Thursday, November 11, 2010

DPR Tolak Hibah Pesawat F-16 Bekas

F-16C USAF, AS tidak lagi mengembangkan jet tempur F-16 untuk Angkatan Bersenjatanya, tetapi Lockheed Martin mengembangkan untuk sejumlah negara. (Foto: f-16.net)

11 November 2011, Jakarta -- Anggota Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat menolak rencana Kementerian Pertahanan untuk menerima hibah pesawat tempur bekas seri F-16 dari Amerika Serikat.

"Jangan sampai Amerika Serikat bingung buang sampah, dan kita siap menerima," kata Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Mahfudz Sidik kepada Tempo, Kamis (11/10)

Meski harga 24 pesawat tempur F-16 bekas itu setara dengan 6 pesawat F-16 baru, tapi menurut Mahfudz, biaya pemeliharaan pesawat bekas akan jauh lebih mahal. Apalagi Amerika banyak menggunakan pesawatnya untuk operasional perang di Timur Tengah dan Afganistan. Sementara pemerintah bersama dewan sudah bertekad mulai 2010 memodernisasi alat utama sistem persenjatan militer. "Jadi aneh kalau pemerintah tergiur untuk pesawat bekas," kata anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini. Padahal Dewan siap untuk membantu penganggaran

Ketimbang membeli pesawat bekas, ia menyarankan, pemerintah membeli pesawat F-16 baru secara bertahap seperti pembelian pesawat tempur Sukhoi dari Rusia. "Pola (pembelian) Sukhoi bisa dipakai," katanya

Menurut Juru Bicara Kementrian Pertahanan Brigadir Jenderal I Wayan Midhio, jika melihat kebutuhan Indonesia, menerima 24 pesawat bekas Amerika lebih tepat. “Kita itu sedang membutuhkan banyak pesawat. Apalagi sekarang banyak pesawat kita yang sudah rusak. Karena keterbatasan itulah lebih baik kita ambil yang 24 (pesawat),” kata dia kemarin.

Mahfudz mengakui sudah berbicara secara informal dengan kementerian. "Saya usulkan agar duduk bersama untuk membicarakan ini," katanya. Tapi berhubung, dewan memasuki periode reses, maka pembicaraan akan ditunda hingga 22 November mendatang.

Anggota Dewan dari Fraksi Golongan Karya, Tantowi Yahya juga menolak rencana kementerian tersebut. "Kenapa tak beli barang baru, tapi memilih barang rongsokan," katanya yang dihubungi terpisah.

Sikap tersebut, diakuinya, juga disepakati sejumlah anggota meski belum jadi sikap resmi komisi. Keberadaan pesawat tempur memang diperlukan, tapi pemerintah menurutnya harus mempertimbangkan biaya perawatan dan retrofit (perbaikan). "Komitmen Komisi I untuk meningkatkan anggaran alusista sangat nyata, pemerintah tak usah khawatir," jelas Tantowi.

Fokus pemerintah dan dewan dalam pertahanan sebenarnya adalah peningkatan pertahanan maritim. Karena 10 dari 13 batas wilayah Indonesia adalah laut. "Itu ancaman utama," ujar Tantowi. Tapi bukan berarti keberadaan F-16 tidak dibutuhkan. Pesawat F-16 masih dibutuhkan, selama anggaran memungkinkan dan tidak merepotkan.

TEMPO Interaktif

No comments:

Post a Comment