Friday, February 13, 2009

Kemampuan Patroli Angkatan Laut Hanya Delapan Hari Tiap Triwulan

KRI Mandau 621 Kapal Patroli Cepat Berpeluru Kendali


12 Februari 2009, Jakarta -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Yusron Ihza Mahendra, di Jakarta, Jumat pagi, mengingatkan Pemerintah RI agar jangan lagi hanya memberi anggaran BBM sangat terbatas, sehingga TNI Angkatan Laut kita cuma bisa berpatroli delapan hari dalam setiap triwulan (90 hari).

"Kalau sudah begitu, kan omong kosong kita semua mengatakan bahwa NKRI adalah harga mati. Buktinya, upaya konkret mendukung operasi menjaga kedaulatan Negara Kepulauan ini masih seperti sekarang. Padahal, kita di Komisi I berusaha keras meningkatkan anggaran pertahanan," tandasnya kepada ANTARA.

Ia mengatakan juga mengatakan, tiap tahun Komisi I DPR RI terus berjuang keras untuk meningkatkan anggaran pertahanan. "Tetapi Pemerintah tetap kelihatannya tidak sanggup memenuhinya," ujarnya lagi.

Ia menunjuk bukti, dari anggaran kebutuhan minimal Tentara Nasional Indonesia (TNI) tahun 2008 sebesar Rp100 triliun saja, Pemerintah hanya sanggup penuhi sekitar sepertiganya saja.

"Lalu pada tahun 2009 sekarang ini, prosentase pemenuhan anggarannya juga tak beranjak jauh," ungkap politisi muda Partai Bulan Bintang (PBB) ini.

Tanggungjawab Jaga Perairan

Wakil Ketua Komisi I DPR RI bidang Pertahanan ini, lalu mengingatkan, agar kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di lingkungan TNI Angkatan Laut (AL) harus segera diatasi.

"Namun sayangnya, kenyataannya sekarang malah semakin menurun. Jadi, amat tidak masuk akal, bahwa TNI AL dituntut bertanggungjawab penuh menjaga perairan yang meliputi dua pertiga wilayah kedaulatan Indonesia, termasuk menjaga pulau-pulau terdepan di kawasan perbatasan, sementara anggaran mereka tidak memadai," ungkapnya lagi.

Mengenai kebutuhan dana untuk BBM dalam rangka patroli laut, menurutnya lagi, untuk triwulan pertama tahun 2009, mestinya Rp533 miliar. "Tetapi Pemerintah hanya mengeluarkan dana sebesar Rp90 miliar, atau cuma 16,8 persen," ujarnya.

Ini, demikian Yusron Ihza Mahendra, amat tidak logis.

"Jika Pemerintah menyerukan agar hemat, maka apanya lagi yang akan dihemat? Apakah patroli yang seharusnya tiap hari dilakukan tapi nyatanya harnya delapan hari saja dari 90 hari tersebut akan diturunkan jadi hanya empat jam saja per triwulan," tanyanya.

Kalau sudah begitu, ujarnya, sama saja tidak ada patroli sama sekali, biar benar-benar hemat.

"Menurut saya, jalan yang harus ditempuh bukanlah hemat, tapi Pemerintah meningkatkan pendapatan," katanya meyakinkan.

Berdayakan Industri Strategis

Sejumlah pekerja melakukan pekerjaan akhir pada bagian body Panser 6x6 APV di PT PINDAD, Bandung, Jawa Barat, Selasa (10/2). Departemen Pertahanan dan Keamanan Indonesia memesan sebanyak 150 buah Panser jenis APV 6x6 yang rencannanya akan diserahkan secara bertahap hingga akhir Desember 2009 untuk memenuhi kebutuhan Alusista Nasional. (Foto: ANTARA/Rezza Estily/ED/mes/09)

Dalam kaitan mencari terobosan baru untuk adanya pembiayaan minimal, Yusron Ihza Mahendra lalu mengusulkan, antara lain mengubah paradigma berpikir.

"Pertahanan, misalnya dapat dijadikan profit center dan bukan cost center. Caranya adalah dengan membangun industri pertahanan," usulnya lagi.

Ia menambahkan, kalau Amerika Serikat (AS) saja sanggup memicu pertumbuhan ekonomi dengan membangun industri pertahanan seperti yang dilakukan Presiden Ronald Reagan melalui Reaganomicnya, mengapa kita tidak berpikir ke arah itu?

"Kita punya 10 buah industri strategis. Berdayakan itu. Kita punya PT Pindad, PT DI, PT PAL, PT Krakatau Steel, dan lain-lain. Ini semua adalah modal," ujarnya.

Dengan begitu, lanjutnya, industri pertahanan dapat dijadikan lokomotif untuk menarik gerbong perekonomian nasional.

"Makanya, saya tidak setuju dengan penghematan yang keterlaluan dan tidak masuk akal itu. Sikap hemat seperti ini menunjukkan sikap pasrah dan lemah," kata Yusron Ihza Mahendra lagi. (antara.co.id)

Admin sependapat dengan Bung Yusron, industri militer dapat menumbuhkan pertumbuhan ekonomi. Ini telah dibuktikan oleh Australia dengan ANZAC Project melibatkan ratusan industri dalam negeri, India dengan BrahMos-2 Project akan melibatkan industri dalam negeri dalam jumlah cukup banyak. Korea Selatan telah menjadi eksportir senjata. Yang dibutuhkan hanya kemauan politik yang kuat dari pemerintah berkuasa didukung DPR.

Tiadanya dana hanya omong kosong saja, untuk memilih 2 orang untuk berkuasa hampir menghabiskan Rp 1 Trilyun, enteng dikeluarkan dan selalu tersedia. Untuk membeli satu skadron dicicil seperti negeri ini tak menghasilkan apa-apa.

Dan tidak mungkin mendapatkan alih teknologi jika membeli dengan sistim retail. Kita harus membeli dalam sistim grosir, seperti India dengan MRCA projectnya. Banyak negara berlomba menawarkan produknya yang dibuat khusus plus alih teknologi.

No comments:

Post a Comment