Thursday, August 20, 2009

Kalbar Tutup Pintu Perlintasan Teroris

Perbatasan Indonesia dan Malaysia. (Foto: Pontianak Post)

20 Agustus 2009, Pontianak -- Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (Polda Kalbar) menggelar pertemuan akbar dengan 550 tokoh masyarakat akar rumput se-Kalbar, Rabu (19/8) di Pontianak. Pertemuan itu bertujuan mengantisipasi ancaman gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia yang dipicu serangkaian aksi terorisme di Indonesia.

Kepala Polda Kalbar Brigjen Erwin TPL Tobing mengatakan, seluruh komponen masyarakat harus memegang komitmen bersama untuk menutut perlintasan teroris dan gangguan keamanan lainnya di Kalbar. "Khusus masyarakat yang ada di perbatasan harus mewaspadai gerakan itu. Karena di Kalbar ada banyak pintu masuk ke negara tetangga Malaysia," katanya.

Erwin juga mengajak seluruh kepala desa, para badan pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (Babinkamtibmas), dan anggota Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) untuk bekerja sama menciptakan rasa aman dengan memperketat pengawasan di lingkungan masing-masing.

"Kalau sudah ada kebersamaan, maka kita dapat mengetahui dengan cepat titik-titik kerawanan itu sejak awal, untuk kemudian diantisipasi secepat mungkin. Saya yakin upaya ini harus berjalan maksimal agar Kalbar bebas dari wilayah persinggahan atau perlintasan para teroris itu," kata Erwin.

Tolak TNI

Di Jakarta, sejumlah kalangan menolak keterlibatan TNI dalam penindakan terorisme. Perbantuan militer sebatas cegah dini semisal pemberian informasi intelijen di lapangan pada aparat kepolisian.

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid mengatakan, bentuk teror yang ada saat ini dinilai belum darurat. "Polri masih mampu mengatasi dan mengungkapnya," kata Usman di kantor Kosntras, Jakarta, Rabu (19/8).

Hal senada diungkapkan Pengamat Militer, Ignatius Suprapto. Dia menjelaskan, sebagai negara hukum, semua bentuk ancaman yang berasal dan terjadi di dalam negeri menjadi kewenangan penegak hukum, dalam hal ini Polri. "Pengerahan militer hanya untuk menghadapi kondisi darurat. Saat polisi dianggap tidak mampu lagi mengendalikan situasi," katanya.

Dua hari lalu, Markas Besar TNI AD mengaku mempunyai kemampuan memberantas terorisme lewat satuan-satuan yang dimiliki. Namun, potensi yang mumpuni ini masih menganggur. "Belum diberdayakan dengan maksimal," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigadir Jenderal Christian Zebua.

Usman mempertanyakan motif TNI mengungkap kekuatannya dalam memberantas teror. Dia melihat indikasi militer ingin menambah kewenangannya. "Memang mau diberdayakan seperti apa?" katanya.

Menurutnya, perbantuan yang saat ini berlangsung sudah sesuai koridor Negara demorkasi. Desk antiteror yang ada di setiap Komando Daerah Militer (Kodam) dibantu intelijen teritorial hingga tingkat desa sudah memberikan informasi yang dibutuhkan kepolisian.

Kekuatan pemukul antiteror, seperti Detasemen 81, Komando Pasukan Khusus dan Batalyon Raider, Komando Cadangan Strategis (Kostrad) jangan sampai terlibat menangkap tersangka terorisme.

JURNAL NASIONAL

No comments:

Post a Comment