Monday, August 23, 2010

Iran Kembali Tampilkan Alutsista Baru


23 Agustus 2010 -- Iran mulai memproduksi dua tipe kapal serang berkecepatan tinggi Seraj 1 dan Zolfagar.

Kedua kapal dibangun di komplek industri maritim Kementrian Pertahanan Iran.

Upacara peresmian produksi kedua kapal dihadiri Menteri Pertahanan Iran Ahmad Vahidi dan Komandan Korps Laut Garda Revolusi Islam Iran Ali Fadavi, Senin (23/8).

Vahidi mengatakan badan kapal Seraj 1 dari fiberglass, mampu menembakan roket serta dilengkapi dengan sistem navigasi elektronik.

Zolfagar merupakan kapal patroli yang dilengkapi peluncur rudal dan senapan mesin, jelas Vahidi.

Fadavi mengklaim kecepatan kapal pembawa rudal mencapai 35 knot, lebih cepat dibandingkan kapal sejenis buatan Amerika Serikat hanya 31 knot.

Fadavi menambahkan tidak ada kapal serang di dunia yang mempunyai kecepatan setara dengan kapal buatan Iran.


Iran sebelumnya, Minggu (22/8), mempertunjukan pesawat jet pembom tanpa awak Karar yang mempunyai jarak jelajah 1000 km.

Pemerintah Iran secara berkesinambungan mengembangkan alutsista sendiri. Setelah Iran diembargo oleh Amerika Serikat. Iran secara agresif menunjukan dan memproduksi alutsista buatan sendiri dan melakukan latihan militer, bertujuan memberikan isyarat bagi seterunya Israel dan Amerika Serikat. Bahwa Iran siap menyerang balik jika mereka diserang.

Pemerintah Iran paham untuk mencegah konfrontasi dengan seterunya, mereka harus memperlihatkan kekuatan militernya. Bila mereka memilih jalan diplomasi atau kekerabatan akan ditekan oleh seterunya, hal ini dapat merugikan kepentingan nasional dan kedaulatan negara.

MNA/IRNA/Berita HanKam

Koalisi Nilai Pernyataan Presiden Akibat Kurang Pemahaman

Menko Polhukam Djoko Suyanto (tengah) memberi keterangan pada wartawan didampingi Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa (kiri) dan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Fadel Muhammad usai rapat koordinasi terbatas di Kementerian Koordinator Polhukam, Jakarta, Senin (24/8). Rapat tersebut membahas sejumlah kasus terbaru antara Indonesia dan Malaysia yaitu mengenai penangkapan pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia oleh Polisi Malaysia. (Foto: ANTARA/Rosa Panggabean/Koz/hp/10)

23 Agustus 2010, Jakarta -- Koalisi untuk Kedaulatan Indonesia menilai, pernyataan Presiden yang mengatakan Insiden Indonesia - Malaysia di Bintan adalah peristiwa biasa dan tidak terkait dengan kedaulatan merupakan indikasi kurang memahami Konvensi Hukum Laut Internasional. Tak heran jika menganggap remeh kasus tersebut.

Menurut Juru Bicara Koalisi untuk Kedaulatan Indonesia, M. Riza Damanik, pernyataan itu mencederai rasa keadilan dari nelayan-nelayan Indonesia yang ditangkap tanpa perlindungan. Selain itu negara seakan-akan memberi kemudahan kepada para pencuri ikan dengan melepaskan begitu saja ketujuh nelayan tersebut. “Pernyataan itu juga memperlihatkan bahwa pemerintah kita belum cermat memahami masalah itu dan urgensinya seperti apa,” ujarnya saat dihubungi, Senin (23/8).

Padahal, lanjut Riza, pemerintah tidak seharusnya menganggap remeh hal tersebut. Jika mengacu pada kasus lepasnya Sipadan dan Ligitan dari Indonesia ke Malaysia juga dimulai dari insiden-insiden serupa. Dimana pemerintah terlambat bereaksi karena menganggap remeh manuver-manuver yang dilakukan pemerintah Malaysia. “Sampai akhirnya mereka menyerahkan bukti-bukti pengelolaan Sipadan dan Ligitan. Lalu oleh Mahkamah Internasional diputuskan Malaysia yang berhak atas wilayah itu.”

Tanpa adanya kecaman dari Presiden terkait insiden itu, Riza berpendapat, seakan-akan klaim Malaysia dibenarkan oleh pemerintah. Di mana Malaysia mengklain bahwa insiden itu terjadi di wilayah mereka, karena itulah instrumen hukum Malaysia berjalan di situ dengan membawa tiga orang petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan ke Johor Baru. “Kalau mereka melakukan instrumen hukum di wilayah itu, bisa jadi itu kemudian akan menjadi alat bukti bahwa Malaysia mengelola wilayah itu. Ke depannya bukan tidak mungkin kejadian Sipadan Ligitan berulang,” tutur Riza.

Pernyataan itu, menurut Riza semakin meyakinkan Koalisi untuk Kedaulatan Indonesia untuk tidak banyak berharap dari kepemimpinan Presiden SBY bisa menyelesaikan soal perbatasan. Karena itulah Koalisi akan mendorong DPR menggunakan hak interpelasinya untuk mengambil sikap. “Untuk mencegah terjadinya kerugian rakyat Indonesia yang lebih besar lagi,” tambahnya.

Presiden: ini era kerja sama, bukan konfrontasi

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan penyelesaian masalah dengan Malaysia harus dilakukan dengan diplomasi yang baik.
"Jangan kita memiliki budaya yang sedikit-sedikit putuskan hubungan diplomatik, sedikit-sedikit perang," katanya dalam rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden, Senin (23/08).

Gesekan dengan Malaysia terjadi ketika tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan ditangkap kepolisian Malaysia. Penangkapan ini menuai protes keras di dalam negeri.

Presiden mengatakan, banyak sumber-sumber politik yang bisa digunakan secara damai. Sebab, kata Presiden, "Era sekarang ini era kerjasama, bukan era konfrontasi."

Selain itu ia juga meminta menteri terkait, yaitu Menteri Luar Negeri, menjelaskan kepada publik masalah ini sehigga berita menjadi tidak simpang siur. Presiden meminta eristiwa mesti menjadi pemicu agar perbatasan dengan Malaysia kembali dibahas.

Selama ini, kata Presiden, pembahasan perbatasan tertunda karena Malaysia masih menyelesaikan sengketa perbatasan mereka dengan Singapura. "Saya pikir tidak harus menunggu, bisa dimulai sekarang," katanya.

Selain itu, Presiden melanjutkan, perlu ada aturan main dalam kasus overlaping klaim perbatasan. Agar kasus serupa tidak terulang.

TEMPO Interaktif

Pemerintah Mantapkan Materi Perundingan dengan Malaysia

Menko Polhukam Djoko Suyanto (empat dari kanan) memberi keterangan pada wartawan didampingi (kiri kanan) KASAL Laksamana Agus Suhartono, Panglima TNI Djoko Santoso, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Fadel Muhammad, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, dan Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut Didik Heru Purnomo usai rapat koordinasi terbatas di Kementerian Koordinator Polhukam, Jakarta, Senin (24/8). Rapat tersebut membahas sejumlah kasus terbaru antara Indonesia dan Malaysia yaitu mengenai penangkapan pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia oleh Polisi Malaysia. (Foto: ANTARA/Rosa Panggabean/Koz/hp/10)

23 Agustus 2010, Jakarta -- Pemerintah memantapkan materi perundingan yang akan dilakukan bersama Malaysia terkait batas wilayah darat dan laut kedua negara, kata Menko Polhukam Djoko Suyanto.

"Perundingan tentang perbatasan dengan Malaysia telah dilakukan sejak lama," kata Djoko Suyanto kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Dihubungi sebelum memimpin rapat koordinasi bidang politik, hukum dan keamanan membahas insiden "Berakit" ia mengemukakan, Kementerian Luar Negeri telah melakukan perundingan dengan Malaysia sejak 1993 hingga 2005 dan kini dimulai lagi perundingannya.

Ia mengakui, dalam setiap perundingan antarnegara terkait batas wilayah tidak dapat langsung menghasilkan keputusan final bagi kedua pihak atau bahkan beberapa pihak.

"Ya kita siapkan semuanya untuk memulai lagi perundingan dengan Malaysia," ujar Djoko.

Rapat itu diikuti Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, Menteri Perhubungan Fredy Numberi, Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso dan Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut Laksdya TNI Didik Heru Purnomo.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya menginstruksikan agar perundingan perbatasan dengan Malaysia dipercepat.

Hal itu dinyatakan Presiden menyusul penangkapan tiga petugas KKP oleh aparat Malaysia saat melakukan tugas di wilayah perairan Berakit, Indonesia pada 13 Agustus.

ANTARA News

Lagu Indonesia Raya Sambut KRI Dewaruci di Amsterdam

23 Agustus 2010, Surabaya -- Tanggal 19 Agustus 2010 pukul 10.30 Ws, KRI Dewaruci memasuki formasi sebagai urutan keenam dalam rangkaian Sail Parade dari IJmuiden ke Amsterdam. Keramaian di perairan alur masuk Amsterdam sudah dimulai sejak pagi. Ratusan bahkan ribuan kapal boat memenuhi alur dengan ragam asesoris.

KRI Dewaruci sempat memacetkan lalu lintas dengan senjata andalan Genderang Suling-nya. Berkali-kali Komandan kapal KRI Dewaruci, Letkol Laut (P) Suharto berdecak kagum dan berujar, beginilah seharusnya Indonesia sebagai bangsa maritim. Kekaguman terhadap penataan laut terlihat sejak memasuki dok dan bibir pantai yang sudah dibangun permanen, sehingga kecil kemungkinan terjadi abrasi dan perairan pun menjadi terjaga untuk tetap menjadi media lalu lintas pergerakan manusia.

Demikian pula kecintaan masyarakat terhadap laut dan pemanfaatan laut. Menurut salah satu perwira penghubung (Liaison Officer), kecintaan pada laut ditunjukkan dengan menjadikan kapal sebagai kebutuhan primer kedua setelah rumah. Jadi seseorang yang telah melunasi kredit rumah akan melanjutkan membeli speedboat dengan cara kredit juga.

KRI Dewaruci hanya bisa bergerak dengan kecepatan 1,5 – 2 knot di perairan sepanjang 12 NM dan dipenuhi ribuan kapal berbagai jenis tersebut serta masyarakat dengan usia beragam. Dari bayi hingga kakek-nenek tumpah ruah ke laut dengan boat masing-masing. Hampir 5 jam untuk menembus jarak tersebut hingga merapat di dermaga. Setelah mendekati tribun utama, 1 NM dari tempat sandar, dentuman meriam sebanyak 2 kali disambut dengan penghormatan parade roll oleh KRI Dewaruci. Dan lagu kebangsaan Indonesia Raya pun berkumandang dari arah tribun.

Kapten Didik Siswinardi, salah satu perwira pengasuh berujar, tidak pernah terharu seperti ini sebelumnya melihat sambutan Lagu Kebangsaan diiringi lambaian bendera kebangsaan Merah Putih berukuran 9 m x 12 m dari tiang gafel KRI Dewaruci. “Kombinasi kebanggan untuk 65 tahun Kemerdekaan Indonesia, “lanjut Didik. Kunjungan Kehormatan ke Dubes RI di Den Haag Sore hari, Komandan KRI Dewaruci didampingi Danlat KJK AAL Mayor Dores dan Athan RI Den Haag Kolonel Laut (T) Wisnu Sumarto, ST serta 2 perwakilan kadet berkesempatan mengadakan kunjungan kehormatan ke Duta Besar R.I untuk Kerajaan Belanda, Junus Effendi Habibie dan diterima di Wisma Duta.

Dalam kesempatan tersebut, mantan Dubes Inggris yang juga lulusan Akademi Angkatan Laut angkatan ke-8 (tahun 1961) tersebut memberi wejangan kepada tim Dewaruci, khususnya para kadet agar memanfaatkan kesempatan yang sangat singkat untuk belajar dan berlatih. Motto Rhee Dharma Shanty yang berarti Malu melakukan perbuatan tercela berulang-ulang didengungkan. Itu yang menjadi pegangan beliau sehingga sukses dalam melaksanakan tugas negara, melalui TNI AL, Departemen Pehubungan, Kepala Otorita Batam, karir Diplomat dan partai politik serta tugas-tugas lainnya. The Most Popular Ship dan Juara I Catur Dalam rangkaian Sail Amsterdam, KRI Dewaruci meraih gelar The Most Popular Ship yang diserahkan khusus pada acara Captain Dinner.

Berbeda dengan penghargaan lain dalam rangka North Sea Regatta dari Hartlepool Inggris ke IJmuiden Belanda yang diberikan pada saat Prize Giving setelah acara kirab kota. Di hadapan para Komandan/Nakhoda kapal, Walikota Hartlepool, dan undangan lainnya, Ketua Panitia mengumumkan KRI Dewaruci sebagai kapala terpopuler dalam Sail Amsterdam 2010 yang diikuti 71 kapal dari 20 negara.

Satu-satunya penghargaan pada acara tersebut diberikan atas apresiasi masyarakat Amsterdam sejak Sail Parade yang menampilkan performa spektakuler memasuki pelabuhan, pada saat kirab kota dan jumlah pengunjung yang selalu ramai hingga malam hari. Tepuk tangan sambil berdiri (standing applaus) diberikan para komandan/nakhoda yang terdiri dari 51 kapal layar, 4 kapal perang, 8 kapal sipil modern dan 4 kapal replika abad XVI, serta tamu dan undangan yang hadir. Sesaat setelah menerima penghargaan, Komandan KRI Dewaruci, Letkol Laut (P) Suharto, S.H. mengatakan, bahwa KRI Dewaruci datang bukan untuk sebuah penghargaan, tetapi sebagai bentuk apresiasi atas undangan dan penghargaan atas kerja keras panitia yang telah mendatangkan KRI Dewaruci jauh dari Indonesia, sehingga akan terus tampil maksimal mempersembahkan yang terbaik kepada masyarakat di setiap negara dari segala aspek.

“Terima kasih atas apresiasi ini, kita semua adalah pemenang. Memenangkan persahabatan yang terjalin di antara kita, yang menjadi tujuan penyelenggaraan berbagai festival kapal layar, kata Komandan KRI Dewaruci. Kirab Kota dan Buka puasa bersama di Den Haag Pada hari yang sama, para Kadet AAL melaksanakan kirab kota secara mandiri di pusat Kota Den Haag, yang berjarak 70 km dari Amsterdam. Genderang Suling Gita Jala Taruna tampil selama 2 jam, termasuk penampilan Reog Ponorogo.

Selesai kirab kota dilanjutkan dengan acara ngabuburit dengan Gelar Kesenian dari Kadet AAL menjelang buka puasa bersama masyarakat Indonesia di Wisma Duta kediaman Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda. Selanjutnya pada hari Minggu, 22 Agustus 2010, akan melaksanakan Cocktail Party dan gelar kesenian. Pengarahan Gubernur AAL Laksda TNI Hari Bowo kepada Satgas Muhibah 2010, khususnya kepada Kadet AAL, akan menjadi penutup rangkaian Sail Amsterdam sebelum tolak pada pukul 11.00 WS hari Senin, 23 Agustus 2010 menuju Bremerhaven.

Dispenarmatim

Indonesia Akan Percepat Perundingan Perbatasan

Perwakilan aktivis yang tergabung dalam Koalisi Untuk Kedaulatan Indonesia, Ray Rangkuti (2 kiri), menyerahkan berkas kepada Wakil Ketua Komisi I DPR Agus Gumiwang Kartasasmita (3 kanan), seusai bertatapmuka dengan Komisi I DPR, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/8). Koalisi untuk Kedaulatan Indonesia mendesak Komisi I DPR menggunakan hak interpelasinya untuk meminta penjelasan kepada pemerintah terkait pelecehan kedaulatan bangsa melalui barter pencuri ikan asal Malaysia dengan petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). (Foto: ANTARA/Ismar Patrizki/pd/10)

23 Agustus 2010, Jakarta -- Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan Indonesia akan mempercepat jadwal perundingan mengenai perbatasan dengan beberapa negara, termasuk Malaysia.

"Kami terima kemarin sebelum diumumkan oleh Presiden, tentang perlunya kita mempercepat atau meningkatkan tempo perundingan dengan Malaysia dan negara lain," kata Menlu seusai acara Pengukuhan Duta Belia 2010 di Kemlu, Senin.

Ia menjelaskan bahwa pekan lalu sudah menghubungi Menlu Malaysia untuk menunjukkan tekad untuk membentuk Komisi Menteri Bersama (Joint Minitrial Commission), yang sebelumnya pada September hingga November.

Pemerintah Indonesia telah menawarkan satu tanggal yang konkret tetapi dari masih belum mendapat jawaban dari Malaysia, tambahnya.

Meski tanggal pasti perundingan dengan Malaysia belum ditentukan, Menlu memaparkan bahwa dalam satu-dua bulan ke depan akan ada pembahasan lebih mendalam tentang perbatasan dengan sejumlah negara.

"Kita akan tukar menukar instrumen ratifikasi mengenai perbatasan dengan Singapura pada 30 Agustus, Thailand 1-2 September, kemudian Vietnam, Filipina dan Palau dalam satu - dua bulan ke depan," jelas Menlu.

Pada Minggu malam, dalam acara buka puasa dengan partai Demokrat, Presiden memberi instruksi dan arahan agar proses perundingan dengan negara yang berbatasan dengan Indonesia, termasuk Malaysia, dipercepat.

Marty menjelaskan (18/8) bahwa Malaysia belum siap karena masih belum menyelesaikan masalah batas laut yang tidak berjauhan dengan Singapura.

Percepatan perundingan perbatasan ini terkait dengan insiden yang terjadi pada 13 Agustus lalu, saat polisi Malaysia menahan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. Kapal Malaysia mencegat kapal patroli Indonesia saat sedang mengawal perahu Malaysia yang tertangkap mengambil ikan di perairan Indonesia.

Kapal patroli Malaysia menangkap ketiga petugas kelautan Indonesia karena Indonesia menolak melepas kapal Malaysia beserta tujuh orang krunya.

Pada 17 Agustus, pihak Malaysia melepas tiga petugas Indonesia, sementara pihak berwajib Indonesia juga mendeportasi tujuh nelayan Malaysia yang tertangkap oleh ketiga petugas KKP tersebut.

Presiden perintahkan pembahasan batas maritim dengan Malaysia

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan percepatan pembahasan batas maritim antara Indonesia dan Malaysia untuk menghindari perbedaan pendapat antarkedua negara.

"Perlu batas maritim (yang jelas) antara Indonesia dan Malaysia," kata Presiden Yudhoyono saat buka puasa bersama dengan sejumlah kader Partai Demokrat di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, Minggu malam.

Untuk itu, Presiden Yudhoyono telah memerintahkan menteri terkait untuk mempercepat upaya perundingan dengan Malaysia guna membahas batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia.

Presiden menegaskan, upaya perundingan dengan Malaysia bisa segera dimulai, tanpa harus menunggu negara itu menyelesaikan sengketa batas wilayah dengan Singapura.

Saat ini, Malaysia sedang bersengketa dengan Singapura tentang klaim kepemilikan Pulau Batu Puteh. Sengketa itu sedang diproses di Mahkamah Internasional.

Untuk memulai proses perundingan dengan Malaysia, Presiden Yudhoyono dijadwalkan akan segera menerima laporan dari menteri terkait pada pekan ini, terutama terkait dengan kasus penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) oleh kepolisian Malaysia beberapa waktu lalu.

Presiden Yudhoyono menjelaskan, letak geografis perairan Indonesia sangat rentan karena berbatasan langsung dengan tujuh negara. Oleh karena itu, Indonesia harus terus mengedepankan upaya diplomasi dengan negara tetangga.

ANTARA News

TNI AD Serahkan kepada Kementerian Pertahanan


23 Agustus 2010, Banda Aceh -- Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat menyerahkan urusan cetak biru komponen cadangan kepada Kementerian Pertahanan. Untuk saat ini, TNI AD tidak akan turut campur.

Hal itu dikatakan Kepala Staf TNI AD Jenderal George Toisutta di sela-sela kunjungan ke Resimen Induk Komando Daerah Militer Iskandar Muda, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, Sabtu (21/8).

Kementerian Pertahanan kembali menyuarakan agar Indonesia dapat secepat mungkin memiliki komponen cadangan. Oleh karena itu, Kementerian Pertahanan menaruh harapan, Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan dapat disahkan pada tahun ini. ”Kalau bisa disahkan pada 2010, tentu akan sangat bagus. Pada prinsipnya, makin cepat makin baik,” kata Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Budi Susilo Soepandji, 10 Agustus lalu.

Kementerian Pertahanan menyiapkan RUU Komponen Cadangan sejak bertahun-tahun silam. Namun, dalam perjalanannya, RUU ini mengundang cukup banyak kritik.

”Semuanya kami serahkan kepada Kementerian Pertahanan. Mereka yang menangani hal ini,” kata George Toisutta.

Untuk saat ini, kata dia, TNI AD tidak akan mencampuri masalah komponen cadangan. Bahkan, Markas Besar TNI belum menerima penjelasan apa pun dari Kementerian Pertahanan mengenai masalah tersebut.

Atasi kesulitan amunisi

Dalam kesempatan itu, George Toisutta juga menyatakan, untuk mengatasi kesulitan amunisi dalam setiap latihan yang diadakan di setiap komando daerah militer (kodam), pihaknya saat ini berupaya untuk melengkapi sarana pelatihan dengan menggunakan simulasi tempur tertutup.

”Hampir setiap kodam sudah ada alat simulasi tempur dalam ruangan ini. Tetapi, satuan yang paling penting untuk memiliki teknologi seperti ini adalah Kopassus (Komando Pasukan Khusus TNI AD) dan Kostrad (Komando Cadangan Strategis TNI AD),” katanya.

Dia mengakui, salah satu alasan untuk menggunakan simulator ini adalah mengurangi pemakaian amunisi, terutama peluru, untuk latihan tempur. Direncanakan setiap batalyon akan memiliki satu alat simulasi tempur.

”Untuk setiap kodam, simulatornya menggunakan bikinan luar negeri. Untuk batalyon, mungkin bikinan dalam negeri,” tuturnya.

KOMPAS

Yonif Linud Kostrad Gelar Latihan Terjung Payung

(Foto: Kostrad)

23 Agustus 2010, Subang -- Sebanyak 349 prajurit Yon Infrantri Lintas Udara 305/17/1 Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad) akan menggelar latihan terjun "free fall" dan terjun statis penyegaran di Lanud Surya Darma Kalijati Kabupaten Subang, Jawa Barat, pada Senin (23/8).

"Latihan penerjunan akan diikuti oleh 349 prajurit, dengan rincian sebanyak 49 orang terjun 'free fall' dan 300 orang terjun statis," kata Kepala Penerangan Mayor Inf Ferdinand melalui rilis yang diperoleh ANTARA di Subang, Minggu.

Latihan terjun yang bertujuan untuk memelihara kemampuan serta keterampilan satuan Yonif Linud 305 dalam melaksanakan penerjunan pada pagi hari itu akan menggunakan pesawat C-130 Hercules Long Body dengan dibagi 4 sortie (bagian).

Sortie I sebanyak 88 orang, sortie II sebanyak 85 orang, sortie III sebanyak 88 orang dan sortie IV sebanyak 88 orang dari Pelabuhan udara Halim Perdana Kusuma.

Menurut Ferdinand, latihan terjun itu juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan para prajurit dalam melaksanakan latihan terjun penyegaran di satuan lintas udara.

"Dengan kemampuan lintas udara tersebut, pasukan Kostrad siap melaksanakan tugas-tugas di daerah yang sulit dan terpencil dalam rangka memelihara dan menjaga integritas NKRI," katanya.

Dalam kesempatan itu, Panglima Kostrad Letjen TNI Burhanudin Amin akan meninjau latihan terjun tersebut di Lanud Surya Darma Kalijati Subang, Jabar.

Selain itu mereka juga akan diberikan sebanyak 1000 paket sembako kepada warga sekitar Bandara Surya Darma Kalijati Kabupaten Subang sebagai wujud kepedulian Kostrad kepada masyarakat.

ANTARA Jatim

Indonesia Butuhkan Ahli Perang Semesta

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (kanan), Rektor Universitas Pertahanan Indonesia, Mayjen TNI Dr. Syarifudin Tippe, S.IP, M.Si (tengah) dan Menteri Pendidikan, M. Nuh saat Wisuda Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan) Angkatan I di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Sabtu (21/8). Sebanyak 38 wisudawan memperoleh gelar Sarjana S2 dalam bidang Strategi Pertahanan Semesta. (Foto: ANTARA/Herka Yanis Pangaribowo/ama/10)

23 Agustus 2010, Jakarta -- Semakin meningkatnya ragam ancaman dewasa ini, yang dimensinya tidak saja militer, tetapi juga nirmiliter, membuat Indonesia juga perlu mengembangkan ahli strategi pertahanan yang mampu memahami berbagai ancaman baru tersebut. Untuk mencapai tujuan itulah Universitas Pertahanan memiliki peran penting.

Pesan tersebut disampaikan oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dalam Wisuda Program Magister Pertahanan, Program Studi Strategi Perang Semesta, di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Sabtu (21/8).

Lebih jauh Menteri Pertahanan menyampaikan, Universitas Pertahanan (Unhan), yang diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 11 Maret 2009, juga diharapkan bisa menjadi universitas berkelas dunia sehingga perlu untuk terus mengembangkan diri. Kini, selain Strategi Perang Semesta, Unhan juga memiliki Program Studi Manajemen Pertahanan dan terakhir, yang diluncurkan bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dua pekan silam, adalah Program Studi Ekonomi Pertahanan (Defence Economics). Ke depan satu bidang studi lain juga akan diluncurkan, yakni Manajemen Bencana Alam.

Dalam wisuda yang juga dihadiri oleh Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, dari perspektif akademik keilmuan, program-program studi yang dikembangkan oleh Unhan beserta ilmu-ilmu yang terkait di dalamnya merupakan bidang baru bagi dunia pendidikan nasional.

”Kementerian Pendidikan Nasional dalam hal ini tidak saja mendukung, tetapi juga berterima kasih kepada Kementerian Pertahanan dan TNI yang ikut membidani lahirnya Unhan (yang telah ikut memperkenalkan pengetahuan baru dalam pendidikan nasional),” ujar Nuh.

Nuh juga menegaskan, kementerian yang dia pimpin mendukung Unhan juga karena menyadari, lembaga pendidikan ini perannya bukan hanya semata dalam bidang akademik, melainkan juga dalam rangka ikut mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kepada Unhan, Nuh juga berpesan, melihat tren yang terjadi di berbagai belahan dunia lain, satu bidang studi perang yang patut diberikan perhatian besar adalah yang terkait dengan perang siber (cyber war), yang melibatkan penggunaan teknologi informasi-komunikasi.

Ninok Leksono, Redaktur Senior Kompas, yang memberikan orasi ilmiahnya memberikan perspektif, saat ini Indonesia pada saat yang sama berada pada perang generasi ketiga dan keempat. Ancaman fisik yang sering kali memicu reaksi konfrontasi masih sering muncul berkaitan dengan masalah perbatasan dengan negara tetangga. Pada saat yang sama, ancaman dari kelompok-kelompok tertentu di dalam negara juga hadir secara mencolok.

KOMPAS

Sunday, August 22, 2010

Iran Pamerkan Pesawat Jet Tanpa Awak Karar, Mampu Menempuk Jarak 1000 km

Pabrik pesawat jet tanpa awak Karar. (Foto: MNA/Vahid-Reza Alaii)

22 Agustus 2010 -- Kementrian Pertahanan Iran mempertunjukan dan menguji pesawat tempur tanpa awak bermesin jet Karar, Minggu (22/8). Pesawat mampu terbang tinggi untuk waktu lama. Presiden Iran Ahmadinejad, Menteri Pertahanan Ahmad Vahidi, Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Hasan Firouzabadi, Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Reza Taqipour serta perwakilan keluarga para martir.

Karar dilengkapi mesin turbojet, dapat membawa bahan peledak guna menghancurkan sasaran. Pesawat dapat digunakan berbagai macam misi untuk menghancurkan berbagai sasaran.

Vahidi mengklaim Karrar dapat terbang sejauh1000 km, ditambahkannya para pakar Iran dapat meningkatkan ketinggian terbang.

Awal Februari, Iran telah memprodukasi pesawat tanpa awak Raid dan Nazir yang mampu melakukan misi pengintaian jarak jauh, patroli, penyerangan dan pemboman dengan presisi tinggi.







MNA/Berita HanKam

KRI Teluk Amboina-503 Angkut Satgas Pamrahwan Ambon


22 Agustus 2010, Jakarta -- Salah satu unsur Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) KRI Teluk Amboina-503 mengangkut pasukan Yonif 125/Belawan kembali ke pangkalan induk di Belawan usai melaksanakan penugasan di Ambon, Pulau Saumlaki, Pulau Kisar, Pulau Wetar dan Pulau Lirang yang tergabung dalam satuan tugas pengamanan daerah rawan (Satgaspamrahwan) Ambon dan direncanakan Minggu ini tiba di Dermaga Kolinlamil, Jakarta Utara.

KRI Teluk Amboina-503 dengan Komandan Letkol Laut (P) Desmon Hermono Kusumo telah menempuh perjalanan lintas laut selama kurang lebih satu bulan sejak tolak dari Pangkalan Padang melaksanakan tugas pergeseran pasukan dengan menempuh route pelayaran Padang – perairan Jakarta – perairan Makasar – Perairan Ambon dan menurunkan pasukan pengamanan perbatasan di Ambon dalam rangka pergantian personel Satgas pengamanan daerah rawan dengan pasukan dari Yonif 133/Padang .

Usai melaksanakan kegiatan embarkasi personel Yonif -133/Padang dan debarkasi personel Yonif 125/Belawan yang tergabung dalam pengamanan daerah rawan (Pamrahwan), selanjutnya meneruskan pelayaran menuju perairan Kupang – perairan Makasar – perairan Jakarta – Pangkalan Belawan dan melaksanakan perbekalan di Pangkalan Utama Angkatan Laut di Kupang.

Selama melaksanakan kegiatan lintas laut, sepajang route pelayaran yang dilalui KRI Teluk Amboina -503 melaksanakan tugas asasinya sebagai salah satu unsur TNI AL yang hadir di Perairan kawasan dengan melaksanakan kegiatan patroli keamanan laut. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi pendeteksian dan pemeriksaan serta penindakan terhadap para pengguna jalur lalu lintas laut diantaranya terhadap kapal-kapal niaga maupun kapal-kapal ikan di kawasan sepanjang route operasi.

Kehadiran KRI Teluk Amboina – 503 di kawasan perairan sepanjang route kegiatan operasi, diharapkan dapat memberikan rasa aman dan dapat memberikan dampak penangkalan terhadap berbagai kemungkinan bentuk pelanggaran hukum di laut.

Kapal perang jenis kapal angkut Tank (AT) buatan Jepang yang diawaki oleh 71 personel ini sehari-harinya dibawah pembinaan Satuan Lintas laut Militer (Satlinlamil ) Jakarta. Kapal perang tersebut saat ini dikomandani Letkol Laut (P) Desmon Hermono Kusumo, salah seorang perwira lulusan Akademi Angkatan laut angkatan ke-39 tahun 1993. KRI Teluk Amboina dengan nomor lambung -503 saat ini memiliki kemampuan jelajah sampai dengan 8 knot atau 8 mil per jam.

Dispenkolinlamil/Pos Kota

Officials Release MQ-1B Accident Report

Officials released the MQ-1B Predator accident report Aug. 20,2010, regarding the April 20, 2010, crash of a Predator, similar to the one pictured above. The remotely piloted aircraft was flying a training mission at Southern California Logistics Airport. (Photo: U.S. Air Force)

20 August 2010, LANGLEY AIR FORCE BASE, Va. (AFNS) -- Pilot error caused the crash of an MQ-1B Predator at Southern California Logistics Airport during an April 20 training mission, according to an Air Combat Command Accident Investigation Board report released Aug. 20.

The Predator was an Air National Guard aircraft from the 163rd Reconnaissance Wing at March Joint Air Reserve Base, Calif., operated by members of the 3rd Special Operations Squadron under the supervision of instructors from the 163rd Operations Group Formal Training Unit also based at March JARB.

While no injuries occurred as a result of the accident, the aircraft and one inert Hellfire training missile were a total loss. The estimated damage to government property, including a runway light, is valued at about $3.7 million.

According to the report, the crash was caused by a student pilot's failure to recognize the aircraft's speed was too low for the weather conditions and aircraft configuration.

Insufficient speed during final approach caused a stall from which the student pilot and his instructor were unable to recover. This resulted in a hard landing that exceeded design limitations for the aircraft. Upon impact, the left wingtip dragged on the ground, causing the aircraft to leave the prepared runway surface and subsequently break apart.

Unexpectedly difficult wind conditions at the field during the landing contributed to the mishap, officials said.

USAF

Pesawat Hercules TNI AU Rusak di Timika

(Foto: Dispenau)

21 Agustus 2010, Timika -- Timika (ANTARA News) - Sebuah pesawat hercules milik TNI AU mengalami kerusakan mesin saat hendak berangkat dari Bandara Mozes Kilangin Timika menuju Wamena, Jumat (20/8).

Komandan Pangkalan Udara Timika, Letkol Penerbangan I Nyoman kepada ANTARA di Timika, Sabtu, membenarkan adanya kerusakan pada salah satu pesawat pengangkut milik TNI AU tersebut.

"Memang benar pesawat hercules mengalami sedikit kerusakan dan sementara dilakukan perbaikan karena suku cadang sudah didatangkan dari Jakarta," jelas Nyoman.

Dari pantauan ANTARA di Bandara Mozes Kilangin Timika, Sabtu siang, para teknisi sedang memperbaiki pesawat hercules yang mengalami kerusakan.

Pesawat tersebut terlihat masih parkir pada apraunt (tempat parkir) Bandara Mozes Kilangin Timika. Untuk memperbaiki pesawat hercules yang berukuran cukup besar itu, pihak pengelola Bandara Mozes Kilangin Timika bahkan mengerahkan peralatan trem (semacam derek/pengungkit) yang digunakan para teknisi untuk memperbaiki mesin dan baling-baling pesawat.

Kepala Bidang Perhubungan Udara Mimika, John Rettob juga membenarkan pesawat hercules milik TNI AU mengalami kerusakan mesin di Bandara Mozes Kilangin Timika.

"Kami mendapat informasi teknisi sudah memasang mesin baru yang didatangkan langsung dari Jakarta dengan pesawat hercules yang lain," kata Rettob.

Ia menjelaskan, perbaikan pesawat hercules tersebut tidak mengganggu aktivitas penerbangan di Bandara Mozes Kilangin Timika baik untuk penerbangan komersial menuju Makassar, Jakarta, Manado dan Jayapura maupun penerbangan perintis ke sejumlah daerah di wilayah pedalaman.

Adapun permintaan tiket pesawat di Timika menghadapi hari raya Idul Fitri belum terlihat meningkat alias masih normal sebagaimana hari-hari biasa.

Susy, salah satu agen penjualan tiket pesawat di Timika mengatakan permintaan tiket diprediksi baru akan meningkat satu pekan sebelum menghadapi hari raya Idul Fitri yang diperkirakan jatuh pada 12 September mendatang.

ANTARA News

Unhan Wisuda 38 Magister Bidang Strategi Pertahanan Semesta

Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso memberi ucapan selamat kepada mahasiswa Universitas Pertahanan (Unhan) Indonesia Angkatan I yang diwisuda di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Sabtu (21/8). Sebanyak 38 wisudawan memperoleh gelar Sarjana S2 dalam bidang Strategi Pertahanan Semesta. (Foto: ANTARA/Herka Yanis Pangaribowo/ama/10)

22 Agustus 2010, Jakarta -- Untuk pertamakalinya Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan) yang berdiri tahun 2009 mewisuda 38 lulusan S2 di bidang Strategi Pertahanan Semesta. Para lulusannya berhak menyhandang gelar Master Pertahanan atau M.Han.

"Para wisudawan ini akan kembali ke lingkungan kerja masing-masing, dan mereka diharapkan menjadi pemikir dan ahli strategis perang yang berwawasan nasional dan internasional," kata Rektor Unhan Mayjen TNI Dr Syarifuddin Tippe, MSi pada acara wisuda Program Magister Studi Strategi Perang Semesta Unhan di Gedung Kemhan, Jakarta, Sabtu (21/8) malam.

Menurut Rektor Unhan, para lulusan magister Unhan yang pertama itu sebagian besar merupakan perwira TNI berpangkat kolonel senior, sedangkan dua orang dari kalangan sipil. Sebanyak sembilan orang lulus dengan predikat Cumlaude, dan Kolonel (Kav) Jamaluddin menjadi lulusan terbaik.

"Para wisudawan ini juga telah melaksanakan Kuliah Kerja Luar Negeri di Naval Post Graduate School, Amerika Serikat," katanya.

Rektor Syarifuddin menambahkan bahwa Unhan merupakan perguruan tinggi negeri satu-satunya di Indonesia yang secara khusus melakukan kajian soal pertahanan, dan menyiapkan pemikir strategis di bidang strategi pertahanan semesta, baik sipil maupun militer.

Dikemukakan, selain memiliki program studi Strategi Perang Semesta, Unhan juga menyelenggarakan program studi Manajemen Pertahanan. Pada bulan Agustus ini, katanya, Unhan kembali membuka dua program studi baru, yakni ekonomi pertahanan dan manajemen bencana.

"Selain memililki peran strategis, Unhan juga merupakan perguruan tinggi negeri yang unik karena hanya membuka jenjang strata dua, dan semua siswanya tidak dipungut biaya," katanya.

ANTARA News

Di Laut Kita Penonton


22 Agustus 2010 -- Dua hari pasca-insiden Tanjung Berakit, Minggu (15/8), Kompas bersama sejumlah wartawan lain berkesempatan ikut dalam reka ulang menentukan lokasi kejadian. Saat itu kami naik Kapal Patroli Taka milik Polisi Perairan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau.

Kegiatan tersebut dipimpin Direktur Polisi Perairan Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Riau (Kepri) Ajun Komisaris Besar M Yassin Kosasih. Hadir pula Direktur Reserse Kriminal Polda Kepri Komisaris Besar Ahmad Nurdin, Kepala Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam Yulisbar, dan Perwira Staf Operasional Pangkalan TNI Angkatan Laut Batam Mayor Yudi Priyatno.

Di perairan Republik Indonesia, ada tiga lembaga yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab penegakan hukum, yakni TNI AL, Polisi Perairan, dan PSDKP. Artinya, ketiga lembaga tersebut terwakili semua dalam rombongan.

Kapal Patroli (KP) Taka berangkat dari Batam pukul 11.00. Dua jam kemudian, kapal tiba di perairan Tanjung Berakit di Kepri yang menjadi lokasi insiden.

Singkat kata, KP Taka berhenti di dua titik yang menjadi lokasi insiden. Setelah mendapatkan koordinat dengan peralatan global positioning system (GPS), kapal meluncur kembali ke arah Batam.

Di tengah perjalanan pulang, sebuah panggilan tiba-tiba masuk melalui alat komunikasi KP Taka. Nakhoda KP Taka yang namanya tak sempat saya catat langsung menerima panggilan tersebut.

Ternyata panggilan berasal dari Kapal Patroli Angkatan Laut Singapura. Mereka memperingatkan, KP Taka sudah sedikit masuk ke wilayah Singapura.

Tentu saja rombongan dalam KP Taka agak terkejut. Pasalnya, dalam peta elektronik di KP Taka, kapal masih berada di wilayah perairan RI. Dan, kenyataannya, memang KP Taka berada di wilayah RI. Tak ada insiden dalam peristiwa itu dan KP Taka meneruskan perjalanan ke Batam.

Getol berpatroli

Salah seorang peserta rombongan di KP Taka mengatakan, Singapura memang getol berpatroli di wilayahnya dan mengawasi wilayah yang diklaim sebagai wilayahnya. Dengan setengah berseloroh dia menyebut, Singapura bisa rutin berpatroli karena bahan bakar minyak (BBM) mereka unlimited. Sekadar diketahui, untuk sekali patroli, kapal ”minum” ratusan liter BBM.

Singapura tidak hanya aktif di perairan wilayahnya saja, tetapi juga di Traffic Separation Scheme (TSS) atau alur internasional di antara Singapura dan Batam. Setiap kali ada kejadian di alur internasional, Singapura-lah yang menjadi seksi sibuk.

Contohnya pada 25 Mei lalu, saat terjadi tabrakan antara kapal tanker berbendera Malaysia, Bunga Kelana 3, dan kapal kargo berbendera St Vincent dan Granada, Waily. Lokasi kejadian berada 3 mil dari Singapura dan 4,2 mil dari Pulau Batam. Sekitar 2.000 ton minyak bumi mentah tumpah di lautan dalam kejadian tersebut.

Singapore Police Coast Guard adalah pihak yang dihubungi nakhoda kedua kapal tersebut. Dan, mereka pula yang turun mengatasi permasalahan. Sementara aparat di Indonesia yang menerima informasi dari Singapore Police Coast Guard hanya menonton dan ”foto-foto” untuk laporan ke Jakarta.

Menurut Kepala Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) Kota Batam Agusman, pihaknya memang tidak bisa berbuat banyak untuk kejadian seperti itu. Alasannya, belum ada peralatan untuk melokalisasi tumpahan minyak yang disiagakan di Kepri.

Dari kejadian sibuknya Singapura di alur internasional dan peringatan dari Kapal Patroli Angkatan Laut Singapura, tampak jelas eksistensi Singapura di lautan. Indonesia, sebaliknya, kurang eksis dan pasif. Bahkan, pada insiden Tanjung Berakit, eksistensi Indonesia tampak rapuh dalam menghadapi Malaysia. Bayangkan, kapal cepat patroli Dolphine 015 milik Satker PSDKP Batam terpaksa ngacir dalam kegelapan menghadapi kapal patroli Polis Diraja Malaysia. Malaysia bersenjata, sedangkan Indonesia tangan kosong. Jadi, apa boleh buat. Ironisnya, itu semua terjadi di wilayah kedaulatan RI.

Akhir cerita, semua sudah tahu. Tujuh maling ikan Malaysia ditukar dengan tiga aparat negara Indonesia. Dan, tak ada itu namanya pertanggungjawaban Polis Diraja Malaysia yang telah melanggar kedaulatan RI.

Diplomasi eksistensi

Eksistensi di lapangan. Inilah nama permainannya sekarang yang ironisnya justru tak mendapat prioritas di Indonesia. Bahwa segala persoalan perbatasan selalu berangkat dari kejadian di lapangan.

Dan, untuk perairan Kepri yang berbatasan langsung dengan wilayah Singapura, Malaysia, dan Vietnam, permainan itu semakin sengit. Sebagaimana pernah dikemukakan Wakil Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAL Laksamana Pertama SM Darojatim saat menjabat sebagai Komandan Pangkalan Utama TNI AL IV, perairan Kepri adalah wilayah yang rawan pelanggaran batas negara dan pencurian ikan.

Saat ini saja Stasiun PSDKP Pontianak menahan 204 nelayan asing pencuri ikan di perairan Indonesia, mulai perairan Kepulauan Riau sampai Kalimantan Barat. Mereka, antara lain, berasal dari Vietnam dan Kamboja. Proses hukum terhadap nelayan tersebut sudah selesai, tinggal menunggu deportasi saja. Itu baru yang tertangkap. Nah, yang tidak tertangkap?

Di perairan Kepri juga terdapat alur internasional yang menjadi salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Strategis, jelas. Apalagi kalau isu deposit minyak bumi dan gas bumi ikut dimasukkan, tentu akan menjadikan permainan tidak saja sengit, tetapi juga semakin seksi.

Darojatim pernah mengatakan, sarana dan prasarana pengamanan laut memang belum bisa dikatakan memadai. Namun, hal itu, menurut dia, tidak boleh menjadi hambatan atau penghalang tugas tentara.

Hal senada dikemukakan petugas pengawas Satker PSDKP Batam, Seivo Grevo Wewengkang, satu dari tiga orang yang ditahan Polis Diraja Malaysia dalam insiden Tanjung Berakit. Menurut dia, sarana dan prasarana patroli pengawasan kelautan dan perikanan masih belum memadai, di antaranya belum dilengkapinya kapal patroli dengan radar dan visual monitoring system (VMS).

”Jika ada VMS, ke mana posisi kapal patroli bergerak bisa dipantau dari Jakarta,” kata Seivo.

Direktur Jenderal PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Aji Sularso menyatakan, pengawasan oleh KKP baru mencapai 25 persen dari total kebutuhan ideal yang mensyaratkan sarana dan prasarana serta jumlah personel di seluruh wilayah kedaulatan RI. Angka itu diperoleh berdasarkan perhitungan probabilitas intensitas ancaman pencurian ikan, baik di zona ekonomi eksklusif (ZEE) maupun di teritorial RI.

Guna mencapai pengawasan ideal 100 persen, KKP telah menyusun rencana strategis penambahan sarana dan prasarana, seperti kapal patroli, alat pemantauan, dan dermaga pangkalan. Namun, karena keterbatasan alokasi anggaran, pemenuhan sarana dan prasarana diprioritaskan untuk daerah perbatasan dan daerah yang banyak terjadi pencurian ikan, seperti di laut Natuna, Sulawesi Selatan, dan Arafura. Pada tahun ini, sektor pengawasan mendapat alokasi 8 persen dari total anggaran KKP.

”Setiap tahun terjadi peningkatan anggaran, tapi kan tidak signifikan. Dan, pengawasan itu merupakan bagian dari pembangunan kelautan dan perikanan secara umum. Jadi, tidak berdiri sendiri,” kata Aji.

Retorikanya, bagaimana mau eksis kalau sarana dan prasarana untuk mengeksiskan diri sangat terbatas? Bagaimana mau patroli kalau dana BBM tak sebanding dengan areal yang diawasi? Bagaimana mau memantau real time kalau peralatan saja sudah uzur? Bagaimana mau ditakuti kalau yang dibawa hanya peluit? Bagaimana mau eksis kalau hanya jadi penonton?

Dan, itulah harga yang selama ini dibayar Indonesia untuk berdaulat atas wilayahnya. Akibatnya? Tak usah jauh-jauh, insiden Tanjung Berakit. Indonesia kemalingan ikan sekaligus kecolongan kedaulatan dalam 86 jam menjelang peringatan detik-detik proklamasi ke-65 RI.

Diplomasi antarnegara tidak bisa berjalan sendiri di meja bilateral elite dengan atribusi table manners-nya. Diplomasi adalah juga pasar induk tempat tawar-menawar kepentingan. Sebelum masuk ke pasar, diplomat perlu membawa bekal agar tidak hanya bertangan kosong dan dikatakan omong kosong.

Nonsens, diplomasi berbusa-busa tanpa eksis terlebih dahulu di lapangan. (Laksana Agung Saputra)

KOMPAS

Saturday, August 21, 2010

Menhan: Indonesia Siap Hadapi Malaysia


21 Agustus 2010, Jakarta -- Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menegaskan Indonesia siap menghadapi Malaysia di meja perundingan untuk menyelesaikan masalah perbatasan yang belum selesai, baik perbatasan darat maupun laut.

“Kami sudah siapkan data, fakta, dan ketentuan hukum yang mendasari batas wilayah RI yang berbatasan dengan Malaysia baik darat maupun laut. Kita sudah siapkan semua, dikoordinasikan dengan Kementerian Luar Negeri untuk dibawa ke meja perundingan,” kata Purnomo Jakarta, Sabtu (21/8/2010).

Ditemui usai memimpin wisuda perdana Universitas Pertahanan Indonesia, Purnomo menegaskan Indonesia ingin persoalan perbatasan baik di darat dan laut diselesaikan secara progesif.

“Setelah disepakati dan diratifikasi, kedua negara harus mematuhinya. Tetapi ini kan masalah negosiasi, masing-masing pihak memiliki argumen apalagi ini meyangkut penentuan batas dua negara, menyangkut ZEE, landas kontinen, jadi ada tarik ulur,” katanya.

Meski begitu, lanjut Menhan, Indonesia siap menghadapi Malaysia di meja perundingan.

Indonesia hingga kini baru menyelesaikan 15 status batas maritimnya sejak 1969 dengan beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Australia. Kementerian Luar Negeri mencatat selain keempat negara tersebut, Indonesia juga telah menyelesaikan status batas maritimnya dengan Papua Nugini, Vietnam, dan India.

Khusus dengan Malaysia pada 1969, RI telah meratifikasi perjanjian Garis Batas Landas Kontinen antara kedua negara. Tak hanya itu, pada 1970 kedua negara juga telah meratifikasi garis batas laut wilayah RI dan Malaysia.

SURYA Online

TNI Belum Berminat, NATO Sudah Pesan

Tanaman Rami (Boehmeria nivea). (Foto: Wildan M)

21 Agustus 2010, Jakarta -- Indonesia ternyata bisa menciptakan perlengkapan perang secara mandiri. Ini diungkapkan Achmad Joing, salah satu peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) TNI di sela-sela acara R&D Ritech Expo 2010 di Jakarta, Sabtu (21/8/2010).

Salah satunya yang paling sederhana adalah membuat pakaian tentara dari rami, pengganti kapas. Selama ini Indonesia selalu mengimpor kapas sebagai bahan baku kain. Namun, Balitbang TNI menemukan tanaman rami, yang tumbuh di dataran tinggi mempunyai kualitas lebih baik dari kapas. "Rami ini seratnya lebih halus dari kapas, lebih nyaman dipakai, lebih kuat, dan membuat suhu tubuh tetap rendah jadi tentara tidak kepanasan," ujar Achmad.

Pakaian ini telah diteliti dari tahun 2004 sampai 2007. Namun, ternyata Pemerintah Indonesia sampai saat ini masih enggan untuk menggunakan karya anak bangsa ini. Menurut Achmad, sejak dipasarkan tahun 2007, Pemerintah belum melirik pakaian ini, justru mereka mendapatkan pesanan tetap dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

"Pemerintah belum mau pakai ini, malahan yang beli ini adalah NATO, tiap tahun kita mendapatkan order sebanyak 30.000 setel pakaian tentara (topi, baju, celana, dan sepatu)," ujarnya.

Selain pakaian, putra Indonesia juga sudah mampu membuat laras untuk senjata api, baik laras pendek maupun laras panjang. Pesawat pengintai tanpa awak, alat komunikasi militer, panser militer, kapal patroli, sampai rompi antipeluru juga telah diciptakan dari tangan-tangan generasi muda Indonesia. "Semua terbukti lebih baik dan lebih murah," tegas Achmad.

Namun masalahnya, lanjut Achmad, pemerintah tidak memiliki goodwill untuk memberdayakan putra bangsa. "Laras saja kita beli dari Belgia, padahal kita sudah bisa buat laras sendiri yang lebih baik dan lebih murah, ini semua hanya karena tidak adanya goodwill dari pemerintah," ujarnya.

KOMPAS.com

RI-Australia Gelar Operasi Bersama

Kapal perang TNI AL dan RAN berlatih di Laut Timor. (Foto: Australia DoD)

21 Agustus 2010, Jakarta -- Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, Pemerintah Indonesia akan menggelar operasi laut bersama dengan Angkatan Laut Indonesia dan Australia untuk mengawasi wilayah perbatasan laut kedua negara.

"Operasi bersama antara kami dengan AL Indonesia dan Australia untuk pengawasan perbatasan laut kedua negara. Rencananya setelah Lebaran," tuturnya, dalam diskusi Mingguan bertajuk "Indonesia-Malaysia, Serumpun Tetapi Tak Rukun" di Jakarta, Sabtu.

Fadel menambahkan, operasi bersama itu juga menjadi ajang bagi Indonesia untuk mempelajari penataan pola pengamanan maritim Australia, termasuk sarana dan prasarana angkatan lautnya yang sudah berteknologi tinggi.

"Pembenahan pola manajemen kelautan Indonesia sudah saatnya dibenahi, terutama koordinasi antar lembaga dan perlengkapan yang dibutuhkan," katanya.

Fadel mencontohkan pengalamannya ketika mencoba menggunakan sebuah radar di kota Darwin,Australia. "Dari Darwin, melalui radar terlihat kapal-kapal Cina beroperasi di wilayah kita," ungkapnya.

Kedua negara sepakat untuk meningkatkan pengawasan dalam upaya penanggulangan illegal fishing di perbatasan ZEE melalui beberapa kerjasama, yaitu peningkatan patroli terkoordinasi, pertukaran data dan informasi, kunjungan timbal balik antara kapal patroli perikanan Indonesia dengan kapal patroli Bea Cukai Australia.

Tak hanya itu, dalam pertemuan keenam "Working Group on Marine and Fisheries (WGMAF) Indonesia and Australia" setahun silam, kedua negara pun sepakat peningkatan kapasitas SDM pengawasan perikanan melalui pelatihan, dan dukungan teknis lain yang diperlukan untuk kapal pengawas perikanan Indonesia.

"Yang ditangani tidak hanya kapal penangkap ikan illegal, tapi termasuk juga ?kapal induk (mothership)? yang sering berada di perbatasan dua negara, menampung ikan hasil jarahan," kata Fadel menambahkan.

ANTARA News

Bakorkamla Diminta Fasilitasi Pengawasan Laut Via Satelit

(Foto: istimewa)

21 Agustus 2010, Bandung -- TNI Angkatan Laut mengusulkan agar Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) memfasilitasi penyewaan fasilitas citra satelit untuk mengawasi kawasan perairan Indonesia. ”Bakorkamla kita harapkan menyewa satelit citra, dengan demikian kita bisa mengetahui kapal-kapal yang memiiki izin dan yang tidak sebagai dasar kita menegakkan hukum di laut,” kata Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana TNI Agus Suhartono saat di Bandung.

Penggunaan citra satelit itu sudah diusulkan. Hanya yang jadi masalah, papar Agus, biaya sewa satelitnya yang mahal. Biaya itu memberatkan jika dibebankan pada institusi yang berkepentingan baik itu TNI AL atau Kementerian Kelautan dan Perikanan. ”Toh hasilnya bukan untuk Angkatan Laut, bukan untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan, tapi semua isntisusi itu mengunkan itu,” katanya.

Agus mengatakan, saat ini pengawasan perairan Indonesia atas kehadiran kapal asing masih mengandalkan kehadiran kapal perang TNI AL. Memperbanyak kapal perang untuk mengawasi lautan Indonesia jadi tidak efektif mengingat luas perairan Indonesia.

Di sisi lain, lanjutnya, TNI AL mengalami kendala keterbatasan kekuatan kapal perangnya yang rancangannya saat ini hanya untuk mengawasi terus-menerus wilayah yang masuk kategori rawan strategis. ”Daerah yang tidak kiat anggap rawan, kita masih laksanakan patroli sekali-kali,” katanya.

Menurut Agus, penggunaan teknologi itu akan efektif untuk mengawasi perairan Indonesia dari pencurian ikan ilegal yang menjadi masalah Indonesia saat ini. Sistem pengawasn kapal penangkap ikan legal saat ini mengandalkan sistem yang dikembangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan pemasangan transponder pada kapal penangap ikan yang memiliki ijin tangkap.

Sistem milik Kementerian Kelautan itu hanya mampu mendeteksi kapal penangkap ikan yang berijin legal. Padahal, paparnya, yang diinginkan adalah mendeteksi kapal penangkap ikan yang ilegal. Fasilitas pengawasan via citra satelit dinilainya bisa menambal kelemahan itu.

Dengan memadukan dua sistem itu, dia meyakini, Indonesia bisa dengan mudah membedakan mana kapal penangkap ikan yang tidak berijin. ”Usul itu terus kita bahas, hanya sekarang ini kita masih peru bicara, mari kita adakan bersama-sama,” katanya.

TEMPO Interaktif

Srinti, Pesawat Bikinan Anak Negeri

Pesawat tanpawak srinti diperkenalkan dalan R&D Ritech 2010 (21/08/2010). Pesawat ini rencananya akan digunakan kementerian kelautan dan perikanan untuk pengawasan laut indonesia. (Foto: KOMPAS/Remigius Septian)

21 Agustus 2010, Jakarta -- Srinti, pesawat tanpa awak hasil ciptaan putra Indonesia, diperkenalkan pada R&D Ritech Expo 2010, Sabtu (21/8/2010). Menurut Teguh, salah seorang engineer dari BPPT, Srinti adalah pesawat kelima yang telah dibuat BPPT.

"Ini pengembangan yang kelima, sebelumnya ada Pelatuk, Wulung, Gagak, dan Alap-alap. Namun, walaupun sudah lima pesawat yang diciptakan, baru Srinti yang akan diberdayagunakan oleh pemerintah. Belum ada yang dipakai, baru Srinti ini yang rencananya akan dipakai pemerintah," ujar Armanto, salah seorang engineer lainnya.

Rencananya, pada bulan November nanti Srinti akan digunakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk pengawasan zona laut terluar Indonesia. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi lagi penerobosan kapal-kapal asing.

"Kita akan bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk pengawasan laut terluar indonesia," ujar Armanto lebih lanjut.

Srinti berbahan bakar methanol seperti yang dipakai di pesawat aeromodelling. Jarak pengendalian maksimum Srinti adalah 45 km. Pengendalian pesawat menggunakan Ground Control Station (GCS).

GCS terdiri dari remote control yang digunakan saat lepas landas dan mendarat. Saat di udara, Srinti bergerak autonomus, sesuai titik-titik yang telah ditentukan di komputer. Pergerakan peswat ini menggunakan software Dynamic c# dengan prosesor Rabbit 4000 yang telah dikembangkan oleh tim BPPT.

KOMPAS

Kodam Iskandar Muda Bentuk Batalyon Raider


21 Agustus 2010, Banda Aceh -- Komando Daerah Militer Iskandar Muda akan membentuk batalyon Raider guna memperkuat jajaran Kodam tersebut.

Kesiapan pembentukan kembali Batalyon Raider ini ditinjau langsung KSAD Jenderal George Toisuta di Mata Ie, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar, Sabtu.

George mengatakan keberadaan Batalyon Raider menjadi standar di setiap Kodam di Indonesia.

"Keberdaan pasukan Raider juga menjadi standar internasional. Jadi Angkatan Darat kita harus mengikuti standar internasional, sehingga tidak dilecehkan negara-negara lain," tegas jenderal berbintang empat itu.

Keberadaan Batalyon Rider, tambah KSAD, akan langsung dibawah komando Panglima Kodam, dan batalyon ini akan menjadi pasukan pemukul kodam (PMK).

Selain meninjau kesiapan peningkatan status Batalyon Infantri menjadi Batalyon Raider, KSAD juga melakukan pertemuan dan safari Ramadhan dengan seluruh perwira di jajaran TNI Kodam Iskandar Muda.

Dalam pengarahannya, KSAD menghimbau agar pasukan TNI bisa terus menjaga citra TNI di mata masyarakat dan menjalankan tugas sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Selain tugas menjaga keamanan negara, TNI juga menjadi pengayom di masyarakat, oleh karenanya TNI harus bisa bersikap baik dan menjaga citranya di mata semua pihak," ujar KSAD.

Sementara itu, Panglima Kodam Iskandar Muda Mayjen (TNI) Hambali Hanafiah mengatakan, pasukan yang akan ditingkatkan statusnya menjadi pasukan Batalyon Raider adalah Batalyon 112/Dharmajaya.

"Sebenarnya beberpa waktu lalu kita sudah punya 100 personil, namun karena kekurangan fasilitas latihan, pasukan tinggal 88 orang, dan kini akan kita tingkatkan kembali, jumlah personilnya dan fasilitas latihan," jelas Hambali Hanafiah.

Disebutkan, saat ini Kodam sudah memiliki beberapa fasilitas latihan Raider yang berstandari internasional, diantaranya lapangan tembak simulasi.

"Lapangan tembak simulasi ini bisa digunakan untuk mengantisipasi kurangnya jumlah amunisi. Jadi kita bisa latihan menembak tepat tanpa menggunakan amunisi peluru aktif," jelasnya.

Selain lapangan tembak simulasi, beberapa sarana latihan lain juga sudah disiapkan di kawasan Mata Ie, Aceh besar, diantaranya lapangan latihan granat, lapangan tembak dropper, dan rumah ban.

Dalam kunjungannya ke Kodam Iskandar Muda, KSAD George Toisuta juga melakukan penanaman pohon di komplek Rindam Iskandar Muda, yang disaksikan langsung Pangdam Hambali Hanafiah.

ANTARA News

Fadel: Malaysia Remehkan Indonesia

Petugas Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Batam yang ditangkap Marine Police Malaysia (MPM) Erwan (kanan), Asriadi (kiri) dan Seivo Grevo Wewengkang (tengah) tiba di pelabuhan Batam Centre, Batam, Provinsi Kepri, Selasa (17/8). Para petugas DKP tersebut ditahan sejak Jumat (13/8) setelah insiden penangkapan tujuh nelayan Malaysia oleh aparat Pengawas KKP RI di perairan Tanjung berakit, utara Pulau Bintan, Indonesia. (Foto: ANTARA/Asep Urban/ed/nz/10)

21 Agustus 2010, Jakarta -- Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Fadel Muhammad mengatakan Malaysia meremehkan Indonesia dengan memperlakukan tiga petugas dari kementeriannya yang ditangkap polisi air Malaysia kurang layak.

"Tiga orang petugas dari KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang ditangkap polisi air Malaysia ditahan dikantor polisi Malaysia, dipakaikan pakaian tahanan, dan pada saat keluar ruangan tangannya diborgol," kata Fadel Muhammad pada diskusi polemik "Indonesia-Malaysia: Serumpun tapi Tidak Rukun" di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, perlakuan polisi Malaysia itu meremehkan Indonesia. Apalagi tiga orang tersebut adalah petugas resmi yang ditangkap saat menjalankan tugasnya yakni menangkap tujuh nelayan Malaysia yang ketahuan menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia.

Fadel meminta kepada pemerintah untuk bersikap lebih tegas karena kalau terus-menerus seperti ini ia mengkhawatirkan tindakan Malaysia akan semakin meremehkan Indonesia.

Sementara itu, Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan Brigjen I Wayan Midhio mengatakan, pejabat di Kementerian Pertahanan bergaul banyak dengan pejabat di Kementerian Pertahanan maupun militer dari Malaysia.

"Setahu saya tidak ada pejabat militer Malaysia yang meremehkan Indonesia," katanya.

Untuk menjaga pertahanan di wilayah perbatasan, kata dia, Kementerian Pertahanan melakukan kerja sama perthanan dengan Malaysia maupun dengan Singapura.

Kalau muncul anggapan yang menyebutkan Pemerintah Indonesia lemah, menurut dia, mungkin anggapan tersebut muncul dari masyarakat Indonesia sendiri.

Sebanyak tiga orang petugas dari KKP ditangkap oleh polisi perairan Malaysia setelah menangkap tujuh nalayan Malaysia yang ketahuan menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia.

Tiga orang petugas dari KKP kemudian ditahan di Malaysia dan mereka dibebaskan dengan cara diberter dengan tujuh nelayan Malaysia.

Pemerintah akui pertahanan laut lemah

Insiden di Bintan, Kepulauan Riau yang melibatkan nelayan Malaysia, tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan serta pemerintah Indonesia dan Malaysia sebenarnya menunjukkan lemahnya pertahanan laut Indonesia.

" Kami minta kasus sengketa Malaysia jadi momentum membenahi pengelolaan wilayah perbatasan maritim" kata Mahfudz Sidik, Anggota Komisi Pertahanan DPR dalam diskusi di Jakarta, Sabtu 21 Agustus 2010.

Dalam diskusi itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengakui, pertahanan maritim Indonesia masih lemah. Ini karena kurangnya koordinasi antara satu pihak dengan lainnya. " Dilihat dari yang berperan, harusnya lebih dari cukup. Tapi ini karena tak pernah ada kerjasama" kata Fadel.

Menurut Fadel, keamanan di laut Indonesia ditangani pasukan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi Kemanan Laut, kepolisian, TNI Angkatan Laut, dan petugas dari bea cukai. "Saya sudah lapor Presiden untuk ditata, agar kejadian dengan Malaysia kemarin tidak terjadi lagi dan tidak saling menyalahkan," kata Fadel.

Nantinya pengamanan kawasan maritim, Fadel berharap ditangani Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan.

Juru Bicara Kementerian Pertahanan I Wayan Midhio mengakui perlu ada kesepakatan untuk mengatur keamanan laut. "UU-nya belum ada, perlu dirancang untuk kepastian pembagian penjagaan," kata Dia.

ANTARA News
/TEMPO Interaktif

KSAL: TNI AL Tidak Tambah Kapal Patroli

Kapal patroli cepat KRI Mandau dan KRI Layang. (Foto: istimewa)

21 Agustus 2010, Sidoarjo -- Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan TNI AL tidak akan menambah jumlah armada kapal patroli di kawasan perbatasan Indonesia - Malaysia.

"Saat ini di Selat Malaka sudah ada tujuh kapal dan di Selat Singapura ada empat kapal yang dioperasikan setiap hari. Dan saya kira jumlahnya sudah cukup," kata KSAL usai melakukan peletakan batu pertama perumahan nondinas TNI AL `Griya Bahari Indah` di desa Pademonegoro, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo, Sabtu 21 Agustus 2010.

Menurut dia, kedua negara perlu mempelajari bersama atau duduk dalam satu meja terkait penentuan batasan wilayah terutama di laut tersebut. Sejauh ini, belum ada kesepahaman antardua negara mengenai hubungan kedua negara memanas.

Apalagi kejadian penangkapan tujuh nelayan Malaysia oleh kapal patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di perairan Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau yang belum ada keputusan bersama antardua negara.

Akibatnya, tiga petugas DKP yang mengamankan tujuh nelayan Malaysia justru ditangkap oleh Polisi Malaysia.

Di Sidoarjo, KSAL meresmikan pembangunan 697 unit rumah nondinas TNI AL di Desa Pademonegoro, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo, Jatim.

TEMPO Interaktif
/

TNI AL Ujicoba Pelumas Kapal Perang Buatan Dalam Negeri


21 Agustus 2010, Jakarta -- TNI Angkatan Laut telah memiliki beberapa kapal perang baru berteknologi canggih, diantaranya dari jenis korvet kelas Sigma buatan Belanda atau kapal perang kelas KRI Diponegoro-365. Untuk meningkatkan perawatan sejumlah kapal perang tersebut, TNI Angkatan Laut akan melaksanakan uji coba dan penelitian penggantian minyak pelumas pada motor pokok kapal perang yang berteknologi siluman ini dari produksi impor menjadi produk dalam negeri.

Untuk melaksanakan ujicoba dan penelitian minyak pelumas motor pokok kapal perang kelas KRI Diponegoro-365 ini, TNI Angkatan Laut bekerja sama dengan PT. Pertamina (Persero) yang diwujudkan dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama yang ditandatangani Kepala Dinas Material Angkatan Laut (Kadismatal) Laksamana Pertama TNI Ir. Rachmad Lubis dengan Direktur Utama Vice Presiden Unit Pelumas PT. Pertamina (Persero), Supriyanto di Mabes TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (3/8).

Menurut Kadismatal bahwa lingkup kerja sama dalam Perjanjian Kerja Sama ini mencakup dimensi yang cukup luas, diantaranya adalah uji coba dan penelitian pelumas pokok KRI Kelas Diponegoro milik TNI Angkatan Laut.

TNI Angkatan Laut memahami bahwa emban tugas, baik pada aspek penegakan kedaulatan dan keamanan di laut, maupun dalam menunjang pembangunan nasional senantiasa terkait erat dengan komponen-komponen bangsa yang lain dalam tatanan sistem nasional. Menyadari hal ini, TNI AL berupaya mencari terobosan baru, antara lain mengembangkan pola kerja sama dan koordinasi dengan berbagai komponen bangsa, baik dari institusi pemerintah maupun swasta yang pencapaiannya diarahkan untuk tujuan dan kepentingan nasional secara menyeluruh serta implementasinya dirumuskan dalam batas-batas yang proporsional dan profesional, ujar Laksma TNI Ir. Rachmad Lubis.

“Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah kerja sama dalam pertukaran data dan informasi yang diperlukan kedua belah pihak, dengan tetap memperhatikan faktor-faktor kerahasiaan dan kepentingan negara,” tegasnya.

Selain itu, lanjut Kadismatal bahwa faktor kemudahan dalam proses pembekalan, memutuskan ketergantungan terhadap produk luar negeri, sekaligus meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Efisiensi anggaran juga merupakan hal yang menjadi perhatian. Sebelumnya, KRI kelas Diponegoro-365 menggunakan minyak pelumas jenis Shell Sirius X40 yang merupakan produk dari luar negeri (Shell). “Kita akan melaksanakan uji coba dan penelitian terhadap KRI Diponegoro menggunakan produk dalam negeri yaitu Salyx 415. Perjanjian uji coba ini berlaku sejak ditandatanganinya sampai dengan waktu berakhirnya Market Test selama seribu jam putar motor pokok atau sampai satu tahun, mana yang dicapai terlebih dahulu,” jelasnya.

Dalam jangka waktu tersebut, TNI AL akan menyediakan sarana atau fasilitas yang diperlukan untuk pelaksanaan uji coba, sedangkan pihak Pertamina yang akan melaksanakan uji coba dengan menyediakan pelumas untuk kebutuhan operasional KRI dan bertanggung jawab apabila terjadi kerusakan teknis pada mesin yang digunakan pada market test.

Dispenal

Tindakan Malaysia Penghinaan Berat

Anggota Fraksi Golkar, Tantowi Yahya dan dari kanan ke kiri, Anggota Fraksi Gerindra, Ahmad Mujani, Anggota DPD Ferry Tinggogoy, dan anggota Fraksi Demokrat Ramadhan Pohan, saat diskusi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/8). Diskusi tersebut membahas tentang penyelesaian kasus penangkapan 3 pegawai Kementrian Kelautan dan Perikanan oleh otoritas Malaysia. (Foto: ANTARA/ Ujang Zaelani/ed/ama/10)

21 Agustus 2010, Jakarta -- Anggota DPR dari Komisi I dan Komisi IV menilai tindakan Polisi Diraja Malaysia menangkap tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Batam di perairan Bintang Natuna, Kepulauan Riau, telah melampaui batas tindak pidana perampokan. Aksi itu masuk kategori penjajahan dan penghinaan berat.

Demikian pendapat Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti, Ketua DPR Marzuki Alie, Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Enggartiasto Lukita, dan rekannya dari Fraksi Partai Demokrat Max Sopacua. Mereka mengemukakan pandangan itu secara terpisah di Jakarta, Jumat (20/8).

Senin (23/8), pekan depan, Komisi I DPR akan meminta penjelasan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Da'i Bachtiar. "Rencananya, kita juga akan meminta penjelasan dari Dubes Malaysia untuk Indonesia," ujar Enggar.

Sebagian besar anggota Komisi I DPR mendesak pemerintah menarik Dubes Indonesia di Malaysia dan mengusir Dubes Malaysia.

Enggar menyayangkan sikap Pemerintah Indonesia yang sangat lembek atas arogansi Malaysia. Padahal, aksi Polisi Diraja Malaysia terjadi di wilayah kedaulatan maritim Indonesia.

Anehnya, menurut Enggar, Pemerintah Indonesia menyetujui tukar guling tahanan yang diajukan Malaysia. Malaysia melepaskan tiga petugas KKP Batam dan KKP Indonesia melepaskan tujuh maling Malaysia yang bekerja sebagai nelayan. Para maling itu jelas-jelas mencuri ikan di perairan Indonesia.

"Ini awal kegagalan Indonesia dalam mengelola maritim dan kedaulatan NKRI. Perlu kita waspadai, Malaysia akan membuat skenario yang sama untuk melepaskan warganya yang ditahan di Indonesia, khususnya para nelayannya yang mencuri ikan di perairan Indonesia," ujarnya.

Hal senada dikatakan Max Sopacua. Ia minta Menlu tegas pada Malaysia. Caranya, menarik pulang Dubes Indonesia untuk Malaysia dan memulangkan Dubes Malaysia ke negaranya. "Menteri Luar Negeri harus menunjukkan sikap keras pada Malaysia," katanya.

Sikap keras ini, menurut dia, menyangkut martabat bangsa dan negara Indonesia, bukan membangun permusuhan di antara kedua negara. Sikap keras ini bisa berupa nota protes yang keras dari Indonesia.

Menurut Max, kesepakatan barter antara tiga petugas KKP dan tujuh maling Malaysia termasuk kategori penghinaan berat dan pelecehan Malaysia terhadap Indonesia. Sebab, tukar guling itu tak sepadan. "Seharusnya, jika nelayan Malaysia melanggar batas wilayah, diproses sesuai hukum yang berlaku," ujarnya.

Utang budi

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memberikan keterangan pers terkait insiden saling tangkap yang melibatkan aparat Indonesia dan Malaysia di perairan Tanjung Barikat, Bintan, yang terjadi Jumat 13 Agustus 2010 di Kantor Kemenlu, Jakarta, Rabu (18/8). Menlu Marty memastikan insiden antara petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Polis Marine Malaysia benar terjadi di wilayah perairan Indonesia dengan bukti pengecekan koordinat dan selanjutnya Pemerintah Indonesia secara resmi melayangkan Nota Protes kepada pemerintah Malaysia. Selama 2010 Indonesia sudah menyampaikan nota protes ke Malaysia sebanyak 10 kali atas pelanggaran yang dilakukan negeri Jiran itu. (Foto: ANTARA/Andika Wahyu/hm/mes/10)

Menurut Enggar, Indonesia terlalu banyak mengalah sehingga memberi ruang bagi Malaysia bertindak sesuka hati, meskipun tindakan itu terjadi di wilayah maritim Indonesia.

Ada dugaan bahwa Pemerintah Indonesia punya utang budi yang sangat besar sehingga tak bisa banyak berbuat atas arogansi Malaysia.

"Ini menjadi pertanyaan bagi saya dan juga bagi Komisi I DPR. Mengapa pemerintah kita tak pernah bersikap tegas terhadap Malaysia, meskipun telah dilecehkan berkali-kali. Ada apa sebenarnya?," katanya.

Ia menyakinkan, Indonesia tak memiliki kepentingan yang substansial terhadap Malaysia. Dari sisi ekonomi, Indonesia lebih banyak memainkan perannya mendongkrak pertumbuhan ekonomi Malaysia. Pada bidang pertahanan, Indonesia juga telah menyuplai alutsista ke negeri jiran itu.

"Baik dari TKI maupun pengadaan alutsista, Indonesia telah banyak peran untuk membantu Malaysia. Karena itu, tak ada alasan bagi Pemerintah Indonesia untuk takut maupun mengalah pada Malaysia," ujar Enggar.

Posisi tawar Indonesia, menurut Enggar, lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia. Meskipun Malaysia relatif mengakomodasi tenaga kerja Indonesia (TKI), namun akomodasi Malaysia itu bukan berarti Indonesia berutang budi pada mereka. "Jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan. Indonesia punya posisi tawar lebih tinggi," ujar Enggar.

Sebaliknya, ucap Enggar, Malaysia banyak berutang budi pada Indonesia. Melihat sejarah pembangunan masing-masing negara, Malaysia banyak dibantu Indonesia.

Sementara itu, Koalisi untuk Kedaulatan Indonesia mendesak DPR memanggil dan meminta klarifikasi dari pemerintah dengan memakai hak interpelasinya. Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai, pemerintah tidak tegas dalam mempertahankan kedaulatan negara yang telah diinjak-injak Malaysia.

Desakan itu disampaikan sebagai perwakilan Koalisi untuk Kedaulatan Indonesia dalam audiensi dengan Komisi I DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (20/8).

Hak interpelasi, lanjut Ray Rangkuti, perlu diajukan agar DPR memperoleh informasi lengkap dan masukan dalam penyegaraan langkah-langkah diplomasi Indonesia guna menuntaskan persoalan perbatasan dengan Malaysia.

"Karena langkah pemerintah melakukan barter antara tiga pahlawan kita dari KKP dengan tujuh pencuri atau maling ikan dari Malaysia telah bertentangan dengan kepentingan nasional bahkan konstitusi Indonesia," ujar Ray.

Selain itu, Koalisi untuk Kedaulatan Indonesia juga mendesak pemerintah dan DPR untuk menyegerakan penyelesaian 12 isu perbatasan yang melibatkan 10 negara yang berbatasan langsung dengan perairan Indonesia.

"Kami juga mendesak pemerintah melaporkan tindak pelanggaran Konvensi Hukum Laut PBB (Unclos 1982) oleh Malaysia kepada Sekretaris Jenderal PBB dalam kaitannya dengan insiden 13 Agustus 2010 dan desakan yang lainnya," ujarnya.

Sementara itu, DPR dan DPD juga mendesak pemerintah tegas dalam menyikapi pelanggaran wilayah perbatasan antara Indonesia-Malaysia. Penyelesaian masalah perbatasan harus jelas dan hati-hati. Masalah perbatasan sebaiknya cukup diselesaikan oleh para politisi dan menteri Kabinet Indonesia Bersatu jilid II.

Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) tidak perlu turun tangan. Sebab, kalau Presiden bicara, siapa lagi yang bisa kontrol Presiden? Sementara pernyataan Presiden langsung berkaitan dengan hubungan antarnegara.

"Sikap Presiden SBY yang belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait masalah perbatasan itu sudah tepat. Karena memang presiden tidak boleh emosional, dan apa yang dilakukan SBY sudah benar. Bahwa penyelesaian masalah perbatasan harus dilakukan dengan hati-hati. Jangan asal tembak langsung saja dan menyatakan perang. Bisa hancur negara ini. Memang sebagai pimpinan harus arif lah," kata Ketua DPR Marzuki Alie.

Menurut Wakil Ketua DPD GKR Ratu Hemas, Pemerintah Indonesia harus tegas dan menjadikan kasus penangkapan petugas Satuan Kerja (Satker) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) oleh Polisi Malaysia sebagai pelajaran berharga agar Indonesia serius dan meningkatkan perlindungan terhadap kekayaan alam dan kedaulatan negara. Kuncinya adalah penguasaan kedaulatan terhadap seluruh batas negara.

"Sungguh sangat memalukan. Polisi Malaysia dengan kekuatan sangat kecil dapat berbuat kriminal menangkap pegawai Pemerintah Indonesia yang sedang bertugas di wilayahnya sendiri. Ini mencerminkan betapa lemahnya kedaulatan teritorial Indonesia," kata Ratu Hemas.

DPD sangat peduli terhadap masalah perbatasan wilayah negara, sehingga membentuk Panitia Khusus (Pansus) Wilayah Perbatasan Negara yang mulai bekerja pada tahun sidang 2010-2011. Dibutuhkan ketegasan menyatakan batas wilayah negara tanpa menunggu pihak lain, apalagi menunggu selesainya perundingan Malaysia dengan Singapura.

Malaysia mendikte atau melanggar seenaknya, tapi pemerintah tidak memperlihatkan wujud Indonesia sebagai negara besar dan kuat yang cinta damai sepanjang bangsa lain memperlihatkan sikap yang sama.

Suara Karya

Cetak Biru Komponen Cadangan Dipertanyakan

Menwa IPB latihan menembak. (Foto: Menwa IPB)

21 Agustus 2010, Kompas -- Cetak biru perencanaan pembentukan komponen cadangan dipertanyakan berbagai kalangan. Belum adanya pemaparan dari Kementerian Pertahanan tentang cetak biru itu membuat banyak elemen dalam Rancangan Undang-Undang tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara juga dipertanyakan.

Hal ini terungkap dalam diskusi tentang peningkatan kapasitas dan kapabilitas pertahanan melalui pembentukan komponen cadangan, yang diadakan Propatria Institute, Rabu (18/8) di Jakarta. Hadir dalam diskusi ini, Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Budi Susilo Soepandji, dengan pembahas Evan A Laksmana dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan David Raja Marpaung (Propatria Institute) serta penanggap Hari Prihatono (Propatria Institute), Al Araf (Imparsial), dan Monica Tanuhandaru (Air Putih).

Budi Susilo menjelaskan, komponen cadangan bukan wajib militer. Prinsip dasarnya, komponen ini berasal dari warga negara yang dilatih dengan latihan dasar kemiliteran yang disiapkan sebagai cadangan kekuatan pengganda TNI jika ada perang. Masa baktinya lima tahun dan selama itu mereka mendapat latihan paling lama 30 hari per tahun.

”Cadangan ini harus disiapkan karena ini bagian dari sistem pertahanan kita. Kita, kan, tidak bisa mendadak,” kata Budi.

Penanggap yang berasal dari masyarakat sipil menyatakan sepakat atas pembentukan komponen cadangan. Namun, mereka meminta Kementerian Pertahanan menjelaskan cetak biru pembentukan komponen cadangan secara lebih menyeluruh tentang tujuan dan garis besar pembentukannya.

Evan mengakui, dengan adanya cetak biru ini, bisa jadi lebih jelas bagaimana model yang dituju. ”Misalnya, apa tujuannya? Untuk nasionalisme atau apa. Lalu akan ada turunannya dan bagaimana perekrutan atau penggunaannya,” katanya.

David juga mempertanyakan jumlah personel komponen cadangan yang dibutuhkan. Demikian juga harus ada perincian, apakah komponen cadangan itu akan dipakai juga untuk operasi militer selain perang, seperti pemberantasan separatisme, terorisme, dan penanggulangan bencana alam.

Al Araf melihat, secara global sebenarnya ada kecenderungan komponen cadangan dibubarkan di berbagai negara dan juga ada dinamika hak asasi manusia.

Ia pun mempertanyakan motivasi di balik pembentukan komponen cadangan itu, apakah untuk kebutuhan strategis, yaitu melipatgandakan kekuatan kalau perang, atau lebih untuk nasionalisme.

KOMPAS

Jaga Kedaulatan, Kapal Korvet Segera Beroperasi


20 Agustus 2010, Palu -- TNI Angkatan Laut tengah menyiapkan kapal Korvet Kelas Sigma (Ship Integrated Geometrical Modularity Approach) V. Kapal yang dibuat bekerja sama dengan PT PAL ini akan dioperasikan untuk memperkuat sistem pertahanan matra laut.

“Saat ini dalam proses penyelesaian, Insya Allah dalam waktu dekat ini sudah dioperasikan,” kata Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso kepada wartawan di Palu, Sulawesi Tengah seusai buka puasa bersama dengan jajaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan petinggi TNI setempat.

Menurut Djoko, Korvet Sigma berteknologi terkini, kapal ini dapat menjadi jembatan transformasi dan standardisasi teknologi kapal-kapal kombatan TNI AL. Sehingga akan terjadi efisiensi dalam pengadaan, pemeliharaan dan perawatan alat utama sistem senjata TNI AL, termasuk pada aspek logistik, pendidikan, dan pelatihan personel pengawaknya.

Djoko mengatakan, percepatan proyek kapal Korvet ini akibat tingginya kasus insiden antara aparat keamanan Indonesia dan petugas perairan negara lain seperti Malaysia, yang terjadi diatas perbatasan atau di wilayah perairan Indonesia.

Soal kasus ketegangan Malaysia dan Indonesia di Selat Malaka belakangan ini, Djoko menyatakan sudah ada kesepahaman antara Indonesia, Singapura dan Malaysia bahwa bila ada sengketa yang terjadi di selat itu diselesaikan dengan jalan dialog. “Kapal ini bukan untuk persiapan perang,”katanya.

Djoko berharap dengan bertambahnya armada penjaga perbatasan khususnya di kawasan perairan, akan menambah semangat anggotanya dalam menjalankan tugas dan menjadi penjaga wilayah Indonesia saat negara lain mencoba menganggu wilayah kedaulatan Indonesia.

TEMPO Interaktif