Monday, September 7, 2009

Panglima TNI: Waspadai Terorisme di Daerah Konflik

Salah seorang pasukan anti teror dari kesatuan raider dan tim gabungan TNI Kodam Iskandar Muda mengamankan jalan raya saat serangan teroris di Gedung Telkom Banda Aceh, NAD. (Foto: ANTARA/Ampelsa/Koz/NZ/08)

7 September 2009, Ternate, Maluku Utara -- Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso meminta jajarannya untuk mewaspadai ancaman terorisme di sejumlah daerah rawan konflik.

"Ancaman terorisme biasa muncul di Lampung, Jawa dan Bali. Namun, kini ancaman terorisme juga terjadi di wilayah yang memiliki sensitivitas konflik," katanya, dalam pengarahan pada jajaran TNI di Markas Korem 152/Babullah Ternate, Maluku Utara, Senin.

Ia mengemukakan, ancaman terorisme juga diindikasikan terjadi di beberapa wilayah lingkar luar Indonesia seperti Jayapura, Biak, Sorong, Ternate, Poso, Sebatik, dan Singkawang.

"Masing-masing wilayah itu memiliki sensivitas konflik, termasuk Ternate yang dulu pernah mengalami konflik," tutur Panglima TNI.

Karena itu, aparat TNI bersama kepolisian dan komponen muspida setempat hendaknya dapat meningkatkan kepedulian dan kewaspadaannya terhadap berbagai indikasi ancaman terorisme di daerahnya masing-masing.

"Tak kalah penting, juga perlu ditingkatkan ketahanan wilayah melalui pembangunan berkesinambungan. Pembangunan berkesinambungan membutuhkan stabilitas keamanan yang menjadi tugas pokok aparat TNI dan Polri," ujarnya.

Terkait itu, Panglima TNI meminta jajarannya untuk meningkatkan kesiapannya agar fungsi deteksi dan pencegahan terhadap aksi terorisme berjalan sehingga stabilitas keamanan terjaga, pembangunan dapat berjalan sinambung dan ketahanan wilayah dapat terwujud.

Djoko menegaskan, ketahanan wilayah yang kuat dapat pula meredam bibit-bibit konflik yang biasa terjadi di sejumlah daerah lingkar luar Indonesia tersebut.

Panglima TNI Ingin Intelijen Dapat Lakukan Penindakan

Pasukan anti teror dari kesatuan raider dan tim gabungan TNI Kodam Iskandar Muda memacu sepeda motornya menuju sasaran serangan teroris di Gedung Telkom Banda Aceh, NAD. (Foto: ANTARA/Ampelsa/Koz/nz/08)

Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso mengatakan kemungkinan intelijen dapat melakukan penindakan seperti pemeriksaan dan interogasi terhadap seseorang yang diduga terlibat aksi terorisme, hendaknya menjadi masukan dalam revisi UU No15/2003 tentang Terorisme.

"Saya kira sudah saatnya intelijen dapat melakukan penindakan, seperti pemeriksaan dan interogasi, " ujarnya, di sela-sela kunjungan kerjanya ke Ternate, Maluku Utara , Senin.

Panglima TNI mengemukakan, tindak pidana terorisme tidak saja mengancam keamanan dalam negeri tetapi juga dapat mengarah pada ancaman stabilitas keamanan dan pertahanan nasional.

Karena itu, demikian pendapat Djoko Santoso, siapa pun termasuk intelijen dapat melakukan penindakan mulai dari penangkapan, pemeriksaan dan interogasi terhadap pihak atau seseorang yang ditengarai atau tertangkap basah melakukan aksi terorisme.

Penguatan kedudukan intelijen dalam penanganan terorisme dalam revisi UU Terorisme antara lain untuk memudahkan aparat intelijen untuk memperoleh akses informasi guna memaksimalkan upaya deteksi dan cegah dini terhadap aksi-aksi terorisme.

"Revisi UU Terorisme dilakukan dalam rangka mencari formula yang memadai disesuaikan dengan tingkat ancaman terorisme yang dihadapi. Saat ini antara undang-undang yang ada dengan tingkat ancaman yang dihadapi kurang seimbang," katanya.

Djoko menambahkan, UU Pertahanan dan Keamanan, termasuk UU Terorisme yang dimiliki Indonesia relatif lebih longgar dibandingkan UU serupa yang dimiliki negara lain seperti Malaysia dan Singapura.

"Karena itu, perlu direvisi disesuaikan dengan tingkat ancaman yang dihadapi," ujar Panglima TNI.

Ia mengemukakan, ancaman terorisme saat ini sudah mencapai tingkatan yang membahayakan. Kaderisasi sel-sel pelaku teror terus berjalan.

Bahkan, target sasaran juga beragam bahkan kini menyasar simbol dan pejabat negara, dan kaitan dengan luar negeri juga makin terlihat.

"Ini memerlukan UU yang memadai dibanding undang-undang sebelumnya," tuturnya.

Tentang tuduhan TNI mengharap revisi UU Terorisme kembali ke UU Subversif, Panglima TNI menyatakan " itu (pendapat itu, red) terserahlah..itu kan pandangan orang, silakan saja yang jelas ancaman yang dihadapi dengan UU yang disusun harus seimbang. Kalau gak imbang ya kita kedodoran".

ANTARA News

No comments:

Post a Comment