ROKS Chang Bogo (SSK 61), kapal selam kelas Chang Bogo kandidat kuat pemenang tender pengadaan kapal selam TNI AL disamping U-209 buatan Jerman. Kilo diberitakan sebelumnya dipastikan pemenang tender mengalahkan Chang Bogo. Negara besar tetangga Indonesia sangat khawatir pembelian Kilo, karena mampu menembakan rudal hingga ke halaman rumah mereka. (Photo: USN/Mate 1st Class David A. Levy)
5 Juni 2011, Jakarta (TEMPO Interaktif): Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) Kementerian Pertahanan saat ini tengah menggodok rencana pembelian kapal selam untuk memperkuat armada TNI Angkatan Laut. Penggodokan sudah memasuki tahap memilih satu di antara tiga negara produsen yang telah mengajukan penawaran. "Tiga negara itu adalah Jerman, Prancis, dan Korea," kata Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Soeparno kepada Tempo, Minggu, 5 Juni 2011.
Sebelumnya, ada empat negara yang mengajukan penawaran kepada TNI. Namun, satu negara produsen, yakni Rusia, akhirnya mundur karena produk kapal selam yang ditawarkan tak sesuai dengan spesifikasi teknis yang dibutuhkan TNI AL. "Mereka menawarkan kapal selam besar," ujar Soeparno. Kapal selam yang dibutuhkan TNI AL, kata dia, tidak terlampau besar dan yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia.
Selain itu, pembelian kapal selam juga disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. "Kalau kapal selam besar, anggarannya tidak mencukupi," ujarnya. Sayangnya, Soeparno enggan menyebut berapa jumlah anggaran yang disiapkan untuk membeli kapal selam itu. Namun, menurut dia, rencana membeli kapal selam sudah dianggarkan sejak tahun 2005 lalu.
Sebelumnya, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda TNI Susilo mengatakan bahwa pada tahun ini pemerintah setidaknya akan membeli dua unit kapal selam. "Tahun ini kami harapkan bisa eksekusi," kata Susilo di kantornya, Jakarta, akhir Mei lalu.
Senada dengan Soeparno, Susilo mengatakan pembelian kapal selam disesuaikan dengan anggaran yang tersedia, mengingat mahalnya harga kapal selam. Ia mencontohkan kapal selam jenis Scorpen produk Prancis yang dibeli oleh negeri jiran, Malaysia, harganya mencapai 550 juta Euro atau lebih dari US$ 700 juta. Selain Prancis yang menawarkan Scorpen, Jerman menawarkan kapal selam jenis U-209 dan Korea Selatan menawarkan Chang Bogo.
Menurut Soeparno, TNI AL paling tidak membutuhkan sekurang-kurangnya enam buah kapal selam. Saat ini, TNI AL baru memiliki dua kapal selam, yakni KRI Cakra dan KRI Nanggala yang dimiliki sejak tahun 1980-an. Itu pun, KRI Cakra masih dalam perbaikan dan baru rampung Januari tahun depan. Untuk memenuhi jumlah miminal itu, "TNI AL butuh empat buah kapal selam lagi," katanya.
Namun, untuk dapat memenuhi jumlah ideal itu masih dibutuhkan waktu yang cukup lama. Pasalnya, setelah dipesan, proses pembuatan kapal selam butuh waktu bertahun-tahun. "Minimal tiga tahun," ujarnya.
Sumber: TEMPO Interaktif
BEYE geura nyieun sorangan kapal selam teh, daaaa PT PAL jeung PT BATAM SHIPBUILDER oge nan geus bisaeun, atuch!!!!!!!!
ReplyDeletenaha bet maneh bungang bingung kawas jalma AMNESIA tea???????????????
montong sieun ka si kadal jadah amerika serikat jeung balad2 nato na!!!!!!!!!!!!! Indunesa bakalan jadi pamingpin dunya iyeu, cadu ngaing siah BEYE. perkawis eta mah pasti!!!!!!!!!!!!!!!
montong kasieun ka si kadal jadah amerika serikat jeung balad2 nato na!!!!!!
INSYAALLAH MANEH DIKUATKEUN KU GUSTI ALLAH IMAN ISLAMNA AMBIH NGELEHAN SI KADAL JADAH AMERIKA SERIKAT JEUNG BALAD2 NATO NA, AMIEN YA MUJIBASSA'ILIN
SRI BADUGA MAHARAJA RATU JAYADEWATA
EMPEROR OF PADJADJARAN
indonesia mah cuma cocok pakek yang bekas2...
ReplyDeleteseperti hercules, f16 di kasih hibah dari negara lain girangnya bukan maen, supaya uangnya bisa di pakek korupsi..
beda dngan malaysia yg alutsistanya canggih , modern, dan berharga mahal...
semoga tni semakin di segani dan menjadi macan asia kembali....
ReplyDeletePajajaran Bagong! Maju sini, gua injek pala orang-orang Sunda! Mana Siliwangi alias Silitbau, juga Kian Santang alias Kian Sinting?! Pengen gue sundut matanya pake rokok! Sunda anjing!
ReplyDeleteJangan ngomong pakai bahasa hewan, pakai bahasa Indonesia!