Tuesday, March 27, 2012

Terkait Pembelian Sukhoi, Komisi I Pertanyakan Aturan State Credit

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Samsoeddin (kanan) bersama (ke kiri), Kasad Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, Kasal Laksamana TNI Soeparno, dan Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat menyimak pertanyaan anggota Komisi I DPR saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/3). Komisi I DPR mendukung daftar pengadaan alutsista TNI 2010-2014 yang sumber pembiayaannya dialokasikan dari Alokasi Pinjaman Pemerintah (APP) Kemhan/TNI Tahun Anggaran 2010-2012 sebesar 5,7 miliar dolar AS serta mengupayakan dilakukannya amandeman terhadap daftar stat loan agreement tahun 2007 antara pemerintah RI dengan pemerintah federasi Rusia sehingga pengadaan 6 unit Sukhoi SU-30 MK2 dapat menggunakan skema pembiayaan state credit. (Foto: ANTARA/Andika Wahyu/ama/12)

26 Maret 2012, Jakarta: DPR meminta Kementerian Pertahanan (Kemhan) melakukan amandemen terhadap daftar State Loan Agreement tahun 2007 lalu yang terjalin antara RI dan Rusia. Amandemen itu dinilai mampu membuka peluang agar pengadaan enam unit pesawat Sukhoi SU - 30 MK 2 bisa melalui skema State Credit.

"Coba pemerintah menelaah kembali kemungkinan amandemen kontrak tersebut, sehingga US$700 juta yang semula dialokasikan untuk kapal selam bisa dialihkan ke pembiayaaan untuk Sukhoi," ujar Anggota DPR Komisi 1 Mahfudz Siddiq usai Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (26/3).

Mahfudz menjelaskan, permintaan Komisi I itu didasari oleh aturan dalam MOU yang mengatur tentang State Credit itu sendiri. Pernyataan ini menyusul mencuatnya dugaan adanya mark up dalam pembelian enam Sukhoi oleh Kemhan.

"Kalau di dokumen MOU mengenai state credit, ini memang bisa diamandemen. Artinya ini tergantung pembicaraan antara Pemerintah Rusia dengan Pemerintah Indonesia," katanya. Kendati ia mengakui, MOU mengenai State Credit itu akan berakhir pada bulan Juli 2012 mendatang. Alhasil Mahfuds menilai, amandemen ini harus berpacu dengan waktu lantaran renegosiasi ini juga melibatkan Menteri Keuangan.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga mengingatkan, penggunaan State Credit dimanfaatkaan oleh Pemerintah Rusia untuk menaikan harga pesawat Sukhoi. "Dengan State Credit semua seperti ditata kembali. Tapi justru yang harus dijaga jangan sampai Rusia membuka state credit untuk menaikan harga Sukhoi," katanya.

Rusia Paksakan State Credit untuk Kapal Selam, Kemhan Terpaksa Beli Sukhoi Pakai KE

PEMBELIAN enam unit pesawat tempur Sukhoi SU-30MK2 dilakukan dengan menggunakan kredit ekspor (KE) karena pemerintah Rusia tak mau menerima jika pembelian dilakukan melalui state credit.

"Padahal, penggunaan state credit lebih menguntungkan Indonesia," kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam rapat kerja Komisi I dengan Kemhan dan TNI di DPR RI, Senin (26/3). State credit yang tersedia untuk Indonesia bernilai US$1 miliar dan baru digunakan US$300 juta.

Menurut Sjafrie, pemerintah Rusia meminta state credit digunakan untuk pembelian kapal selam. Namun, pengadaan kapal selam oleh Indonesia tidak dilakukan melalui Rusia melainkan dari Korea Selatan. “Mereka memaksa sisa kredit dihabiskan untuk membeli kapal selam,” ujarnya.

Karenanya, pemerintah Indonesia memutuskan membeli Sukhoi menggunakan kredit ekspor. Namun begitu, untuk menyiasati beban pembayaran, Kemhan memasukkan pembelian suku cadang Sukhoi menggunakan state credit.

Penggunaan state credit sebenarnya lebih menguntungkan bagi pemerintah. Misalnya, tenor (jangka waktu pinjaman) lebih panjang yaitu sekitar 15 tahun, dengan bunga rendah. Dengan kredit ekspor hanya 2-5 tahun dengan bunga yang lebih besar.

Sumber: Jurnas

No comments:

Post a Comment