Tuesday, March 15, 2011

Pembelian Pesawat Langgar Prosedur

Kepala Staf TNI Angkatan Udara (AU) Marsekal TNI Imam Sufaat (kiri) berbincang dengan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pada acara serah terima dua pesawat Boeing 737-400 di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (9/3). Pengadaan dua pesawat Boeing 737-400 tersebut merupakan realisasi dari rencana strategis pembangunan kekuatan TNI AU tahun 2010-2014, di mana kedua pesawat tersebut akan dioperasionalkan di Skadron 17 Halim Perdanakusuma. (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf/Koz/nz/11)

15 Maret 2011, Jakarta, Kompas - Pembelian dua pesawat Boeing 737-400 dari PT Garuda Indonesia oleh TNI Angkatan Udara yang ditandai dengan serah terima pada pekan lalu dinilai melanggar prosedur.

”DPR belum menyetujuinya,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR Tb Hasanuddin, Senin (14/3). Menurutnya, Komisi I DPR belum mengirimkan kembali Rencana Kerja Anggaran Kementerian dan Lembaga (RAKL) yang diajukan oleh Kementerian Pertahanan. Pengembalian yang disertai dengan pernyataan persetujuan ini menjadi syarat keluarnya anggaran. ”Nah, ini tahu-tahu sudah dikeluarkan dana dari Kemkeu,” ujar Hasanuddin.

Padahal, untuk dapat mengeluarkan dana, dibutuhkan prosedur keluarnya Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Sementara untuk keluarnya DIPA itu, dibutuhkan persetujuan komisi yang terkait di DPR, dalam hal ini Komisi I atas RAKL.

”Nah, DIPA-nya atas dasar apa? Percuma ada DPR,” kata Hasanuddin.

Pada Rabu (9/3), PT Garuda Indonesia yang diwakili Direktur Utama Emirsyah Satar menyerahkan dua buah pesawat Boeing 737-400 seharga Rp 90 miliar kepada TNI AU yang diwakili Kepala Staf TNI AU Marsekal Imam Sufaat.

Kedua pesawat itu akan dioperasikan menjadi pesawat angkut militer VVIP di Halim Perdanakusuma. Pesawat ini juga akan menjadi cadangan pesawat kepresidenan.

Saat itu Emirsyah mengatakan, walau bekas, kedua pesawat tersebut masih memiliki jam terbang dan operasional yang panjang.

Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Bambang Samoedro mengatakan, program pengadaan untuk pesawat VVIP ini telah diadakan sejak 2009. Saat itu memang sudah direncanakan untuk mengadakan dua pesawat angkut yang bisa digunakan untuk misi khusus serta pemindahan pasukan. Rupanya PT Garuda Indonesia lalu menawarkan dua pesawat Boeing 737-400 yang masih layak operasional untuk pengadaan ini.

”MOU sudah dibuat dari November lalu sehingga seharusnya tak ada masalah,” ujar Bambang.

Rangkaian pengadaan

Menurut Bambang, masih dalam satu rangkaian pengadaan untuk 2010-2014, akan diadakan tiga unit pesawat pengangkut untuk menggantikan Fokker 28.

”Jadi, Boeing 737-400 ini bukan untuk menggantikan Fokker walaupun masih satu rangkaian pengadaan,” katanya.

Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan Moch Jurianto mengatakan, seharusnya sudah tidak ada masalah dalam persetujuan anggaran dalam pembelian pesawat dari Garuda Indonesia tersebut.

Pembelian Pesawat dari Garuda Seusai Aturan

Kementerian Pertahanan menyatakan, pembelian dua pesawat Boeing 737-400 dari Maskapai Garuda Indonesia oleh TNI Angkatan Udara sudah sesuai aturan yang berlaku.

"Tidak ada aturan yang dilanggar sama sekali dalam pembelian dua pesawat eks Garuda Indonesia," kata Sekjen Kementerian Pertahanan Marsekal Madya TNI Eris Herriyanto di Jakarta, Senin (14/3).

Ia mengemukakan, pengadaan dua pesawat tersebut sesuai dengan Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) yang dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berdasar UU APBN 2011 yang disetujui pula oleh DPR.

"Dalam DIPA dan UU ABPN 2011 sudah tercantum Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) yang tentunya otomatis diketahui oleh DPR. Dan lagi, RKAKL itu diketok persetujuannya Oktober dan dijalankan pada awal tahun (Januari-red), jadi tidak ada aturan yang dilanggar," kata Eris menegaskan.

Maskapai Garuda Indonesia menjual dua pesawat Boeing 737-400 kepada TNI Angkatan Udara sesuai nota kesepahaman antara kedua pihak pada 8 November 2010, dengan harga Rp90 miliar.

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin mengatakan, pembelian pesawat Garuda tipe B-737-400 oleh Kementerian Pertahanan RI menyalahi aturan. "Itu menyalahi aturan, sebab pihak Kementerian Pertahanan (Kemenhan) telah melakukan pembelian sebelum diterbitkannya Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL)," kata politisi PDI Perjuangan itu.

Tubagus Hasanuddin yang purnawirawan jenderal berbintang dua itu juga mengungkapkan, pembelian pesawat itu hanya berdasarkan Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) yang dikeluarkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). "Padahal DIPA itu baru akan diterbitkan bila RKAKL-nya telah disetujui dan ditandatangani oleh DPR RI," tandasnya.

Dalam kaitan ini, menurutnya, Menteri Keuangan (Menkeu) pun telah melampaui kewenangannya. "Sebab, mestinya DIPA diterbitkan oleh Menkeu setelah RKAKL disetujui Komisi di DPR RI," ujarnya.

Dalam hal membeli pesawat Garuda itu, demikian Tubagus Hasanuddin, RKAKL-nya saja belum final di DPR.

KSAU Terbang Perdana dengan Boeing 737-400

Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Imam Sufaat melakukan penerbangan perdana menggunakan pesawat Boeing 737-400 milik TNI Angkatan Udara yang baru saja dibeli dari maskapai Garuda Indonesia.

Penerbangan perdana menggunakan pesawat Boeing 737-400 itu terkait kunjungan kerjanya ke Merauke, Papua, mulai Selasa (15/3) hingga Rabu (16/3).

Sebelum tinggal landas dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, KSAU menyempatkan diri untuk melihat keseluruhan interior kabin pesawat yang masih dalam bentuk aslinya. Bahkan di setiap kursinya masih terdapat flight magazine Garuda Indonesia, begitu pula dengan petunjuk keselamatan penerbangannya yang masih berlogo Garuda Indonesia.

"Masih bagus semua kondisinya, dan ini masih bisa dimodifikasi sebagai pesawat angkut VIP/VVIP TNI Angkatan Udara maupun pesawat angkut pasukan," kata KSAU.

Dalam kesempatan itu, ia sempat menyesalkan pernyataan DPR yang mengatakan pengadaan dua pesawat Boeing 737-400 TNI Angkatan Udara yang dibeli dari maskapai Garuda Indonesia menyalahi aturan. "Semua sudah sesuai aturan, kok, masih dipertanyakan. Ini kan sesuai DIPA dan APBN 2011 dan di sana sudah tercantum rancangan anggaran," katanya.

Dalam kunjungan kerjanya ke Merauke, KSAU mengundang Ketua Komisi I dan beberapa anggota Komisi I DPR. Namun hingga mendekati batas akhir waktu tinggal landas Ketua Komisi I dan beberapa orang anggota Komisi I tidak tampak tiba di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

Pesawat Boeing 737-400 dengan nomor registrasi A-7305 merupakan salah satu dari dua pesawat sejenis yang dibeli TNI AU dari perusahaan penerbangan Garuda Indonesia sesuai nota kesepahaman kedua pihak pada 8 November 2010.

Kedua pesawat Boeing 737-400 itu diserahkan secara resmi dari PT Garuda Indonesia (Persero) kepada TNI AU pada 9 Maret 2011 dan dioperasionalkan Skuadron Udara 17 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

Dalam penerbangan perdananya sebagai pesawat VIP/VVIP TNI AU, Boeing 737-400 diterbangkan pilot Letkol Pnb Aditya Permana dengan co-pilot Letkol Pnb Ronald Siregar yang sehari-hari menjabat Komandan Skuadron 17 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Pesawat menempuh rute Jakarta-Makassar-Timika.

Pada hari kedua pesawat akan terbang dengan rute Timika-Merauke-Kupang-Jakarta.

Sumber: KOMPAS/Media Indonesia

1 comment:

  1. apalah kata dunia, kok hampir semua kegiatan selalu dipersoalkan salah prosedur, jangan-jangan nanti Indonesia sudah diserbu musuh, malah musuh dikatakan salah prosedur, hhhhhhh

    ReplyDelete