Wednesday, July 29, 2009

Perang Bisa Sambil Minum Kopi

Bupati Kutim Isran Noor (tengah) mendapat penjelasan Letkol Laut Arianto C tentang fungsi sejumlah perangkat di ruang kendali kapal.(Foto: Kaltimpost/dardiri/kp)

29 Juli 2009, Sengata, Kutai Timur -- Dermaga Marine milik PT Kaltim Prima Coal (KPC) di Sengata, Kutai Timur, yang biasanya disibukkan oleh kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas tambang batu bara, kemarin kedatangan “tamu” istimewa. KRI Sultan Iskandar Muda (SIM) merapat di sana.

Kedatangannya dalam rangka mendukung Latihan Pertahanan Udara di Kaltim, khususnya dikawasan perairan Ambalat. Latihan dengan sandi operasi Perkasa B 2009 itu melibatkan sejumlah pesawat TNI AU, di antaranya F5 E/F dari Skuadron 14 Lanus Iswahjudi Madiun, Jawa Timur.

KRI SIM adalah kapal perang ketiga dari empat kapal perang yang dipesan pemerintah RI dari Belanda.

Harga kapal yang dibangun di galangan kapal Flissingen itu 140 juta Euro atau setara dengan Rp 1,96 triliun dengan kurs 1 euro sama dengan Rp 14 ribu. Harga itu belum termasuk peralatan tempur. Supaya komplet, masih diperlukan dana sekira Rp 420 miliar. Jadi total diperlukan anggaran Rp 2,380 triliun.

Kaltim Post bersama Bupati Kutai Timur (Kutim) Isran Noor, Danlanal Sengata Letkol Laut Ali Triswanto, dan sejumlah pejabat pemerintahan Kutim mendapatkan kesempatan melihat dari dekat kapal yang mulai dibangun 2006 dan baru diselesaikan akhir 2008 lalu itu.

Rombongan disambut komandan KRI SIM Letkol Laut Arianto C. Dia menjelaskan satu demi satu komponen penting dalam kapal perang yang saat ini mendukung TNI Angkatan Udara dalam latihan perang di Kaltim itu.

KRI SIM memiliki dimensi panjang 87 meter, dan lebar 13 meter. Jumlah personel yang berada di kapal jenis corvette ini sebanyak 80 personel. Ada lima dek dalam kapal. Dek paling bawah adalah mesin. Lalu dek kedua diisi akomodasi dan ruang kerja, di dek ketiga untuk akomodasi dan ruang kendali. Dek keempat anjungan, dan dek kelima geladak terbuka.

Kecepatan kapal maksimal mencapai 28 knot atau sekira 50,4 km per jam.

“Ketika kami bawa dari Belanda ke Indonesia, waktu yang diperlukan 41 hari dari waktu standar 43 hari,” kata Arianto. Biasanya, dalam sebuah operasi atau patroli, kapal selalu berada di laut sampai 90 hari.

Karena masih baru, semua peralatan serba kinclong. Bahkan, kalau tidak ada goyangan ombak di laut, penumpang tidak terasa kalau sedang berada di sebuah kapal.

KRI SIM adalah kapal perang yang dibangun dengan sistem SIGMA (Ship Integrated Geometrical Modular Approach). Bentuknya geometrik yang disusun dari beberapa modul (bagian kapal). Penyeimbang kapal adalah air di dalam lambung kapal.

“Kapal ini juga didesain sebagai kapal siluman (stealth by design),” ungkap Arianto. Maksudnya dengan beberapa perlengkapan tambahan, kapal tidak terdeteksi oleh radar lawan. Cat khusus, bahan kapal serta radar adalah sebagian perlengkapan tambahan untuk menjadikan kapal sulit dideteksi radar.

Untuk mengoperasikan kapal ini, seluruh personel harus mendapatkan pelatihan khusus selama dua tahun.

“Kapal ini penuh dengan ratusan alarm. Kapal juga didesain auto pilot,” kata perwira bermelati dua di pundaknya itu. Artinya, dengan diprogram secara khusus, kapal bisa berjalan sendiri.

Arianto juga membawa rombongan melihat ruang kendali utama di anjungan yang merupakan otak kapal. Di sana bertebaran panel indikator, tombol serta layar. Dari ruangan inilah diketahui kecepatan kapal, kedalaman laut, kecepatan angin serta arah pelayaran. Di sini pula komandan KRI SIM berada.

Komponen elektronik di ruang utama rasanya seperti gado-gado karena berasal dari sejumlah pabrikan. Ada yang dari Jerman, dari Italia, dan Inggris.

“Bahkan ada komponen kapal dari China,” tutur Arianto. Dengan begitu, harga kapal bisa lebih ditekan sedikit.

Ruangan yang juga sempat dilihat rombongan adalah ruang kontrol radar dan komunikasi. Ruangan ini dilengkapi dengan sejumlah layar untuk mengetahui benda-benda yang berada di dalam laut dan di udara. Pesawat komersial yang lokasinya dalam jangkauan radar akan terlacak.

Radar yang dimiliki KRI SIM bisa mendeteksi benda di angkasa sejauh 55 nautical mile atau setara dengan 105 kilometer.

Peralatan tempur KRI SIM didesain dengan sistem otomatis. Dalam kondisi perang, tidak ada satu pun manusia di geladak kapal. Semuanya dikendalikan melalui tombol dan mouse komputer. Operator sambil minum kopi pun masih bisa berperang.

KALTIM POST

No comments:

Post a Comment