Thursday, December 2, 2010

Jika Menguntungkan, Tak Ada Salahnya Retrofit F-16 Bekas


02 Desember 2010, Jakarta -- Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Mayor Jenderal Purnawirawan Salim Mengga mendukung langkah pemerintah untuk mengkaji tawaran hibah jet bekas F16-A dari Amerika Serikat. Jika memang biaya retrofit bisa lebih murah ketimbang beli baru, tak ada salahnya tawaran itu diterima. Meski demikian, mantan Panglima Kodam Pattimura ini menegaskan, tindakan meretrofit pesawat bukan hanya untuk memperbaiki. Retrofit, kata dia, adalah mengganti seluruh pesawat, sehingga yang ada tinggal body pesawat. "Sistemnya diganti, mesin baru, alat komunikasi baru, senjata juga baru," kata dia.

Menurut dia, jangan sampai retrofit hanya dilakukan pada mesin saja. Ini pernah dilakukan saat Indonesia meretrofit panser. Yang diganti, kata dia, cuma mesin, sementara senjata tak diganti baru. Parahnya, senjata model lama sudah tidak diproduksi pabrik asal.

Dengan pengkajian matang, Kementerian Pertahanan bisa menentukan apakah tawaran 24 pesawat bekas itu layak diterima atau tidak. "Kalau itu bisa lebih murah dibanding kita beli 6 Sukhoi, ya, kenapa nggak," ujarnya.

Persoalan utama memutuskan tawaran tersebut, lanjut politisi Demokrat ini, adalah apakah kemampuan tempur pesawat tersebut bisa maksimal. Untuk itu, kajian yang dilakukan Kemenhan harus melibatkan banyak pihak, bukan cuma TNI Angkatan Udara, tapi juga industri senjata dalam negeri. Namun hingga kini, belum ada keputusan apakah Komisi Pertahanan akan mendukung pemerintah membeli pesawat bekas atau yang baru. "Kami belum tahu persis hasil kajiannya." Sikap komisi akan dilakukan setelah Kementerian Pertahanan memaparkan kajiannya.

Anggaran Pertahanan Indonesia Jauh dari Ideal

Anggaran pertahanan Indonesia dinilai masih jauh di bawah anggaran minimal. Menurut Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Mayor Jenderal Purnawirawan Salim Mengga, anggaran pertahanan Indonesia, idealnya Rp 150 hingga 180 triliun. Karena itu anggaran pertahanan Indonesia saat ini yang berkisar Rp 47,7 triliun masih jauh dari cukup.

"Sebanyak 55 persen dipakai buat belanja modal," kata Salim di gedung DPR, Kamis 2 Desember 2010. Dari angka Rp 47,7 triliun itu, kata politisi Partai Demokrat ini, biaya untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) hanya sekitar Rp 7 triliun saja. "Jadi (anggaran) kita masih 30 persen dari anggaran pertahanan minimal," kata dia.

Dengan anggaran pertahanan yang ideal, yakni berkisar antara Rp 150-180 triliun, anggaran untuk Alutsiswa pun bisa jauh lebih besar ketimbang yang harus dikeluarkan untuk gaji.

TEMPO Interaktif

1 comment:

  1. yang patut diperhatikan untuk "hibah" F-16 saat ini adalah "QUANTITY over QUALITY", mengingat armada pesawat tempur kita sangat SEDIKIT sedangkan wilayah udara yang harus dicover sangat luassss, jadi tidak perlu pake pikir lama TERIMA saja tawaran itu...kalo mikir lama2x nasibnya kek penolakan penawaran hibah mirage 2000 beberapa tahun yang lalu...kita rugi padahal pesawat ini sudah "BATTLE PROVEN"...mbok mikir logika ajah deh 24 pesawat reftrofit (isunya malah 30 unit, 6 unit untuk cadangan)+6 blok 52/60 baru +retrofit 10 unit blok 15 OCU yang sudah ada = 40 unit ! dengan sekejap mata sudah ada 2,5 skwadron ! ini bukan main2x... toh pesawat2x ini juga bisa menjadi "STOP GAP FIGHTER JETS" menunggu sampai tahun 2025 dimana prototipe KFX sudah produksi dan diuji coba...belum TNI AU sedang nego pengganti LIFT HWAK mk53 antara T-50 dan YAK-130, lalu penggantian armada F-5E dengan SU-35BM atau JAS-39 GRIPEN...2 kata AMBIL SAJA !

    ReplyDelete