Thursday, January 26, 2012

Modernisasi Alutsista Butuh Industri Pendukung

(Foto: Detik Finance)

25 Januari 2012, Bontang: Kementrian Pertahanan menggenjot pembangunan industri pendukung di antaranya industri bahan baku bahan peledak untuk mendukung modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista).

Hingga saat ini, Indonesia telah mampu memproduksi bahan peledak, namun dengan bahan baku yang didatangkan dari luar negeri. “Dalam modernisasi alutsista harus dipikirkan juga amunisinya, karenanya kami mendorong pembangunan industri bahan peledak. Selama ini kami mengimpor propellant yang menjadi bahan baku bahan peledak,” kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang, Kalimantan Timur, Rabu (25/1).

Industri seperti ini, tutur Sjafrie, merupakan industri pendukung pertahanan karena dapat mendukung kebutuhan alutsista bagi TNI serta alat dan material khusus (almatsus) bagi Polri. "Selain itu, dari sini industri pertahanan nonmiliter bisa dikembangkan," jelas Wamenhan.

Karenanya Sjafrie menolak jika kunjungannya ini dikaitkan dengan kepentingan bisnis. Menurut dia, Kemhan berwenang mengatur perizinan Badan Usaha Bahan Peledak berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 125/1999 tentang Bahan Peledak yang merupakan salah satu kebijakan strategis nasional di bidang bahan peledak. "Ini industri pendukung pertahanan. Persoalannya di bahan peledak, bukan persoalan komersial. Kami tidak melihat dari aspek bisnis," ujarnya.

Apalagi, tambahnya, kebijakan Kemhan 2010-2014 adalah defense supporting economy yang menjadikan Kemhan fokus terhadap bidang pertahanan yang dapat mendukung perekonomian.

Indonesia Butuh 700 Ribu Ton Bahan Peledak Tiap Tahun

KEBUTUHAN Indonesia terhadap bahan baku bahan peledak yaitu amonium nitrat mencapai 700 ribu ton per tahun.

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan, jumlah ini untuk memenuhi kebutuhan peledak komersial dan militer.

“Kebutuhan 700 ribu ton per tahun, tapi belum bisa terpenuhi kapasitas itu. Ini peluang dan tantangan,”kata Wemenhan saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang Kalimantan Timur, Rabu (25/1).

Dia berharap, KNI yang akan memulai produksi Februari mendatang dapat membantu pemenuhan kebutuhan ini.

Keterlibatan Kementerian Pertahanan dalam pengoperasian pabrik ini, jelas Sjafrie, sejalan dengan kebijakan pertahanan 2010-2014 yaitu defence supporting economy. Menurut dia, kehadiran KNI dapat memberikan keuntungan timbal balik antara Kemhan dan KNI, serta bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Manager Operasi PT KNI Indra Prasetyo mengungkapkan, kebutuhan Indonesia terhadap bahan peledak cukup besar. Selama ini, PT Pindad telah memproduksi bahan peledak, namun bahan bakunya masih mengandalkan import. Jika bahan baku bahan peledak dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri, kata Indra, Indonesia bisa melakukan penghematan yang cukup besar. “Bisa menyumbang devisa sebesar US$150 juta kalau bisa produksi sendiri,”ujarnya.

Sekilas Pabrik PT. Kaltim Nitrate Indonesia (PT KNI)


(Foto: Kemhan)

Dari pertama dibangunnya Pabrik Ammonium Nitrat PT. KNI pada tahun 2009 hingga kini kesiapan dari konstruksi mencapai 99%, dengan kata lain pabrik siap dioperasikan. Rencananya akan dioperasikan pada Febuari 2012 mendatang dan melibatkan 160 tenaga kerja yang terdiri dari tenaga engineer, teknisi dan dibantu oleh 2 tenaga dari luar negeri. Sementara itu sekitar 80 teknisi sudah menjalani proses training di Australia.

PT Kaltim Nitrate Indonesia menggandeng PT Rekayasa Industri membangun pabrik amonium nitrat (bahan peledak) senilai US$ 173 juta yang berlokasi di Kaltim Industrial Estate, Bontang, Kalimantan Timur ini. Pabrik milik PT. Kaltim Nitrate Indonesia yang ada di Bontang, Kalimantan Timur merupakan Pabrik ammonium nitrate terbesar di Asia. Pabrik yang dibangun di atas lahan seluas 10 hektar ini diperkirakan memiliki kapasitas produksi ammonium Nitrate sebesar 300.000 ton per tahun atau sebesar 970 metri ton per hari. Lisensi teknologi proses untuk pabrik ini diperoleh dari UHDE Jerman.

Dengan beroperasinya pabrik PT KNI di Bontang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ammonium nitrate dalam negeri sebesar 300.000 ton per tahunnya. Selama ini pemenuhan ammonium nitrate baru sekitar 10%-nya saja yang dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri. Bahan baku utama berupa amoniak (NH3) akan disuplai oleh perusahaan-perusahaan lokal di Kalimantan Timur. Produksi amonium nitrat akan memenuhi kebutuhan pasar domestik akan bahan baku peledak komersil untuk industri pertambangan.

Sumber: Jurnas

1 comment:

  1. indonesia membutuhkan wacana pembangunan industri bahan peledak yang menyebar diberbagai pulau yang non konflik (non papua).hal ini untuk menjaga kemungkinan jika terjadi sabotase yang dilakukan oleh pihak asing yang dalam hal ini adalah pihak yang amat sangat berkepentingan akan stabilitas koloni dan wilayah jajahannya di republik indonesia ini. dan juga sebagai faktor vital dalam mendukung penuh mobilisasi tempur yang multi power.kemandirian pembangunan diberbagai sektor adalah harga mati !!!!!!!!!! yang mesti dijalankan oleh bangsa dan negara indonesia. karena dengan hal itu sajalah bangsa indonesia akan keluar dari krisis multidimensional yang mendera sejak 1997 lalu. berpikirlah secara optimis jika semua rencana matang telah ada ditangan, dan mulailah bekerja semaksimal mungkin dengan diiringi malam-malam sepi dengan bermunajat pada TUHAN YANG MAHA ESA agar seluruh cita-cita dan harapan segenap bangsa indonesia terkabul.AMIEN

    ReplyDelete