Thursday, July 9, 2009

Mengunjungi Wilayah Perbatasan di Pulau Sebatik (1)

Untuk menuju Dermaga Sungai Nyamuk harus melewai jalan kayu ulin sepanjang 1 km. Bila tak sanggup bisa naik ojek dengan biaya Rp 10 ribu. (Foto: kaltimpost)

9 Juli 2009 -- Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) akhir pekan lalu, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak mengunjungi Pulau Sebatik wilayah Indonesia. Kaltim Post turun serta dalam rombongan Gubernur dan pejabat Kaltim itu. Berikut tulisan dari perjalanan ke wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia tersebut.

H Pallalo, warga RT 09 Desa Sungai Nyamuk, Sebatik, Kabupaten Nunukan duduk menunggu calon penumpang speedboat-nya di tepi Dermaga Sungai Nyamuk. Sabtu (4/7) pagi itu cuaca cukup baik, tak terik dan tidak mendung. Namun tak demikian dengan Pallalo. Bapak empat anak ini gelisah karena beberapa bulan belakangan ini penumpang speedboat-nya sepi.

“Kadang belum tentu tiap hari dapat penumpang. Kalau ada juga paling-paling 2-3 orang saja. Sekalipun saat Ramadan atau Lebaran, saya tak yakin penumpang akan ramai,” ujar lelaki kelahiran Bone, 31 Desember 1967 yang sudah menunaikan ibadah haji pada 2001 lalu ini.

Pekerjaan Pallalo sehari-hari adalah mengangkut penumpang ke Tawau, Sabah-Malaysia dengan menggunakan speedboat dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Satu speedboat bisa menampung 6-8 orang. Satu penumpang dikenai biaya 15 ringgit Malaysia (RM) atau sekitar Rp 45 ribu. Mata uang Indonesia dan Malaysia sama-sama berlaku di daerah ini.

“Belakangan ini masyarakat Sebatik yang pergi ke Tawau memang berkurang. Dulu, sekitar 8 tahun lalu, masyarakat masih ramai ke Tawau. Biayanya waktu itu memang masih 5 ringgit, tapi yang berangkat banyak, jadi kami tak rugi,” tutur lelaki yang sudah memulai usahanya sejak 2000 silam.

Pallalo mengatakan, ongkos penumpang memang dinaikkan menjadi 15 ringgit akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dia terkadang membeli bensin (bahan bakar speedboat) di Malaysia. Harganya 2 ringgit atau Rp 6 ribu per liter.

Pengusaha jasa angkutan seperti ini sekitar 15 orang. Speedboat mereka biasanya diparkir di sekitar pemukiman dan cukup jauh dari Dermaga Sungai Nyamuk. Untuk diketahui di Sebatik tak ada dermaga yang dekat dengan pantai. Dermaga menjorok ke laut agar kapal tak terjebak di perairan dangkal. Jarak dermaga rata-rata 1 sampai 1,5 kilometer. Untuk mencapai dermaga, warga bisa menggunakan ojek, dan tak perlu kesulitan mendapatkan ojek, karena jumlahnya mencapai 50 orang. Biaya sekali naik ojek Rp 10 ribu.

Angkutan speedboat kebanyakan memasang dua bendera, yaitu Indonesia dan Malaysia. Tiap tiba di dermaga Tawau, para pengemudi harus menunjukkan dua pas, yaitu pas lintas batas (PLB) dan pas juragan (khusus untuk pengusaha kapal yang mengangkut penumpang ke Tawau) untuk distempel petugas imigrasi Malaysia. Sementara penumpang kapal cukup menunjukkan PLB.

***

Sebatik adalah pulau yang berbatasan langsung dengan Sabah, Malaysia. Luas wilayah Indonesia di pulau ini sekitar 243.434 km2. Di Sebatik wilayah Indonesia terdapat dua kecamatan, yaitu Sebatik Induk dan Sebatik Barat serta 8 desa. Sementara total penduduknya lebih 29 ribu orang. Saat pemekaran kecamatan menjadi dua, kini berkembang wacana untuk memekarkan Sebatik menjadi kabupaten.

“Pemekaran bisa dilakukan karena Sebatik merupakan salah satu daerah memiliki prospek tinggi untuk dijadikan kabupaten. Baik dari sektor pertanian dan sektor lainnya yang mendukung. ”Ini juga merupakan wacana dari pimpinan sendiri, untuk melepaskan Sebatik dari Nunukan,” kata Kabag Ekonomi Pemkab Nunukan Asmar beberapa waktu lalu.

Rencananya, Sebatik akan memiliki 4 atau 5 kecamatan. Di dalam kecamatan ini, ada 11 desa yang dipersiapkan. Yakni 4 desa di Sei Pancang, 2 desa di Sei Nyamuk, 3 desa di Tanjung Aru dan dua desa di Tanjung Karang. “Jika 2009 ini semua sudah terbentuk, 2010 mendatang akan kita persiapkan untuk pemekaran kecamatan,” ungkap Asmar yang juga mantan camat Sebatik.

Sementara Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menyatakan, dukungan untuk pemekaran Sebatik menjadi kabupaten sendiri. Lewat pemekaran katanya, diharapkan Sebatik bisa berkembang lebih pesat. “Namun demikian harus benar-benar dikaji dan Sebatik harus benar-benar siap mandiri,” ujar Gubernur.

Dia mengatakan, sangat mendukung pemekaran wilayah di seluruh Kaltim. Bahkan pemekaran wilayah Kaltim bagian utara menjadi provinsi Kaltara pun katanya, tak menjadi masalah. “Tapi harus benar-benar siap. Mengapa saya katakan begitu, karena dipastikan daerah akan kehilangan bagi hasil dari migas yang jumlahnya ratusan miliar. Berau tak ingin pisah dari Kaltim juga karena alasan itu,” ujarnya.

***

Seperti yang disebutkan Asmar, Sebatik memang merupakan daerah yang sangat potensial. Seorang warga bahkan berujar,” apa saja yang ditanam, akan tumbuh, karena tanahnya subur. Apa sih yang tak ada di Sebatik. Mau buah-buahan lengkap, durian mangga, rambutan sampai pisang. Bahkan tangkapan ikannya pun berlimpah.”

Namun, potensi daerah ini ternyata lebih banyak dimanfaatkan Malaysia ketimbang Indonesia. Bagaimana tidak, puluhan ton hasil pertanian dan perkebunan serta tangkapan ikan nelayan tiap hari dipasarkan di Tawau, Sabah-Malaysia dengan harga murah. Mereka tak menjual ke Tarakan atau Nunukan karena cukup jauh dan penjualan tak terlalu tinggi.

“Tangkapan ikan dari Tarakan saja masih ada yang dipasarkan ke Tawau, karena Tawau cepat terserap pasar,” ujar Lasian, kepala Dusun Seberang, Desa Aji Kuning, Sebatik. Dia mengatakan, komoditas perkebunan yang paling potensial dipasarkan ke Tawau adalah kakao. Di Sebatik, terdapat paling sedikit 985 kepala keluarga (KK) yang menggarap lahan seluas 6.161 hektare.

Hasil penjualan digunakan masyarakat Sebatik untuk berbelanja berbagai kebutuhan hidup di Tawau. Dibandingkan harga barang dari Indonesia dengan Malaysia memang berbanding cukup jauh. Barang Indonesia di Sebatik rata-rata lebih tinggi 50-60 persen dari harga normal. Sementara harga barang di Tawau menjadi lebih murah karena sudah mendapat subsidi dari pemerintah Malaysia.

“Masyarakat lebih suka berbelanja ke Tawau ketimbang ke Nunukan atau Tarakan, selain karena lebih dekat dan harga di sana (Tawau, Red.) murah juga karena sudah terbiasa,” ujar Pallalo.

Bukan hanya berbelanja, urusan berobat pun masyarakat lebih suka ke Tawau. Pasalnya di Sebatik cuma ada 3 puskesmas, satu di antaranya puskesmas plus. Sementara di Tawau terdapat rumah sakit dengan fasilitas yang cukup lengkap. Di Nunukan sebenarnya ada rumah sakit yang baru beroperasi satu tahun. Namun bila warga Sebatik harus ke sana paling tidak diperlukan waktu hingga 2 jam. Sementara ke Tawau hanya 30 menit.

“Sebatik sebenarnya sudah pantas membangun rumah sakit bertaraf internasional, karena daerah ini berbatasan dengan negara lain. Selama ini bila ada kejadian darurat, warga harus naik speedboat untuk berobat ke Tawau. Ini sepertinya merendahkan martabat bangsa,” ujar Saleh, salah seorang tokoh masyarakat Sebatik, menyampaikan uneg-unegnya di hadapan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, Sabtu (4/7).

Gubernur mengatakan, sebenarnya tak harus rumah sakit bertaraf internasional, rumah sakit pemerintah namun fasilitas lengkap saja sudah cukup. Menurutnya, masyarakat Sebatik memang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. “Tapi seharusnya DPRD Nunukan yang memperjuangkan ruamh sakit ini. Bila sudah siap dibangun, Pemprov Kaltim akan mendukung pendanaan,” ujarnya.

KALTIM POST

1 comment:

  1. jadi diharapkan orang yang berada diatas agar selalu memperhatikan keadaan pulau sebatik yang agak ketinggalan ini

    ReplyDelete