Friday, February 10, 2012

Pemerintah dan Parlemen Berdebat Alutsista, Calo Mengintai

MBT T-90 buatan Rusia jadi alternatif pengganti Leopard. (Foto: Uralvagonzavod)

9 Februari 2012, Jakarta: Pernyataan mengenai rencana pembelian Alutsista TNI kembali dilontarkan salah satu anggota Komisi I DPR RI, TB. Hasanuddin. Kali ini sang purnawirawan Mayjen TNI, mempertanyakan dana pinjaman luar negeri sebesar AS$ 6,5 miliar. Wakil Ketua Komisi I DPR RI itu mengaku, tidak mengetahui dari mana sumber pinjaman dana tersebut.

Perang pernyataan mengenai rencana TNI membeli Alutsista belakangan ini memang menjadi perdebatan menarik, antara DPR dan Pemerintah/TNI. DUa instansi ini seakan berdebat di media, saling tidak mau mengalah satu sama lain, sehingga membuat bingung publik.

Kepada itoday, pengamat pertahanan Mufti Makarim mengatakan, mekanisme pembelian Alutsista dengan menggunakan pinjaman luar negeri sebenarnya sudah menjadi hal biasa, sejak jaman Juwono Sudarsono, dan itu relatif membantu.

Mufti juga menambahkan, beberapa tahun terakhir, anggaran TNI untuk membeli Alutsista memang meningkat cukup signifikan. Namun hal itu belum bisa membuat Indonesia membeli Alutisista secara masif.

“Pembelian Alutsista TNI hanya berdasarkan kepada kebutuhan minimum, sesuai dengan Minimum Essential Forces (MEF) saja,” jelas Mufti ketika dihubungi itoday, Kamis, (9/2).

Lucunya, DPR seharusnya sudah mengetahui detil jumlah anggaran dan dari mana anggaran pembelian Alutsista TNI. Karena pemerintah/TNI pasti akan melaporkan sumber dana kepada DPR sesuai mekanisme yang ada.

Mengenai banyaknya perang pernyataan antara DPR dan Pemerintah/TNI, mengenai hal yang berkaitan dengan rencana pembalian Alutsista. Menurut Mufti, ada kemungkinan ada orang-orang yang memiliki kepentingan yang masuk dari perang di media tersebut.

“Broker bisa saja masuk ke dua instansi setelah melihat perdebatan antara DPR dan Pemerintah/TNI,” terangnya.

Hal itu bisa terjadi, karena publik bisa mengetahui apa yang sedang diperdebatkan. Masalah Leopard 2 misalnya, broker senjata jadi memiliki kesempatan untuk menawarkan tank ringan-medium entah lewat DPR atau masuk ke TNI dengan menyodorkan spesifikasi barangnya, sekaligus memberitahu jika barangnya sesuai dengan apa yang diributkan.

Tidak hanya itu, Mufti menganggap, perdebatan mengenai anggaran Alutsista ini hanya masalah politik saja. Karena jika dilihat, pernyataan yang menolak rencana pemerintah selalu berasal dari kalangan partai oposisi. “Kalangan oposisi akan selalu menjadi pihak yang bertolak belakang dengan pemerintah penguasa,” jelasnya.

Untuk mengurangi adanya penyusupan pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan, Mufti menyarankan agar perdebatan dilakukan secara paralel, bukan dilakukan di gelanggang terbuka.

“Publik diuntungkan dengan adanya perdebatan ini, dan memang berhak tahu, sebab menyangkut dana besar,” ungkap Mufti. “Tetapi ada baiknya DPR dan Pemerintah melakukan debat secara paralel, agar saling mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, jangan saling tuduh tak berdasar. Ini jadi lucu, karena yang terjadi adalah siapa mengawasi siapa,” pungkasnya.

Sumber: itoday

No comments:

Post a Comment