Friday, November 12, 2010

Hati-hati F-16 Bekas

Jet tempur F-16 Fighting Falcon dari 18th Aggressor Squadron, lanud Eielson, Alaska. (Foto: USAF/ Staff Sgt. Christopher Boitz)

12 November 2010, Jakarta -- Pemerintah perlu mempertimbangkan dengan matang jika hendak menerima hibah pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat. Selain karena pesawat sudah tua, Indonesia juga perlu mengurangi ketergantungan teknologi militer dari negara lain.

”Untuk dapat kita pakai, pesawat F-16 yang dihibahkan itu harus mengalami perbaikan total atau retrofit. Saat retrofit selesai, pesawat itu sudah tua. Kita mengeluarkan banyak uang untuk memperbaiki barang tua,” kata Tjahjo Kumolo, anggota Komisi I DPR, di Jakarta, Kamis (11/11).

Salah satu agenda penting di bidang pertahanan yang akan ditindaklanjuti terkait kedatangan Presiden AS Barack Obama ke Indonesia, beberapa waktu lalu, adalah tawaran hibah pesawat F-16 dari AS. AS lebih fokus ke F-18 dan lainnya. Pesawat F-16 yang dihibahkan itu harus mengalami retrofit dengan biaya sepertiga dari harga pesawat tersebut ketika masih baru.

Dengan hibah itu, AS terlihat baik hati. ”Padahal, itu pesawat yang sudah tua sehingga meski sudah diperbaiki, belum tentu efektif untuk memberikan daya gentar,” tutur anggota Fraksi PDI-P itu. Dia berharap anggaran perbaikan pesawat hibah itu sebaiknya untuk membeli pesawat baru.

Teguh Juwarno, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, mengingatkan, Indonesia pernah memiliki sejumlah pengalaman buruk saat membeli atau menerima hibah peralatan militer bekas. ”Kita pernah menerima kapal selam bekas. Meski sudah diperbaiki, ternyata tetap tidak dapat beroperasi maksimal,” katanya.

”Rencana hibah pesawat F-16 ini membuat Indonesia semakin tergantung alat pertahanan dari negara lain. Padahal, pengalaman selama ini, jika ada masalah politik sedikit saja, alat pertahanan itu dapat mangkrak (tak terurus) karena sulit mendapat suku cadang karena negara pembuat melakukan embargo,” ujar Teguh.

Namun, Indria Samego dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menilai, dalam situasi keterbatasan anggaran pertahanan Indonesia, hibah itu dapat diterima. Sebab, biaya perbaikan total yang dikeluarkan lebih murah, yaitu hanya sepertiga dibandingkan membeli pesawat baru.

”Selama ini Indonesia juga sudah memakai F-16. Dengan demikian, jika sekarang ada pesawat baru, secara ekonomi juga akan lebih hemat karena tidak ada keharusan untuk belajar mengoperasikannya,” katanya.

Terkait banyaknya bencana dan minimnya anggaran, Indonesia sebaiknya membeli pesawat angkut multiguna. Hal itu disampaikan Peter Scoffham, Vice President Defence Capability Marketing Airbus Military, Kamis.

Ia menggarisbawahi pentingnya alat angkut yang multiguna sebagai bentuk pertanggungjawaban anggaran yang merupakan uang pajak rakyat. Alat angkut fleksibel bisa digunakan untuk mengangkut barang bantuan, korban bencana, atau pasukan penerjun, dan bisa diubah fungsinya dalam waktu singkat. Uang masyarakat pun tidak sia-sia.

Barbara Kracht, Vice President Media Relations Airbus Military, mengatakan, Airbus memproduksi beberapa pesawat angkut, termasuk yang ringan dan medium, yaitu C-212, CN-235, dan C-295 serta A400M. Yang terakhir ini dianggap sebagai pesaing Hercules C-130 yang banyak digunakan Indonesia.

KOMPAS

No comments:

Post a Comment