All of the missiles used during the launch were telemetry missiles, which are live missiles that have the warheads replaced with data recovery technology used to gauge accuracy.

Ramirez and McWilliams, on board experts for the missile systems, said that the launch was the culmination of months of hard work and preparation that included more than 40 maintenance checks, going aloft to fix radar, multiple pre-fire checks, and 21 "detect-to-engage" pre-fire drills.

"We've been preparing for this evolution ever since the ship left the shipyard and we took ownership of the system," said McWilliams. "This was one of the hardest evolutions Combat Systems department will have to do during the existence of this aircraft carrier."

Prior to the launch, Ramirez and McWilliams were responsible for loading the two launchers for each system.

"The NATO Sea Sparrow Missile system holds eight missiles in each launcher and the RAM uses 21 missiles in each launcher," said Ramirez. "It's a lot of work for one launch, but when we deploy we will have to load a total of 58 missiles."

Ramirez stressed the significance of the successful missile fire, what it meant for the entire command, and for the small group of 14 Sailors directly involved with operation of the missile systems.

"It's a pretty a big accomplishment," he said. "We are the aircraft carrier's first and last line of defense. This test is the way we prove that the self-defense systems work. We're finally doing our job."

Directing the crew in the Combat Direction Center (CDC) were the Blue and Gold team Tactical Action Officers (TAO), Lt. Chris Caton and Lt. Jeff Moen of the Operations department. The CDC Officer Cmdr. Les Spanheimer credits proactive tactical leadership and outstanding teamwork with the successful missile test.

"Lt. Caton began training our tactical watchstanders with live aircraft while the ship was still being outfitted in the shipyards," said Spanheimer. "That proactive tactical development combined with a perfectly groomed weapons system helped us demonstrate today how very capable this ship is."

"The test involved two watch teams made up of 13 to 15 people," Caton said. "During the exercise the watch teams are responsible for communicating with Range Control, tracking and data-linking the targets and engaging those threats when they enter our engagement envelope. We've been preparing for this for well over a year, putting in long hours."

Fire Controlman 1st Class (SW/AW) John L. Rodriguez-Hardy and Fire Controlman 2nd Class (SW) Jason E. Pugh, members of the Gold Team, said the reason for two watch teams was to create two unique scenarios for each missile system. They said that the watch teams acted as the communications link between combat systems and the weapons systems.

Rodriguez-Hardy and Pugh described the long hours of preparation that went into their pivotal roles in the evolution.

"We've performed more than 80 hours of pre-fire maintenance on all weapons systems, 40 hours of system testing and 20 hours in briefs and debriefs," said Rodriguez-Hardy, the defense weapons coordinator for the Gold Team. "It's a big stress relief to know that we're capable of defense," he added.

Pugh, the Gold Team NATO supervisor's console operator, noted that the success also had an impact on the morale of the operators and crew.

"This test makes or breaks the defense mentality of the entire ship," he said. "It's the first step in a trust-building foundation, between the systems operators and the rest of the crew."

The lengthy systems certification process, which involved weapons onload and system approval from Carrier Strike Group 2 and the Board of Inspection and Survey (INSURV), directly involved the aircraft carrier's Weapons department.

According to Aviation Ordnanceman 1st Class (AW/SW) Chris J. Morrison of Weapons department, the certification involved every member of the Weapons Inventory Control.

"We had to verify and requisition the exact missiles being used in the launch," he said. "Once missiles were on board, we were responsible for turning them over to Combat Systems personnel. From there we inspected, stowed and moved the missiles to the launchers."

In addition to all the preparation that went into the test, Vliet described how the systems operators had to be fully prepared to handle any situation.

"The operators and technical experts have got to be ready and fully understand all of the dud and misfire procedures in the event of an equipment or missile casualty," Morrison said.

Ramirez reaffirmed the team's readiness with confidence.

"We're fully trained and capable to handle misfires," he said. "We're ready no matter what happens. We are here to defend the ship. We're ready and willing to do our job."

NAVY

Jenderal USARPAC Kunjungi Kasad

Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso menerima kunjungan kehormatan Commanding General Of The United States Army Pacific Command (USARPAC), Letnan Jenderal Benjamin R. Mixon. Pertemuan berlangsung di Mabes TNI Cilangkap Jakarta Timur, Rabu (23/6/2010). Dalam kesempatan itu, Letnan Jenderal Benjamin R. Mixon didampingi oleh Col Robinson (Chief of ODC), Maj. Spaket (Army Attache), Maj. Pajimula (Executive Assistant) dan CSM Zeulemoyer (Chief Sgt Major). (Foto: Puspen TNI)

23 Juni 2010, Jakarta -- Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI George Toisutta menerima kunjungan kehormatan Komandan Jenderal USARPAC (USA Army Pacific) Letnan Jenderal Benyamin R. Mixon beserta rombongan di Markas Divisi-1/Kostrad, Cilodong, Bogor , Rabu, (23/6).

Pada kesempatan ini Kasad didampingi Pangkostrad Letjjen Burhanudidn Amin, Aspam Kasad, Mayjen TNI Tisna Komara, Asops Kasad TNI Hariyadi Soetanto, dan Pangdivif-1/Kostrad Mayjen TNI Moeldoko.

Kepada Komandan Jenderal USARPAC, Kasad mengatakan sebagai bagian dari TNI, Angkatan Darat memiliki tugas sangat strategis yang intinya untuk menjaga kedaulatan darat negara kesatuan Republik Indonesia.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, TNI Angkatan Darat selalu berupaya meningkatkan profesionalitas keprajuritan, yang antara lain dilaksanakan melalui kerjasama dengan Angkatan Darat negara negara sahabat, termasuk dengan USARPAC.

“ Kerjasama berbagai program latihan antara TNI Angkatan Darat dan USARPAC yang selama ini telah berjalan dengan baik, hendaknya dapat dilanjutkan. Kesemuanya itu tentunya sangat bermanfaat bagi upaya peningkatan profesionalitas prajurit kedua negara”, tambah Kasad.

Menurut Kasad, melalui kerjasama yang berlandaskan prinsip kesetaraan dan saling percaya, akan memperkuat hubungan antara TNI Angkatan Darat dengan USARPAC.

Kasad juga menginformasikan, saat ini satuan satuan TNI Angkatan Darat, telah dan sedang melaksanakan tugas perdamaian PBB. Keberadaan pasukan Indonesia tersebut secara umum mampu berkontribusi positif serta dapat diterima penduduk setempat.

“ Dimasa yang akan datang TNI khususnya TNI Angkatan Darat, berkeinginan untuk terus berkontribusi dalam menciptakan perdamaian dunia dengan mengirimkan para prajurit di bawah PBB ke berbagai wilayah yang sedang konflik ”, tambah Kasad.

Lebih lanjut Kasad mengatakan, latihan Garuda Shield yang diikuti oleh 7 negara telah berlangsung dari 10 hingga 22 Juni 2010 yang lalu, di Pusat Latihan Infanteri TNI Angkatan Darat, sangat tepat dilaksanakan untuk meningkatkan profesionalitas dan hubungan antar peserta latihan serta dapat memberi pemahaman dan keseragaman dalam pelaksanaan operasi pemulihan keamanan PBB.

Dispen/POS KOTA

Pemerintah Kekurangan Dana Rp 50 Triliun Untuk Alutsista

Wapres Boediono (kiri) berbincang dengan Menhan Purnomo Yusgiantoro (tengah) dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa (kanan) sebelum rapat tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang pengadaan alat utama sistem senjata (alusista) di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (23/6). Pengadaan alusista TNI itu selanjutnya secara bertahap akan direalisasikan untuk terciptanya kemampuan pertahanan yang handal. (Foto: ANTARA/Saptono/ama/10)

24 Juni 2010, Jakarta -- Pemerintah mengakui masih kekurangan dana sebesar Rp 50 triliun untuk memenuhi kebutuhan anggaran bagi kekuatan pokok minimum atau minimum essential forces/MEF Tentara Nasional Indonesia selama lima tahun mendatang. Pemenuhan dana itu diperuntukkan bagi keterpaduan tiga matra TNI.

Demikian diakui Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjawab pers seusai mengikuti rapat mengenai kekuatan pokok minimal TNI yang dipimpin Wakil Presiden Boediono di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (23/6).

Dalam rapat itu hadir Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto; Menko Perekonomian Hatta Rajasa; Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro; Menteri Perindustrian MS Hidayat; Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata; serta Menteri BUMN Mustafa Abubakar. Hadir pula Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, dan tiga kepala staf angkatan.

Menurut Agus, kekurangan dana bagi pemenuhan MEF itu terjadi sampai 2015 mendatang apabila didasarkan pada alokasi anggaran pemenuhan kebutuhan pokok minimal TNI di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang dibandingkan dengan kebutuhan dari Kementerian Pertahanan.

Rencana alokasi anggaran bagi pemenuhan kebutuhan pokok minimal TNI pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2011 nilainya mencapai Rp 7 triliun dan masuk dalam pos anggaran di Kementerian Pertahanan.

”Total kira-kira kebutuhan pokok minimal TNI Rp 57 triliun dalam lima tahun ke depan jika dibandingkan RPJMN yang alokasinya Rp 50 triliun,” ungkap Agus.

Meski demikian, ujar Agus, selisih anggaran bagi pemenuhan kebutuhan pokok minimal TNI itu dinilainya tidak terlalu besar.

”Kita bisa meningkatkan penerimaan negara dengan baik, apakah itu melalui pajak atau nonpajak, atau penerimaan sumber daya alam lainnya. Itu sesuatu yang bagi saya optimistis bisa dijalankan pada masa depan asal APBN sehat, kuat, dan berkelanjutan,” kata Agus.

Lebih jauh Agus mengatakan, dalam rapat tersebut, Kementerian Pertahanan memaparkan kebutuhan TNI untuk kebutuhan pokok minimal TNI selama 15 tahun ke depan.

”Saya kira dengan peralatan senjata dan infrastruktur tersebut, Kementerian Pertahanan akan semakin baik melaksanakan tugas pengamanan nasional,” kata Agus lagi.

Panglima TNI Djoko Santoso mengakui, paparan Menhan tentang pemenuhan kebutuhan pokok minimal TNI sudah dibahas semua menteri.

”Selain dibahas pembiayaannya, juga dibahas dukungan industri dalam negeri menopangnya. Akan tetapi, berapa kebutuhannya masih dihitung terus berapa alokasinya,” kata Djoko.

KOMPAS

Lockheed Martin F-35 Navy Jet Confirms Carrier-Landing Strength Predictions

CG-1, the ground test article for the Lockheed Martin F-35 carrier variant, is positioned for its final drop test at Vought Aircraft Industries in Dallas, Tx. The series of drop tests were designed to mimic landing conditions on a carrier deck and resulted in no load exceedances or structural issues. Completion of the drop testing clears the way for carrier landing testing and shipboard testing at high sink rates. (Photo courtesy of Vought Aircraft Industries)

23 June 2010, FORT WORTH, Texas -- A Lockheed Martin [NYSE: LMT] F-35C Lightning II carrier variant successfully completed testing in which it was dropped from heights of more than 11 feet during a series of simulated aircraft-carrier landings. The tests validated predictions and will help confirm the F-35C's structural integrity for carrier operations.

The jet, a ground-test article known as CG-1, underwent drop testing at Vought Aircraft Industries in Grand Prairie, Texas. No load exceedances or structural issues were found at any of the drop conditions, and all drops were conducted at the maximum carrier landing weight. The drop conditions included sink rates, or rates of descent, up to the maximum design value of 26.4 feet per second, as well as various angles and weight distributions. The tests were used to mimic the wide range of landing conditions expected in the fleet.

"The completion of the drop tests is an important step in clearing the way for field carrier landing testing and shipboard testing at high sink rates –a necessary feature for a carrier-suitable strike fighter," said Larry Lawson, Lockheed Martin executive vice president and F-35 program general manager. "This testing also validates the design tools and analysis used in building a structurally sound, carrier-suitable fighter."

This final drop test follows the recent first flight of the first F-35C.

The F-35 program has about 900 suppliers in 45 states, and directly and indirectly employs more than 127,000 people. Thousands more are employed in the F-35 partner countries, which have invested more than $4 billion in the project. Those countries are the United Kingdom, Italy, the Netherlands, Turkey, Canada, Australia, Denmark and Norway.

Three F-35 variants are under development – the F-35A CTOL variant to replace U.S. Air Force F-16s and A-10s, as well as aircraft employed by seven allied nations; the F-35B STOVL variant to replace U.S. Marine Corps AV-8B Harriers and F/A-18s, U.K. Royal Air Force and Royal Navy Harrier GR.7s, GR.9s and Sea Harriers, and Italian Harriers; and the F-35C carrier variant to replace U.S. Navy F/A-18s.

The F-35 Lightning II is a 5th generation fighter, combining advanced stealth with fighter speed and agility, fully fused sensor information, network-enabled operations, advanced sustainment, and lower operational and support costs. Lockheed Martin is developing the F-35 with its principal industrial partners, Northrop Grumman and BAE Systems. Two separate, interchangeable engines are under development: the Pratt & Whitney F135 and the GE Rolls-Royce Fighter Engine Team F136.

Headquartered in Bethesda, Md., Lockheed Martin is a global security company that employs about 136,000 people worldwide and is principally engaged in the research, design, development, manufacture, integration and sustainment of advanced technology systems, products and services. The Corporation reported 2009 sales of $45.2 billion.

Lockheed Martin

Marinir Indonesia-AS Gelar Pengobatan Gratis

Seorang dokter dari Marinir Amerika sedang memeriksa gigi pasien saat pengobatan gratis di Puskesmas Pembantu (Pustu) Desa Wonorejo, Kecamatan Banyu Putih, Kabupaten Situbondo, Jatim, Rabu (23/6/2010) kemarin. (Foto: Dispen Korps Marinir)

23 Juni 2010, Situbondo -- Korps Marinir Indonesia-Amerika menggelar pengobatan gratis di Puskesmas Pembantu Desa Wonorejo, Kecamatan Banyu Putih, Kabupaten Situbondo, Jatim, Rabu.

Staf Dinas Penerangan (Dispen) Korps Marinir Lettu Marinir Mardiono dalam rilis kepada ANTARA dari Situbondo melaporkan pengobatan gratis itu merupakan bagian dari latihan bersama (latma) Marinir Indonesia-AS di Situbondo sejak 19 hingga 27 Juni 2010.

"Dengan pengobatan itu, anggapan sebagian besar masyarakat bahwa Marinir itu garang dan angker menjadi sirna. Meski tetap terlihat gagah dan penuh wibawa, Marinir Amerika dan Indonesia dengan pakaian seragamnya mampu menyempatkan waktu dan tenaganya untuk membantu masyarakat desa Wonorejo dan sekitarnya," katanya.

Tidak hanya itu, katanya, Marinir dari kedua negara itu juga sempat terlihat memapah seorang nenek yang berjalan sempoyongan saat mendapatkan pelayanan kesehatan yang digelar secara gratis itu.

Dengan nada terbata-bata sembari menahan rasa sakit yang diderita, Ny Kasirah (85) menuturkan kepada prajurit yang memapahnya bahwa dirinya merasa sangat lega ketika mendengar pengumuman dari aparat desa bahwa Korps Marinir TNI AL dan Marinir Amerika akan segera datang untuk melaksanakan latihan dan sekaligus menggelar bakti sosial kesehatan.

"Kami sempat mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan pasien yang hanya mampu berbahasa daerah (Madura), sebab saya hanya mampu berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris, sehingga kami memanfaatkan seorang teman sebagai penerjemah bahasa Madura," kata penerjemah yang enggan disebut namanya.

Pada hari ketiga dari bakti sosial yang digelar selama lima hari itu tercatat 600 pasien yang datang dengan mayoritas menderita penyakit asam urat, asma dan gigi, meski ada beberapa pasien hernia, kulit, diare, dan sebagainya.

Kegiatan yang dihelat sejak 19 hingga 26 Juni itu merupakan rangkaian latihan bersama Marinir Indonesia-Amerika dengan nama "Interoperability Field Training Exercise (IIP - FTX) Marine Exercise (Marex) 2010" yang dipimpin Komandan Satuan Tugas Latihan (Satgaslat) Mayor Marinir Nurhidayat.

ANTARA News

Latihan Diplomasi Militer Tujuh Negara

Tentara Zeni dari Batalyon Zeni Tempur (Zipur 9) TNI dan Kompi 797 Batalyon 411 US Army Pacific yang berbasis di Guam menyerahkan puskesmas dan masjid yang disimulasikan sebagai bantuan dalam misi kemanusiaan PBB di Desa Margamulya, Cipatat, Padalarang, Jawa Barat, Senin (21/6). (Foto: KOMPAS/Dispen TNI AD)

24 Juni 2010 -- Tentara modern saat ini tidak hanya dituntut piawai bertempur. Seorang serdadu abad ke-21 juga harus bisa memenangi situasi krisis tanpa memuntahkan peluru.

Kemampuan menguasai keadaan tanpa harus menumpahkan darah adalah salah satu fokus latihan gabungan Garuda Shield 2010. Latihan yang menghimpun ratusan prajurit TNI, Angkatan Darat Amerika Serikat (US Army), Thailand (Royal Thai Army), Banglades, Filipina (Armed Forces of the Philippines/AFP), Nepal, dan Brunei mengasah kemampuan diplomasi para prajurit dalam misi kemanusiaan.

Kepiawaian menggelar tugas nontempur (military operation other than war/MOOTW) menjadi kunci sukses dalam penugasan sebagai pasukan penjaga perdamaian (Peace Keeping Forces) ataupun pengamat militer (military observer).

”Kita saling berbagi pengalaman. Indonesia dikenal mendapat kepercayaan dalam tugas peace keeping. Sebaliknya, militer AS lebih dikenal dalam kemampuan peace making. Kita saling berbagi pengalaman,” ujar Kapten (Infanteri) Leo, anggota TNI Angkatan Darat yang menjadi peserta Garuda Shield.

Leo yang pernah menjalani pendidikan dasar militer di Amerika Serikat bisa melihat pendekatan operasi dari sudut pandang Amerika dan Indonesia.

Pelbagai skenario dimainkan oleh anggota pasukan masing-masing negara. Semisal Force Protection (perlindungan satuan) yang mengawal sebuah konvoi di daerah konflik. Untuk simulasi, digunakan dua kendaraan pengangkut berlapis baja (armoured personnel carrier/APC) dan beberapa truk.

Sepasang APC itu berperan sebagai pelindung konvoi misi kemanusiaan. Kendaraan bergerak di dalam kompleks Pusat Pendidikan Infanteri (Pusdikif) Cipatat, Kabupaten Bandung, yang memiliki medan berbukit dan kelokan tajam.

Cara mengawal dan menghadapi situasi krisis oleh masing-masing kontingen dinilai oleh negara lain. Ada skenario penghadangan dan melindungi perempuan serta anak, penegakan hak asasi manusia, membantu penciptaan tertib sipil, dan menjadi penengah dengan memfasilitasi perundingan antarpihak yang terlibat konflik.

Skenario tentang adanya beberapa negara di Pasifik yang terlibat konflik turut digelar dalam Garuda Shield. Upaya penyelesaian konflik secara saksama diusahakan para peserta latihan berdasar pengalaman dan strategi masing-masing.

Setiap kontingen, di luar rombongan TNI dan US Army, membawa satu peleton serdadu atau sekitar 40-an prajurit. Acara tersebut juga dihadiri sejumlah perwira militer asing dari matra laut dan matra udara. Anggota misi militer negara ASEAN, seperti Malaysia dan Singapura, juga terlihat meninjau latihan tersebut.

Ada kontingen militer negara ASEAN yang anggotanya dinilai tidak sigap dan kurang aktif. Pasalnya, militer dan masyarakat di negara tersebut terbiasa hidup diayomi negara dengan segala fasilitas kesejahteraan ala Kuwait.

Pembangunan fisik juga dikerjakan kontingen Zeni (Engineer Corps) yang diwakili Batalyon Zeni Tempur (Zipur 9) dan Kompi Zeni US Army 797 dari Batalyon 411 Komando Pendukung Misi ke-9 yang berbasis di Guam, sebelah utara Papua. Sejumlah mesjid, puskesmas, dan gedung serbaguna dibangun sebagai simulasi bantuan kemanusiaan.

Banglades-Thailand

Mayor Anis dan Mayor Moushor dari Angkatan Darat Banglades dengan bangga mengklaim pelbagai kisah sukses militer mereka dalam penugasan PBB. ”Saya pernah bertugas di Kongo. Mayor Anis di Kosovo,” kata Moushoor.

Demikian pula kontingen Thailand yang diwakili Royal Thai Army (RTA) dikenal tanggap dalam penanganan bencana alam. Selain itu, Thailand memiliki pengalaman terlibat sebagai pihak bertempur dalam Perang Dunia II, Perang Korea, dan Perang Vietnam.

RTA diketahui memiliki keunggulan tambahan dari sisi perlengkapan. Sepanjang Perang Vietnam hingga kini, RTA banyak menerima perlengkapan militer modern dari Amerika Serikat yang tidak dimiliki negara tetangga lain di ASEAN kecuali Singapore Armed Forces (SAF).

Para perwira dan prajurit belajar tentang kelebihan dan kekurangan standar operasi yang dimiliki masing-masing negara. Kapten Lloyd Phelp, perwira penerangan dari US Army Pacific (USARPAC) yang berbasis di Hawaii dan membawahi wilayah Samoa dan Guam, mengaku, Amerika belajar banyak dari pengalaman misi penjaga perdamaian yang dimiliki TNI.

Di lain pihak, TNI dapat mempelajari pola pendekatan dan hubungan para prajurit USARPAC yang sebagian besar berasal dari Garda National (National Guard) yang dalam keseharian memiliki profesi nonmiliter. Sebagai contoh adalah Lloyd Phelps yang di luar tugas militer bekerja sebagai jaksa penuntut (district attourney) di Negara Bagian Hawaii.

Sebagian perwira yang terlibat dalam Garuda Shield sudah pernah mengikuti misi PBB. Latihan di Bandung tersebut semakin mengukuhkan peran diplomasi prajurit sebagai salah satu elemen hubungan internasional dalam penyelesaian konflik.

Meski bersifat latihan dengan fokus operasi kemanusiaan, pada praktiknya tak semua ”ilmu” dibagikan oleh peserta latihan kepada rekannya.

KOMPAS