Tuesday, July 6, 2010

Pabrik Pesawat Rusia Menentang Penjualan Mesin Jet Ke Cina

Mesin jet RD-93, Rusia berencana menjual 100 RD-93 pada Cina yang akan dipasang pada jet tempur FC-1/JF-1. (Foto: china-defense.blogspot)

06 Juli 2010 -- Pabrik pesawat Rusia MiG dan Sukhoi menentang penjualan mesin jet RD-93 pada Cina, yang akan mengancam pemasaran jet tempur buatan mereka. Cina telah menjual jet tempur ke beberapa negara dengan harga sangat murah.

Rosoboronexport perusahaan yang memonopoli penjualan senjata Rusia ke negara ketiga, berencana menandatangani kontrak penjualan 100 mesin jet RD-93 untuk jet tempur FC-1, merupakan pesaing jet tempur buatan Rusia MiG-29 Fulcrum.

Pimpinan MiG dan Sukhoi Mikhail Pogosyan mengatakan re-ekspor teknologi harus disetujui oleh pihak pabrikan pemilik teknologi tersebut untuk menghindari kompetisi tidak sehat.

Rosoboronexport mengatakan keputusan mengijinkan re-ekspor teknologi hanya dapat dibuat oleh pemerintah, dan pihak pabrikan tidak akan pernah dimintakan pendapatnya.

FC-1 Xiaolong. (Foto: globalsecurity.org)

FC-1 Xialong (Fierce Dragon) atau JF-17 Thunder bermesin tunggal dikembangkan bersama Cina dan Pakistan.

Kinerja FC-1 rendah dibandingkan MiG-29, tetapi harga jualnya hanya 10 juta dolar sedangkan MiG-29 mencapai 35 juta dolar.

Saat ini, kedua pesawat tersebut bersaing memperebutkan kontrak pembelian 32 jet tempur dari pemerintah Mesir. Mesir telah menyampaikan penawaran pada Pakistan memperoleh lisensi produksi FC-1.

Rusia menghadapi persaingan ketat dari Cina dalam penjualan senjata.

Sistem pertahanan udara S-300 dan HQ-3 bersaing ketat mendapatkan kontrak dari Turki sejak 2007.

Rusia dan Cina bersaing memenangkan tender pembelian kendaraan lapis baja pengangkut pasukan di Indonesia pada 2007. Indonesia akhirnya memilih buatan Rusia BTR-80.

Myanmar memilih jet tempur buatan Rusia MiG-29, sebelumnya bersaing dengan buatan Cina J-10 dan FC-1.

Cina dituduh Rusia melakukan pembajakan sejumlah senjata buatan Rusia, termasuk jet
tempur Su-27, yang melanggar HAKI.

RIA Novosti/Berita HanKam

No comments:

Post a Comment