Tuesday, March 31, 2009

Transportasi Batam-Natuna Terganggu Perjanjian Militer

BATAM, 30/3 - MENARA KONTROL. Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal (kedua kiri) meninjau ruangan tower pemantau lalu lintas udara Bandara Hang Nadim, Senin (30/3). Menhub berencana akan mengucurkan dana senilai Rp 150 Milyar untuk menambah perlengkapan Air Trafick (ATC) Control Bandara Hang Nadim dan MSSR yang selama ini bergantung kepada Singapura. (Foto: ANTARA/Asep Urban/pd/09)

30 Maret 2009, Batam -- Transportasi udara Batam-Natuna terganggu perjanjian militer antara Indonesia dengan Singapura yang membolehkan negara jiran itu menggunakan perairan Kepulauan Riau sebagai daerah latihan perang.

"Pesawat kita jadi harus memutar arah, karena tidak bisa lewat daerah itu," kata Pimpinan Kelompok Teknisi Pemanduan Lalu Lintas Udara Bandara Hang Nadim Indah Irwansyah di Batam, Senin.

Keluhan itu ia sampaikan kepada Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal saat berkunjung ke menara kontrol Bandara Hang Nadim.

Menurut Indah, akibat pemutaran jalur terbang, maka jarak tempuh pesawat menjadi dua kali lipat semestinya. Biaya bahan bakar pun menjadi dua kali lipat.

Indah mengatakan, jika memaksa melewati daerah itu, maka tentara Singapura akan menembak pesawat. "Memang begitu, karena sudah diperingatkan," kata dia.

Menurut Indah, pemutaran wilayah rute di daerah sendiri tidak masuk akal. "Masak kita tidak boleh lewat daerah negara kita sendiri," kata dia.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal mengatakan penerbangan Indonesia harus menghormati perjanjian yang sudah disepakati Indonesia dan Singapura.

"Memang tidak bisa dilewati. Itu wilayah militer. Memang jalurnya harus memutar," kata dia.

Ia mengatakan tidak bisa merevisi perjanjian itu karena dibuat instansi lain (Departemen Pertahanan). (Antara)

Batam Lepas Ketergantuangan ATC Singapura 2010

30 Maret 2009, Batam -- Bandara Hang Nadim Batam akan melepas ketergantungan pada Air Traffic Control (ATC) milik Singapura pada 2010.

"Pada 2010 akan dipasang radar di Batam," kata Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal di Batam, Senin.

Selama ini, Bandara Hang Nadim Batam belum memiliki perlengkapan radar jenis Monopulse Secondary Surveillance Radar (MSSR) dan Primary Surveillance Radar (PSR) sehingga beberapa penerbangan harus tergantung pada ATC Singapura.

Menteri mengatakan, ATC Hang Nadim hanya memiliki Automatic Defence Surveillance Broadcasting (APSB) yang mampu berhubungan dan mendeteksi pesawat dalam ketinggian kurang dari 3.000 kaki, lebih dari itu harus melalui ATC Singapura.

Selain itu, APSB juga hanya mampu berhubungan dengan pesawat tertentu yang memiliki perlengkapan sejenis. "Kalau sudah ada MSSR, kita bebas mengatur lalu lintas udara yang melewati wilayah kita," kata Menteri.

Mengenai sumber daya manusia di Bandara Hang Nadim, kata Menteri, sudah bagus.

Menurut Menteri, pembangunan MSSR, lengkap dengan PSR dan gedung menara baru membutuhkan dana sekitar Rp150 miliar. "Di Indonesia yang bagus baru Jakarta dan Makassar," katanya.

Sementara itu, Pimpinan Kelompok Teknisi Pemanduan Lalu Lintas Udara Bandara Hang Nadim Indah Irwansyah mengatakan Bandara Hang Nadim membutuhkan radar itu.

Ia mengatakan, sebelumnya bandara di Tanjungpinang memiliki MSSR yang dapat digunakan bersama, namun alat itu sudah empat tahun rusak.

Ketika Lion Air JT 972 mendarat darurat akibat roda depan tidak keluar, petugas ATC terpaksa memantau pergerakan roda secara manual.

"Untung udara bagus, jadi terlihat," kata Indah yang memandu pesawat JT 972 mendarat mulus di Batam, meski tanpa roda depan. (Antara)

No comments:

Post a Comment