Meriam 105mm Pindad daya jangkaunya mencapai 10.500 meter yang cocok dipakai di darat maupun di kapal laut. Meriam dapat dipecah menjadi 13 bagian, waktu membongkar hanya membutuhkan waktu 10 menit. Sedangkan memasang kembali antara 5 menit hingga 15 menit. (Foto: forum.detik)
21 Maret 2010, Jakarta -- Pemerintah meminta industri pertahanan dalam negeri untuk meningkatkan kualitas produksi alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Permintaan tersebut seiring dengan adanya jaminan komitmen dari pemerintah, melalui Kementerian Pertahanan, untuk melakukan revitalisasi industri pertahanan dalam negeri.Produksi alutsista dalam negeri diharapkan bisa bersaing dengan merek luar negeri. “Untuk harga alutsista yang lebih mahal dari produksi luar negeri paling tidak kualitas produksinya harus setara,”ujar Direktur Jenderal Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Muda Gunadi di Jakarta kemarin. Harga lebih mahal tersebut merupakan ongkos yang harus dibayar untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri. ”Ini cost yang harus dibayar sebagai bagian dari komitmen pemerintah dan menjawab keraguan,”katanya.
Menurut Gunadi, semua alutsista yang sudah dapat dikerjakan oleh industri pertahanan dalam negeri akan dipesan dari perusahaan tersebut.Pemerintah pun telah mengeluarkan langkah-langkah strategis mengatasi masalah-masalah yang selama ini menghambat revitalisasi industri pertahanan. Pertama, dengan membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan yang langsung diketuai Presiden untuk mengatasi masalah koordinasi revitalisasi.“Selama ini tidak ada koordinasi yang jelas dalam melakukan revitalisasi, setiap instansi berjalan sendiri-sendiri,” ujarnya. Selain itu,Kementerian Pertahanan telah membuat rencana induk alutsista bersama industri pertahanan.
Rencana induk ini berisi pemesanan alutsista sampai 15 tahun ke depan. Persenjataan yang masuk rencana induk itu di antaranya senapan serbu jenis SS1 Assault Rifle, SS1-V1 Assault Rifle, dan Sniper Rifle, panser, dan meriam 105 Pindad. Kemudian diperlukan juga kapal patroli cepat, pesawat CN- 235 versi militer, pesawat CN-235 versi maritim, serta helikopter NAS 332 Super Puma,dan helikopter N Bell 412. “Jadi nanti pada 2020,saat TNI membutuhkan meriam kaliber besar, badan usaha milik negara (BUMN) industri pertahanan telah dapat mengambil ancang-ancang untuk memproduksi,”ujarnya.
Untuk kapal korvet,TNI AL menyeleksi negara yang sanggup bekerja sama dengan PT PAL membangun kapal tersebut seperti Rusia, Italia, dan Belanda.Adapun yang masih dipesan di luar negeri diupayakan harus ada alih teknologi. Langkah strategis lainnya terkait masalah pendanaan.Saat ini sudah ada kepastian dari pelaku perbankan dalam negeri untuk memberikan pinjaman. Dalam kunjungan kerja Komisi I DPR ke beberapa BUMN industri pertahanan di Bandung pekan lalu ditemukan beberapa fakta yang mengecewakan dalam hubungan antara industri dan pemakai peralatan pertahanan.Antara lain pemesanan alutsista yang dilakukan oleh Kementerian Pertahanan dan TNI sangat sedikit dibandingkan kapasitas produksi masing-masing BUMN.
SEPUTAR INDONESIA
No comments:
Post a Comment