Wednesday, September 9, 2009

Brasilia Beli 36 Pesawat Tempur Rafale

Dassault Rafale. (Foto: Dassault)

9 September 2009 -- Brasilia memutuskan membeli 36 pesawat tempur buatan Perancis Rafale dengan nilai kontrak sekitar 5 milyar euro (7,2 milyar dolar), Senin (7/9). Sedangkan Perancis akan membeli 10 pesawat angkut militer dari Brasilia.

Pengumuman ini dibuat saat Presiden Perancis Nicolas Sarkozy berkunjung ke Brasilia untuk menghadiri upacara perayaan kemerdekaan Brasilia sebagai tamu kehormatan Presiden Brasilia Inacio Lula da Silva.

Dassault Aviation Rafale bersaing dengan Boeing F/A-18 E/F dan SAAB Gripen NG dalam tender pengadaan pesawat tempur Brasilia FX-2.

Pembelian ini menjadikan Brasilia sebagai pembeli pertama Rafale diluar Perancis, saat in Rafale sedang berkompetisi merebutkan tender pesawat tempur di India, Swiss dan Yunani. Libya dalam pembicaraan bilateral membuat pesawat tempur buatan Perancis.

Kapal Selam Nuklir Brasilia

Kapal selam konvensional kelas Tupi tipe 209 milik AL Brasilia.

Angkatan Laut Brasilia merencanakan membangun kapal selam bertenaga nuklir pertama dengan bantuan Perancis. Kapal selam akan dilengkapi dengan persenjataan konvensional, kemungkinan kapal selam nuklir berasal dari varian kelas Barracuda.

Kesepakatan yang ditandatangani antara Brasilia dan Perancis termasuk konstruksi 4 kapal selam konvensional senilai 9 milyar dolar.

Saat ini AL Brasilia mengoperasikan 5 kapal selam konvensional buatan Jerman kelas Tupi tipe 209.

AFP/@beritahankam

Jangan Temajuk Seperti Sipadan-Ligitan Jilid Dua

Salah satu sudut Desa Temajuk di Kabupaten Sambas. (Foto: istimewa)

9 September 2009, Pontianak -- Aktivis mahasiswa Kabupaten Sambas mengkritisi lambannya pemerintah membangun perbatasan akan berdampak penguasaan oleh negara lain. “Kami tidak menginginkan Desa Temajuk, Kabupaten Sambas seperti Sipadan-Ligitan jilid dua,” kata Ketua Asrama Mahasiswa Kabupaten Sambas Pantai Utara Nasaruddin kemarin di Pontianak.Ia mengatakan wilayah perbatasan sangat terbelakang karena lokasinya yang relatif terisolir dengan tingkat aksesibilitas rendah. Selain itu, kata dia, rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat.

“Rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan. Termasuk langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan masyarakat di daerah perbatasan,” ungkapnya.Nasaruddin mengatakan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan pola hidup warga setempat. Menurutnya, hal itu berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan rasa nasionalisme. “Kami khawatir daerah perbatasan sebagai pintu masuk atau tempat transit pelaku kejahatan dan teroris. Melihat kompleksitas permasalahan di atas, kami mencoba memfasilitasi upaya mencari solusi yang dihadapi masyarakat perbatasan di Temajuk, Kecamatan Paloh menggelar dialog perbatasan,” paparnya.

Ia mengatakan rencananya dialog perbatasan ini dilaksanakan 13 September 2009, bertempat di Aula Desa Temajuk. Dikatakannya, dengan dialog ini diharapkan masyarakat mengetahui secara detail masalah-masalah yang ada dan sedang dihadapi.“Kami berharap selanjutnya dapat mencarikan solusi atas masalah tersebut. Selain itu, kedepannya diharapkan pada pemerintah memberi perhatian lebih kepada wilayah perbatasan agar tak terjadi pencaplokan Sipadan-Ligitan jilid dua, secara nyata, tak hanya sekedar master plan untuk jualan,” ungkap Nasaruddin.

PONTIANAK POST

TNI-AL Kaji Percepatan Penggantian Nomad

CN-235 MPA buatan PT. IPTN. (Foto: jhon ipenk)

9 September 2009, Jakarta -- Mabes TNI Angkatan Laut mengkaji percepatan penggantian pesawat udara Nomad dengan CN-235 buatan PT Dirgantara Indonesia, menyusul kecelakaan yang menimpa pesawat Nomad P-837 di Kalimantan Timur, Senin (7/9), hingga mengakibatkan empat orang meninggal dunia.

"Saat ini, kita masih nyatakan pesawat udara Nomad masih layak pakai meski usianya sudah sangat tua dan kini jumlahnya tinggal tujuh unit dari semula 42 unit," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul ketika dikonfirmasi ANTARA News di Jakarta, Rabu.

Ia mengemukakan, untuk sementara waktu tujuh unit pesawat Nomad yang tersisa tidak dioperasionalkan guna penyelidikan lebih lanjut tentang sebab-musabab jatuhnya pesawat Nomad tersebut.

"Sambil melakukan penyelidikan, kita juga mengkaji kemungkinan untuk mempercepat penggantian Nomad dengan CN-235 MPA dari PT DI," kata Iskandar.

Setidaknya dalam waktu dekat ini, akan ada tiga pesawat jenis CN-235 yang dipesan TNI AL dari PT DI.

Rencana pembelian ini diharapkan menjadi tonggak penambahan sekaligus peremajaan alat utama sistem senjata (alutsista) di Pusat Penerbangan TNI AL (Puspenerbal).

Pesawat jenis CN-235 ini dilengkapi dengan patroli maritim, radar, dan sarana lain pendukung pelaksanaan tugas. Saat ini, TNI AL menerapkan standar baru operasional alutsista yang ada. Ia menegaskan, hanya ada dua kriteria operasional alutsista TNI AL, yakni siap dan tidak siap operasional.

Pesawat Nomad P-837 yang jatuh pada awal pekan ini merupakan buatan Australia 1982. Keseluruhan pesawat Nomad yang dimiliki TNI AL sebanyak 42 unit, dan sebanyak 23 unit telah disimpan, sedangkan 19 unit lainnya masih dapat dioperasionalkan, namun dari 19 unit tersebut hanya 14 unit yang akan disiapkan sesuai dengan anggaran yang tersedia.

Dari jumlah tersebut, baru delapan unit yang sampai saat ini dinyatakan sudah laik terbang. Namun, kini tinggal tujuh karena kecelakaan pada Senin (7/9).

ANTARA News

Sebelum Jatuh, Nomad ‘Sekarat’, Tinggal Memiliki 86 Jam Terbang


9 September 2009, Jakarta -- Pesawat milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (AL) jenis Nomad tipe N24 Nomor P-837, yang jatuh di sekitar perairan Kalimantan Timur (Kaltim), ternyata telah “sekarat” dan tinggal memiliki 86 jam terbang. Sebelum terbelah dua tatkala jatuh tambak di Bulungan, pesawat tersebut terlebih dulu mengalami gangguan mesin.

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal), Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul, ketika dimintai konfirmasi di Jakarta mengakui bahwa jam terbang pesawat buatan Australia tahun 1982 itu hanya tersisa 86 jam lagi. Namun ia membantah bahwa pesawat intai dan patroli tersebut sudah tak layak jalan.

“Ketika beroperasi kemarin, pesawat tersebut masih laik jalan. Hal ini berdasarkan sertifikat kelaikan terbang dengan nomor SLU/44 V 2009 tanggal 28 Mei 2009,” ujar Iskandar Sitompul, seperti dilansir Kompas.com, Selasa (8/9).

Mengutip data di Pusat Penerbangan TNI AL, Iskandar menjelaskan, TNI AL memiliki 44 pesawat Nomad, yang dulu didatangkan dari Australia dalam tiga gelombang. Gelombang pertama, 1975-1980, sebanyak 20 unit; gelombang kedua, 1997, sebanyak 20 unit –termasuk yang jatuh di Bulungan– dan gelombang ketiga, 2003, sebanyak empat unit.

Menurut Kadispenal, sebagian besar Nomad sudah digroundedkan, dan sekarang sisa 19 unit. Dari jumlah itu, yang stand by sebanyak 14 unit, dan yang masih laik terbang ada delapan unit. “Nomad yang jatuh di Kalimantan Timur itu tergolong pesawat Nomad yang masih laik terbang sesuai dengan sertifikat kelaikan udara,” tegasnya.

Iskandar juga mengungkapkan bahwa Kepala Staf TNI AL (KSAL), Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno, bereaksi keras atas jatuhnya Nomad yang menelan empat korban jiwa dan lima korban luka itu. KSAL pun melarang semua pesawat Nomad terbang.

“Bapak KSAL telah mengeluarkan larang terbang untuk semua jenis pesawat Nomad sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Nomad TNI AL jatuh saat melakukan patroli maritim mencari data intleijen di perbatasan Malaysia-Kaltim. Nomad ini jatuh dalam perjalanan dari Long Bawan, Kabupaten Nunukan, ke Bandar Udara Juwata, Tarakan, Senin (7/9) pukul 11.11 Wita.

Pesawat yang dipiloti Lettu (P) Erwin Wahyuono, warga Waru, Kabupaten Sidoarjo, ini terbelah sesudah jatuh di sebuah tambak di Bulungan. Saat jatuh, pesawat militer tersebut memuat sembilan orang –enam di antaranya warga sipil. Empat dari enam warga sipil itu tewas, sedangkan dua lainnya luka-luka. Demikian pula tiga anggota TNI AL –termasuk Lettu (P) Erwin– juga luka sehingga harus dirawat di RSAL Tarakan.

Dimakamkan

Dari Balikpapan, Kaltim, dilaporkan, dua dari empat jenazah korban kecelakaan Nomad akan dibawa ke Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). “Dua jenazah tersebut adalah Fikri dan Srihadi, yang akan dibawa dengan menggunakan pesawat Batavia via Surabaya,” kata Kombes Pol Rudi Pranoto, kepala bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Kaltim, di Balikpapan, Selasa (8/9).

Adapun dua korban lain sudah diambil keluarga masing-masing untuk dimakamkan. Mereka, Yakob Kayang, dibawa keluarga e Longsam, Kabupaten Bulungan; dan Muslimin, dibawa ke Pamusian RT 25, Tarakan Timur.

“Sedangkan lima korban yang selamat saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut Tarakan,” kata Rudi kemudian menambahkan bahwa tiga dari lima korban luka –Erwin, Lettu Syaiful (kopilot), dan Serma SAA Sodikin (teknisi)– mengalami luka parah, sedangkan Uhip dan Muhamir luka ringan.

Rudi juga menyatakan bahwa upaya evakuasi Nomad yang jatuh tersebut belum dilakukan, dan baru akan dilaksanakan Rabu (9/9) hari ini. “Pihak Polda Kaltim menurunkan persone dengan melibatkan Polres Bulungan untuk mengamankan lokasi jatuhnya pesawat Nomad,” katanya kepada Antara.

Selain mengirim sejumlah petugas, kepolisian bertugas untuk mengamankan lokasi. “Untuk olah tempat kejadian perkara (TKP, Red) dan evakuasi bangkai pesawat akan dilaksanakan besok (hari ini, Red) oleh tim Mabes TNI AL dengan menggunakan transportasi air menuju lokasi,” ujar Rudi.

Dijaga Ketat

Sementara itu, rumah Lettu (P) Erwin Wahyuono, di Jalan Raya Taman Bunga Nomor 84, Perumahan Garden Dian Regency, Kecamatan Waru, Sidoarjo, dijaga ketat oleh aparat keamanan, Selasa (8/9). Banyak aparat keamanan –dari pihak satpam perumahan maupun dari POMAL– berjaga-jaga di rumah tersebut. Bahkan semua wartawan yang hendak mewawancara Ny Erwin dihadang di depan pintu perumahan.

Dua satpam –Imam S dan Ari Susanto– yang berjaga-jaga di pintu masuk perumahan melarang wartawan masuk . “Instruksi yang kami terima seperti itu,” ujar Imam kepada Surya, Selasa (8/9).

Selain dari keluarga, instruksi tersebut berasal dari teman-teman Erwin di TNI AL. Alasannya, keluarga dan teman-teman Erwin tak mau diganggu dan enggan semakin terbebani pemberitaan media massa. “Apalagi bapak (mertua) Pak Erwin kan seorang jenderal di TNI AL,” sambung Ari.

Selain itu, Erwin yang tinggal di Perumahan Garden Dian Regency sejak lima tahun lalu tersebut juga menjabat ketua RW. Bapak tiga anak ini pun ditunjuk sebagai koordinator satpam perumahan sejak 2007 silam. “Makanya jangan heran bahwa warga di sini proaktif ikut mendukung larangan terhadap wartawan untuk meliput di rumah keluarga Pak Erwin,” tegas Imam.

Di Jakarta, beberapa pihak meragukan apakah saat jatuh pesawat Nomad itu benar-benar sedang melakukan patroli maritim. Mereka juga menyesalkan keberadaan para penumpang sipil dalam Nomad. “Kalau dilihat dari jalurnya, pengintaian TNI AL seharusnya menuju ke pantai,” ujar Jaleswari Pramowardhani, analis militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian alat utama sistem senjata (alutsista) digunakan untuk mengangkut para warga sipil. Mereka, kata Jaleswari, membayar sejumlah uang untuk jasa tumpangan tersebut.

“Hal ini (dilakukan dengan alasan) atas nama kesejahteraan prajurit. Saya pikir, kejadian jatuhnya beberapa pesawat tahun ini harus mendorong TNI untuk selalu memprioritaskan keamanan,” tegasnya.

Sedangkan menurut Anggota Komisi I (Komisi Pertahanan) DPR RI yang juga Ketua Pansus RUU Peradilan Militer, Andreas Pareira, adanya warga sipil dalam Nomad merupakan pelanggaran. “Harus ada tindakan tegas sesuai dengan mekanisme di tubuh TNI AL. Komandan juga harus bertanggung jawab,” ungkapnya.

Di pihak lain, Iskandar Sitompul menegaskan bahwa Nomad tersebut memang tengah melaksanakan patroli rutin maritim. Iskandar mengatakan, Nomad, yang bertolak dari Tarakan pada pukul 11.00 Wita, tengah mengumpulkan data intelijen maritim ketika di Bandara Long Apung.

Namun, dia mengakui adanya warga sipil yang tidak ada kaitannya dengan tugas kemiliteran. “Mereka menumpang karena kesulitan transportasi,” ujarnya.

SURYA

Nomad, MPA, dan Kemaritiman Kita

GAF Nomad TNI AU dengan nomer registrasi P-801. (Foto: rhariprasetyo)

9 September 2009 -- Berita jatuhnya pesawat Nomad TNI Angkatan Laut di Kalimantan Timur, Senin (7/9), selain menimbulkan rasa sedih juga membangkitkan momentum. Mungkin di satu sisi kita masih terus merisaukan jatuhnya alat utama sistem persenjataan (alutsista) tua kita. Namun, tidak kalah fundamental adalah bagaimana kita menempatkan pesawat seperti Nomad dalam visi kemaritiman kita.

Dalam perspektif negara maritim, yang kemarin banyak mendapat sorotan dengan acara Sail Bunaken yang dihadiri kapal-kapal perang asing, pesawat patroli maritim sebenarnya merupakan komponen yang vital. Negara-negara besar atau negara yang punya visi kemaritiman punya pesawat jenis ini, yang dikenal sebagai MPA (maritime patrol aircraft). AS punya P-3C Orion, Inggris punya Nimrod, Perancis punya Atlantique, dan Spanyol punya Persuader.

Nomad N24 yang dibuat oleh pabrik Government Aircraft Factory Australia ini tidak pertama-tama dirancang untuk pesawat patroli maritim, tetapi hanya sebagai pesawat berciri transpor serba guna dengan kemampuan STOL (short take-off and landing).

Setelah prototipe pertama Nomad N2 terbang pada 23 Juli 1971, unit produksi pertama —N22—diserahkan kepada militer Filipina tahun 1975. Tipe N22 ini juga menjadi dasar bagi pembuatan pesawat patroli pantai Searchmaster, yang selain digunakan oleh militer juga oleh dinas pabean Australia dan AS. Dari N22 ini pula dikembangkan N24, pesawat Nomad yang badannya lebih panjang 1,14 meter dibandingkan dengan N22. N24 memang lalu dipasarkan sebagai pesawat komuter yang kabinnya bisa menampung 16 kursi penumpang. Selain untuk penumpang, N24 juga ditawarkan sebagai pesawat barang Cargomaster dan ambulans udara Medicmaster.

Pesawat yang produksinya berakhir tahun 1984 ini untuk tipe Searchmaster B dilengkapi radar pencari Bendix RDR 1400 dan punya awak normal empat orang. Sementara itu, untuk Searchmaster L yang lebih canggih punya radar Litton LASR (AN/APS504) yang berada di bawah hidung pesawat dan punya kemampuan pindai 360 derajat.

Kebutuhan

Memang untuk negara-negara besar, pengertian patroli maritim terkait dengan perang antikapal selam (anti-submarine warfare/ASW). Karena misi tersebut, pesawat patroli dipasangi sistem sonar berteknologi canggih, lalu ada juga yang dipersenjatai dengan bom dan rudal Exocet.

Kini ketika argumen perang konvensional relatif surut, muncul argumen patroli maritim yang dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi dan keamanan laut. Patroli maritim terus digelar dari Laut Utara hingga di ribuan pulau di Filipina dan Indonesia. Dan—seperti disebut dalam kutipan pada awal tulisan ini—metode yang paling efektif adalah melalui, dan dengan, pesawat udara.

Bagi Indonesia yang dua pertiga wilayahnya laut, patroli maritim tak diragukan lagi merupakan keniscayaan. Memantau gerakan kapal musuh, memburu pelaku penangkapan ikan ilegal, penyelundup barang maupun manusia, dan aktivitas polutif bisa disebut sebagai aktivitas yang membutuhkan dukungan pesawat patroli maritim.

Untuk maksud dan tujuan itu, pesawat patroli maritim punya kemampuan untuk menemukan tempat (locating), mengenali (identifying), dan bila diperlukan menghadapi (dealing) problem yang ada.

Nomad TNI AL bisa dikatakan terlalu tua dan terlalu simpel untuk tujuan dan tugas besar ini. PT Dirgantara Indonesia pernah menawarkan pesawat MPA yang berbasis CN-235. Pesawat juga ditawarkan ke pasar lebih luas dalam pameran kedirgantaraan seperti Singapore Airshow. Namun, sebegitu jauh belum ada deal.

Seperti yang sering kita dengar, problem yang selalu disebut dalam pengadaan alutsista adalah anggaran. Namun, ketika ada wilayah seluas 8,5 juta kilometer persegi yang harus diawasi, pemenuhan kewajiban itulah yang seharusnya dilakukan. Kalau tidak, kita hanya akan berhenti pada wacana saat mengatakan bahwa setiap tahun kita menderita kerugian 4 miliar dollar AS karena penangkapan ilegal, 5 miliar dollar AS karena penyelundupan bahan bakar minyak, dan 600 juta dollar AS karena penyelundupan kayu. Selain itu, juga akan terus berlangsung pencemaran laut sepanjang garis 167.000 kilometer dan adanya lebih dari 3.000 kapal nelayan asing yang beroperasi tanpa izin.

Sebegitu jauh, Indonesia hanya punya satu atau dua Boeing 737-200 dan sebuah Hercules C-130H-MP untuk memantau perairannya.

Nomad yang hanya punya kemampuan untuk patroli pantai jelas jauh dari memadai untuk mematroli perairan Indonesia. Dengan demikian, misalnya penambahan C-130MP dirasakan masih membutuhkan persiapan alokasi anggaran lebih besar, pengadaan CN-235 MPA dalam jumlah yang optimal mestinya harus lebih fisibel.

Kerugian yang ada akibat pencurian ikan memang mestinya bisa digunakan untuk membeli pesawat MPA. Namun, jelas orang akan dihadapkan pada pertanyaan mana lebih dulu, ayam atau telurnya.

Solusi teknologi

Sementara solusi finansial masih belum tampak, teknologi telah banyak menawarkan solusi. Dengan radar canggih yang kini terpasang pada pesawat seperti CN-235 MPA, misi penemuan, identifikasi, dan bila perlu menghadapi problem di laut dapat dipecahkan.

Adanya pesawat patroli yang andal akan bisa setiap kali memberi informasi kepada TNI AL, Polri, Departemen Kelautan dan Perikanan, serta Departemen Perhubungan untuk ditindaklanjuti (Kompas, 15/9/2004).

Tampaknya di sini yang lebih dulu perlu ada ialah visi kemaritiman, yang memberi kerangka dan cetak biru pemanfaatan laut, baik untuk pertahanan maupun pendayagunaan sumber daya untuk kesejahteraan bangsa. Dengan adanya visi yang gamblang di sini, pengadaan pesawat MPA sebagai sistem dan metode sahih untuk mencapai tujuan di atas tak harus menjadi problem. Dengan itu, negara seperti Indonesia tidak akan lagi merasa nyaman untuk menerbangkan pesawat era 1970-an seperti Nomad. (Ninok Leksono)

KOMPAS

TNI AL Terus Awasi Pulau Jemur

Pos pengintai TNI AL di Pulau Jemur. (Foto: pulaujemur.com)

9 September 2009, Dumai -- Pasca klaim Pulau Jemur oleh negara jiran, Malaysia, beberapa waktu lalu menjadi pelajaran berharga bagi Bangsa Indonesia. Setidaknya, membuka mata instansi terkait bahwa ancaman 'pencaplokan' pulau-pulau wilayah perbatasan maupun pulau terluar tidak boleh dianggap sebelah mata. Paling tidak, Sipadan dan Lingitan menjadi cerita pahit.

Kendati klaim Malaysia terhadap pulau yang berada di Kabupaten Rokan Hilir mereka seiring counter yang dilakukan pihak Indonesia, namun tidak membuat TNI AL (Lanal Dumai, red) lengah.

Bahkan, Danalal Dumai Kol Laut (P) Arif Sumartono kepada RPG usai peringatan Nuzul Quran Senin (7/9) malam menegaskan, meski teritorial Pulau Jemur berada di real kerja institusinya, namun Lanal tidak mau gegabah untuk bertindak.

Sebab, lanjut perwira menengah ini, terkait statemen atau komentar menyusul klaim tersebut kewenangan Deplu RI. Sedangkan Lanal, ingat Danlanal, menjaga eksistensi pulau yang memang menjadi wilayah kerja instasinya plus Dumai, Bengkalis, Meranti, dan Siak.

Pulau Jemur. (Foto: pulaujemur.com)

" Keberadaan pulau masih dalam aman dan terkendali, anggota kita di perairan Rohil juga melakukan patroli rutin di pulau tersebut, karena pulau itu benar-benar berada di wilayah Indonesia dan masuk kedalam wilayah pengamanan kita (Lanal, red) maka sebagaimana seharusnya pengamanan pulau sudah sejak lama kita lakukan,'' tegasnya.

Lebih lanjut Danlanal menjelaskan, pulau tersebut milik NKRI, sebagai kekuatan TNI di laut, notabene pihaknya akan mengamankan, apalagi ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa teritorial pulau yang dikenal elok itu masuk dalam wilayah NKRI.

'' Sebenarnya jika kita membaca atau mendengar statmen dari gubernur bahwa klaim yang dilakukan melaysia itu ada sisi baiknya juga, sisi baiknya Pulau Jemur tambah dikenal, karena adanya promosi yang dilakukan negara jiran, disisi lain kita tetap siaga dan siap mempertahankan milik kita,'' pungkasnya serius.

Danlanal mengharapkan petugas yang bertugas di pulau tersebut dapat memberikan rasa aman, dan menjaga pulau itu dari unsur asing. ''Biar saja ada yang mengklaim keberadaan pulau tersebut, yang jelas secara geografis memang pulau itu milik Indonesi," ingatnya.

DUMAI POS

Menhan: Audit Senjata TNI Segera Selesai

Super Tucano kandidat pengganti OV-10 Bronco yang sudah digrounded setelah serangkaian insiden yang menewaskan pilot TNI AU. Realisasi pembelian hingga saat ini belum terealisasi dengan alasan keterbatasan anggaran. (Foto: Embraer)

8 September 2009, Jakarta -- Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan hasil audit alat utama sistem senjata yang dilakukan Departemen Pertahanan dan Mabes TNI segera selesai dan dilaporkan ke Presiden.

"Ya hasilnya untuk dilaporkan kepada bapak Presiden," katanya kepada ANTARA News di Jakarta, Selasa, saat ditanya seputar hasil audit alat utama sistem senjata yang dilakukan Departemen Pertahanan dan Mabes TNI dan telah selesai Juli lalu.

Mengenai kapan hasil audit tersebut dilaporkan kepada presiden, Juwono enggan berkomentar lebih jauh.

Sementara itu Kepala Biro Humas Departemen Pertahanan Brigjen TNI Slamet Heriyanto mengemukakan, proses audit alat utama sistem senjata masih memasuki tahap finalisasi mengingat banyaknya perlengkapan dan persenjataan yang harus diteliti satu per satu kondisinya.

"Alutsista yang diperiksa banyak sekali tidak saja satuan tetapi juga persenjataan perseorangan," katanya.

Pada kesempatan terpisah Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga meminta pemerintah untuk segera membeberkan hasil audit alat utama sistem senjata tersebut. "Hingga kini kami belum menerima laporannya seperti apa," katanya.

Ia mengatakan, dari hasil audit itu dapat dirinci perlengkapan dan persenjataan TNI yang masih layak pakai dan tidak, sehingga dapat ditindaklanjuti penanganannya.

Terkait itu, pihaknya akan mempertanyakan hasil audit itu dalam rapat kerja dengan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI pekan depan.

Beberapa waktu lalu, Departemen Pertahanan dan Mabes TNI membentuk tim audit bersama terhadap manajemen pembinaan, teknik dan anggaran seluruh alat utama sistem senjata TNI menyusul kecelakaan yang menimpa beberapa pesawat TNI hingga menimbulkan korban jiwa.

Komisi I Minta Senjata Tak Layak Tidak Dipakai

Pesawat latih Hawk 53 tidak lama lagi akan berakhir usia pakainya, tetapi hingga saat ini belum dilakukan kontrak pembelian pesawat penggantinya. Meskipun kandidat kuatnya sudah ditentukan pesawat buatan Republik Ceko L-159. (Foto: istimewa)

Komisi I DPR RI mendesak pemerintah dan TNI untuk tidak memakai perlengkapan dan persenjataan yang tidak layak operasional menyusul kecelakaan pesawat Nomad TNI Angkatan Laut hingga menimbulkan korban jiwa pada Senin (7/9) kemarin.

"Pesawat, panser, tank dan kapal yang sudah tidak layak operasional harusnya segera dikandangkan jangan dipaksakan untuk digunakan," kata Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga.

Ia mengatakan, keterbatasan alat utama sistem senjata TNI menyusul pengkandangan senjata tersebut akan dipenuhi melalui modernisasi persenjataan TNI sesuai anggaran yang tersedia.

"Dari hasil audit alat utama sistem senjata itu, seharusnya dapat diketahui alat utama sistem senjata dan perlengkapan TNI yang segera dikandangkan dan diganti," ujar Theo.

Berdasar hasil audit juga dapat diketahui alat utama sistem senjata dan perlengkapan apa saja yang diprioritaskan pengadaannya, katanya menambahkan.

Beberapa waktu lalu, Departemen Pertahanan dan Mabes TNI membentuk tim audit bersama terhadap manajemen pembinaan, teknik dan anggaran seluruh alat utama sistem senjata TNI menyusul kecelakaan yang menimpa beberapa pesawat TNI hingga menimbulkan korban jiwa sipil maupun militer.

Namun, lanjut Theo, hingga kini pihaknya belum menerima hasil audit alat utama sistem senjata yang dilakukan tim audit bersama Departemen Pertahanan dan Mabes TNI itu.

Pada kesempatan terpisah, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Iskandar Sitompul menyatakan, jumlah pesawat Nomad yang dimiliki tinggal tujuh unit.

Pesawat Nomad P-837 adalah buatan Australia tahun 1982 dan untuk nomor seri N24A-135 TNI AL memiliki dua unit.

7 Nomad Tidak Dioperasionalkan Sementara

Ian McPhedran menulis di Harian Herald Sun 27 Januari 2004, para pilot militer Australia menolak menerbangkan pesawat GAF Nomad setelah diketahui terjadi kesalahan perhitungan kekuatan. GAF memproduksi 170 pesawat sejak 1975 dan dihentikan produksinya 1985, sudah 100 pesawat jatuh, 24 total loss, 64 sedang dan ringan. Kemudian 18 pesawat Nomad dijual ke militer Indonesia senilai $2 juta. Ditangan para pilot militer Indonesia semua masalah yang terjadi di militer Australia hilang, angka insiden fatal tercatat 3 kali termasuk yang jatuh di Bulungan, Kaltim, Senin (7/9).

Penyebab jatuhnya pesawat Nomad P-837 TNI AL di 24 km barat Tarakan, Kalimantan Timur, sampai saat ini masih dalam penyelidikan tim investigasi TNI AL. 7 Pesawat Nomad lainnya yang kondisinya masih laik terbang untuk sementara waktu tidak dioperasionalkan.

"Tujuh pesawat Nomad lainnya yang kondisinya masih laik terbang diperintahkan oleh Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijanto untuk tidak dioperasionalkan untuk sementara waktu," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama Iskandar Sitompul dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa (8/9/2009).

Perampingan Struktur TNI Perlu untuk Dukung Kesiapan Alutsista


Masalah anggaran pertahanan yang terbatas seringkali menjadi perdebatan begitu kasus yang berkaitan dengan alutsista mencuat. Salah satunya adalah kasus jatuhnya pesawat patroli AL di Kalimantan, Senin lalu.

Anggota Komisi I dari FPKB Effendi Choiri mengatakan perampingan struktur mutlak diperlukan untuk menanggulangi keterbatasan anggaran. Ia menilai, anggaran pertahanan tersebut lebih banyak dialokasikan untuk belanja birokrasi daripada untuk peningkatan kondisi alutsista TNI.

"Mayoritas terserap untuk belanja birokrasi, sehingga untuk alutsista ini menjadi kecil. Kalau strukturnya semakin diperkecil, anggaran yang tersedia bisa digunakan untuk pengadaan," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/9).

Menurutnya, struktur seperti korem, kodim dan kodam itu mesti diubah. TNI, ujar dia, sebaiknya hanya dialokasikan ke daerah perbatasan atau tempat konflik sesuai dengan tugas dan fungsinya menjaga pertahanan. Semestinya, tukas dia, hal ini sudah dilaksanakan sejak lama, tapi tidak juga dilaksanakan. Yang ada bahkan struktunya diperbesar. Maka itu, ia berpendapat bahwa reformasi itu hanya di undang-undang tetapi tidak sampai ke lapangan.

"Sebetulnya harusnya secara pelan sudah dilakukan, tapi ini tidak. Justru makin bengkak. Kita ini mengarah ke perang modern bukan tradisional, tapi kita malah tidak jelas arahnya. Perlu goodwill dari pemerintah dan TNI untuk itu," terang dia.
Jika hal itu bisa dilakukan, anggaran bisa dialihkan untuk pembaruan alutsista. Pasalnya, ia menilai banyak sekali alutsista yang harus diganti.

"Pesawat tempur lama smua, paling yang baru sukhoi. Kita juga perlu pesawat pengintai, untuk mengintai pelanggaran di udara, kapal pengintai yang belum jadi prioritas. Radar kita juga sudah bodong semua," pungkasnya.

ANTARA News/detikNews/MEDIA INDONESIA

Tuesday, September 8, 2009

Pangdam VI/Tpr: Teroris Memilih Indonesia Sebagai Sasaran Karena Lemahnya Payung Hukum Negara kita


7 September 2009, Balikpapan -- Personel jajaran Kodam VI/Tpr yang menjabat dibidang Intel/Pengamanan dan Teritorial mendapat ceramah tentang Antonomi Terorisme Global dan Nasional dari Waaspam Kasad Brigjen TNI Agus Mulyadi di Balai Sudirman Senin (07/9). Hadir juga dalam kegiatan tersebut Kasdam VI/Tpr, Irdam VI/Tpr, para Asisten, Kabalak, dan Kamandan Satuan.

Prajurit yang mengikuti ceramah Anatomi Terorisme global dan nasional yang diselengarakan oleh Kodam VI/Tpr tersebut datang dari berbagai daerah sewilayah Kalimantan baik Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur dari mulai Pasi Intel/Ter Kodim, Pasi Pam Detasemen, Pasi Intel Batalyon, Kasi Intel/Ter Korem hingga para pejabat Paur/Kaur Pam Balak Kodam VI/Tpr.

Dalam sambutannya Pangdam VI/Tpr mengatakan, terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi, yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan, seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang seringkali merupakan warga sipil. Tujuan teroris itu sendiri adalah: beberapa dari mereka mengatakan bahwa mereka hanya balas dendam atas kejadian masa lampau. Selain itu, mereka ingin membuat kelompok sendiri, agama sendiri, ras, sosial, kultur serta struktur ekonomi yang dominan.

Lebih jauh Pangdam mengemukakan alasan teroris memilih Indonesia yang dijadikan sebagai sasaran karena di negara Indonesia lemahnya payung hukum, rendahnya kualitas pendidikan dan suburnya kemiskinan.

Sementara itu dalam ceramahnya Antonomi Terorisme Global dan Nasional Waaspam Kasad Brigjen TNI Agus Mulyadi menjelaskan perlunya kewaspadaan secara nasional dengan dihadapkan banyaknya teror bom oleh terorisme di negara kita.

Penerangan Kodam VI/Tanjungpura

Belgia Pensiunkan Helikopter Alloutte II

Alouette II. (Foto: cavok-aviation-photos.net)

8 September 2009 -- Angkatan Bersenjata Belgia mempensiunkan helikopter buatan Perancis Alouette II, Rabu (9/8) di pangkalan militer Bierset, Belgia. Acara pelepasan helikopter akan dihadiri sejumlah pejabat militer, wakil sipil, termasuk Menteri Pertahanan Belgia Pieter De Crem, serta para pilot dan teknisi Alloutte II.

Alloutte II akan melakukan penerbangan terakhir saat acara digelar. Setelah bertugas selama 50 tahun, tiga helikopter Alloutte II masih bertugas di wing helikopter di Bierset dekat Liège.

Grafis helikopter Alloutte II. (Grafis: aviastar.com)

Belgia mengoperasikan 87 helikopter, lebih 40 negara mengoperasikan helikopter tipe ini dengan jumlah total produksi 1300 helikopter.

Alloutte II Belgia terlibat dalam banyak operasi dalam berbagai misi, termasuk misi evakuasi medis di Kongo, Ekspedisi Antartika Belgia tahun 1960-an, dan pelatihan pilot.

Defpro/@beritahankam

Pangkosek Hanudnas II Tinjau Rudal Baru Denrudal 2


8 September 2009, Bontang -- Sebagai bagian dari tugas pokok Kosek Hanudnas II untuk melindungi seluruh obyek vital nasional (Obvitnas) yang berada dalam wilayahnya, Pangkosek Hanudnas II Marsma TNI John D Sembiring telah berkesempatan mengunjungi Unsur Hanud Kosek Hanudnas II dan beberapa Obyek Vital Nasional di Balipapan beberapa waktu yang lalu.

Setelah melakukan perjalanan udara selama 35 menit dari Balikpapan, Pangkosek Hanudnas II beserta rombongan sampai di Pangkalan Bontang dan langsung menuju Denrudal 02 yang merupakan salah satu Unsur Kosek Hanudnas II. Tinjauan ke Denrudal diawali dengan paparan yang disampaikan oleh Komandan Denrudal 02 Mayor Arh Rahmadi Barungsinang, dilanjutkan dengan peninjauan. Pada kesempatan ini Pangkosek Hanudnas II melihat langsung Rudal baru Meriam 23-mm/ZUR 2 KG-1 komposit Rudal POPRAD dari Polandia. Didampingi teknisi asal Polandia Pangkosek Hanudnas II memperhatikan secara detail penjelasan tentang pengoperasian rudal baru tersebut.


POPRAD Peluncur rudal anti pesawat terbang. (Photo: bumar.com)

Mobile Multibeam 3D Search Radar. (Photo: bumar.com)

Meriam 23mm/Zur Hybrid Rudal Grom. (Photo: bumar.com)

POPRAD. (Photo: radwar.com.pl)

Pada kesempatan kunjungan kerja ke Balikpapan kali ini, Pangkosek Hanudnas II juga mengunjungi Obyek Vital Nasional (Obvitnas) yang berada di Bontang. Diawali kunjungan ke PT. Badak Natural Gas Liquefaction (NGL) yang merupakan Obvitnas bidang strategi. Diatas lahan seluas 1000 Ha, kawasan PT. Badak NGL yang terletak di Bontang Selatan didirikan untuk memproduksi LNG. Kilang LNG Badak adalah satu dari dua fasilitas gas alam cair yang mendukung bisnis LNG Indonesia. Setelah paparan dari PT. Badak NGL dilanjutkan paparan yang disampaikan oleh Asops Kosek Hanudnas II Letnan Kolonel PNB Marsudiranto tentang Pertahanan Udara Pasif (Hanud Pasif).

Dari PT. Badak NGL Pangkosek Hanudnas II Langsung meluncur ke PT. Pupuk Kaltim yang letaknya tidak jauh. PT. Pupuk Kaltim adalah salah satu obvitnas bidang ekonomi .

Dalam kunjungannya Pangkosek Hanudnas II didampingi Ketua IKKT Pragati Wira Anggini Ranting 03 Ny. John D Sembiring, Asisten Operasi Letnan Kolonel PNB Marsudiranto, Asisten Intelijen Kolonel Adm Widran Halil dan Pabandya Ops Mayor Lek Evik Mardiana.

PENTAK KOSEK II

MPR: Segera Selamatkan Pesawat Militer

Salah seorang korban jatuhnya pesawat Nomad yang mengalami luka berat dievakuasi ke Tarakan. Tampak korban baru tiba di Pelabuhan Tengkayu, Tarakan. (Foto: Radar Tarakan/JPNN/Arnold Payong Lewotobi)

8 September 2009, Jakarta -- Ketua MPR Hidayat Nurwahid mengatakan, pemerintah agar segera menghadirkan kebijakan pencegahan untuk menyelamatkan pesawat-pesawat militer beserta pilotnya agar berbagai kecelakaan tidak lagi terulang di kemudian hari.

"Harus ada mekanisme ketat perawatan pesawat-pesawat itu dan juga alokasi anggaran untuk `maintenance` dan pengadaannya," ujarnya menjawab pers di gedung DPR Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan, peristiwa jatuhnya pesawat intai maritim Nomad TNI Angkatan Laut yang jatuh itu merupakan peringatan keras bagi jajaran TNI dan pemerintah.

Menurut Ketua MPR, berbagai kecelakaan pesawat militer dalam beberapa waktu terakhir seharusnya menyadarkan jajaran TNI untuk segera meremajakan berbagai pesawat tempurnya.

"Peristiwa ini seharusnya menjadi yang terakhir dan tidak boleh terulang lagi," tegasnya seraya menambahkan bahwa dalam setiap peristiwa harus bisa diambil hikmahnya.

Pada kesempatan itu, Hidayat juga mengingatkan kalangan panitia anggaran DPR agar lebih memperhatikan rencana anggaran untuk peremajaan berbagai sarana militer yang digunakan untuk mempertahankan kedaulatan negara.

Sebelumnya pesawat milik TNI jenis Nomad dilaporkan jatuh di daerah Sekatak Bengara Sungai Sukun Mentadau RT 03 Kabupaten Bulungan, Kaltim pada Senin (7/9) siang . Pesawat itu sedang dalam perjalanan dari Long Bawan di Kabupaten Nunukan ke Bandar Udara Juwata di Kota Tarakan, Kaltim.

Pesawat itu mengangkut tiga awak serta enam penumpang. Tiga awak pesawat itu adalah Pilot Lettu Erwin, Kopilot Lettu Saiful, dan kru teknisi Serma Sodikin. Dalam insiden itu, sebanyak empat orang dilaporkan tewas, dan lima korban lainnya cedera dan dirawat di RS AL Tarakan.

Pesawat TNI Jatuh, DPR Pertanyakan Audit Alutsista

Pesawat Nomad milik TNI AL kembali jatuh di kawasan Bulungan, Kalimantan Timur, Senin kemarin. Musibah ini tentu saja membuat kening anggota DPR berkerut. Ada apa dengan audit alat utama sistem persenjataan?

Anggota Komisi Pertahanan DPR Yuddy Chrisnandi mengatakan, sejak jatuhnya pesawat TNI, komisi I sudah mendesak agar pemerintah mengaudit alutsista.

"Pemerintah sudah melakuan audit alutsista, kalau sudah benar dilaksanakan harusnya keadaan pesawat tidak seperti sekarang ini. Audit alutsista untuk mengoptimalkan keamanan pesawat terbang," ujarnya di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/9/2009).

Kendati demikian, pihaknya akan menunggu hasil penyelidikan mengenai penyebab kecelakaan "Kita lihat jatuhnya itu akibat teknikal atau human error? katanya.

Jika nantinya ditemukan penyebab jatuhnya pesawat akibat teknikal, imbuh calon Ketua Umum Partai Golkar ini, sudah dipastikan karena tuanya suku cadang dan maintenance yang kurang baik.

"Artinya pihak tertentu harus bertanggung jawab. Pihak yang melakukan audit alutsista TNI yang harus bertanggung jawab," tegasnya.

Yuddy juga mempertanyakan inspeksi pesawat yang selama ini dilakukan TNI. "Kalau pesawat jatuh karena human eror masih bisa dimaklumi, tapi kalau teknikal berarti audit dan inspeksi hanya lip service," pungkas dia.

ANTARA News/okezone

Nomad Jatuh di Tengah Tambak

Dengan wajah berdarah-darah, Pilot Lettu Erwin diturunkan dari speedboat untuk selanjutnya dibawa ke RS Angkatan Laut Ilyas Tarakan. (Foto: radar tarakan/mustari abdul rauf)

8 September 2009, Tarakan -- Pesawat intai maritim milik TNI AL tipe (N22) Nomad, Senin siang kemarin jatuh di tambak daerah Mentadau, Sekatak Bengara, Kabupaten Bulungan, Kaltim. Pesawat yang mengangkut 9 orang –termasuk kru ini- itu jatuh sekitar pukul 14.30 Wita, di titik koordinat 03’ 09 618 N (Lintang Utara) dan 117 11 575 E (Bujur Timur). Empat penumpang -yang semuanya warga sipil- dinyatakan tewas, sedang lima lainnya luka-luka.

Sekitar pukul 21.00 Wita malam tadi, 5 korban luka-luka jatuhnya pesawat buatan Australia yang biasa dipergunakan berpatroli di Ambalat itu dievakuasi ke Tarakan menggunakan speedboat dari Bulungan.

“Empat orang memang sudah meninggal. Kondisinya parah,” kata Mahmud, motoris speedboat yang mengevakuasi penumpang ke pelabuhan Tengkayu, Tarakan, tadi malam. Mahmud dan tim SAR mengangkut lima korban selamat, di antaranya Pilot Lettu Erwin, Co Pilot Lettu Syaiful dan Serma SAA Sodikin selaku mekanik. Sedangkan dua penumpang selamat lainnya adalah masyarakat sipil, Uhip dan Muhamir juga mengalami luka serius.

Lettu Erwin mengalami luka sangat serius pada bagian wajah dan kepala hingga mengeluarkan banyak darah. Saat diturunkan dari speedboat, tampak bagian mukanya dibalut perban penuh darah

Lettu Syaiful yang bisa berjalan mengalami luka memar pada bagian bibir dan wajah. Sedangkan Serma Sodikin diduga mengalami patah tulang sehingga tidak bisa berjalan dan harus ditandu dari speedboat menuju mobil ambulance. Kelima korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Angkatan Laut Ilyas Tarakan.

Danlanal Tarakan Letkol Laut (P) Bambang Irawan belum bisa dikonfirmasi karena masih berada di lokasi jatuhnya pesawat.

Sementara itu Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Komisaris Besar Polisi Rudi Pranoto mengatakan, badan pesawat terbelah dua.

“Menurut informasi yang kami dapat dari penjaga tambak, badan pesawat terbelah dua," kata Rudi, malam tadi.

Pesawat itu, kata dia, membawa sembilan penumpang dimana enam di antaranya warga sipil dan tiga kru pesawat.

“Korban yang meninggal dunia bernama Yacob Kanyang, Sri Hardi dan dua orang lagi belum diketahui identitasnya,” ungkap Rudi.

Saksi Mata

Hingga malam tadi pesawat nahas itu masih teronggok di tengah tambak. Kondisi pesawat terbalik, bagian belakang patah, dan bagian depan terlepas. Bangkai pesawat dijaga sejumlah anggota TNI AL bersama anggota Polsek Sekatak.

Menurut Aco, salah satu saksi mata, ketika itu dia bersama dua rekannya, yaitu Salim dan Sukri sedang berada di pondok menjaga tambak yang lokasinya tak jauh dari tempat jatuhnya pesawat. Informasi lain, menurut beberapa saksi mata, sebelum terjatuh pesawat yang berangkat dari Long Apung menuju Tarakan itu sempat berputar-putar beberapa kali di udara.

“Waktu itu, saya sedang tidur. Tiba-tiba dibangunkan sama paman saya (Salim). Dia bilang ada pesawat jatuh di tambak H Aras. Kami pun bertiga langsung ke tempat jatuhnya pesawat itu,”

cerita Aco yang ditemui di tempat kejadian malam tadi.

Setibanya di lokasi, lanjut dia, beberapa penumpang yang selamat terlihat sudah menjauh dari pesawat. “Ada yang sudah duduk di pematang tambak, ada yang duduk di atas sayap pesawat,” ungkapnya.

Sementara korban lainnya masih terjebak di dalam badan pesawat. Dengan menggunakan perahu sampan, Salim bersama Aco dan Sukri kemudian berusaha menyelamatkan para penumpang. Beberapa orang yang selamat, dan hanya cedera kemudian dibawa menjauh ke pematang tambak.

“Penumpang yang meninggal kondisinya ngeri. Ada yang kepalanya terkelupas. Semua ada empat, mereka kami angkat dengan perahu ke pinggir,” kata warga Selumit Pantai, Tarakan itu. Beberapa saat setelah semua penumpang dikeluarkan, tiba warga lain ikut membantu.

Sukri yang memiliki nomor telepon rekan di Tarakan, kemudian menelpon untuk meminta bantuan. “Speed bantuan dari Tarakan baru tiba di sini sekitar pukul 17.00 Wita. Kemudian penumpangnya dibawa ke Tarakan semua, baik yang luka-luka maupun yang meninggal,” lanjutnya.

Sementara itu, pantauan di lokasi kejadian pesawat nahas nampak masih teronggok di tengah tambak. Terlihat beberapa anggota TNI AL bersama anggota Polsek Sekatak menjaga bangkai pesawat itu. Kondisi pesawat terbalik, bagian belakang nampak patah, dan bagian depan terlepas.

Kaltim Post/Radar Tarakan

DPR Minta TNI AL Ungkap Penyebab Kecelakaan Nomad

Nomad versi N24 di depan, N22 di belakang. (Foto: electronic-engineering.ch)

7 September 2009, Jakarta -- Sejumlah kalangan menyayangkan kecelakaan yang kembali terjadi dan menimpa peralatan utama sistem persenjataan (alutsista) TNI serta kembali memakan korban jiwa. Menurut anggota Komisi I dari Fraksi PDI-P Andreas Pareira, pihak TNI AL harus segera mengungkap sekaligus mempertanggungjawabkan penyebab kecelakaan pesawat jenis Nomad kali ini.

"Jangan sampai peristiwa macam itu terus berulang tanpa ada pertanggungjawaban jelas. Kalau penyebabnya faktor teknis maka komandan harus bertanggung jawab. Mereka yang terkait harus dijatuhi sanksi tegas. Jangan sampai prajurit TNI kita terus menjadi korban begitu juga alutsista kita yang jumlahnya sudah sangat terbatas," ujar Andreas.

Sementara peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramowardhani mengingatkan, pemerintah harus lebih serius lagi memerhatikan kebutuhan alutsista TNI. Caranya dengan melakukan efisiensi dalam pos-pos anggaran pertahanan, terutama dengan mereduksi persenjataan lama yang memakan biaya perawatan besar.

Saat dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Masyarakat Sipil Global Universitas Indonesia Andi Widjojanto menyatakan, hingga saat ini memang tidak terjadi perubahan dan perbaikan signifikan kondisi alutsista TNI sejak terakhir kali pesawat Hercules jatuh beberapa waktu lalu di Jawa Timur. "Tambahan alokasi anggaran belanja pertahanan untuk tahun 2010 paling tidak baru bisa turun dan digunakan Maret tahun depan. Jadi, bisa dibilang memang tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi seperti itu, bahkan kalau pun anggaran tahun 2010 turun," ujar Andi.

Tidak ada pilihan lain, tambah Andi, pemerintah harus berani mengambil langkah drastis mengandangkan semua alutsista tua, berkondisi buruk, dan tidak laik macam pesawat maupun kapal-lapal milik TNI. Selain itu, tambahan anggaran yang diberikan tahun 2010 harus benar-benar dimaksimalkan untuk meningkatkan kelaikan alutsista yang masih bisa digunakan hingga kondisi 100 persen. "Harus bisa dijamin pemeliharaan yang efisien dan layak," ujar Andi.

Diakui kemudian, tambah Andi, langkah meng-grounded alutsista yang ada bakal menurunkan tingkat kesiapan TNI. Akan tetapi, hal itu masih mungkin dilakukan sekarang ketika tingkat ancaman yang ada, baik serangan dari negara lain maupun ancaman separatis, bisa dibilang rendah.

KOMPAS.com

Monday, September 7, 2009

RI Belum Putuskan Asal Negara Pembelian Kapal Selam

Kapal selam buatan Korea Selatan kelas Chang Bogo salah satu kandidat yang berhasil masuk tahapan akhir tender kapal selam Dephan tidak minati oleh TNI AL, karena kemampuannya tidak sebanding dengan kapal selam negara tetangga. (Foto: wikipedia)

7 September 2009, Jakarta -- Pemerintah RI hingga kini belum menentukan negara tempat membeli kapal selam baru bagi TNI Angkatan Laut, kata Dirjen Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan Marsekal Muda Eris Heryanto.

Ditemui usai lokakarya strategi anggaran Departemen Pertahanan di Jakarta, Senin, Eris mengatakan, Departemen Pertahanan hingga kini masih memproses pengadaan dua kapal selam bagi TNI Angkatan Laut.

Pemerintah sebelumnya telah membuka tender bagi pengadaan dua kapal selam baru dengan fasilitas Kredit Ekspor 2004-2009. Untuk pengadaan kapal selam TNI AL ada beberapa negara yang menjadi pilihan seperti Jerman (U-209), Korea Selatan (Changbogo), Rusia (Kelas Kilo), dan Perancis (Scorpen).

"Kini tinggal dua yakni Rusia dan Korea Selatan. Namun, sementara proses sedang berjalan, kita belum sampaikan keputusannya apakah dari Rusia atau Korea Selatan," katanya.

Pada kesempatan terpisah Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Tedjo Edgy Purdijatno mengatakan, sebagai pengguna pihaknya meminta agar kapal selam baru yang akan diadakan memiliki kesetaraan teknologi dan daya tempur yang sama dengan yang dimiliki negara lain.

"Jadi, kapal selam baru itu nantinya benar-benar memberikan efek tangkal bagi negara kita. Karena kapal selam tidak sekadar untuk bertempur, melainkan juga merupakan alat strategis yang dapat menaikkan posisi tawar Indonesia dengan negara lain," ujarnya.

Pengamat Militer dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, pengadaan kapal selam mendesak dilakukan mengingat kondisi geografis dan kekuatan pertahanan kawasan regional saat ini.

"Efek tangkalnya yang sangat tinggi diharapkan bisa mengurangi potensi ancaman. Jangan ditunda-tunda pembeliannya," katanya.

Kendala keterbatasan anggaran yang dihadapi pemerintah dalam pengadaan alat utama sistem senjata strategis seperti kapal selam, dapat disiasati dengan kesetaraan kualitas kemampuan tempur dengan kapal selam yang dimiliki negara lain.

Jaleswari mengemukakan, Dephan dan TNI harus berani mereduksi alat utama sistem persenjataan yang sudah tidak layak pakai. Anggaran perbaikan senjata lawas tersebut bisa dialokasikan untuk membayar cicilan.

ANTARA News

KRI Pulau Rusa - 726 Menangkap Nelayan Vietnam

KRI Pulau Rusa - 726. (Foto: dispenal)



7 September 2009, Pontianak -- Seorang anggota TNI AL, berbincang dengan sejumlah ABK kapal motor asal Vietnam, yang diamankan di dermaga Lanal Pontianak, Kalbar, Senin (7/9). Kapal berbendera Vietnam yang kedapatan akan mencuri kekayaan laut Indonesia dan ditangkap oleh KRI Pulau Rusa-726 di perairan dekat Pulau Lekumutan, Kabupaten Natuna beberapa waktu lalu, berkas pemeriksaannya sudah diserahkan ke Kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. (Foto: ANTARA/Jessica Wuysang/ss/ama/09)

Pesawat Nomad AL Jatuh di Bulungan, Kaltim, Empat Tewas

Sejumlah anggota TNI AL yang tergabung dalam Base Maintenance Team (BMT) Wing Udara-1 Puspenerbal, melakukan perbaikan pada pesawat intai Nomad yang mengalami kerusakan di wilayah perbatasan dengan Malaysia, Long Bawan, Nunukan, Kaltim, Jumat (3/4). BMT Wing Udara-1 Puspenerbal dilatih khusus dalam hal perbaikan pesawat yang mengalami kerusakan dalam kondisi darurat dan di daerah terpencil dengan kecepatan waktu perbaikan sangat singkat. (Foto: ANTARA/Letkol Laut (P) Imam Musani/Koz/hp/09)

7 September 2009, Nunukan -- Pesawat Nomad tipe N-24 bernomer registrasi P-837 milik TNI Angkatan Laut dilaporkan jatuh ketika melakukan patroli rutin. Pesawat mengangkut sembilan penumpang, diawaki Pilot Lettu Erwin dan co pilot Lettu Saiful , mekanis Serma Sodikin dan enam penumpang sipil. Ketiga kru pesawat itu bertugas di Wing Udara Pusat Penerbangan TNI Angkatan Laut yang bermarkas di Pangkalan Udara Angkatan Laut Juanda, Surabaya.

"Biasa digunakan untuk patroli perbatasan dengan Malaysia di Kalimantan," kata Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut Laksamana Pertama, Iskandar Sitompul, kepada VIVAnews.

Pesawat tersebut dalam perjalanan dari Long Bawang menuju Tarakan, Kaltim. Kontributor Metro TV di Nunukan, Zakir, melaporkan, pesawat terbang dari Nunukan, sekitar pukul 13.00 WITA. Pesawat sedianya menuju Tarakan. Seharusnya pesawat sudah mendarat di Bandar Udara Juwata, Tarakan, sekitar pukul 13.30 WITA. Pesawat jatuh sekitar pukul 14.30 Wita, di wilayah Desa Sekatak Bengarah Sukun Mendanau RT 03, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur di titik kordinat 03'09 618 not.117 11575 East.

Menurut Kabid Humas Polda Kalimantan Timur Kombes Pol Rudi Pranoto pesawat yang jatuh kondisinya terbelah dua.

Kondisi korban

Badan SAR Nasional (Basarnas) berhasil mengidentifikasi tujuh dari sembilan korban jatuhnya pesawat Nomad. Empat penumpang sipil ditemukan tewas, bernama Yakup Kayan, Srihardi sedangkan dua korban belum teridentifikasi. Lima penumpang selamat, tiga orang militer Pilot Lettu Erwin, Kopilot Lettu Saiful dan teknisi Serma Sodikin sedangkan dua penumpang sipil bernama Urip dan Muhamir.

Para korban dievakuasi dan dirawat di Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Tarakan, Senin malam (7/8). Kondisi Lettu Erwin luka berat di bagian kepala, Lettu Saifullah dan Serma Sodikin luka ringan, Urip luka berat dan Muhamir luka ringan.

TNI AL Pernah Berencana Ganti Pesawat Nomad

Pesawat intai taktis Nomad milik TNI Angkatan Laut diduga jatuh di Kalimantan. Dalam sejarahnya, Markas Besar TNI Al pernah berencana mengganti pesawat Nomad dengan pesawat jenis CN-235 MPA atau C-212 MPA untuk fungsi patroli maritim.

Berdasar informasi yang dihimpun okezone, Senin, (7/9/2009), pesawat buatan GAF (Government Aircraft Factories) dari Australia ini kerap terbang rendah "menyambar" kapal-kapal asing yang dicurigai membawa muatan ilegal.

Nomad memang punya kemampuan terbang rendah 15 meter dari permukaan, pesawat ringan dengan dua mesin turboprop ini dirancang untuk bisa melakukan STOL (Short Take Off Landing), dan dipersiapkan untuk bisa mendarat di landasan tanah atau rumput.

TNI AL telah beberapa kali kehilangan pesawat jenis Nomad. Pada 1988, NOMAD TNI AL jatuh di perairan Cina Selatan dan Nomad N22 P-817, yang jatuh 4 Mei 1987 di perairan Pulau Mapur, Bintan Utara, Kepulauan Riau. Selain itum, pesawat Nomad TNI AL P837 833 juga pernah jatuh di Batu Daun, Sabang, Aceh, pada 30 Desember 2007.

MEDIA INDONESIA
/VIVANews/okezone/@beritahankam

Yonif Mekanis 201/JY Latihan Pertempuran Kota


7 September 2009, Cibubur, Jakarta -- Kepala Staf Kodam Jaya, Brigjen TNI Moeldoko, meninjau Latihan Tehnis dan Taktis Batalyon Tim Pertempuran (BTP) Batalyon Infanteri Mekanis 201/Jaya Yudha, di Bumi Perkemahan Cibubur, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, Senin (7/9).

Hadir dalam latihan tersebut Asisten Operasi Kodam Jaya Kolonel Inf GE. Supit, Danbrigif 1 PIK /Jaya Sakti Letkol Inf Joni Supriyanto, Danyon jajaran Brigif 1 PIK/JS, Latihan Dril Teknis dan Taktis Batalyon Infanteri Mekanis 201/Jaya Yudha dalam pertempuran kota yang akan dilaksanakan di Cibubur selama 2 (dua) hari ini merupakan latihan yang pertama dilaksanakan Batalyon Infanteri Mekanis 201/Jaya Yudha sebagai pasukan inti dan dengan Satuan pendukung latihan.

Antara lain 1 peleton Yonkav 7/Sersus, 1 peleton Yonarmed 7/105 GS, 1 seksi Denzipur 3 Kodam Jaya, 1 peleton Pomdam Jaya, 1 peleton Bekangdam Jaya, 1 peleton Paldam Jaya, 1 peleton Kesdam Jaya, 1 peleton Hubdam Jaya, 1 peleton Penerbad dan 1 peleton Bulsi dari Yonif 202/Taji Malela.

Kasdam Jaya dalam acara tersebut menyampaikan bahwa kesejahteraan bagi prajurit yang paling hakiki adalah latihan, oleh karena itu agar latihan yang dilaksanakan ini tidak sia-sia, agar semuanya melaksanakan dengan baik, karena bagi Yonif Mekanis 201/JY latihan ini akan memberikan pengalaman baru.

Sehingga diharapkan memberikan makna yang dalam, dengan perlengkapan alutsista yang baru dimiliki oleh Yonif Mekanis 201 akan memberikan kebanggaan, dan akan kita hapus motto infanteri sebagai pasukan jalan kaki, kenyataannya pasukan infanteri bisa mendekatkan ke sasaran dengan helikopter, panser dan sebagainya.

Selanjutnya Kasdam Jaya menyampaikan selamat berlatih, walaupun momentum tidak pas, karena bulan puasa dan cuaca cukup panas.

7 Perwira Asing Ikut Geladi Yudha Dharma

Seratus perwira siswa kursus reguler (susreg), di antaranya, 93 peserta dari TNI AD, TNI AL dan TNI AU, 7 peserta dari mancanegara, antara lain 2 orang dari Malaysia, 1 orang dari Burkinafaso, 1 orang dari India, 1 orang dari Singapura, 1 orang dari Thailand, dan 1 orang dari Australia mengikuti Geladi Yudha Dharma, Senin (7/9) di Mabes TNI Cilangkap.

Geladi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Perwira Siswa (Pasis) Pendidikan Reguler (DIKREG) XXXVI Sesko TNI T.A 2009 dalam menyusun Rencana Yudha (Renyudha) TNI yang merupakan salah satu produk Perencanaan Strategik TNI jangka pendek dalam rangka merumuskan rencana penggunaan kekuatan dan kemampuan TNI untuk menghadapi ancaman nyata atau Kontijensi dibidang Pertahanan Negara (Hanneg).

Kasum TNI, Laksamana Madya TNI Y. Didik Heru Purnomo, dalam amanat tertulisnya yang dibacakan Komandan Sesko TNI, Marsekal Madya TNI Edy Harjoko, saat membuka Geladi menyatakan bahwa Geladi Yudha Dharma ini diharapkan dapat memberikan pembelajaran yang sangat berharga bagi Pasis mengenai mekanisme dalam proses penyusunan dokumen Renyudha TNI.

Untuk itu harus dipelajari dengan seksama perkembangan lingkungan strategi Global, Regional dan Nasional yang berpengaruh pada perkembangan situasi di dalam negeri secara cermat. Untuk itu Kasum TNI minta kepada peserta geladi agar mempelajari secara mendalam semua permasalahan yang terjadi di dalam negeri dewasa ini termasuk aspek yang melatarbelakanginya serta menemukan keterkaitan antara perkembangan situasi Global, Regional dan Nasional.

POS KOTA

Panglima TNI: Waspadai Terorisme di Daerah Konflik

Salah seorang pasukan anti teror dari kesatuan raider dan tim gabungan TNI Kodam Iskandar Muda mengamankan jalan raya saat serangan teroris di Gedung Telkom Banda Aceh, NAD. (Foto: ANTARA/Ampelsa/Koz/NZ/08)

7 September 2009, Ternate, Maluku Utara -- Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso meminta jajarannya untuk mewaspadai ancaman terorisme di sejumlah daerah rawan konflik.

"Ancaman terorisme biasa muncul di Lampung, Jawa dan Bali. Namun, kini ancaman terorisme juga terjadi di wilayah yang memiliki sensitivitas konflik," katanya, dalam pengarahan pada jajaran TNI di Markas Korem 152/Babullah Ternate, Maluku Utara, Senin.

Ia mengemukakan, ancaman terorisme juga diindikasikan terjadi di beberapa wilayah lingkar luar Indonesia seperti Jayapura, Biak, Sorong, Ternate, Poso, Sebatik, dan Singkawang.

"Masing-masing wilayah itu memiliki sensivitas konflik, termasuk Ternate yang dulu pernah mengalami konflik," tutur Panglima TNI.

Karena itu, aparat TNI bersama kepolisian dan komponen muspida setempat hendaknya dapat meningkatkan kepedulian dan kewaspadaannya terhadap berbagai indikasi ancaman terorisme di daerahnya masing-masing.

"Tak kalah penting, juga perlu ditingkatkan ketahanan wilayah melalui pembangunan berkesinambungan. Pembangunan berkesinambungan membutuhkan stabilitas keamanan yang menjadi tugas pokok aparat TNI dan Polri," ujarnya.

Terkait itu, Panglima TNI meminta jajarannya untuk meningkatkan kesiapannya agar fungsi deteksi dan pencegahan terhadap aksi terorisme berjalan sehingga stabilitas keamanan terjaga, pembangunan dapat berjalan sinambung dan ketahanan wilayah dapat terwujud.

Djoko menegaskan, ketahanan wilayah yang kuat dapat pula meredam bibit-bibit konflik yang biasa terjadi di sejumlah daerah lingkar luar Indonesia tersebut.

Panglima TNI Ingin Intelijen Dapat Lakukan Penindakan

Pasukan anti teror dari kesatuan raider dan tim gabungan TNI Kodam Iskandar Muda memacu sepeda motornya menuju sasaran serangan teroris di Gedung Telkom Banda Aceh, NAD. (Foto: ANTARA/Ampelsa/Koz/nz/08)

Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso mengatakan kemungkinan intelijen dapat melakukan penindakan seperti pemeriksaan dan interogasi terhadap seseorang yang diduga terlibat aksi terorisme, hendaknya menjadi masukan dalam revisi UU No15/2003 tentang Terorisme.

"Saya kira sudah saatnya intelijen dapat melakukan penindakan, seperti pemeriksaan dan interogasi, " ujarnya, di sela-sela kunjungan kerjanya ke Ternate, Maluku Utara , Senin.

Panglima TNI mengemukakan, tindak pidana terorisme tidak saja mengancam keamanan dalam negeri tetapi juga dapat mengarah pada ancaman stabilitas keamanan dan pertahanan nasional.

Karena itu, demikian pendapat Djoko Santoso, siapa pun termasuk intelijen dapat melakukan penindakan mulai dari penangkapan, pemeriksaan dan interogasi terhadap pihak atau seseorang yang ditengarai atau tertangkap basah melakukan aksi terorisme.

Penguatan kedudukan intelijen dalam penanganan terorisme dalam revisi UU Terorisme antara lain untuk memudahkan aparat intelijen untuk memperoleh akses informasi guna memaksimalkan upaya deteksi dan cegah dini terhadap aksi-aksi terorisme.

"Revisi UU Terorisme dilakukan dalam rangka mencari formula yang memadai disesuaikan dengan tingkat ancaman terorisme yang dihadapi. Saat ini antara undang-undang yang ada dengan tingkat ancaman yang dihadapi kurang seimbang," katanya.

Djoko menambahkan, UU Pertahanan dan Keamanan, termasuk UU Terorisme yang dimiliki Indonesia relatif lebih longgar dibandingkan UU serupa yang dimiliki negara lain seperti Malaysia dan Singapura.

"Karena itu, perlu direvisi disesuaikan dengan tingkat ancaman yang dihadapi," ujar Panglima TNI.

Ia mengemukakan, ancaman terorisme saat ini sudah mencapai tingkatan yang membahayakan. Kaderisasi sel-sel pelaku teror terus berjalan.

Bahkan, target sasaran juga beragam bahkan kini menyasar simbol dan pejabat negara, dan kaitan dengan luar negeri juga makin terlihat.

"Ini memerlukan UU yang memadai dibanding undang-undang sebelumnya," tuturnya.

Tentang tuduhan TNI mengharap revisi UU Terorisme kembali ke UU Subversif, Panglima TNI menyatakan " itu (pendapat itu, red) terserahlah..itu kan pandangan orang, silakan saja yang jelas ancaman yang dihadapi dengan UU yang disusun harus seimbang. Kalau gak imbang ya kita kedodoran".

ANTARA News

Wadan Paspamres Terima US Secret Servise


7 September 2009, Jakarta -- Wakil Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Wadan Paspampres) Brigjen TNI (Pas) Amarullah menerima kunjungan tim pendahulu dinas rahasia Amerika Serikat (US Secret Service) di Mako Paspampres, Jakarta Pusat, Kamis (3/9).

Penerimaan kunjungan tersebut berkaitan dengan rencana kedua mitra melakukan latihan di Jakarta dan Bogor, Oktober mendatang.

Tamu Wadan Paspampres datang ke Mako Paspampres untuk melihat kesiapan dan fasilitas yang akan digunakan bersama dalam latihan nanti.

Usai menerima penjelasan Wadan Paspampres, mitra dinas rahasia negeri Paman Sam itu mendapat kesempatan menyaksikan peragaan dan simulasi prajurit Paspampres dalam mengamankan VVIP.

Dalam peragaan tersebut prajurit Paspampres menampilkan tindakan penyelamatan VVIP yang mengalami ancaman dari gedung bertingkat. Di situ ditunjukkan cara mengamankan VVIP yang mendapat ancaman langsung dari musuh serta rangkaian konvoi VVIP yang dihadang musuh.

Kegiatan Paspampres dan tamunya dilanjutkan dengan latihan menembak di lapangan tembak Paspampres dan foto bersama.

Tim pendahulu dari US Secret Service terdiri dari ODC Lieutenant Colonel Robinson, Mr Peter Cass, Military Force Protection Detachment/US NCIS, Special Agent Scott Bernat. Di dalam rombongan juga terdapat Special Agent Alex Moss, US NCIS/STAAT Team Mr. Don Gracia, Mr. Dan Longwell.

Ketika menerima kunjungan dalam suasana persahabatan tersebut, Wadan Paspampres didampingi para Asisten dan para Dan Grup Paspampres

PASPAMPRES

RAAF Akusisi UAV Heron

UAV Heron. (Foto: defence.gov.au)

7 September 2009 -- Menteri Pertahanan Australia Senator John Faulkner mengumumkan Angkatan Udara Australia (RAAF/ Royal Australian Air Force) telah mengakuisisi pesawat nirawak (UAV/ Unmanned Aerial Vehicles) Heron kerjasama dengan Angkatan Bersenjata Kanada.

AB Australia menandatangani Nota Kesepakatan dengan AB Kanada yang telah mengoperasikan UAV Heron di Afghanistan. Dibawah proyek NANKEEN, Australia menyewa Heron dari perusahaan Kanada MacDonald, Dettwiller and Associates Ltd. (MDA).

Pada bulan Juli 2009, personil AU dan AD Australia mendapat pelatihan pengoperasian Heron di Kanada. Saat ini, para personil tersebut bergabung dengan detasemen Heron Kanada di pangkalan udara Kandahar melakukan operasi tempur mendukung ISAF.

(Foto: defence.gov.au)

UAV Heron atau Machatz-1 dikembangkan perusahaan Israel Malat salah satu divisi Israel Aerospace industries (IAI). Heron berkemampuan terbang pada ketinggian hingga 10,000 meter, kecepatan lebih dari 100 knot (180 km/jam), lama terbang lebih dari 24 jam untuk misi strategis dan taktis.

Heron telah digunakan oleh AB Israel, Kanada, Turki, Perancis (dinamakan dengan Eagle), India, Amerika Serikat dan Kepolisian Federal Brazil. Rusia telah menandatangani dengan Israel kontrak senilai jutaan dolar untuk pembelian berbagai jenis UAV, setelah AB Rusia mengalami sendiri kehebatan UAV buatan Israel di medan tempur Georgia. Dikabarkan Indonesia tertarik memiliki UAV buatan Israel, proses pembeliannya melalui pihak ketiga.

Australian DoD/@beritahankam

TNI Intensifkan Patroli di Perbatasan RI-Filipina

KRI Tarihu-829 buatan Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Fasharkan) TNI Angkatan Laut Mentigi, Tanjung Uban. KRI Tarihu-829 memiliki panjang 40 m, lebar 7,3 m, dilengkapi dengan persenjataan meriam kaliber 20 mm dan 12,7 mm. Kapal ini terbuat dari bahan glass fiber reinforced plastic (GFRP)

7 September 2009, Palu, Sulawesi Tengah -- Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan menambah jumlah kapal patroli cepat untuk mengintensifkan pengamanan perbatasan laut RI-Filipina.

"Ke depan, kita akan buat sejumlah kapal patroli cepat untuk ditempatkan di wilayah tersebut (perbatasan laut RI-Filipina-red)," kata Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso menjawab ANTARA di sela-sela kunjungan kerjanya di Sulawesi Tengah dan Maluku, Senin.

Ia menambahkan, pengadaan kapal-kapal patroli cepat untuk pengamanan perbatasan laut RI-Filipina itu akan mulai diadakan mulai 2010. "Ya kami inginnya ada 100 unit kapal baru, yang sebagian ditempatkan di wilayah perbatasan laut RI-Filipina," kata Djoko.

Panglima TNI mengatakan, kerja sama TNI dan Angkatan Bersenjata Filipina untuk mengamankan wilayah perbatasan laut kedua negara, telah berjalan cukup baik.

"Kami ada forum Joint Border Committe (JBC) yang membahas segala hal yang berkaitan dengan masalah perbatasan kedua negara. Ya...termasuk pengamanan di perbatasan laut dan pelaksanaan patroli bersama," ujarnya.

Sementara itu Panglima Kodam VII/Wirabuana Mayjen TNI Djoko Susilo mengatakan, situasi keamanan di wilayah perbatasan laut RI-Filipina relatif kondusif.

"Tidak ada masalah, semua berjalan aman dan terkendali, unsur-unsur patroli terus bekerja sesuai prosedur yang ditetapkan dan dan disepakati kedua pihak." katanya.

Wilayah perbatasan laut Indonesia dan Filipina minim pengawasan sehingga rentan terhadap penyelundupan dan ancaman terorisme.

Peristiwa terakhir, yaitu pengiriman senjata dari Indonesia yang ditangkap aparat keamanan Filipina, jadi bahan pemberitaan gencar media massa di Indonesia dan Filipina, Sabtu (29/8).

Wilayah perbatasan laut di Maluku Utara dan Sulawesi Utara sejatinya menjadi lintasan tradisional masyarakat perbatasan Indonesia dan Filipina. Kondisi itu dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggungjjawab yang kerap melakukan gangguan keamanan berupa penyelundupan dan terorisme.

Sumber di Polda Sulawesi Utara menerangkan, pada masa kerusuhan di Maluku dan juga rangkaian aksi bom di Bali dan Jakarta, diketahui sejumlah orang yang diduga teroris kerap melintas di Filipina Selatan dari Balut, Sarangani, General Santos, dan transit di sekitar Talaud seperti di Pulau Marore sebelum melanjutkan perjalanan ke Maluku Utara dan Maluku.

Jarak itu membentang sekitar 550 kilometer atau setara Jakarta-Semarang di Pulau Jawa.

ANTARA News

Panglima TNI: Waspadai Aksi Terorisme

50 Personel anti teror gabungan TNI-Polri dikerahkan untuk merebut Bandara Juanda yang dikuasai teroris. (Foto: detikFoto/Zainal Effendi)

6 September 2009, Palu, Sulawesi Tengah -- Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso mengajak seluruh komponen masyarakat, untuk mewaspadai segala bentuk ancaman terorisme.

"Aksi terorisme sangat jelas tidak sesuai dengan ajaran agama, dan termasuk perbuatan mungkar yang harus dihadapi secara serius dan perlu keterlibatan semua pihak," katanya, dalam kegiatan safari ramadhan di Palu, Sulawesi Tengah, Minggu.

Dihadapan jajaran Muspida Sulawesi Tengah dan prajurit TNI setempat, ia mengingatkan, aksi terorisme kini masih menjadi ancaman bagi keselamatan, keamanan dan kesejahateraan rakyat.

"Karenanya, seluruh komponen masyarakat dapat terus meningkatkan kepedulian dan kewaspadannya terhadap segala bentuk ancaman terorisme," ujarnya, menegaskan.

Djoko mengemukakan, dalam penanganan terorisme TNI melakukan tiga pola yakni deteksi dini, pencegahan dan penindakan. Dalam deteksi dan cegah dini, TNI bekerja sama dengan seluruh komponen bangsa seperti pemerintah daerah dan lainnya.

Sedangkan dalam penindakan, TNI telah memiliki satuan antiteror seperti Satuan Penanggulangan Teror-81 Kopassus, Detasemen Jalamangkara TNI Angkatan Laut, dan Detasemen Bravo-90 TNI Angkatan Udara.

"Tidak itu saja, TNI juga telah memiliki satuan antiteror di masing-masing kodam. Namun, dalam penindakan ini TNI baru akan bergerak jika ada permintaan dari Polri. TNI juga akan begerak sesuai dengan jenis ancaman teror yang dihadapi," tutur Djoko.

Terkait situasi keamanan di Palu, Panglima TNI menyatakan, pihaknya berharap situasi keamanan di Palu dapat dipelihara bahkan ditingkatkan di masa depan.

"Masyarakat sudah lelah dengan berbagai konflik, yang sebagian besar merupakan upaya pihak tidak bertanggungjawab untuk mengadu domba, memecah persatuan dan kesatuan bangsa," katanya.

TNI Miliki Potensi Lengkap

Pasukan Den Bravo Latihan Kesiapsiagaan dan Ketanggapsegeraan TNI-Polri dalam Penanggulangan Aksi Teror digelar di Bandara Halim Perdanakusuma. (Foto: detikFoto/Ramadhian Fadillah)

TNI dinilai memiliki potensi lengkap untuk turut serta dalam penanganan terorisme. Hal ini ditegaskan Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI, Marsekal Muda, Sagom Tambon di Jakarta, Minggu (6/8).

Ia menyatakan aksi penanganan teroris memiliki empat tahapan, yakni pendeteksian, pencegahan, penindakan, dan rehabilitasi. TNI memiliki semua fasilitas di keempat tahapan ini. "Baik deteksi hingga rehabilitasi bisa dilakukan dengan struktur yang dimiliki oleh TNI," ungkapnya.

Struktur yang dimiliki TNI, jelasnya, dikoordinasi langsung di komando utama, kodam atau setingkatnya. Jaringan penanganan korupsi yang dilakukan oleh TNI akan melibatkan seluruh struktur hingga ke pedesaan. "Jaringan ini tidak selalu harus pasukan," lanjutnya.

Khusus di tataran penindakan, pelibatan pasukan khusus milik TNI tidak dilakukan. Sagom menjelaskan pelibatan pasukan ini hanya sejauh untuk latihan bersama. "Ini hanya latihan kerjasama antara TNI dengan polisi saja," ujarnya.

Ia menyatakan di akhir tahun ini, usulan untuk melibatkan TNI dalam penanganan teroris baru diajukan pada akhir tahun ini. Pelibatan ini akan membuktikan sinergitas antara jejaring TNI dengan pasukan khusus. "Kami sudah menyiapkan dan melatih. Tapi kami baru memberi masukan ke pemerintah," tandasnya.

ANTARA News/MEDIA INDONESIA