Thursday, January 21, 2010

Simulasi Penyelamatan Presiden Pada Hari Bhakti Paspamres

Komandan Pasukan Pengamanan Presiden/Wakil Presiden (Paspampres) Mayjend. Marciano Norman melakukan pemeriksaan ketika upacara memperingati hari bhakti paspampres ke-64 di Mako Paspampres, Jakarta, Kamis (21/1). Tema hari bhakti Paspamres kali ini ialah dilandasi peningkatan profesionalitas dan validasi organisasi, prajurit paspampres siap melaksanakan pengabdian yang tulus dalam mendukung tugas pokok TNI. (Foto: ANTARA/Rosa Panggabean/mes/10)


Anggota Pasukan Pengamanan Presiden/ Wakil Presiden (Paspampres) memperagakan aksi bela diri. (Foto: ANTARA/Rosa Panggabean/mes/10)


Anggota Pasukan Pengamanan Presiden/ Wakil Presiden (Paspampres) melakukan simulasi aksi penyelamatan presiden. (Foto: ANTARA/Rosa Panggabean/mes/10)

Anggota Pasukan Pengamanan Presiden/ Wakil Presiden (Paspampres) melakukan aksi simulasi penyelamatan ibu negara. (Foto: ANTARA/Rosa Panggabean/mes/10)

Indonesia Memprotes Timor Leste


21 Januari 2009, Kupang -- Departemen Luar Negeri Indonesia telah mengirim surat protes kepada pemerintah Timor Leste untuk meminta negara tetangga itu mematuhi perjanjian perbatasan tiga wilayah yang masih dalam sengketa.

"Sehubungan dengan penyerobotan lahan oleh pemerintah Timor Leste di tiga wilayah yang masih disengketakan, Departemen Luar Negeri telah mengirim surat protes kepada pemerintah Timor Leste," kata Komandan Korem 161 Wirasakti Kupang Kolonel Inf Dody Usodo Hargo di Kupang, Kamis terkait sengketa batas wilayah antara Indonesia dengan Timor Leste.

Tiga daerah perbatasan yang masih disengketakan itu adalah Desa Manusasi, Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara seluas 100 hektare (ha), Distrik Oeccuse-Timor Leste, Desa Memo, Kecamatan Miomafo Timur dan Desa Noelbesi, Kecamatan Amfoang Utara, Kabupaten Kupang seluas 1.036 ha.

Wilayah yang disengketakan itu tersebut, katanya, sesuai perjanjian antara Timor Leste dan Indonesia, tidak boleh ada aktivitas apapun sebelum proses penyelesain berakhir.

Namun kenyataanya, pada 2008 lalu tepatnya di Desa Noelbesi, pemerintah Timor Leste membangun pos imigrasi Timor Leste, walaupun sudah dihentikan oleh prajurit TNI.

"Kita menghentikan kegiatan pembangunan gedung pos imigrasi yang telah mencapai 30 persen. Saya akui itu keteledoran satuan tugas TNI di perbatasan, karena tidak menghentikan sejak pembangunan fondasi," katanya.

Di desa itu juga, lanjutnya, ada sekitar 40 warga Timor Leste yang bermukim di wilayah Indonesia. Jika dilihat sesuai batas sungai yang berada di daerah itu maka seluruh warga itu masuk Indonesia. Hanya, mereka mengakui sebagai warga Timor Leste.

Hal serupa juga terjadi di Desa Manusasi di mana pemerintah Timor Leste sempat membangun pos polisi di wilayah yang masih disengketakan.

Dia menambahkan, masalah sengketa perbatasan ini menjadi urusan diplomasi dua negara sehingga bukan tugas TNI, namun TNI tetap menjaga daerah perbatasan agar tidak diserobot pihak lain.

ANTARA News

Kopassus Ciptakan Mobil Bencana Alam


19 Januari 2009 -- Sesuai dengan undang-undang No.34 tahun 2002 yaitu tni melakukan operasi militer selain perang (OMSP),Wadanjen KOpassus Brigjen TNI Winu Bawatenaya mengoperasikan multipurpose vehicle (car rescue satgassus) hasil kerjasama satuan Kopassus dengan Teknisi dari Bandung, Jumat(15/1).

Mobil rescue satgassus ini mempunyai banyak fungsi antara lain melakukan recovery bencana alam secara cepat.Mobil ini baru pertama kali dibuat di lingkungan TNI serta mempunyai keunggulan bisa digunakan di segala medan dan peralatan untuk menanggulangi bencana seperti generator set,oxygen bottle,alumunium,impact drill,jigsaw,rubber boat dll.

Wakil Komandan Jenderal Kopassus Brigjen TNI Wisnu Bawatenaya mengatakan pengalaman telah menunjukan betapa kompleksnya permasalahan akibat bencana alam. Berkaca pada pengalaman ini sehingga diperlukan langkah penanggulangan dan penanganan yang cepat,tepat dan sinergi saat bencana datang. "Saya berharap dengan adanya car rescue satgassus ini kita makin cepat dan tepat sasaran di dalam menanggulangi bencana alam",ujar wadanjen Kopassus.

Beliau mengatakan,Kita menjadi ujung tombak bagi instansi lain dalam menghadapi tugas penanggulangan bencana alam bila diperlukan karena bencana alam tidak dapat diprediksi kapan waktunya dan dimana tempatnya.

PenKopassus/Dispenad

Teropong Bidik Malam Senapan Buatan Puslit KIM LIPI

19 Januari 2010 -- Kemampuan Indonesia di bidang pertahanan dan keamanan memang sudah sepantasnya disejajarkan dengan negara-negara asing. Buktinya banyak peralatan yang mendukung pertahanan dan keamanan bangsa yang bisa dibuat di dalam negeri oleh putra bangsa. Salah satu contohnya adalah Teropong Bidik Malam Senapan (TBMS), buatan para ahli di Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi (Puslit KIM) LIPI.

Menurut Ahmad Harimawan, Peneliti Instrumentasi di Puslit KIM LIPI, TBMS ini dirancang khusus untuk membidik/menembak tepat dan pengamatan pada malam hari. TBMS ini terdiri dari rumah utama (Housing) yang didalamnya terpasang unit lensa obyektif, Image Intensifier generasi 2 yang digabungkan dengan sumber tegangan, dan unit Ocular. Alat ini memiliki kemampuan untuk melihat obyek yang berada pada sumber cahaya yang sangat minim sekalipun, pemakai dapat melihat dan mengamati sasaran tanpa menggunakan bantuan cahaya buatan sehingga tidak mudah terdeteksi oleh musuh.

TBMS ini terutama dirancang untuk digunakan pada senapan infantri TNI seperti type SS1 yang sudah diproduksi 120 unit untuk digunakan di Papua pada thn 2004 dengan senapan mesin dan adaptor yang sesuai. Kalau untuk kalangan Sipil digunakan untuk survey dan penelitian pada waktu malam hari. TBMS sudah teruji kehebatannya. Kemampuan jarak pandang tergantung cuaca alam sekitar. Mis. Kalau ada binatang, bisa dideteksi hingga 300 meter.

LIPI juga sudah membuat Teropong Bidik Siang, dan saat ini sedang mengembangkan teropong bidik generasi keempat yang sudah dibuat para ahli di Puslit KIM LIPI. Generasi pertama dari Teropong Bidik Malam ini, sudah terbukti ketangguhannya ketika TNI berperang melawan Fretlin di Timor-Timur.

Yang membanggakan, lensa optic yang digunakan pada TBMS ini benar-benar dibuat sendiri oleh para ahli LIPI. “Kualitasnya pun sudah sejajar dengan alat yang diimpor dari luar negeri, diantaranya: -Tahan udara lembab dan kedap air (standard spesifikasi militer), -Tahan terhadap getaran tembakan 500 butir peluru (perubahan kedudukan fisir/titik bidik maksimum 1 klik). TBMS juga dapat digunakan dengan dipegang langsung atau dengan tripod. Dan yang terpenting lagi, dari aspek kemampuan SDM, kita kuat”, tegas Harimawan.

Namun menurut Harimawan, TBMS masih mempunyai kelemahan, yaitu tidak mampu menembus kabut Hal ini akan terus dicari solusinya oleh para ahli LIPI. Kendala lain yang ditemui para ahli kita di LIPI selama mengembangkan TBMS ini, diantaranya kenadala teknis dan juga sosialisasi dari pengembangan industri TBMS. Untuk produksinya masih mengalami hambatan kekurangan dana, dan untuk sosialisasinya harus mengikuti prosedur/ birokrasi.

Yang jelas akan ada banyak teknologi yang akan dikembangkan dalam pembuatan TBMS ini nantinya. Tentu saja, para ahli di LIPI menginginkan perkembangan ini akan menambah daya guna bagi TBMS.

Akhirnya, Harimawan, mewakili para ahli di LIPI mengharapkan support dari pemerintah. Diharapkan pemerintah membentuk industri teknis untuk mensupport hasil/produk peneliti, khususnya produk Hankam. Mis. Dengan membuat Industri Strategis. Diharapkan juga Kementerian Ristek dapat mendiseminasikan iptek kepada instansi terkait untuk dapat dikembangkan lebih lanjut, supaya tidak sia-sia.

Deskripsi

Teropong Bidik Malam Senapan (TBMS ini terdiri dari rumah utama (Housing) yang didalamnya terpasang unit lensa obyektif, Image Intensifier generasi 2 yang digabungkan dengan sumber tegangan, dan unit Ocular. Alat ini memiliki kemampuan untuk melihat obyek yang berada pada sumber cahaya yang sangat minim sekalipun, pemakai dapat melihat dan mengamati sasaran tanpa menggunakan bantuan cahaya buatan sehingga tidak mudah terdeteksi oleh musuh. TBMS ini terutama dirancang untuk digunakan pada senapan infantri TNI seperti type SS1 dan senapan mesin dengan adaptor yang sesuai, TBMS juga dapat digunakan dengan dipegang langsung atau dengan tripod.

Kegunaan

TBMS ini dirancang khusus untuk membidik/menembak tepat dan pengamatan pada malam hari.

Keuntungan teknis/ekonomis:
# Tahan udara lembab dan kedap air (standard spesifikasi militer).
# Tahan terhadap getaran tembakan 500 butir peluru ( perubahan kedudukan fisir/ titik bidik maksimum 1 klik)

RISTEK/LIPI

Tuesday, January 19, 2010

TNI Prioritaskan Putra Daerah Tempati Kodam Pemekaran

Markas Kodam VI Tanjungpura di Balikpapan. (Foto: hudda)

19 Januari 2010, Balikpapan -- Komando Daerah Militer VI Tanjungpura Kalimantan lebih memprioritaskan putra daerah untuk penempatan Kodam baru terbentuk. TNI rencananya membentuk Kodam baru membawahi kawasan Kalimantan Tengah maupun Barat.

"Prioritas kami putra daerah setempat," kata Kepala Penerangan Kodam Tanjungpura, Letnan Kolonel Bagus A Hardinoto, Selasa (19/1).

Bagus mengatakan, TNI mempunyai standar serta kualitas sendiri dalam penerimaan seluruh prajurit TNI. Sehubungan adanya pemekaran Kodam, TNI tetap mencari putra-putra terbaik daerah. "Artinya saat ada dua calon dengan kualitas yang sama, kami pilih asli putra daerah," ungkapnya.

TNI akan mengembangkan Kodam XII Tanjungpura di Pontianak yang membawahi Kalimantan Tengah dan Barat. Kodam baru ini akan diresmikan Kepala Staf Angkatan Darat pada April mendatang.

Kodam Tanjungpura, jelas Bagus, akan beralih nama jadi Kodam VI Mulawarman membawahi Kalimantan Timur dan Selatan. Sebagian personelnya akan dipindahkan ke Kodam Tanjungpura di Pontianak. "Setiap Kodam harus ada tiga ribu personel, sehingga 35 persen nantinya berasal dari Kodam di Balikpapan," ungkapnya.

Bagus menyebutkan, personel TNI berpangkat perwira menengah hingga prajurit berasal Kodam dan Mabes TNI. Secara bertahap, TNI akan melakukan penambahan kesatuan Korem, Kodim, Koramil, dan batalyon. "Secara bertahap di Kodam Tanjungpura dan Mulawarman," tuturnya.

Kajian pengembangan Kodam Tanjungpura di Pontianak sedang dibahas di Departemen Pertahanan bersama Mabes TNI. Kajian ini merupakan respons pengamanan perbatasan Kalimantan serta rencana jangka panjang TNI.

TEMPO Interaktif

Hari Krisnomo Pangdam Wirabuana

Kasad, Jenderal TNI George Toisutta (tengah) melakukan salam komando dengan Pangdam VII/Wirabuana yang baru, Mayjen TNI Hari Krismono (kiri) dan Pangdam VII/Wirabuana lama, Mayjen TNI Djoko Susilo Utomo (kanan) saat serah terima jabatan Pangdam VII/Wirabuana di Markas Kodam VII/Wirabuana, Makassar, Selasa (19/1). Mayjen TNI Hari Krismono menggantikan Mayjen TNI Djoko Susilo Utomo sebagai Pangdam VII/Wirabuana. (Foto: ANTARA/Yusran Uccang/ss/ama/10)

19 Januari 2009, Makassar -- Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI George Toisutta menegaskan, Kodam VII/Wirabuana adalah salah satu Komando Kewilayahan yang menjaga keutuhan wilayah darat Negara Kesatuan Republik Indonesia di wilayah Sulawesi.

Hal ini disampaikan Kasad ketika memimpin upacara serah terima jabatan Panglima Kodam VII/Wirabuana dari Mayjen TNI Djoko Susilo Utomo kepada penggantinya Mayjen TNI Hari Krisnomo di Markas Kodam VII/Wirabuana, Makassar, Selasa, (19/1).

Kasad, Jenderal TNI George Toisutta (tengah) didampingi Pangdam VII/Wirabuana yang baru, Mayjen TNI Hari Krismono (kiri) dan Pangdam VII/Wirabuana lama, Mayjen TNI Djoko Susilo Utomo (kanan) menyaksikan parade defile saat serah terima jabatan Pangdam VII/Wirabuana. (Foto: ANTARA/Yusran Uccang/ss/ama/10)

Mayjen TNI Djoko Susilo Utomo selanjutnya menjabat Inspektur Jenderal Angkatan Darat (Itjenad) di Markas Besar Angkatan Darat, sedangkan Mayjen TNI Hari Krisnomo sebelumnya menjabat sebagai Asisten Logistik Kasad.

Kasad menjelaskan, Kodam VII/Wirabuana sungguh memikul peran dan tanggung jawab yang amat besar, terutama dalam upaya menjamin integritas wilayah ini untuk membantu pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan nasional di wilayah Indonesia Timur. Untuk menghadapi tugas yang berat ini, Kasad mengingatkan segenap jajaran Kodam VII/Wirabuana untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan olah keprajuritan, baik secara perorangan maupun satuan, agar dapat melaksanakan tugas secara profesional dan tangguh di setiap medan penugasan.

POS KOTA

F-16 Lakukan “Escort” RI-1

Pesawat F-16/Fighting Falcon mengadakan (Escort) pengawalan udara terhadap pesawat kepresidenan saat berkunjung ke Lanud Iswahjudi, Senin (18/1) (Foto: Pentak Lanud Iswahjudi).

19 Januari 2009, Madiun -- Menyambut kedatangan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono beserta para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II di Lanud Iswahjudi, dua pesawat F-16/Fighting Falcon, melakukan (Escort) pengawalan udara diatas wilayah Semarang, Senin (18/1).

Pengawalan udara dilakukan mulai diatas wilayah kota Semarang hingga landing di Run Way Lanud Iswahjudi dengan menggunakan pesawat F-16/Figting Falcon yang dipiloti oleh Letkol Pnb Fajar Adriyanto, Mayor Pnb Firman, Lettu Pnb Agus Dwi Aryanto dan Lettu Pnb Pandu Eka Prayoga dengan Pesawat Nomor TS-1601 dan TS-1602.

Escort yang dilakukan oleh pesawat tempur TNI AU tersebut, dimaksudkan disamping untuk melakukan pengawalan udara terhadap pesawat yang ditumpangi pejabat tinggi Negara, juga untuk menunjukan rasa hormat kepada Presiden RI dan rasa kebanggaan atas kehadiran Beliau di Lanud Iswahjudi dalam rangka kunjungan kerja di Madiun dan Ngawi, serta pelaksanaan program kerja 100 hari.

PENTAK LANUD ISWAHJUDI

Satu Kodam Lagi Segera Dibentuk di Pontianak


19 Januari 2009, Balikpapan -- Wilayah Kalimantan yang merupakan daerah tanggung jawab operasi Kodam VI/Tanjungpura yang berpusat di Balikpapan, Kaltim tidak lama lagi akan dibagi dua.

Pembagian daerah ini berkaitan dengan akan diresmikannya Kodam baru di Pontianak. Pembentukan Kodam baru ini diperkirakan akan secara resmi disahkan sekitar awal Triwulan II 2010 ini.

Saat ini Kodam VI/Tpr sudah mulai mempersiapkan diri tentang rencana pembentukan Kodam baru ini mulai dari persiapan pangkalan di Pontianak, pengisian personel hingga rencana pemenuhan kebutuhan perlengkapan.

Kodam baru nantinya akan berlokasi di Pontianak dengan menggunakan Kantor Korem 121/Abw yang ada sekarang. Sementara sambil menunggu pembangunan Makodam yang baru yang akan dilaksanakan tahun ini juga. Sedangkan Korem 121/Abw yang ada sekarang akan dipindahkan ke Sintang, tulis Pendam VI/Tanjungpura dalam siaran persnya.

Kodam baru ini direncanakan akan diberi nama Kodam XII/Tanjungpura dengan daerah operasional meliputi provinsi Kalimantan Barat dan provinsi Kalimantan Tengah. Sedangkan Kodam VI/Tanjungpura yang saat ini berada di Balikpapan akan berubah nama menjadi Kodam VI/Mulawarman dengan daerah operasional meliputi Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.

Dalam proses pembentukan Kodam baru ini, perencanaan dan persiapan telah dilakukan oleh Kodam VI/Tpr termasuk memprioritaskan peralatan dan personel Kodam VI/Tpr yang ada saat ini untuk mengawaki Kodam baru tersebut.

Pembentukan Kodam baru ini merupakan bagian dari Rencana Strategis TNI, mengingat wilayah Kodam VI/Tpr saat ini dirasakan terlalu luas sehingga rentang komando dan pengendalian menjadi lebih sulit pula.

Luasnya wilayah Kalimantan berdampak pada besarnya beban dan tanggung jawab yang harus diemban oleh hanya satu Kodam saja seperti yang berlangsung saat ini sehingga tingkat kesiapan operasional menjadi kurang maksimal.

PELITA

Pemeliharaan Peralatan Persenjataan Mandiri

F-5E Tiger TNI AU. (Foto: TNI AU)

19 Januari 2010, Bandung -- Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara Marsekal Madya Imam Sufaat menargetkan, mulai 2010, pemeliharaan sistem peralatan utama sistem persenjataan sedapat mungkin diupayakan secara mandiri. Selain diyakini memiliki sumber daya manusia yang memadai, kebijakan ini juga mampu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap negara lain.

”Pemeliharaan material secara mandiri harus segera dimulai. Apa yang sudah bisa dilakukan TNI AU secara swadaya harus diberi kepercayaan. Mungkin belum bisa lepas sepenuhnya, tetapi harus bisa dilakukan secara bertahap,” ujar KSAU, Sabtu (16/1), seusai serah terima jabatan Komandan Komando Pemeliharaan Material TNI AU di Lapangan Upacara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat.

Dalam serah terima jabatan itu, mantan Kepala Dinas Aero TNI AU Marsekal Pertama Ferdinand AM menggantikan Marsekal Muda Sunaryo HW sebagai Komandan Komando Pemeliharaan Material TNI AU.

Dalam kesempatan itu, KSAU juga mendorong badan usaha milik negara (BUMN) di bidang industri pertahanan untuk meningkatkan kapasitas produksi guna menyediakan alat utama sistem persenjataan (alutsista) secara mandiri.

”Pemberdayaan BUMN industri strategis harus mendapat prioritas. Setidaknya, secara bertahap, pemenuhan suku cadang atau sumber daya pemeliharaan alat tempur harus bisa dilakukan di dalam negeri,” ungkapnya.

Hingga 2014, TNI AU juga memiliki sejumlah agenda optimalisasi alutsista di beberapa skuadron. Misalnya, pengadaan 16 pesawat jenis Super Tucano dari Brasil untuk memperkuat skuadron 14 Madiun, Jawa Timur.

Selain itu, TNI juga merencanakan penggantian pesawat tempur Hawk MK-53 untuk skuadron 15 Madiun. Untuk pesawat pengangkut, Imam menegaskan, TNI AU akan melakukan optimalisasi terhadap empat pesawat Hercules. ”Kami bersyukur mendapat anggaran dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Kami juga akan memakai anggaran yang disahkan dalam APBN,” katanya.

KOMPAS

Monday, January 18, 2010

Pindad Berharap Pesanan Panser dari Malaysia

Panser Anoa buatan PT. Pindad (Persero). (Foto: @beritahankam)

18 Januari 2010, Bandung -- Badan usaha milik negara, PT Pindad, berharap memperoleh pesanan 32 panser dari Malaysia. PT Pindad kini mengikuti tender dan bersaing dengan perusahaan dari Korea Selatan dan Perancis.

Direktur Utama PT Pindad Adik Avianto di Bandung, Jawa Barat, Jumat (15/1), mengatakan, proses tender di Malaysia dimulai 2009. Sebanyak 16 perusahaan mengikuti tender itu dan enam di antaranya lolos. Setelah diseleksi lagi, kini tersisa tiga perusahaan, termasuk PT Pindad.

”Setidaknya, Pindad bisa disetarakan dengan Perancis dan Korea Selatan (Korsel). Tahap yang sedang dilakukan dari segi teknis, yakni fact finding,” katanya. Upaya dari sisi politis yang dilakukan, menurut Adik, yakni, ia bertemu dengan Menteri Pertahanan Malaysia.

”Kalau diperhatikan kecenderungannya, Malaysia ingin pesan panser dari Indonesia. Harga panser PT Pindad dianggap lebih bagus,” kata Adik.

Namun, ia enggan menyebutkan harga panser yang diajukan ke Malaysia. Penandatanganan dengan pemenang tender direncanakan April 2010. Apabila PT Pindad bisa mendapatkan pesanan itu, panser diharapkan selesai dikerjakan sebelum akhir 2010.

Panser akan digunakan prajurit Malaysia yang tergabung dalam pasukan perdamaian di Lebanon atau United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL). Minat mengajukan pesanan itu berdasarkan penggunaan panser 4 x 4 VAB yang mendukung pelaksanaan tugas pasukan Indonesia di Lebanon dengan maksimal.

Malaysia meminati empat tipe panser, yakni ambulans, komando, pengangkut pasukan, dan recovery. Kendaraan itu sejenis dengan panser 6 x 6 yang dipesan Kementerian Pertahanan dan sebagian digunakan TNI yang tergabung dalam pasukan perdamaian di Lebanon.

Namun, Malaysia meminta beberapa spesifikasi panser yang berbeda, seperti tambahan lampu sorot untuk menembak, bermesin Mercedes-Benz, dan kemudi di sebelah kiri. Panser yang dipakai TNI bermesin Renault.

Kepala Humas PT Pindad Timbul Sitompul menambahkan, jika Malaysia jadi memesan panser dari Indonesia, diharapkan Malaysia menyediakan uang muka untuk biaya pembuatan.

KOMPAS

TNI Menyusun Program Pembangunan Kekuatan

Aspam Kasau Marsda TNI Haryantoyo selesai upacara 17-an menyalami para pejabat Mabesau, di Mabesau Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (18/1)

18 January 2010, Jakarta -- Mencermati perkembangan lingkungan strategis dan persepsi ancaman ke depan baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, TNI tengah menyusun program pembangunan kekuatan yang menuju kepada kebutuhan pokok minimum dalam rangka menjaga kedaulatan NKRI dan menciptakan daya tangkal terhadap segala ancaman.

Penegasan tersebut disampaikan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso dalam sambutan yang dibacakan Aspam Kasau Marsda TNI Haryantoyo pada upacara 17-an di Mabesau Cilangkap, Senin (18/1).

Dikatakan, prioritas yang ingin dicapai pada T.A. 2010 adalah melanjutkan program pembangunan kekuatan TNI berupa pembentukan satuan baru dan peningkatan status satuan untuk mencapai kekuatan pokok minimum, modernisasi alutsista untuk memantapkan dan mengembangkan kekuatan Matra Darat, Matra Laut dan Udara serta meningkatkan profesionalisme personel yang meliputi kualitas dan kuantitas personel, penegakan hukum, disiplin, dan tata tertib prajurit serta kesejahteraan prajurit dan PNS TNI.

”Program pembangunan kekuatan tersebut terkait pula dengan upaya menegakkan NKRI di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar yang dinilai rawan konflik sebagai akibat belum tuntasnya perundingan batas wilayah serta kesenjangan sosial dan ekonomi antara penduduk perbatasan negara tetangga dengan negara Indonesia”, tegasnya.

Untuk itu, lanjutnya, secara berkesinambungan TNI senantiasa bekerjasama dengan semua instansi secara vertikal dan horizontal, baik pusat maupun daerah, melaksanakan penjagaan/pengawalan dan pemberdayaan wilayah pertahanan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar serta melaksanakan pengamanan di wilayah rawan konflik tersebut.

”Dalam konteks inilah, TNI mendukung langkah pemerintah untuk membentuk Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan Terpadu dan Badan Pengelolaan Daerah Perbatasan Terpadu”, ungkapnya.

Menurutnya, dalam rangka modernisasi alutsista, TNI sepenuhnya mengikuti kebijakan pemerintah untuk menggunakan secara optimal produksi industri pertahanan dalam negeri. Kebijakan tersebut amat strategis karena dapat mengurangi ketergantungan terhadap alutsista industri pertahanan negara lain.

Dispenau

Pembentukan Kodam Papua Barat Masih Dalam Kajian

Latihan anti teror. (Foto: ANTARA)

18 Januari 2010, Jayapura -- Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI George Toisutta mengakui, rencana pembentukan kodam di Papua Barat hingga saat ini masih dalam kajian.

"Kami masih terus mengkaji rencana pembentukan kodam di Papua Barat sehingga belum dapat diputuskan kapan terealisir," ungkap KSAD kepada wartawan di Jayapura, Senin.

Ia mengatakan, untuk tahun 2010 pihaknya akan menambah satu kodam yakni di Kalimantan Barat.

Tentang pro dan kontra pembentukan kodam di Papua Barat, mantan Pangdam XVII Trikora (sekarang Cenderawasih) ini mengakui, itu hal yang biasa namun biasanya itu dilandasi sebuah kepentingan.

"Silakan saja, yang terpenting masih satu tujuan yang sama, yaitu keutuhan NKRI dan kesejahteraan rakyat," katanya.

Menyinggung tentang permintaan penarikan pasukan dari tanah Papua karena dampaknya tidak memberikan rasa aman kepada masyarakat, Jenderal TNI Toisutta mengatakan, tidak ada yang mengatakan Papua tidak aman.

Buktinya, lanjut dia, masyarakat dapat terus beraktivitas termasuk di malam hari. "Kritisi dan nasihatilah kami kalau ada yang salah agar kami lebih peka," kata KSAD.

ANTARA News

TNI AL Kembali Emban Misi PBB di Lebanon

KRI Frans Kasiepo-368 saat tiba di Indonesia. (Foto: ANTARA)

18 Januari 2010, Jakarta -- TNI Angkatan Laut kembali mengemban misi perdamaian PBB di Lebanon Selatan (UNIFIL) sebagai bagian dari Satuan Tugas Maritim (Maritime Task Force/MTF) mulai April 2010.

Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Agus suhartono ketika dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Senin, mengatakan, pihaknya telah menyiapkan KRI Frans Kasiepo-368 untuk bergabung dalam Satgas Maritim UNIFIL.

"Kita akan kukuhkan dulu Frans Kasiepo sebagai Kapal Perang Republik Indonesia (KRI), baru kita siapkan untuk misi di Lebanon," katanya, usai membuka Pendidikan Reguler ke-48 Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal) .

Agus menambahkan, Frans Kasiepo adalah salah satu kapal perang jenis Korvet kelas SIGMA yang dipesan RI dari Belanda. Karena itu, pada Februari 2010 kapal perang tersebut akan dikukuhkan terlebih dulu sebagai bagian dari kapal perang RI.

"Setelah dikukuhkan, kita siapkan segalanya, termasuk masa pratugas bagi para awak kapal untuk mengemban misi perdamaian PBB di Lebanon. Kapal akan kita berangkatkan sekitar Maret 2010 dan tiba di perairan Lebanon sekitar April 2010," tutur Agus.

Sebelumnya, TNI Angkatan laut telah mengirimkan KRI Diponegoro-365 untuk bergabung dalam Satgas Maritim PBB di Lebanon. KRI Diponegoro-365 yang bertindak selaku Kontingen Garuda XXVIII-A dalam misi tersebut bertugas selama hampir satu tahun.

KRI Frans Kasiepo adalah kapal berjenis sama dengan KRI Diponegoro-365 yakni Korvet Kelas Sigma buatan Belanda yang tiba di Indonesia pada akhir 2008, dan sama-sama telah memenuhi standar NATO dan PBB untuk mengemban misi perdamaian.

"PBB sangat mengapresiasi keikutsertaan Indonesia dalam Satgas Maritim PBB dan telah meminta Indonesia untuk mengirimkan kembali kapal perangnya," kata Kasal.

Kontingen militer Indonesia yang bergabung dalam satgas maritim PBB di Lebanon akan bergabung dengan kontingen dari beberapa negara lainnya.

ANTARA News

Pemerintah Diminta Tingkatkan Teknologi Militer di Perbatasan

Sebuah Kapal Perang TNI AL dari Koarmabar sedang berpatroli di perairan Pulau Nipah, Batam, Kepri , Sabtu (16/1). Pulau Nipah merupakan pulau terluar dari negara Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Singapura. (Foto: ANTARA/Feri/pd/10)

17 Januari 2009, Jakarta -- Pemerintah harus mengubah paradigma dalam menjaga kedaulatan NKRI di perbatasan. Persoalan perbatasan tidak melulu dilihat jangka pendek atau tidak menguntungkan secara ekonomi. Tapi juga harus dilihat jangka panjang dan nilai investasi ke depannya.

"Menjaga kedaulatan merupakan investasi jangka panjang, yang kalau dihitung sungguh sangat menguntungkan secara ekonomi," kata anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar DPR, Fayakhun Andriadi, yang dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (16/01/2009) malam.

Menurut Fayakhun, setidaknya ada dua keuntungan yang didapat dalam menjaga kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), khususnya di perbatasan. Pertama, memberikan perlindungan kepada warga negara. Kedua, melindungi kekayaan alam Indonesia sepanjang zaman.

"Ingat kekayaan alam kita dari laut yang dicuri itu sekitar Rp 40 triliun pertahun. Padahal, kalau betul kita punya anggaran Rp 40 triliun, dialokasikam untuk membangun dan melengkapi perbatasan dengan memadai, satu tahun saja sudah BEP (break event point). Karena melindungi perbatasan itu tidak sampai Rp 40 triliun," jelasnya.

Oleh karena itu, Fayakhun meminta, agar pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan menjaga kedaulatan NKRI. Selain digunakan untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista), juga harus ada anggaran yang dialokasikan untuk belanja teknologi.

"Setuju pasukan harus ada, tapi early warning system-nya mana? Hari gini, teknologi kita tidak punya. Saya kira, Departemen Pertahanan perlu mengalokasikan anggarannya untuk belanja teknologi," ujarnya.

Dia mengatakan, salah satu early warning system yang dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan perbatasan adalah radar untuk mengawasi udara dan sensor untuk pengawasan di darat dan laut. Di era modern sekarang ini sudah bukan zamannya lagi kehilangan sejengkal perbatasan, karena semuanya sudah bisa dikontrol dengan teknologi.

Untuk daerah perbatasan yang rawan dan telah memiliki titik ordinat, selain dipasang sensor atau radar, perlu juga dipasang kamera. Dalam prakteknya, sensor akan mengirimkan sinyal berdasarkan waktu yang ditentukan, misalnya setiap 5 menit sekali. Sinyal itu semua dipantau oleh sistem perbatasan.

"Batas wilayah yang titik ordinatnya sudah ditetapkan, itu dipasangi sensor. Kalau di laut, bisa sensor apung atau diletakkan di suar milik kita yang sudah ada. Kalau di darat dibuatkan tugu biar aman dari pencurian," pungkasnya.

Seperti diketahui, pada tanggal 3 Januari 2010 lalu, TNI telah mengirikan sekitar 130 personelnya ke wilayah perbatasan di Ambalat, Kalimantan Timur. Sementara saat ini diketahui ada 12 titik di perbatasan yang dianggap rawan terjadinya konflik.

detikNews

Kasau, `Tingkatkan Pemeliharaan`


17 Januari 2009, Bandung -- ”Berbagai hal yang merupakan gambaran dan harapan organisasi terhadap eksistensi dan kinerja Koharmatau dalam mendukung pelaksanaan tugas pokok TNI Angkatan Udara.

Meningkatnya kemampuan pemeliharaan dan produksi materiil, kemampuan enginering dan ‘jaminan kualitas’ hasil pemeliharaan alutsista, merupakan kriteria keberhasilan Koharmatau dalam mengemban misi satuan”.

Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau), Marsekal Madya TNI Imam Sufaat, S.I.P saat serahterima jabatan (sertijab)Komandan Komando Pemeliharaan Materiil Angkatan Udara (Dankoharmatau), di Lapangan Apel Sathar 16, Lanud Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat.

Komandan Koharmatau diserahterima dari Marsekal Muda TNI Sunaryo HW kepada Marsekal Pertama TNI Ferdinand Alex Myne. Yang selanjutnya Marsekal Muda TNI Sunaryo HW (pejabat lama) sebagai Perwira Tinggi (Pati) TNI AU dalam rangka memasuki purnatugas, sementara Marsma TNI Ferdinand Alex Myne yang sebelumnya menjabat sebagai Kadisaeroau.

Lebih lanjut, Marsekal Madya TNI Imam Sufaat, S.I.P mengatakan, bahwa serah terima jabatan merupakan bagian dari proses dinamika kehidupan organisasi, yang harus senantiasa dilakukan secara terencana dan berkesinambungan.

Oleh karena itu melalui pergantian pejabat, diharapkan dapat terus ditumbuh kembangkan lingkungan kerja yang semakin dinamis, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan kinerja organisasi dalam mewujudkan visi dan misi organisasi.

Keberadaan Koharmatau sebagai kotama fungsional di bidang pemeliharaan dan produksi materiil TNI Angkatan Udara maupun tugas-tugas lainnya, mempunyai nilai yang sangat strategis bagi TNI Angkatan Udara. Dari sudut pandang aspek teknis operasional pemeliharaan, Koharmatau beserta jajarannya merupakan ujung tombak organisasi dalam upaya meningkatkan kesiapan alutsista TNI Angkatan Udara.

Kasau berharap agar nilai strategis keberadaan Koharmatau ini, dapat senantiasa dipahami oleh seluruh elemen Kotama, sebagai sebuah kehormatan yang harus mampu dipertanggungjawabkan dengan profesionalitas dalam mengemban visi dan misi organisasi.

Terlebih Saat ini pemerintah terus berupaya meningkatkan peran BUMN Industri Pertahanan dalam memenuhi kebutuhan pengadaan maupun pemeliharaan alutsista TNI. Sementara Koharmatau beserta seluruh jajarannya, mempunyai potensi kemampuan sumber daya yang memadai dibidang pemeliharaan.

Oleh karenanya kondisi ini dapat kita manfaatkan sebagai peluang sekaligus momen yang tepat untuk melakukan perbaikan sistem secara bertahap.

“Harapan ini hanya dapat diwujudkan melalui sinergitas potensi kemampuan sumber daya manusia, anggaran, alat peralatan, sistem dan metode, serta kemampuan pendukung lainnya. Tekad, semangat dan dedikasi dari seluruh personel jajaran Koharmatau menjadi kunci sukses dan sangat diperlukan dalam menghadapi berbagai tantangan untuk melakukan langkah-langkah perubahan ke arah yang lebih baik”, tegas Kasau.

Koordinasi dan kerjasama antar instansi terkait perlu terus ditingkatkan dalam rangka melakukan terobosan yang diperlukan sebagai langkah percepatan untuk mewujudkan ’common goal’ yang diharapkan.

Beberapa hal penting berkaitan dengan “common goal”, diantaranya meningkatnya kesiapan alutsista, guna mendukung pelaksanaan tugas pokok TNI Angkatan Udara dalam pelaksanaan tugas Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP); menurunnya tingkat ketergantungan sistem pemeliharaan dan materiil alutsista produk luar negeri.

Terwujudnya efektifitas dan efisiensi anggaran pemeliharaan, serta terhindarnya penggunaan anggaran pemeliharaan dari proses yang berakibat pada ekonomi biaya tinggi; dan terwujudnya kemandirian sistem pemeliharaan dan pengadaan materiil alutsista secara wajar dan proporsional.

DISPENAU/POS KOTA

TNI-AL Pesan Kapal Rudal di Batam

KRI Krait kapal patroli TNI AL yang dibangun di galangan kapal PT. BES Batam.

17 Januari 2009, Batam -- Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL) memercayakan pembuatan kapal cepat rudal nasional kepada PT Palindo Marine Shipyard Batam. Galangan yang memproduksi kapal-kapal aluminium fiberglass dan perahu itu mendapat pesanan satu kapal yang berbiaya Rp 60 miliar.

Kemarin Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Madya TNI Agus Suhartono meninjau PT Palindo Marine yang terletak di Seilekop, Sagulung. Selama di galangan, KSAL dan rombongan menanyakan perkembangan pengerjaan kapal pertama itu. Kapal rudal cepat atau KCR-40 itu mulai dibuat pada 9 Oktober 2009 dan rencananya selesai dalam tempo 52 pekan.

''Kami pesan di sini karena sesuai kebijakan industri pertahanan, pengusaha dalam negeri harus diajak bekerja sama. Dan pemenang tender, PT Palindo ini. Perusahaan swasta nasional yang bisa dibina untuk memenuhi kebutuhan alutsista kita," jelas Agus di lokasi PT Palindo Marine kemarin.

Menurut Agus, kapal ini berbahan aluminium baja pada bagian bawah dan fiberglass pada bagian atas. Penggunaan bahan aluminium baja itu, lanjut dia, karena lebih tahan lama. Sementara fiber usianya tidak tahan lama, tidak bagus untuk lingkungan, dan tidak kuat. Biaya pembuatan kapal ini Rp 60 miliar. ''Itu baru flatform saja, termasuk pendorong, alat navigasi, dan komunikasi. Belum termasuk senjata dan rudalnya," kata KSAL.

Untuk sistem persenjataan, ungkap Agus, TNI-AL akan memesannya dari Eropa. Peluru kendali (rudal) bakal diimpor dari Tiongkok atau Korsel. Biaya untuk pengadaan senjata dan rudal ini senilai USD 200 juta. Alat persenjataan baru dipasang setelah kapal jadi.

TNI-AL akan memesan 22 kapal sejenis ini. Pengadaannya secara bertahap. Sampai 2014, direncanakan bertambah antara empat atau enam unit.

JAWA POS

Saturday, January 16, 2010

Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan akan Dibentuk

Pulau Marore salah satu pulau terluar NKRI. (Foto: Suara Manado)

16 Januari 2009, Jakarta -- Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan yang akan dibentuk pemerintah diyakini tidak akan menambah biaya ekstra.

Pasalnya, masing-masing lembaga pemerintah yang terkait sudah memiliki mata anggaran untuk pengelolaan perbatasan. Ini disampaikan oleh Ketua Komisi I DPR RI Kemal Aziz Stamboel kepada Media Indonesia di Jakarta, Sabtu (16/1).

"Sebetulnya pembentukan badan tersebut tidak akan menambah apa-apa. Badan itu hanya memfasilitasi koordinasi. Tidak ada biaya ekstra," kata Kemal.

Badan tersebut, lanjut dia, sudah pernah dibicarakan antara pemerintah dengan DPR RI saat pertemuan dengan Menhan Purnomo Yusgiantoro dan Menlu Marty Natalegawa beberapa waktu lalu. DPR menyambut baik usulan tersebut karena dinilai keberadaan badan sebagai lembaga komplementer dari semua unit pemerintah. Badan tersebut nantinya akan mengatur agar fungsi antarlembaga tersebut tidak tumpang tindih. "Memang banyak badan yang tidak efektif dan nanti bisa dibubarkan. Tapi, badan ini komplementer supaya tidak ada tumpang tindih," jelasnya.

Pembentukan badan ini perlu untuk memfokuskan pada pembangunan perbatasan pada kesejahteraan dan ekonomi. Persoalan perbatasan, ujar dia, tidak bisa didekati hanya dengan masalah keamanan. Harus ada pendekatan dengan kesejahteraan yang berkaitan dengan pembangunan perekonomian. Jika tidak, akan selalu ada masalah kecemburuan sosial dengan daerah tetangga sehingga penanganan masalah akan lebih sulit.

"Kita dari DPR akan terus membahas persoalan ini. Dalam rapat kerja mulai minggu depan, kita akan merancang sejumlah agenda pertemuan dengan pemerintah untuk membahas hal ini," tukasnya.

MEDIA INDONESIA

Kepemilikan RI Atas 92 Pulau Terluar Belum Aman

Awak KM Meliku Nusa mengibarkanbendera Merah Putih saat memasuki Pulau Miangas di KabupatenKepulauanTalaud, SulawesiUtara, Senin (3/8). Pulau Miangas adalahpulau paling utara dari Republik Indonesia yang luasnya 3,15kilometer persegi. (Foto: KOMPAS/Agus Susanto)

16 Januari 2010, Jakarta -- Pakar politik internasional dan staf dosen hubungan internasional Universitas Parahiyangan, Dr Andreas H Pareira, menyatakan, kepemilikan RI atas 92 pulau terluar belum sepenuhnya aman.

Ia mengatakan itu kepada ANTARA, di Jakarta, Sabtu, sehubungan dengan pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang menyatakan, 92 pulau terluar dalam posisi aman dari klaim pihak asing, karena kepemilikan RI dijamin hukum internasional.

"Pernyataan Kemlu aman dari klaim pihak asing berdasarkan hukum internasional tersebut baru merupakan jaminan tahap pertama, dan belum sepenuhnya aman," tegas mantan Anggota Komisi I DPR RI ini.

Karena, menurutnya, berdasarkan pengalaman selama ini, bisa terjadi perbedaan tafsir terhadap hukum internasional oleh negara lain di kemudian hari.

"Hal inilah yang kemudian bisa tetap berakibat adanya klaim tumpang tindih. Makanya, kita jangan terlena hanya dengan mendasarkan adanya jaminan dari hukum internasional, tetapi para diplomat dan ahli hukum internasional kita harus agresif memperjuangkannya," tandasnya lagi.

Pengamanan Permanen

Untuk kepentingan keutuhan wilayah kedaulatan RI ke depan, Andreas Pareira lalu mengemukakan suatu konsep pengamanan permanen.

"Pertama, Pemerintah RI perlu melakukan perjanjian atau penyelesaian perjanjian dengan semua negara yang berbatasan dengan kita," ujarnya.

Kedua, menurutnya, membuat perundangan terhadap batas wilayah negara tersebut, termasuk pulau-pulau terdepan (bukan terluar) tersebut.

Lalu ketiga, lanjutnya, apabila negara-negara yang berbatasan dengan kita menunda-nunda (pelaksanaan perjanjian perbatasan), Pemerintah Indonesia perlu melakukan klaim sepihak.

"Itu yang saya katakan tadi melalui pengundangan, sambil melakukan pembahasan dengan negara tetangga dimaksud," tegasnya.

Kemudian yang keempat, demikian Andreas Pareira, pengundangan itu penting untuk dokumentasi melalui lembaran negara, sehingga ke depan bila terjadi klaim pihak lain, Indonesia mempunyai bukti untuk mengawal wilayah tersebut.

ANTARA News

Kaji Ulang Kapal Selam

KRI Cakra salah satu dari dua kapal selam yang dimiliki TNI AL. (Foto: Sinar Harapan)

16 Januari 2010, Jakarta -- Pengadaan kapal selam oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dikaji dari awal lagi. Alasannya, selain adanya prioritas anggaran pada kesejahteraan prajurit, juga ada beberapa perubahan dalam spesifikasi teknis yang diajukan TNI AL.

Demikian disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Madya Agus Suhartono dan Direktur Jenderal Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Eris Herryanto di Jakarta, Jumat (15/1), seusai peluncuran buku Mission Accomplished-Misi Pendaratan Pasukan Khusus oleh Kapal Selam RI Tjandrasa karya Atmadji Sumarkidjo.

”Kapal selam tetap diadakan, tahun 2014 diharapkan sudah selesai,” kata Agus Suhartono.

Ia menyampaikan, kapal selam adalah senjata strategis yang memberikan dampak politis dan penangkalan. Sebagaimana rencana sebelumnya, pada 2014 diharapkan akan ada dua kapal selam baru. Dengan demikian, pada 2010 ini kontrak direncanakan untuk ditandatangani dan pembangunan yang memakan waktu tiga tahun bisa dimulai tahun 2011.

”Kita proses lagi pengadaannya dari awal mulai dari kebutuhan operasi dan spesifikasinya kita tata ulang,” kata Agus.

Menyelam lebih lama

Menurut Agus, salah satu spesifikasi yang diinginkan adalah kemampuan menyelam yang lebih lama, yaitu minimal 2 minggu. Kemampuan ini belum dimiliki oleh kapal selam yang kita miliki saat ini.

Beberapa pilihan yang sempat dibuat beberapa waktu lalu juga dianggap kurang memikirkan hal itu. Padahal, menurut Agus, ini merupakan salah satu hal yang paling penting. ”Itu kemampuan yang paling utama. Kalau kapal selam muncul setiap hari, ya ketahuan, dong,” katanya.

Oleh karena perkembangan tersebut, TNI AL ingin meluaskan pilihan dari yang selama ini pernah disebut-sebut.

Berdasarkan catatan Kompas, Indonesia memiliki KRI Cakra dan KRI Nanggala yang merupakan hasil produksi Jerman kelas U 209/1300 pada 1981.

Beberapa waktu lalu, sempat disebut-sebut kapal selam Jerman kelas U 214/U-212/U209 yang dibuat Korea Selatan dan Kelas Kilo buatan Rusia sebagai calon kuat yang akan dibeli Pemerintah Indonesia.

”Kita meluaskan pilihan dari itu. Akan tetapi, mbahnya kapal selam kan sekitar Jerman dan Rusia atau Korea yang punya kemampuan dengan lisensi Jerman saja,” kata Agus.

Eris Herryanto mengakui adanya proses pengkajian dari awal ini. Menurut dia, saat pembukaan seminar revitalisasi industri pertahanan Desember 2009, Presiden Yudhoyono menekankan anggaran pada kesejahteraan prajurit dulu.

”Itu salah satu faktor yang membuat adanya pengkajian kembali,” kata Eris.

Penyebab lain adalah berbagai perubahan kebijakan yang dilakukan TNI AL. Adanya perkembangan teknologi membuat TNI AL beberapa kali melakukan perubahan kebijakan.

Hal lain, juga ada kebijakan baru dari pemerintah untuk alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang tidak tersedia di dalam negeri dan harus dibeli dari luar harus mengikutsertakan industri dalam negeri. Hal ini ditujukan untuk proses transfer teknologi.

Eris membantah adanya beberapa pilihan sebelumnya. Menurut dia, pilihan-pilihan masih terbuka dan semuanya masih dalam proses. Dana yang dianggarkan untuk pembelian dua kapal selam ini adalah 700 juta dollar AS.

”Belum tentu tahun ini kontrak ditandatangani,” katanya.

KOMPAS

20 Tahun F-16, Eksis di Tengah Keterbatasan Anggaran

(Foto: KOMPAS/Letkol (Pnb) Fajar "Redwolf" Adriyanto)

16 Januari 2010 -- Siang hari, 12 Desember 2006. Di Pameungpeuk, Garut selatan, Jawa Barat, tengah ada latihan pasukan. Tiba-tiba, radar mendeteksi adanya pesawat tak dikenal di atas mereka.

Dua pesawat F-16 segera diluncurkan mendekati pesawat asing yang ternyata adalah P3C Orion tanpa nomor registrasi dengan simbol Royal Australian Air Force (RAAF) yang dikaburkan. Pesawat itu penuh dengan sensor penerima. Dari perlengkapan dan gerakannya, diduga pesawat ini hendak memata-matai latihan yang tengah berlangsung.

Sesuai dengan tata cara dan standar operasi saat mencegat pesawat asing tak dikenal, pilot F-16 milik Indonesia berusaha untuk membuka jalur komunikasi. Namun, upaya itu tidak mendapatkan respons walau tak lama kemudian pesawat RAAF tersebut pergi.

Hingga kini, foto pesawat P3C itu dipajang di salah satu dinding Markas Skuadron 3 Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur.

Walaupun tidak seterkenal pertemuan dua F-16 milik kita dengan dua F-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat, 3 Juli 2003 di atas perairan Bawean, Jatim, insiden ini menunjukkan rentannya kedaulatan ruang udara di atas kita.

”F-16 menjadi andalan dalam memberikan efek gentar pertahanan udara kita,” kata Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal Madya Imam Sufaat, Desember 2009. Ini karena badan pesawat (airframe) yang masih banyak serta Sukhoi yang persenjataannya belum optimal.

Akibatnya, F-16 selalu sibuk sepanjang tahun. Di samping latihan rutin setiap hari, deretan misi yang diemban F-16 Fighting Falcon ini bisa mencapai 10-12 misi per tahun. Pada saat tensi politik di Ambalat mulai meningkat, para ”dragon”—begitu sebutan bagi pilot-pilotnya—terbang mondar-mandir Balikpapan-Ambalat selama lebih kurang dua bulan.

Unjuk kekuatan di depan masyarakat dan negara asing, latihan internal TNI AU, gabungan TNI ataupun latihan bersama negara-negara tetangga Elang Alusindo pada September 2009 dan Elang Indopura tahun 2008 dijalankan F-16.

Di tengah gempita kemewahan F-35 milik Singapura dan Sukhoi punya Malaysia yang bergaya, kepiawaian pilot-pilot kita di udara diakui dalam dan luar negeri. Tidak saja mereka pernah tampil dalam atraksi aerobatik sebagai Elang Biru berdampingan dengan Red Arrows (Inggris) dan The Roullete (Australia) dalam Indonesia Air Show 1996, manuver-manuver mereka dalam latihan bersama negara-negara lain juga mengundang decak kagum karena kenekatannya. ”Semua tugas yang diberikan tidak pernah meleset,” kata Komandan Skuadron 3 Letkol Fajar ”Redwolf” Adriyanto.

Genap 20 tahun

Tahun ini, genap 20 tahun pengabdian skuadron F-16 yang pertama kali mendarat 12 Desember 1989. Saat itu, kita boleh menepuk dada karena F-16 A/B block 15 OCU ini merupakan pesawat tempur yang termasuk paling disegani dan terbukti andal di berbagai pertempuran.

Usia 20 tahun adalah angka mengundang ambiguitas, apakah kita harus bangga akan kiprahnya atau harus sedih karena ketuaannya?

Fajar mengatakan, perawatan yang sesuai dengan manual serta jam terbanglah yang ”lebih berbicara” tentang usia itu. F-16 Indonesia telah beberapa kali mengalami peningkatan kemampuan, baik dari segi aviasi-elektrik (avionik), radar, maupun persenjataan, seperti Falcon Up dan pengadaan wiring system atau perkabelan.

Menurut ”Redwolf” ini, usia operasional F-16 masih bisa 10-15 tahun lagi. ”Kita usahakan tidak boros, misalnya mendarat hati-hati untuk irit ban, penggantian oli dipaskan setiap 250 jam, dan jam terbang lebih efektif, yaitu operasi dan proficiency (kecakapan) dikombinasikan,” katanya.

Seiring dengan waktu, perjalanan 12 pesawat F-16 Fighting Falcon ini telah melewati berbagai tantangan. Ada dua kecelakaan menyertai sejarahnya. Yang pertama, gagalnya sistem peringatan membuat pesawat jatuh di Tulungagung, 15 Juni 1992. Pada 10 Maret 1997, berbagai faktor yang tidak mendukung, seperti cuaca, antisipasi, dan manusia, mengakibatkan jatuhnya pesawat F-16 yang kedua di ujung Runway 24 Lanud Halim Perdanakusuma dan menewaskan Kapten (Pnb) Dwi Sasongko.

Embargo militer AS pada 1999-2005 juga menjadi tantangan berat. Suku cadang adalah bagian integral dan esensial dari perawatan pesawat tempur. Untuk mengakali hal ini, muncul pinjam-pakai antarsuku cadang F-16 itu sendiri. Konon, para teknisi mencoba membuat sendiri onderdil-onderdil yang sederhana. ”Kalau kesiapan kita sebelum embargo itu bisa 70 persen, setelah embargo maksimal tinggal 40 persen, kadang-kadang cuma 20 persen,” kata Fajar.

Selesainya embargo tidak serta-merta menyelesaikan masalah karena banyak hal yang harus dikejar. Tidak heran, Fajar masih menyebut angka 40 persen sebagai kesiapan skuadron itu. ”Tapi sekarang ini kesiapan minimal,” tukasnya.

Walaupun demikian, keamanan menjadi salah satu isu utama di dalam mekanisme yang tidak bisa menoleransi kesalahan ini. Hal ini di antaranya kerap ditegaskan dalam rapat setiap pagi yang dipimpin oleh Komandan Lanud Iswahjudi Marsekal Pertama Bambang Samoedra.

Selain pesawat, sistem senjata juga menyusut. Dua tahun yang lalu, rudal untuk sasaran di udara AIM 9P4 Sidewinder yang hampir habis masa pakainya dipergunakan dalam latihan, demikian juga rudal untuk sasaran di darat AGM 65 Maverick yang dipakai lima tahun yang lalu. ”Sepuluh tahun ke depan masih bisa, tapi memang perlu ditingkatkan lagi,” ungkapnya.

KOMPAS

Friday, January 15, 2010

Tiga Jabatan Komandan KRI Diserahterimakan

KRI Teluk Manado 537.

15 Januari 2010, Jakarta -- Tiga jabatan Komandan KRI di jajaran Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Kamis (14/1), diserahterimakan. Komandan Satuan Lintas Laut Militer (Dansatlinlamil) Jakarta Kolonel Laut (P) B Ken Tri Basuki memimpin upacara serah terima jabatan tersebut bertempat di dermaga beaching Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta.

Menurut Kadispen Kolinlamil Letkol Laut (Kh) Drs Agus Cahyono ketiga jabatan komandan yang diserahterimakan tersebut yakni Komandan KRI Teluk langsa-501, dari Letkol Laut (P) Sutriono kepada Mayor Laut (P) Bambang Trijanto; Komandan KRI Teluk Manado-537 dari Mayor Laut (P) Berkat Widjanarko kepada Mayor Laut (P) Hendricus Tri Hantoko, dan Komandan KRI Teluk Hading-538 dari Mayor Laut (P) Nouldy J Tangka kepada Mayor Laut (P) Utjuk Heru Sutjahjono.

Dansatlinlamil Jakarta Kolonel Laut (P) B Ken Tri Basuki dalam amanatnya antara lain mengatakan bahwa dalam kehidupan TNI AL, serah terima jabatan pada hakekatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pengembangan dan pembinaan organisasi, serta memberi kesempatan penugasan bagi personel TNI AL untuk mengembangkan kemampuan dan karier yang bersangkutan. Hal ini berarti pula bahwa perwira yang melaksanakan mutasi, diberi kesempatan untuk lebih memperluas wawasan serta mengembangkan kepemimpinan, kreativitas, dan pemikiran secara konseptual sesuai bidang penugasan dan jabatan yang diemban, katanya.

Pada kesempatan itu Dansatlinlamil Jakarta mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada pejabat lama atas dedikasi, loyalitas, dan pengabdiannya yang selama ini diberikan pada Satlinlamil Jakarta, dan mengucapkan selamat kepada pejabat baru atas kepercayaan yang diberikan pemimpin TNI AL sebagai Komandan KRI.

Hadir pada upacara Sertijab tersebut seluruh Komandan KRI yang sedang berada di pangkalan Tanjung Priok Jakarta.

PELITA