Wednesday, January 13, 2010

Dikritik Rencana Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan

Bagan di pasang bendera Merah Putih untuk menunjukan wilayah kedaulatan NKRI. (Foto: KOMPAS)

12 Januari 2009, Jakarta -- Rencana pembentukan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan yang dikemukakan oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dinilai tak menyelesaikan permasalahan mendasar. Semestinya, pemerintah meningkatkan efektifitas lembaga yang sudah ada.

Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI dari FPG Enggartiasto Lukito di Jakarta, Selasa (12/1). "Saya pikir (BNPP) tidak usah ada. Paling tidak, saya lihat itu overlap (tumpang tindih) dan menambah beban anggaran. Gunakan saja yang sudah ada," kata dia.

Masalah perbatasan yang terkait dengan Kementerian Pertahanan, semestinya menyelesaikan kesejahteraan para prajurit penjaga. Berdasarkan kunjungan kerja yang dilakukan ke daerah perbatasan, ia menemukan kondisi yang memprihatinkan yang dialami para prajurit. Padahal, cerita tersebut sudah lama ia dengar. Maka itu, kewajiban pemerintah untuk segera menyelesaikannya.

"Setidaknya, pemerintah bisa memasukkan pemenuhan kebutuhan minimal prajurit yang bertugas di perbatasan dalam mata anggaran APBN perubahan pada Bulan Maret mendatang. Itu yang paling mungkin," usulnya.

Tidak hanya menambah uang lauk pauk, prajurit juga semestinya diberikan insentif yang lebih menarik ketika ditugaskan di perbatasan. Selain itu, pemerintah juga bertanggungjawab untuk membangun barak yang sesuai standar.

"Seperti halnya detasering. Jadi, ketika ada orang ditugaskan keluar kota, ada uang jalannya seperti itu. Jangan bicara keterbatasan anggaran, itu tugas kita semua bagaimana memenuhinya," sahut dia.

Konflik Perbatasan masih Jadi Ancaman

Marinir bertugas ke Ambalat diangkut dengan kapal perang indonesia jenis LST. (Foto: detikSurabaya)

Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso memprediksi konflik perbatasan masih menjadi ancaman bagi keamanan di tahun 2010. Selain itu, konflik horizontal akan juga tetap mengemuka.

Hal ini disampaikannya dalam jumpa pers di Kementerian Pertahanan di Jakarta, Selasa (12/1). "Dari kondisi perkembangan lingkungan strategis dimana terjadi konflik permanen di Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika, maka bisa dikonfigurasikan ancaman dan tantangan itu adalah perang terbatas akibat adanya konflik di daerah perbatasan," terang Panglima TNI.

Ia juga memperkirakan ancaman dari dalam negeri masih seputar benturan-benturan kepentingan yang menimbulkan konflik horizontal dan separatis yang berujung anarkis. Misalnya, persoalan konflik antar suku yang belum dapat ditangani di Papua. Belum lagi, persoalan penegakan hukum di laut dan udara.

"Untuk menghadapi itu, bagaimana TNI dan Dephan membangun kekuatan TNI, kekuatan pendukung dan cadangan untuk mampu melaksanakan tugas pokoknya," sahutnya.

Menhan Purnomo Yusgiantoro menanggapi hal tersebut. Menurutnya, pembangunan kekuatan untuk suatu operasi militer dan non militer memang diperlukan dalam menghadapi ancaman. Pihaknya menjabarkan kebutuhan pembangunan kekuatan tersebut dalam level kekuatan minimal karena untuk membangun kekuatan cukup besar tak bisa hanya mengandalkan anggaran saat ini. Itu harus dilakukan secara bertahap.

"Untuk membangun kekuatan cukup besar, kita harus tingkatkan tiga kali lipat untuk alutsista. Dan itu tidak mungkin dalam anggaran. Kita akan lakukan secara bertahap," tukasnya.

Anggaran yang bertahap, sambung dia, tentu bisa dicapai dengan peningkatan ekonomi. Dan jika berbicara hal itu, tidak terlepas dari kondisi keamanan dan politik yang mendukung. Ia mengibaratkannya seperti dua sisi mata uang.

"Jadi keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu juga didukung dengan peningkatan dari polkam. Tapi, saya ingin garis bawahi polkam ini tidak menjadi serta merta tanggung jawab Dephan. Ada juga dari kpolisian. Ada juga dari politisi. Jadi, ini harus imbang dalam pelaksanaannya," sahutnya.

MEDIA INDONESIA

No comments:

Post a Comment