Friday, April 30, 2010

Membangun Pulau Terluar

Dirjen Strahan Kementerian Pertahanan, Mayjen TNI Syarifudin (tengah) didampingi Sekretaris Dirjen Strahan Marsma TNI Simamora (kiri) serta Dir.Wilayah Pertahanan, Laksma TNI Susetyo (kanan) memaparkan masalah perbatasan Indonesia, di Jakarta, Senin (26/4). Kemhan mengajak seluruh pemimpin daerah serta masyarakat bersama TNI yang tinggal di daerah perbatasan serta pulau terluar Indonesia agar menjaga stabilitas keamanan di wilayah tersebut. (Foto: ANTARA/Yudhi Mahatma/ed/mes/10)

30 April 2010 -- Pemerintah Indonesia menghadapi kendala dalam membangun sektor pertahanan di pulau-pulau yang berjumlah belasan ribu. Pembangunan tak merata dan keterbatasan modal membuat pembangunan pulau terluar membutuhkan waktu lama.

Direktur Wilayah Pertahanan Strahan, Kementerian Pertahanan, Laksma TH Susetyo mengatakan di Jakarta, Senin (26/4), jika Indonesia kaya, bisa dibangun 5 pulau setiap tahun. Saat ini, pulau-pulau di Tanah Air tercatat 17.504 pulau. Jumlah itu bervariasi di setiap departemen.

Pembangunan pulau kecil seperti Pulau Nipah saja, membutuhkan waktu setidaknya empat tahun. Berarti, membangun seribu pulau membutuhkan waktu yang lama sekali. Pembangunan yang memerlukan pergantian banyak generasi bangsa Indonesia.

Untuk itu, pembangunan pulau-pulau, tidak bisa dibebankan hanya pada kementerian pertahanan. Seluruh elemen masyarakat, terutama pemerintah daerah, harus bahu-membahu membangun pulau. Pembangunan yang akan menjadi penguat keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya bagi pulau-pulau terluar.

Tak dapat disangkal, pembangunan wilayah perbatasan dengan pulau-pulau kecil terluar, masih berjalan secara sektoral. Hasilnya pun belum dapat dilihat, dinikmati, dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Implementasi pembangunan, sampai saat ini, belum menunjukkan hasil sesuai harapan masyarakat. Memang, arah kebijakan pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar telah berubah, dari kebijakan pembangunan yang cenderung berorientasi ke dalam, menjadi pembangunan berorientasi keluar.

Paradigma kebijakan tersebut diarahkan pada pengembangan wilayah perbatasan sebagai beranda negara, yang berfungsi sebagai pintu gerbang semua aktivitas, terutama ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Walaupun begitu, daerah-daerah perbatasan masih tetap rentan terhadap berbagai masalah.

Berdasarkan kenyataan, wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, sebagian besar terisolasi dan tingkat kesejahteraan masyarakatnya rendah. Berarti, pembangunan daerah perbatasan memerlukan simpul yang mampu secara efektif mengintegrasikan kebijakan dan implementasi di lapangan.

Dengan begitu, pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau terluar dapat berjalan sinergis, fokus, dan sistematis. Untuk itu, pembangunan daerah terluar harus dilakukan secara lintas departemen. Begitu pula, pembangunan harus terkoordinasi dengan rapi dan baik dan menjadi prioritas.

Keberhasilan pembangunan pulau-pulau terluar bakal memberikan dampak besar, bukan hanya di bidang keamanan wilayah, melainkan juga di bidang politik, ekonomi dan sosial. TNI Angkatan Laut yang bermarkas di Nunukan, Kalimantan Timur, misalnya, Jumat (23/4), berhasil menangkap 4 kapal ikan berbendera Filipina yang memasuki perairan Indonesia secara ilegal.

Khusus dalam mengamankan kekayaan laut Indonesia, penempatan aparat keamanan bisa membantu mengurangi pencurian ikan. Walaupun pemberantasan pencurian ikan terus berlanjut, kehadiran kapal asing ilegal masih terus terjadi. Setiap tahun, Indonesia menderita kerugian sekitar 2 miliar dolar AS atau hampir Rp 19 triliun akibat pencurian ikan dan kegiatan penangkapan ikan ilegal.

Tribun Timur

No comments:

Post a Comment