Wednesday, June 10, 2009

Lima Kapal TNI AL Kawal Peresmian Suramadu

Sebuah kendaraan bermotor melintas di atas Jembatan Surabaya - -Madura (Suramadu) yang sudah dipasangi umbul-umbul, di sisi kanan kiri jembatan itu, di Bangkalan, Madura, Jatim, Senin (8/6). Jembatan sepanjang 5.438 meter itu, akan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (10/6). (Foto: ANTARA/Saiful Bahri/Koz/mes/09)

10 Juni 2009, Surabaya -- Sedikitnya lima unit kapal milik TNI Angkatan Laut (AL) dari jajaran Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) dikerahkan untuk mengawal acara peresmian Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu.

Ketiga kapal TNI AL (KAL), yakni KAL Sangkapura, KAL Awar-Awar, dan KAL Tanjung Modung bertugas melakukan penyisiran di sekitar perairan Alur Pelayaran Timur Surabaya (APTS).

"Penyisiran ini dimaksudkan untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa menghambat atau mengacaukan jalannya acara peresmian," kata Kepala Dinas Penerangan Koarmatim, Letkol Laut (TNI) Toni Syaiful.

Sementara dua kapal perang RI (KRI), yakni KRI Kakap- 881 dan KRI Surabaya-591 disiagakan di Dermaga Koarmatim, Ujung, Surabaya.

Menurut dia, pengamanan itu dilakukan sejak tiga hari sebelum acara peresmian Jembatan Suramadu digelar di Dusun Sumber Wungu, Desa Sukolilo Barat, Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan.

KRI Kakap

Pengamanan acara tersebut juga melibatkan dua tim satuan pasukan katak (Satpaska) yang beranggotakan 15 personel dan dua kendaraan tempur air sejenis "Sea Rider" yang memiliki kecepatan jelajah hingga mencapai 40 knot.

Tim Satpaska ini bertugas menghalau perahu-perahu para nelayan atau kapal lain yang terlalu dekat dengan lokasi jembatan saat peresmian berlangsung.

"Sebelum jembatan itu dibangun kami juga berperan dalam pembersihan sisa-sisa ranjau atau bom laut peninggalan Perang Dunia II," kata Toni.

Tim satuan pasukan katak (Satpaska) menggunakan Sea Rider dalam rangka pengamanan peresmian jembatan Suramadu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (Foto: koarmatim)

Pembersihan ranjau itu dilakukan oleh KRI Pulau Raas-722 yang berlangsung pada tanggal 7 Januari-11 Februari 2004.

"Pada penyapuan ranjau yang pertama ini berhasil dideteksi 56 titik kontak yang diduga ranjau dan seluruhnya berhasil diledakkan," katanya mengungkapkan.

Kemudian kegiatan penyapuan ranjau itu dilanjutkan KRI Pulau Raas-722 pada 6 Oktober-4 November 2005. Pada pembersihan ranjau yang ke dua ini telah dideteksi 24 titik kontak dan juga berhasil diledakkan sehingga lokasi pembangunan jembatan itu benar-benar bebas ranjau.

(ANTARA JATIM)

Anggaran Pertahanan Minim Bukan Alasan Tunggal

Pesawat C-130 Hercules Alpha 1325 jatuh di Desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan, Jawa Timur, Rabu (20/5). Memakan korban 101 orang tewas, terdiri 99 penumpang dan dua warga Desa Geplak.

10 Juni 2009, Jakarta -- Anggota Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi, Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo, meminta berbagai pihak tak menjadikan isu kurangnya anggaran pertahanan sebagai satu-satunya penyebab kecelakaan sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) belakangan ini.

"Jangan cengenglah, ada apa-apa (kecelakaan), anggaran yang kurang disebut-sebut," kata Agus saat dihubungi Jurnal Nasional di Jakarta, Selasa (09/06).

Menurut Agus, banyak hal yang bisa mendorong terjadinya kecelakaan khususnya di bidang transportasi baik sipil maupun militer. Misalnya, human error, machine error yang mungkin karena usia sudah tidak layak digunakan atau karena pengaruh cuaca buruk.

Untuk itu, tidak bisa menggeneralisasikan seluruh kecelakaan pada minimnya anggaran pertahanan dari pemerintah. "Anggaran walaupun ditambah, namun penempatan prioritasnya tidak tepat, ya juga tidak ada gunanya," ujarnya.

Menurutnya, perlu ada rencana induk yang mengarahkan anggaran alat utama sisten senjata diprioritaskan untuk digunakan, sehingga tidak ada penambahan anggaran yang tidak tepat guna.

Agus meminta TNI tegas dan terbuka kepada publik terkait penyebab kecelakaan alat persenjataan agar masalah ini tidak dipolitisasi oleh pihak-pihak tertentu hingga merugikan pihak lain. "Ini penting agar kita tidak terjebak pada sikap saling tuduh yang tidak didasari pada fakta."

Pengamat militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jaleswari Pramodyawardhani, mengatakan anggaran bukan satu-satunya variabel permasalahan pertahanan.

"Masih ada beberapa variabel lain, seperti manajemen pertahanan, sumber alutsista, sumber pendanaan alutsista, keterampilan dan kemampuan prajurit, serta optimalisasi BUMN industri strategis," kata Jaleswari dalam diskusi "Mengupas Kebijakan Pertahanan Kita" di Jakarta, Selasa (9/6).

Anggaran pertahanan Indonesia saat ini berada di posisi ketiga dengan nilai sekitar Rp33,6 triliun, setelah anggaran pendidikan dan infrastruktur. Namun bila dilihat dari fungsi pertahanan, kata Jaleswari, berada di peringkat ke tujuh. Karena itu, diperlukan manajemen anggaran yang benar-benar efektif dan efisien, berapa pun nilainya.

Anggota DPR dari Fraksi PKS, Soeripto, menekankan pentingnya prioritas alokasi anggaran. "Apalagi, minimum essential forces kita baru 30 persen dari yang dibutuhkan. Jadi prioritas alokasi anggaran itu harus jelas," ujarnya.

Masalah anggaran pertahanan yang bersaing ketat dengan anggaran bidang kesejahteraan menjadi persoalan di banyak negara. Ibaratnya guns versus butter alias senjata versus nasi. Negara dalam kondisi bukan perang, tentunya lebih mendahulukan anggaran kesejahteraan.

Menurut pengamat ekonomi UI, Umar Juoro, semestinya ekonomi dan pertahanan berjalan seiring. "Bila pembangunan ekonomi berkembang pesat akibat peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak dan nonpajak, tentunya akan berdampak pada peningkatan anggaran pertahanan."

Di sisi lain, perkembangan ekonomi juga membutuhkan dukungan sektor pertahanan. Ia mencontohkan China yang membutuhkan kekuatan pertahanan demi kelancaran distribusi produk ekonomi mereka di lautan.

Jaleswari maupun Umar Juoro sepakat bahwa besaran anggaran pertahanan harus di atas satu persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sebuah negara.

Sekjen Departemen Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin pernah mengatakan, anggaran pertahanan idealnya sekitar 2-3 persen dari PDB.

(Jurnal Nasional)

Dephan Tolak Keinginan BPK soal Audit Alutsista TNI

LST-839 digolongkan kelas LST-542 dibangun di galangan kapal American Bridge Co., Ambridge, Pa, 25 September 1944, diluncurkan 12 November 1944, bertugas di New Orleans, La., 6 Desember 1944. Pada PD II LST-839 bertugas di wilayah pertempuran Asia – Pasifik dan dipensiunkan 24 Juli 1946 di Vancouver, WA. Dibaptis dengan nama USS Iredell County (LST-839) 1 Juli 1955 dan diaktifkan kembali 18 Juni 1966, di San Diego, CA untuk ditugaskan di Vietnam, kemudian dipensiunkan Juli 1970. Dibawah “Security Assistance Program” dijual ke Indonesia Februari 1979, diberi nama KRI Teluk Bone 511. Hingga saat ini KRI Teluk Bone berusia 65 tahun masih aktif bertugas di jajaran armada TNI AL. (Foto: Lawrence Loth/navsource.org)

10 Juni 2009, Jakarta -- Departemen Pertahanan menolak keinginan Badan Pengawasan Keuangan (BPK) yang mengharuskan pemerintah menginventarisasi dan memisahkan aset yang efektif dan rongsokan dalam kelompok alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang digunakan TNI.

"Harus dibedakan audit alutsista sebagai alat teknis dan audit alutsista dari segi pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan. Itu adalah dua hal yang berbeda sama sekali," kata Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di Jakarta, Rabu.

Berbicara usai menerima Panglima Angkatan Tentara Malaysia (ATM) Jenderal Abdul Azis Zaenal, Menhan mengatakan audit keuangan dan audit administrasi keuangan Dephan/TNI tidak bisa sekadar dilihat dari harga alat utama sistem senjata yang digunakan.

"Segi audit keuangan dan administrasi keuangan Departemen Pertahanan, ditinjau dari harga alutsista. Tapi kita harus bedakan harga waktu beli dan harga sekarang nominal ketika dibeli 10-15 tahun lalu tentu lain dengan nilai sekarang," kata Menhan.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan TNI Marsekal Muda TNI Sagom Tamboen mengatakan setiap tiga bulan sekali masing-masing satuan melakukan pengecekan terhadap persenjataan dan perlengkapan, dan personel yang dipaparkan dalam bentuk Tabel Organisasi Personel dan Peralatan (TOPP).

"TOPP dari masing-masing satuan tersebut kini sesuai sistem audit yang baru telah mencantumkan kondisi perlengkapan dan persenjataan mulai dari saat diadakan hingga kini. Misalnya, tahun beli 1995, kondisi saat rusak ringan, hingga nilai susutnya sekian. Itu sudah tercantum," tuturnya.

Ia menambahkan, dari satuan dilaporkan berjenjang, misalnya dari skadron udara ke pangkalan udara, ke komando operasi I dan II, ke Mabes TNI AU, Mabes TNI, lalu ke Departemen Pertahanan.

"Begitu selalu setiap tiga bulan, rutin. Jadi, apa lagi. Jika BPK, ingin mengaudit teknis alat utama sistem senjata, itu bukan kewenangannya," kata Sagom

ANTARA News

DPD Usul Persenjataan Kodam VI/Tpr Diperkuat

Senjata berat (SMB) alutsista Kodam VI/Tanjungpura.

10 Juni 2009, Jakarta -- Dewan Perwakilan Daerah pemilihan Kaltim akan mengusulkan pembentukan panitia khusus (Pansus) untuk menuntaskan sengketa Ambalat antara Indonesia dengan Malaysia. DPD juga akan mengajukan beberapa saran non konfrontasi, di antaranya penempatan dan pemberian fasilitas khusus bagi warga di pulau terpencil di perbatasan. Termasuk pula, memperkuat dukungan persenjataan dan logistik bagi personel Kodam VI/Tanjungpura, terutama yang bertugas di perbatasan.

Rencana ini mengemuka pada rapat tertutup antara anggota DPD Kaltim dengan Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita dan Wakil Ketua DPD La Ode Ida, Selasa (9/6).

"Besok (hari ini, Red.) kita lapor ke paripurna DPD, nanti akan ditanggapi langsung dengan pembentukan pansus Ambalat dan perbatasan," kata Luther Kombong, selaku juru bicara pertemuan. Sebenarnya, lanjut dia, paripurna hari ini membahas laporan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan, tapi karena Ambalat dinilai menjadi masalah krusial, pimpinan DPD meminta wakil Kaltim agar menyiapkan hasil laporan lapangan, sekaligus usulan solusi yang mungkin bisa segera diterapkan.

Dari hasil pengamatan langsung dan laporan lapangan, empat anggota DPD asal Kaltim menyimpulkan, penguatan ekonomi dan sosial masyarakat bisa menjadi kekuatan alami untuk melawan upaya pengambilalihan wilayah RI oleh Malaysia. Selain menyebar penduduk di pulau terpencil, khusus Kabupaten Nunukan di mana Ambalat berlokasi, DPD akan menyarankan pemerintah supaya memberi pinjaman modal pembelian kapal nelayan semi modern. Fungsi kapal ini bukan hanya untuk mencari ikan, tapi juga mengawasi pergerakan kapal patroli Malaysia yang masuk wilayah Indonesia.

Cara lain, meminimalisasi ketergantungan masyarakat perbatasan seperti Sebatik dan Kerayan terhadap produk negeri jiran. Luther mengakui, cara terakhir paling sulit dilakukan karena harus mengubah cara hidup masyarakat. "Tapi kalau pemerintah punya niat baik dengan memperluas bandara di salah satu daerah itu, ketergantungan bakal terkikis," ucapnya.

Fakta yang ada saat ini, tambah dia, masyarakat Sebatik dan Kerayan seperti mendukung perekonomian Malaysia. "Ya karena kemahalan kalau beli di Indonesia. Masa harga semen satu zak aja lima ratus ribu," ucap Luther.

Setelah melihat langsung fakta seperti itu, Luther berani mengatakan bahwa selama ini terus berlangsung penjajahan ekonomi di kedua daerah tersebut. Dia berharap, pemerintah daerah berani mengusulkan berbagai proyek peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan pada pemerintah pusat lewat provinsi. "Masyarakat Tawao itu ekonominya bisa hidup karena kita. Masa kita mau mengalah untuk Ambalat," sambungnya.

Diakuinya, urusan luar negeri adalah domain pemerintah pusat dalam hal ini departemen luar negeri. Tapi karena Ambalat terus dipanas-panasi oleh Malaysia --lewat pelanggaran dengan kapal perang Malaysia masuk puluhan kali ke perairan Indonesia-- sudah seharusnya masyarakat perbatasan dilibatkan lagi. Sementara pemerintah daerah setempat, seharusnya terus mendesak pemerintah pusat agar serius membangun perbatasan. Bila tak kunjung dipenuhi, dikhawatirkan permasalahan Ambalat akan terus mencuat, sekaligus Malaysia berhasil memainkan emosi Indonesia.

Bukan tak mungkin, paripurna nantinya mengusulkan menggelar rapat kerja dengan Panglima TNI, Bappenas, dan Departemen Luar Negeri. Dengan begitu, permasalahan Ambalat bisa dicarikan solusi menyeluruh baik secara sosial ekonomi maupun pertahanan dan keamanan.

(Kaltim Post)

DPR Dorong TNI Menembak

Sebuah pesawat tempur jenis Hawk 100 milik Skadron Udara-1 Elang Khatulistiwa, melakukan persiapan terbang dari landasan pacu Lanud Supadio, Pontianak, Kalbar, Senin (8/6). Kekuatan Skadron Udara-1 Elang Khatulistiwa ditunjang oleh pesawat tempur Hawk jenis 100/200 yang berada di Lanud TNI AU Supadio, siap membantu menjaga wilayah RI di kawasan Ambalat, Kalimantan Timur . (Foto: ANTARA/Jessica Wuysang/Koz/mes/09)

10 Mei 2009, Jakarta -- DPR RI menodorong TNI untuk bersikap tegas dalam menyikapi manuver kapal perang Tentara Diraja Malaysia yang puluhan kali masuk wilayah Ambalat, Kaltim.

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar Marzuki Darusman mengatakan, pemerintah RI tetap harus menunjukkan tajinya di wilayah Ambalat. Yakni, dengan memberikan tembakan peringatan bagi kapal perang Tentara Diraja Malaysia yang melakukan patroli melewati batas wilayah Malaysia-Indonesia.

”Kalau mereka tetap memprovokasi tentara kita di wilayah perbatasan dengan melanggar batas wilayah, lakukan tembakan peringatan,” tegas Marzuki kepada Menteri Pertahanan RI Juwono Sudarsono, kemarin.

Menurutnya, meski perundingan secara diplomasi terus dilakukan, namun gelar kekuatan militer tetap harus dilakukan sebagai back up, dan menjadi langkah perhitungan jika terjadi konfrontasi militer tiba-tiba dari Malaysia.

Ia menilai bahwa secara politik, munculnya provokasi militer dari Malaysia dan sikap pemerintah Indonesia yang tak bisa menekan Malaysia untuk mengakui batas-batas wilayah Indonesia di Ambalat, menggambarkan adanya penurunan terhadap power Indonesia.

”Dulu posisi politik kita tidak tertandingi di ASEAN. Sekarang ini kita dianggap negara yang menurun powernya sehingga dimanfaatkan oleh Malaysia dengan perilaku tidak beradabnya dan sikap congkak mereka,” tegas Marzuki.

Senada, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN Abdilah Toha mengatakan, tembakan peringatan bagi kapal perang Malaysia yang melintasi batas negara Indonesia harus dilakukan TNI.

”Tapi harus hati-hati agar tak memulai perang duluan. Karena, kalau sampai itu terjadi, bisa-bisa Indonesia yang diembargo secara internasional karena memulai perang. Seperti yang terjadi pada kasus lepasnya Timor Leste dari NKRI. Saat inilah profesionalisme TNI diuji, bagaimana emosi mereka dipancing lewat provokasi dan strategi militer Malaysia,” ujar Abdilah.

Sementara, Menteri Pertahanan RI Juwono Sudarsono kembali mengatakan, TNI harus bersiaga penuh atas kondisi yang terjadi di Ambalat. Meskipun dirinya mewanti-wanti agar Indonesia jangan memulai perang, bila ada formasi militer kapal perang yang melewati batas, ini harus ditindak tegas.

”Kalau cuma patroli dari Malaysia, mungkin ini bisa ditolerir dengan tembakan peringatan. Tapi kalau ada formasi militer kapal perang yang melintas batas kedaulatan RI, maka ini harus dihentikan dengan tegas (diserang oleh TNI, Red.),” ujarnya.

Pilah Aset

Dua pesawat tempur jenis Hawk 100 dan 200 milik Skadron Udara-1 Elang Khatulistiwa, siap terbang dari landasan pacu Lanud Supadio, Pontianak, Kalbar, Senin (8/6). Kekuatan Skadron Udara-1 Elang Khatulistiwa ditunjang oleh pesawat tempur Hawk jenis 100/200 yang berada di Lanud TNI AU Supadio, siap membantu menjaga wilayah RI di kawasan Ambalat, Kalimantan Timur. (Foto ANTARA/Jessica Wuysang/Koz/mes/09)

Di tempat terpisah, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution minta Departemen Pertahanan (Dephan) memisahkan aset efektif dan rongsokan. Upaya ini diharapkan bisa mengetahui dengan cermat kualitas peralatan utama sistem persenjataan (alutsista).

Menurut Anwar Nasution, neraca Dephan dan TNI mencatat penguasaan aset sekitar Rp 163 triliun atau 24 persen dari total aset milik pemerintah. Dari jumlah itu, sekitar Rp 47 triliun di antaranya peralatan dan mesin berupa alutsista.

"Untuk mengetahui kesiapan tempur TNI, kondisi aset tersebut perlu diketahui mana yang masih efektif dan mana yang sudah menjadi barang rongsokan atau teknologinya jauh ketinggalan," kata Anwar dalam penyampaian hasil audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) saat Rapat Paripurna DPR di Jakarta, kemarin (9/6).

"Bagaimana mau perang, kalau masalah ini saja belum dapat diselesaikan. TNI hingga saat ini belum dapat memisahkan antara aset efektif dengan aset rongsokan ataupun yang memiliki teknologi terbelakang," ujarnya.

Anwar mengungkapkan, ketidakcermatan dalam melaporkan kondisi alutsista ini akan mengakibatkan DPR, pemerintah, dan pengguna laporan keuangan dapat tersesat dalam mengambil keputusan.

"Dengan diatasinya kelemahan itu, diharapkan kecelakaan dalam pengoperasian peralatan dan mesin di lingkungan Dephan dan TNI dapat dihindari. Pada gilirannya, ini juga dapat meningkatkan kemampuan menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia," papar mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) itu.

Anwar menambahkan, saat ini BPK belum punya kemampuan untuk mengaudit kualitas persenjataan. Untuk itu, dia berharap Dephan memiliki inisiatif untuk memilah aset-aset tersebut.

(Kaltim Post)

Konsulat Malaysia Minta Ambalat Status Quo

Kapal perang Indonesia berpatroli diperairan Ambalat.

9 Juni 2009, Pontianak -- Konsulat Malaysia di Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) Zairi Basri menilai Blok Ambalat sebaiknya segera dikosongkan sampai disepakatinya batas wilayah oleh pihak Indonesia dan Malaysia.

Pengosongan ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman yang dapat memicu pertikaian kedua negara. "Ambalat merupakan daerah tidak bertuan. Masuknya kapal-kapal (patroli) Malaysia bukan bentuk provokasi tetapi terjadi akibat ketidakjelasan titik (batas) wilayah karena belum ada kesepakatan oleh kedua negara," kata Zairi, di Pontianak, Selasa (9/6).

Ia mengatakan, belum disepakatinya batas wilayah itu menyebabkan kedua belah pihak memiliki penafsiran sendiri terhadap tapal batas negara masing-masing. Oleh karena itu, Ia mendorong agar Indonesia dan Malaysia segera berunding guna menyepakati batas wilayah tersebut.

"Semuanya harus dirundingkan sehingga jelas di mana titik Malaysia, dimana titik Indonesia,? tegasnya.

Terkait dengan menghangatnya hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia akibat sengketa Ambalat, Zairi meminta masyarakat kedua negara tidak menanggapi masalah ini secara berlebihan dan emosional.

"Jangan ditanggapi secara emosional. Biarkan pihak-pihak yang berwenang yang menyelesaikannya,? ujarnya.

Sementara itu, aktivitas warga di perbatasan Malaysia-Indonesia di Kalbar masih berjalan normal. Konflik Ambalat sejauh ini tidak berpengaruh terhadap situasi keamanan, interaksi sosial dan hubungan dagang di kedua wilayah.

Pantauan Media Indonesia di Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong, Kabupaten Sanggau, tidak terlihat adanya peningkatan pengamanan dan penjagaan oleh aparat keamanan kedua negara. Begitupula lalu lintas barang dan warga, semuanya masih dalam suasana kondusif.

"Sejak hebohnya kasus Ambalat, kedatangan warga Malaysia memang sedikit berkurang, tapi itu tidak terlalu kentara dan masih dalam batas wajar," kata petugas keamanan PPLB Entikong Hermanus Cawang.

(Media Indonesia)

Freddy Numberi: Indonesia Siap Tenggelamkan Kapal Ilegal

KRI Sultan Thaha Syaifuddin (STS)-376 menangkap 2 kapal ikan asing berbendera Vietnam yang melakukan penangkapan ikan illegal di posisi 80 mil utara Pulau Laut di perairan Natuna, Senin, 20/4/2009. (Foto: dispenal)

10 Juni 2009, Jakarta -- Pemerintah Indonesia akan bertindak tegas dengan menenggelamkan kapal nelayan asing yang tertangkap masuk ke perairan Indonesia secara ilegal.

Hal itu disampaikan Menteri Perikanan dan Kelautan, Freddy Numberi, di Gedung DPR Jakarta, Selasa pada rapat dengan komisi IV DPR-RI yang antara lain membidangi perikanan, kelautan, dan kehutanan.

Menurut dia, tindakan tegas tersebut perlu dilakukan untuk memberikan efek jera bagi kapal-kapal ilegal yang kini masih banyak masuk perairan Indonesia.

"Kita sangat bahagia, komisi IV sangat mendukung kami dalam menindak masuknya kapal ilegal," kata Freddy.

Merealisasikan upaya penegakan hukum terhadap tindak kriminal di perairan tersebut, kata dia, kini Departemen Perikanan dan Kelautan bersama DPR-RI sedang mengupayakan revisi undang-undang kelautan.

Revisi tersebut, kata dia, difokuskan pada upaya tindakan tegas terhadap kapal ilegal yang didalamnya juga mengatur ketentuan untuk menenggelamkan seluruh kapal yang tertangkap baik dalam kondisi baik maupun buruk.

Sementara itu, anggota Komisi IV Elviana mengatakan tindakan tegas dengan menenggelamkan kapal sangat penting untuk segera dilaksanakan untuk memberikan efek jera kepada pelakunya.

Menurut dia, informasi yang didapat dari berbagai pihak, sistem lelang yang kini dilakukan bagi kapal-kapal ilegal yang tertangkap sangat tidak efektif, terbukti hingga kini kapal ilegal seperti dari Thailand masih tetap banyak.

Hal itu terjadi, karena sistem lelang diduga banyak dipermainkan oleh pihak-pihak terkait diantaranya,dengan menjual kembali kapal atau ikan kepada pengusaha yang notabene sebagai tersangka.

"Jadi pada saat proses lelang, diduga sudah ada yang mengatur bahwa kapal atau ikan hasil tangkapan akan kembali jatuh ke tangan tersangka pemilik kapal," kata dia.

Sehingga, menurut Elviana, tindakan tegas menenggelamkan kapal asing yang masuk secara ilegal ke wilayah perairan Indonesia yang paling tepat untuk memberikan efek jera.

Menurut dia, banyaknya kapal yang masuk perairan Indonesia diantaranya bertujuan untuk mengejar ikan tuna yang banyak terdapat di kawasan yang terkenal sebagai negara maritim ini.

"Ikan tuna memiliki nilai jual tinggi, sehingga banyak nelayan asing yang mengejarnya hingga ke Indonesia dan hal itu tidak boleh dibiarkan," kata dia.

(ANTARA News)

Warga Timor Leste Langgar Perjanjian, TNI Protes

Personil Satgas Pamtas TNI AD Berjaga Disamping Tugu Perbatasan RI & Timor Leste di Desa Motaain, Belu, NTT. (Foto: Antara/Donang Wahyu)

10 Juni 2009, Kupang -- Pasukan Pengamanan Perbatasan Indonesia (Paspamtas) menyampaikan protes keras kepada pemerintah dan polisi penjaga perbatasan Timor Leste (Unidade de Policia Patrolha Fronteiras/UPF) yang membiarkan ratusan warganya membangun pemukiman di tanah seluas 1.069 meter persegi yang merupakan salah satu lokasi sengketa antara Indonesia dan Timor Leste.

Tanah yang berada persis di wilayah perbatasan kedua negara, sebelumnya masuk dalam wilayah Desa Naktuka, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Teggara Timur, namun diklaim Timor Leste sebagai bagian dari Distrik Oecusi.

Komandan Paspamtas RI Letnan Kolonel Infantri Yunianto mengatakan, karena masih berstatus sengketa maka seharusnya tidak boleh ada warga sipil yang melakukan aktivitas di wilayah itu. "Kenyataannya, secara sepihak warga Timor Leste melakukan aktivitas di wilayah sengketa tersebut," tegasnya, Rabu (10/6/2009).

Menurut Yunianto, pihaknya pernah mengirim pasukan untuk mengecek keberadaan warga Timor Leste tersebut, dan ternyata benar, lebih dari 21 keluarga sudah mendiami wilayah itu. "Saya sudah berulang kali menyampaikan protes ke UPF Timor Leste, agar segera mengeluarkan warganya dari lokasi sengketa tersebut," kata Yunianto.

Dia berharap, pemerintah Indonesia dalam hal ini Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri melakukan diplomasi mendesak Timor Leste menghargai kesepakatan yang pernah dibangun. Dimana, zona netral yang masih berstatus sengketa harus dikosongkan dari aktivitas warga sipil.

"TNI hanya bertugas menjaga keamanan dan pertahanan negara. Sehingga kami tidak bisa masuk ke wilayah yang diduduki untuk mengusir warga Timor Leste tersebut. Kami sudah menyampaikan protes keras kepada polisi penjaga perbatasan Timor Leste," lanjutnya.

(Okezone)

RI-Malaysia Sepakat Saling Menahan Diri di Ambalat

Ketua rombongan komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra (kiri) berjabatan tangan dengan Menteri Pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi disaksikan Dubes RI Da'i Bachtiar setelah melakukan pembicaraan tentang kawasan Ambalat di kantor kementerian pertahananan Malaysia, Kuala Lumpur, Selasa(9/6).(Foto: ANTARA/Adi Lazuardi/ss/09)

9 Juni 2009, Jakarta -- Delegasi Komisi I DPR RI dan pihak Malaysia yang diwakili Menteri Pertahanannya, mencapai kesepahaman tentang perlunya kedua negara saling menahan diri di Ambalat serta menghindari terjadinya konflik secara fisik di wilayah perairan kaya energi itu.

Demikian informasi yang disampaikan melalui hubungan telefon internasional oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Yusron Ihza Mahendra, langsung dari Kualalumpur, Malaysia, Selasa malam ini, kepada ANTARA.

"Kesepahaman ini dinyatakan langsung oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Malaysia dalam pernyataan bersama dengan saya mewakili Komisi I DPR RI usai pertemuan delegasi kami yang berlangsung sekitar satu jam di Kantor Departemen Pertahanan (Dephan) mereka," jelasnya.

Dalam pernyataan itu, delegasi Komisi I DPR RI urusan Ambalat menegaskan pula, wilayah tersebut sah milik Indonesia.

"Dasar legal kita itu ada, yakni pada konvensi hukum laut internasional atau UNCLOS yang telah diratifikasi RI pada tahun 1982. Itu dasar yang dipegang serta juga telah diratifikasi Malaysia," katanya.

Karena itu, menurutnya, sepatutnya Malaysia menghormati garis perbatasan yang dipegang RI sekarang.


Sikap Parlemen Malaysia

Sebelum pertemuan dengan Menhan Malaysia, hal yang sama juga berlangsung bersama pihak Parlemen Malaysia.

"Pihak Parlemen Malaysia menyambut baik kunjungan delegasi Komisi I DPR RI dan berjanji akan menyampaikan pesan dan pandangan Parlemen Indonesia tentang Ambalat kepada pihak Pemerintah (Kabinet) Malaysia yang dipimpin PM Najib Tun Razak," jelas Yusron Ihza Mahendar lagi.

Sebagaimana semakin gencar diberitakan berbagai media di Indonesia, situasi di Blok Ambalat kini semakin `memanas` akibat pelanggaran perbatasan lebih dari 16 kali oleh kapal-kapal perang Malaysia.

(ANTARA News)

PT. DI Tak Lagi Produksi NBO-105

Seorang anggota Kopassus mendokumentasikan bangkai Helikopter TNI- AD jenis Bolcow -105 didaerah Situhiang, Pagelaran, Cianjur, Jawa Barat, Selasa, (9/6). Helikopter yang jatuh pada Senin (8/6) tersebut menewaskan 3 orang prajurit Kopassus serta 2 lainnya mengalami cedera. (Foto: ANTARA/Rezza Estily/ss/mes/09)

9 Juni 2009, Bandung -- PT Dirgantara menegaskan tidak lagi memproduksi helikopter jenis Bolkow 105 atau NBO-105. Sesuai lisensi dari Messershcmitt Bolkow Blohm (MBB) Jerman, setelah produksi ke-122, PTDI tak lagi membuat Helikopter NBO-105. Produk ke-122 dari Helikopter NBO-105 ini telah diserahkan ke TNI AD pada 19 Maret 2009 lalu.

Juru Bicara PT Dirgantara Rakhendi mengatakan, helikopter jenis Bolkow 105 terakhir diserahkan kepada TNI AD tanggal 19 Maret 2009 lalu. Kini, kami mengembangkan helikopter dengan spesifikasi di atasnya. Pengembangan teknologi kendaraan udara apalagi untuk keperluan militer, saat ini, memang sudah dibutuhkan, jelasnya di Bandung, Selasa (9/6).

Terkait helikopter produksi PT DI yang jatuh perbukitan Desa Situhiang, Pagelaran, Kabupaten Cianjur Jawa Barat, Rakhendi mengatakan, masih laik terbang. Helikopter tersebut baru diserahkan ke TNI AD tahun 1992, lewat kontrak perjanjian yang ditandatangani kedua belah pihak tahun 1988.

Menurut dia, dari segi usia, masih banyak helikopter jenis yang sama milik TNI AD yang diproduksi tahun 1980an, saat ini dalam kondisi baik. "Logikanya, kalau produk yang lebih lama dalam kondisi baik, apalagi produk yang dikeluarkan setelahnya," ujarnya.

(Foto: ANTARA/Rezza Estily/ss/mes/09)

Selama ini, TNI merupakan sebagai pengguna utama heli NBO-105. Hal itu merupakan komitmen TNI untuk menggunakan alutsista buatan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan logistiknya. "Heli yang jatuh itu adalah produk kami yang ke-97," kata Rakhendi.

Menurut dia, sesuai dengan manual opetasi standar kendaraan terbang, setiap 3.000 kilometer, kendaraan harus masuk ke bengkel. Rakhendi tidak bisa memastikan di mana helikopter milik TNI AD tersebut direparasi. Selain di hanggar PTDI, TNI AD juga biasa mereparasi kendaraan terbangnya ke pihak swasta yakni ke Indo Pelita Aircraft Service.

(KOMPAS)

Belanja Militer AS Terbesar di Dunia


9 Juni 2009, Stockholm -- Amerika Serikat masih mengukuhkan diri sebagai kekuatan utama militer dunia, dengan nilai belanja militer 607,0 miliar dolar AS pada tahun 2008, meningkat 66,5 persen dari tahun 1999, atau 41,5 persen dari total belanja militer dunia, demikian menurut laporan tahunan Stockholm International Peace Research Institute (Sipri) yang dipublikasi pada Senin.

Sipri mengelompokkan 15 negara dengan belanja militer terbesar di dunia yang mencapai total sebesar 1.188 miliar dolar AS pada tahun 2008, atau 81 persen dari total belanja militer dunia. Total belanja militer dunia pada tahun lalu mencapai 1.464 miliar dolar AS, atau naik 44,7 persen dari tahun 1999.

China menempati urutan kedua dengan estimasi belanja militer 84,9 miliar dolar AS pada tahun lalu, melonjak 194,0 persen dibanding belanja militer pada tahun 1999 atau 5,8 persen dari total belanja militer dunia.

Ditempat ketiga diduduki Perancis dengan belanja militer 65,7 miliar dolar AS, diikuti Inggris 65,3 miliar dolar AS, Rusia 58,6 miliar dolar AS, Jerman 46,8 miliar AS, Jepang 46,3 miliar dolar AS, Italia 40,6 miliar dolar AS, Arab Saudi 38,2 miliar dolar AS dan India 30,0 miliar dolar AS.

Selanjutnya, belanja militer Korea Selatan 24,2 miliar dolar AS, Brasil 23,3 miliar dolar AS, Kanada 19,3 miliar dolar AS, Spanyol 19,2 miliar dolar AS dan Australia 18,4 miliar dolar AS.

ANTARA News/AFP

Tuesday, June 9, 2009

Jalur Sebatik Ditutup Polisi Malaysia

9 Maret 2005, Tarakan -- Presiden SBY didampingi Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto menyaksikan persiapan Marinir di garis depan perbatasan RI-Malaysia. (Foto: detikFoto/Dudi Anung)

9 Juni 2009, Nunukan -- Kembali memanasnya sengketa perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia di blok Ambalat saat ini, berbuntut pada terbitnya kebijakan pemerintah Malaysia yang cukup mempersulit warga Indonesia di kawasan perbatasan.

Kemarin, mulai sekitar pukul 08.00 Wita, Polis Marine Malaysia yang berjaga-jaga di wilayah perairan Tawau sempat menolak warga Indonesia dari Sebatik memasuki kota Tawau, walau untuk kepentingan berbelanja kebutuhan sehari-hari. Sehingga beberapa kapal dan speed boat dari Sebatik yang sempat bertolak membawa penumpang menuju Tawau, terpaksa harus berbalik arah menuju ke Sebatik lagi.

“Saya terpaksa kembali membawa pulang penumpang ke Sebatik karena Polis Marine di Tawau melarang kami masuk,” terang salah seorang motoris speed penumpang di Sebatik yang tampak kecewa dengan adanya kebijakan tersebut. Kekecewaan itu terjadi lantaran mereka terpaksa merugi akibat batal menerima pembayaran ongkos penumpang yang seharusnya diseberangkan ke kota di negeri jiran itu. Padahalpara motoris sudah mengeluarkan modal yang tidak sedikit untuk membeli bahan bakar speed boat yang digunakan.

Namun sekitar dua jam kemudian, kebijakan larangan memasuki kota Tawau tersebut tiba-tiba dicabut kembali. Arus speed boat penumpang dari Sebatik ke Tawau atau sebaliknya kembali normal.

Dari informasi yang diperoleh harian ini di lapangan, dalih Polis Marine Malaysia sempat melarang speed boat yang membawa penumpang dari Sebatik memasuki ke Tawau tersebut, karena waktunya yang masih terlalu pagi, sehingga kantor imigrasi di Pelabuhan Tawau belum buka.

Namun oleh para motoris speed boat, dalih tersebut dinilai mengada-ada, mengingat selama ini mereka biasa memberangkatkan penumpang pada jam yang sama dan tidak ada pelarangan oleh Polis Marine Malaysia.

Belakangan, harian ini memperoleh informasi lebih jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Kebijakan pemerintah Malaysia tersebut terkait dengan gencarnya pemberitaan media Indonesia yang mengangkat sengketa Ambalat di perairan Karang Unarang saat ini.

“Para pejabat tinggi institusi terkait pemerintah Malaysia di wilayah negara bagian Sabah, menjadi gusar dengan ekspose berita media massa tentang permasalahan di Ambalat saat ini,” terang sumber tersebut.

Upaya mempersulit aktivitas warga Indonesia di wilayah perbatasan oleh Malaysia saat ini, khususnya di Kecamatan Sebatik, merambah juga hingga para pelaku perdagangan tradisional yang selama ini berjalan mulus tanpa hambatan.

Pedagang dari sebatik yang umumnya membawa hasil perkebunan untuk dijual di pasar Tawau, saat ini dikenakan biaya cap stempel Pas Lintas Batas (PLB) di Imigresen Malaysia sebesar RM20 atau setara dengan Rp 60 ribu.

“Setiap pedagang harus bayar biaya cap stempel Imigresen sebesar 10 Ringgit setiap memasuki Tawau dan bayar lagi 10 Ringgit ketika akan keluar dari Tawau,” terang salah seorang pedagang di Desa Aji Kuning Kecamatan Sebatik yang memastikan sekitar sebulan sebelumnya, kebijakan tersebut tidak ada.

Menurut dia, rata-rata jumlah warga Sebatik termasuk pedagang tradisional yang menyeberang ke Tawau melalui pintu dermaga di Desa Aji Kuning tiap hari bisa mencapai 100 orang.

(Kaltim Post)

Perawatan Pesawat Milik TNI Tidak Efektif

Posisi bangkai helikopter Bolkow BO-105 milik TNI AD berada pada lahan yang miring. Badan pesawat tertahan pepohonan bambu sehingga tidak terperosok ke areal yang lebih dalam lagi. (Rosdiana Dewi/detikcom)

9 Juni 2009, Bandung -- Pakar Penerbangan Institut Teknologi Bandung Mahardi Sadono, mengatakan pesawat helikopter terbang, termasuk jenis Bolkow 105 milik TNI Angkatan Darat (AD), yang usianya di atas 20 tahun tetap masih layak terbang asalkan terpelihara dengan baik.

"Harus ada periode-periode ideal untuk merawatnya, sehingga pesawat helikopter bisa terbang sempurna," ujarnya, Selasa (9/6), menanggaapi kecelakaan helikopter yang menewaskan tiga perwira Kopassus saat melakukan latihan tempur kawasan di Cianjur Selatan, Jawa Barat (Jabar), Senin (8/6).

Mahardi menjelaskan periode pemeliharaan pesawat tergantung jam terbang, dan ideal perawatan dengan jam terbang antara 200 jam-10 ribu jam. "Memang pesawat yang usianya di atas 20 tahun tidak akan efisien. Untuk itu harus dilakukan pemeriksaan suku cadang secara ketat," tuturnya.

Ia optimistis jika pemeliharaan dilakukan dengan baik dan benar, bisa meminimalisir angka kecelakaan. "Selain pengoperasiannya harus terencana. Apakah pesawat itu layak diterbangkan dengan cuaca dan medan yang ada," kata Mahardi.

Di tengah anggaran yang terbatas, ia mengharapkan pemeliharaan pesawat yang diopersikan TNI harus tetap dilakukan dengan cara modernisasi, menyusul semakin berkembangnya teknologi. "Setidaknya, perawatan pesawat TNI setara dengan pemeliharaan penerbangan sipil. Bila perlu, belajar atau mengaku pada maskapai penerbangan sipil," pinta Mahardi.

(Media Indonesia)

Iran Produksi SAM Shahin

SAM Shahin produksi dalam negeri Iran. (Foto: payvand)

9 Mei 2009 -- Iran mulai memproduksi massal misil permukaan ke udara (SAM/Surface-to-air missile) Shahin berkemampuan melacak dan menghancurkan pesawat jet tempur dan helikopter musuh dengan jangkauan hingga 40 km pada kecepatan supersonik, Sabtu (6/6).

Sistem mampu melawan perang elektronik, dapat melacak sasaran bergerak sangat cepat, dan berdaya ledak tinggi hingga membuat ledakan yang besar saat mengenai sasaran. Kemampuan misil ini meningkatkan kemampuan pertahanan udara Iran dari kemungkinan serangan udara.

Iran berhasil melakukan uji penembakan misil permukaan ke permukaan generasi baru yang diberi nama Sejjil 2 berdaya jangkau hingga 2000 km pada Mei yang lalu. Sebelumnya, Sejjil berhasil diuji coba pada 12 November. Sejjil merupakan misil bertingkat dua dimana membawa dua mesin serta pembakarannya kombinasi bahan bakar padat.


Menteri Pertahanan Iran Brigadir Jenderal Mostafa Mohammad Najjar memotong pita menandai produksi missal SAM Shahin. (Foto: payvand)

Menteri Pertahanan Iran Brigadir Jenderal Mostafa Mohammad Najjar melihat SAM Shahin. (Foto: payvand)

Sebelumnya Iran mengembangkan misil balistik jarak sedang Shahab-3, berdaya jangkau kurang dari 1300 km, setelah diperbaiki dan ditingkatkan daya jangkaunya meningkat hingga 2000 km pada 2005. Shahab-3 menggunakan bahan bakar cair. Misil berbahan bakar cair keakuratannya kurang dibandingkan berbahan bakar padat.

Saat ini, Iran sudah memproduksi 30 macam peralatan militer, termasuk elektronik, telekomunikasi dan peralatan radar pada bulan lalu. Segera akan diproduksi produk terkait perang elektronik, anti perang elektronik, radar dan sistem sonar, optik elektro dan sistem laser, sistem komunikasi militer dan simulator, thermal night goggles. Serta auto kanon 40 mm untuk diletakan di kapal perang, diberi nama Fath (kemenangan) dimana mampu menjangkau sasaran hingga 12 km dengan kecepatan tembak 300 peluru per menit.

Fars News/@beritahankam

Indonesia Butuh Transformasi Pertahananan

Dr Anak Agung Banyu Perwita dari FISIP Universitas Katolik Parahyangan. (Foto: propatria.or.id)

8 Mei 2009, Jakarta -- Maraknya kasus kecelakaan yang melibatkan fasilitas tempur TNI mencerminkan buruknya sistem alutista militer Pemerintah Indonesia. Untuk itu diperlukan adanya transformasi pertahanan.

Demikian disampaikan pengamat militer Universitas Parahyangan Anak Agung Banyu Perwita saat berbincang dengan okezone di Jakarta, Selasa (9/8/2009). "Semua kebutuhan alutista, struktur organisasi, kebutuhan organisasi semua harus dikaji ulang secara fundamental," ungkapnya.

Banyu mencontohkan, selama ini pembagian gugus tugas di TNI kurang proporsional. Untuk Pulau Jawa saja terdapat lima kodam. Sedangkan untuk pulau lain yang geografisnya lebih besar dan tingkat kerentanan keamanannya lebih tinggi hanya terdapat satu kodam.

"Di Papua cuma satu, yaitu Kodam Cendrawasih, Kalimantan juga cuma satu Kodam Tanjung Pura, Sulawesi juga cuma satu. Peran kodam ini sebenarnya bisa dilikuidasi," sarannya.

Karena itu kebijakan transformasi pertahanan merupakan suatu keharusan, bukan lagi sebuah pilihan mengingat begitu mendesaknya kebutuhan yang ada. Sebab, peralatan alutista TNI sudah tidak layak sama sekali. Jangankan untuk bertempur, dalam keadaan biasa pun risiko kecelakaannya cukup tinggi.

"Komisi I dan Dephan harus segera bertindak dengan mendengarkan aspirasi dari Mabes TNI," ujarnya.

(Okezone)

RS Indonesia di Tengah Belantara Afrika

Rumah Sakit Satgas Kompi Zeni TNI yang tergabung dalam kontingen Garuda XX-F merupakan satu-satunya sarana kesehatan yang dimiliki Monuc yang ada di wilayah Dungu-Kongo. RS tersebut terletak di kamp kontingen Indonesia di belantara hutan tropis Zaire, Afrika. Petugas di RS ini terdiri dari satu orang dokter umum dan satu orang dokter bedah dibantu oleh enam orang tenaga medis. (Foto: okezone/Puspen TNI)

9 Mei 2009 -- Rumah Sakit Satgas Kompi Zeni TNI yang tergabung dalam kontingen Garuda XX-F merupakan satu-satunya sarana kesehatan yang dimiliki MONUC yang ada di wilayah Dungu-Kongo. Rumah sakit tersebut terletak di camp kontingen Indonesia di belantara hutan tropis Negara yang dulu bernama Zaire.

Dengan diawaki satu orang dokter umum dan satu orang dokter bedah dibantu oleh enam orang tenaga medis, tim kesehatan Kontingen Garuda XX-F memberikan pelayanan kesehatan tidak hanya kepada personel Satgas Kompi Zeni TNI saja, melainkan juga melayani kontingen negara lain (Bangladesh, Maroko, Afrika Selatan, Guatemala) maupun staf MONUC (Mission de l’Organisation des Nations Unies en République Démocratique du Congo/misi PBB di Kongo). Bahkan tidak jarang tim kesehatan kontingen Indonesia memberikan dukungan kesehatan kepada kombatan atau mantan anggota milisi Kongo atas permintaan PBB.

Meskipun terletak di tengah hutan belantara, pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit Kontingan Garuda XX-F terbilang cukup lengkap. Pelayanan itu meliputi pemeriksaan rutin dan pemberian vaksin secara berkala kepada anggota Satgas Kompi Zeni TNI, pengobatan terhadap penyakit yang umum ditemukan di Kongo seperti malaria, batuk, pilek, diare, kolera, penyakit kulit, luka bakar, luka karena gigitan hewan, dan tumor jinak yang perlu diadakan operasi minor, serta pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah, pemeriksaan urin dan pemeriksaan air minum dan makanan. Kemampuan personel kesehatan Indonesia berikut logistik medis serta peralatan yang dimiliki telah lulus standarisasi yang dibuat oleh PBB dan cukup untuk mendukung pelayanan rumah sakit level I.

Menurut Mayor Laut (K) dr. R. Yudadi Sp.B yang menjadi Dokter Kontingen GarudaXX-F, kondisi rumah sakit yang dikelolanya sudah memiliki peralatan medik yang cukup lengkap dengan logistik obat-obatan yang cukup adekuat. Dr Yudadi menjelaskan, satu-satunya kekurangan rumah sakit kebanggaan Kontingen Indonesia itu adalah kondisi tenda rumah sakit yang mulai usang dan cat perlengkapan rumah sakit yang tampak mulai memudar. Tempat tidur pasien, meja, kursi, standar infus maupuntroli obat-obatan tampak kusam serta catnya mulai pudar. “Hal ini wajar karena peralatan ini sudah berbakti kepada misi kemanusiaan PBB di Kongo selamahampir 6 tahun, waktu yang cukup lama,” demikian imbuh Dr Yudadi. Menurut dokter yang menempuh spesialisasi bedah di Universitas Gadjah Mada ini, “Bagi kami ketajaman fungsi kesehatan dan penampilan rumah sakit menjadi harga diri kami sebagai perwakilan bangsa Indonesia di tengah-tengah lingkungan berbagai negara dunia. Untuk itu Kami harus maksimal dan optimal membaktikan diri untuk kemanusiaan di dalam misi PBB di Kongo ini”.

Tidak pasrah oleh keadaan, Tim Kesehatan Satgas Kompi Zeni TNI sepakat membuat gerakan untuk memperindah penampilan rumah sakit. Dibawah komando Dr. Yudadi, Tim Kesehatan melaksanakan pengecatan peralatan rumah sakit, meliputi tempat tidur pasien, standar infus, trolley obat, meja dan kursi. Selanjutnya mereka membuat tanda palang merah dan papan identitas rumah sakit serta membuat taman di sekitar tenda rumah sakit dengan bahan yang ditemukan di sekitar Camp. Meskipun baru dua bulan menempati lokasi camp baru di Dungu, seluruh personel kesehatan terlihat sangat antusias membuat rumah sakit yang dikelolanya menjadi lebih nyaman dan asri.

Usaha tim kesehatan tersebut tidak sia-sia. Saat dilaksanakan inspeksi COE (Contingent Owned Equipment) kepada kontingen Indonesia beberapa waktu lalu, rumah sakit tampak lebih indah, rapi dan bersih dari sebelumnya, sehingga tim penilai memuji penampilan rumah sakit Indonesia. Walhasil, rumah sakit Kontingen Garuda XX-F dinilai telah lulus inspeksi dan sebagai ganjaran Indonesia berhak menerima dana reimbursement dari PBB.

Kegiatan memperindah penampilan rumah sakit ini juga mempererat relasi antar personel tim kesehatan khususnya dan personel satgas lainnya. Disamping itu gerakan tamanisasi area rumah sakit menjadi stimulus bagi anggota satgas lainnya untuk memperindah dan merapikan masing-masing tenda tempat tinggalnya. Inilah yang menjadi harapan bersama, yaitu seluruh area camp Indonesia tampil bersih, rapi, indah dan nyaman untuk ditinggali.

Saat ini 174 personel TNI Kontingen Garuda XX-F dibawah pimpinan Mayor Czi Sugeng Haryadi Yogopranowo tengah bergabung dengan pasukan perdamaian PBB di Kongo, tepatnya di wilayah Dungu. Kota yang dulu dikenal dengan sebutan Little Belgium karena tata kota mirip miniatur kota di Belgia, merupakan daerah terpencil dan terisolir. Untuk mencapai Dungu hanya dapat menggunakan alat transportasi udara karena sarana perhubungan darat rusak parah serta situasi keamanan yang kurang kondusif. Wilayah Dungu sebelah utara berbatasan dengan Negara Sudan dan sebelah timur berbatasan dengan Negara Uganda. Situasi keamanan di Dungu kurang kondusif karena sering mendapat gangguan dari milisi LRA (milisi pemberontak Uganda).

MONUC sebagai misi PBB di Kongo hadir di wilayah Dungu dengan menempatkan kontingen Maroko sebagai pasukan pengamanan, Kontingen Indonesia sebagai satuan Zeni, Kontingen Bangladesh sebagai unit angkut udara dan beberapa staf sipil MONUC lainnya yang bertugas mengurusi transportasi dan logistik. Kontingen Indonesia menempati camp di dekat lapangan terbang Dungu yang merupakan hasil karya putra-putra bangsa Indonesia (Kontingen Garuda XX-D s/d Kontingen Garuda XX-F).

(Pen Konga XX-F/MONUC)

Helikopter Bolkow-105 Cocok Untuk Misi Tempur

NBO-105 NV-414 milik TNI AL bersama dengan KRI Diponegoro sebagai Satuan Tugas dalam UNIFIL. (Foto: puspenerbal)

8 Mei 2009, Bandung -- Helikopter Bolkow-105 atau NBO-105 buatan PTDI merupakan pesawat heli yang cocok untuk medan tempur karena selain suaranya tidak bising dan mampu mengangkut lima orang penumpang, juga bisa dipasangi senapan mesin dan peluru kendali.

Tak heran dengan ketangguhannya, helikopter buatan PT Dirgantara Indonesia itu menjadi heli serbu TNI yang biasa digunakan untuk berbagai operasi tempur atau penyelamatan di wilayah seperti Papua.

PT Dirgantara Indonesia sejak mendapat lisensi dari Messoshmit Bolkow Blohm (MBB) pada 1976 hingga 2009 ini telah memproduksi 122 unit helikopter jenis ini. Sayang, PT DI dipastikan tidak lagi memproduksinya karena lisensi dari MBB yang diperoleh PTDI telah habis.

19 Maret 2009, Bandung Sejumlah teknisi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan TNI Angkatan Darat mengecek Helikopter Nusantara Bolkow (NBO -105) saat serah terima dari PTDI ke TNI AD, di hanggar PTDI, di Bandung, Jawa Barat, Kamis (19/3). TNI AD memesan satu Helikopter Nusantara Bolkow yang merupakan produksi terakhir di duunia yang rencanannya akan digunakan untuk Skuadron tempur TNI AD di Pondok Cabe Jakarta. (Foto: ANTARA/Rezza Estily/ed/ama/09)

Sesuai lisensi setelah produksi ke-122, PTDI tak lagi membuat Helikopter NBO-105. Produk ke-122 dari Helikopter NBO-105 ini selesai dikerjakan PTDI dan telah diserahkan ke TNI AD pada 19 Maret 2009.

"PT Dirgantara Indonesia tidak lagi memproduksi NBO-105, lisensi dengan MBB sudah habis," kata Kepala Humas PT Dirgantara Indonesia, Rokhendi.

TNI-AD merupakan pembeli pertama (1976) dan pembeli terakhir (2009) helikopter jenis itu. Selain dioperasikan oleh militer, heli itu juga banyak digunakan untuk penerbangan sipil, dalam maupun luar negeri.

19 Mei 2009, Bandung -- Asisten Logistik KSAD Mayor Jenderal TNI Hari Krisnomo (depan) yang didampingi Dirut PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Budi Santoso (belakang) melihat-lihat bagian dalam helikopter NBO-105 CBS di depan salah satu hanggar di PT DI, Jln. Pajajaran, Kota Bandung, Kamis (19/3). PT DI menyerahkan pesanan satu unit helikopter NBO-105 CBS versi militer, yang dapat dilengkapi persenjataan, kepada TNI AD untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataaan (alutsista). Helikopter ini merupakan unit terakhir yang diproduksi di dunia yang untuk masa mendatang akan digantikan jenis terbaru.(Foto: pikiran-rakyat)

Perjanjian lisensi dapat dilanjutkan jika pasar menghendaki PTDI memproduksi lagi Helikopter NBO-105. "Kalau pasarnya cukup besar, PTDI dapat kembali dipercaya membuat Helikopter NBO-105," katanya.

Dihentikannya produksi komponen gear box merupakan kendala utama pembuatan Helikopter NBO-105. Pabrikan gear box hanya bersedia memproduksi jika pesanan lebih dari 20 buah.

Rokhendi menyebutkan, TNI sebagai pengguna heli NBO-105 terbanyak menyusul komitmen TNI untuk menggunakan alusista buatan dalam negeri dalam memenuhi kebutuhan logistiknya.

PTDI sendiri masih memproduksi helikopter jenis lain, seperti jenis Super Puma dan NB Bell yang diantaranya dipesan TNI.

Saat ini, PT Dirgantara Indonesia tengah merakit empat pesawat tipe CN 235 untuk patroli maritim Korea Selatan dan tiga pesawat untuk TNI Angkatan Laut sampai 2011 mendatang.

(ANTARA News)

PT. DI Siap Investigasi Heli Jatuh

Helikopter jenis BO-105 bernomor registrasi HS-7050 milik Skadron 21 Penerbad sedang menjalani inspeksi besar 2400 jam di fasilitas IAS, Pondok Cabe. Helikopter yang dioperasikan sebagai helikopter serbu milik TNI Angkatan Darat itu akan menjalani inspeksi besar dan perbaikan komponen selama 90 hari kalendar terhitung akhir April ini. Selain menjalani proses inpeksi 2400 jam airframe, helikopter ini juga akan menjalani program perbaikan avionik, rewiring, dan interior refurbishment. PT. IAS dinyatakan keluar sebagai pemenang atas pekerjaan senilai Rp 3,65 miliar itu. (Foto: indopelita)

8 Mei 2008, Bandung -- PT Dirgantara Indonesia menunggu permintaan TNI untuk melakukan pemeriksaan terhadap helikopter Bolkow-105 yang jatuh di Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Kepala Humas PTDI Rokhendi ketika dihubungi, Senin (8/6) membenarkan pesawat Bolkow-105 merupakan buatan PTDI.

Meski dugaan kecelakaan helikopter itu akibat cuaca buruk di kawasan Cianjur Selatan, namun PTDI menurut Rokhendi menyiapkan tim untuk melakukan investigasi secara menyeluruh bila ada permintaan dari pihak TNI.

"Bila heli itu Bolkow-105 buatan PTDI. Hingga petang ini kami belum mendapat permintaan pemeriksaan pesawat dari pihak TNI sebagai pengguna pesawat itu," kata Rokhendi.

Menurut Rokhendi, pihaknya tidak bisa begitu saja masuk melakukan pemeriksaan pesawat itu karena statusnya helikopter itu milik TNI.

"Kami punya LO di TNI, namun hingga petang ini belum kontak ke PTDI," katanya.
Ia menyebutkan, pesawat Bolkow atau NBO-105 merupakan helikopter ukuran sedang yang cocok untuk mendukung operasi di medan berbukit-bukit.

Produksi Bolkow 105 sudah dihentikan karena lisensi dari Messoshmit Bolkow Blohm (BMM) yang diperoleh PTDI telah habis.

"Sejak tahun 1976 hingga 2009, TNI banyak menggunakan heli ini, termasuk 25 diantaranya dioperasikan oleh TNI-AD," kata Rokhendi.

(KOMPAS)

Monday, June 8, 2009

Helikopter TNI AD Bolkow BO-105 Jatuh di Cianjur

Helikopter TNI AD Bolkow BO-105 HS7060 mengalami kecelakaan 22 Agustus 1994 merenggut sejumlah korban. (Foto: dokumentasi keluarga Burhan Pilliang/detikFoto)

8 Mei 2009 -- Helikopter TNI jenis Bolkow BO-105 HS7112 jatuh di Kampung Pasir, Bukit Cihanjawar, RT 03/07, Desa Situhiang, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Cianjur bagian Selatan atau berjarak sekitar 100 km dari Kota Cianjur, sekitar pukul 15.25 wib, Senin (8/6). Helikopter naas tersebut buatan PT. DI berdasarkan lisensi dari Messoshmit Bolkow Blohm (BMM), Jerman tahun 1988. Kondisi Helikopter Bolkow BO-105 HS7112 dinyatakan masih laik terbang ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Christian Zebua di Jakarta, Senin (8/6).

Helikopter sedang melakukan misi mendukung latihan Kopassus di daerah Pagelaran, Cianjur. Saat kejadian helikopter akan kembali ke Markas Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdikpassus) di Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Namun di Desa Situhiang, cuaca buruk akibat hujan deras disertai angin menghadang helikopter. Menurut saksi mata helikopter sempat berputar-putar terlebih dahulu, sebelum jatuh di perbukitan Cihanjawar.

Helikopter berisikan lima orang, Kolonel Inf Ricky Samuel (Komandan Pusat Pendidikan Kopassus), Kapten Inf Agung Gunarto (Kasi Operasi Latihan Kopassus), Lettu Hadi Isnanto (pilot), Lettu Yuli Sasongko (co-pilot), dan Lettu Agus Sudarso. Kolonel Inf Ricky Samuel dan Kapten Inf Agung Gunarto tewas ditempat kejadian, Lettu Yuli Sasongko sempat mendapat perawatan di RSUD Cianjur ketika sedang dalam perjalanan ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, korban meninggal dunia. Korban yang selamat Lettu Hadi Isnanto dirujuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung sedangkan Letda Agus Sudarsono dibawa ke RSPAD Gatot Subroto.

Karena mengalami luka cukup parah di bagian kepala, Lettu Yuli Sasongko terpaksa dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Akan tetapi nyawanya tidak dapat diselamatkan, korban meninggal dalam perjalanan ke RSPAD Gatot Subroto. (Foto: Rosdiana Dewi/detikNews/detikFoto)

Jenazah Kolonel Inf Ricky Samuel dibawa ke Markas Komando Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur dan akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, jenazah Kapten Inf. Agung Gunarto dibawa ke rumah mertuanya di BTN Joglo, Cianjur dan akan dimakamkan di TPU Sinarlaya, Cianjur sedangkan jenazah co-pilot Yuli Sasongko dibawa ke Semarang.

(dirangkum dari beberapa sumber/Beritahankam.blogspot)

Anggaran Pertahanan Naik Rp10 Triliun

Panglima TNI, Jenderal TNI Djoko Santoso (kiri), bersama sejumlah Kepala Staf TNI, saat rapat kerja dengan Komisi I DPR, di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/6). Rapat kerja antara Menhan, Panglima TNI dan Komisi I, membahas isu-isu diantaranya penyelesaian konflik blok Ambalat. (Foto: ANTARA/ Ujang Zaelani/ama/09)

8 Juni 2009, Jakarta -- Komisi I DPR menyepakati kenaikan anggaran pertahanan dan TNI sebesar Rp10 triliun pada APBN 2010 untuk mendukung kesiapsiagaan alat utama sistem senjata dan personel TNI.

"Kami sepakat untuk menaikkan anggaran pertahanan/TNI pada 2010 sebesar Rp10 triliun, untuk mendukung pendidikan dan latihan, perawatan alat utama sistem senjata, dan pengadaan alat utama sistem senjata baru," kata Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga di Jakarta, Senin.

Pada Tahun Anggaran 2009 Departemen Pertahanan/TNI mendapat alokasi anggaran sebesar Rp33,6 miliar.

Hingga triwulan pertama TA 2009 Dephan/TNI mendapat tambahan anggaran sebesar Rp38,66 miliar untuk kegiatan operasi intel strategi Waspada dan sampai periode itu, telah 28,10 persen dari pagu yang disalurkan ke unit organisasi di Departemen Pertahanan dan TNI.

Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menguraikan, anggaran sebesar itu dialokasikan untuk mewujudkan pembinaan dan pengembangan kekuatan pertahanan negara baik di tingkat organisasi maupun personel, peningkatan dan pemeliharaan materiil, sarana dan prasarana dukungan operasional perkantoran maupun pengembangan sistem.

Ia menambahkan, sebelum ini, menyusul penurunan anggaran pertahanan, Departemen pertahanan bersama Mabes TNI memfokuskan perhartian pada lima hal yaitu dukungan operasional nyata, kesiapan dan kesiapsiagaan operasional, pemeliharaan alat utama sistem senjata, pendidikan dan latihan serta kesejahteraan prajurit.

Dana itu juga sudah termasuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP). "Karena bagaimana pun kita harus memperhatikan OMSP, sebagai salah tugas TNI dalam kegiatan sosial kemasyarakatan," kata Juwono.

(ANTARA News)

Indonesia Latihan Perang, Malaysia Perbanyak Pasukan

Tentara Malaysia dalam suatu latihan perang. (Foto: military-photos)

7 Mei 2009, Sebatik -- Situasi di perbatasan Indonesia-Malaysia sekitar perairan Ambalat, Sebatik, Kalimantan Timur kemarin petang dilaporkan tegang. Perang bisa sewaktu-waktu terjadi antara dua negara serumpun ini. Baik Indonesia dan Malaysia meningkatkan pengamanan di Pos Perbatasan dengan menambah personil tentara.

Setelah tentara Indonesia latihan menembak dengan melibatkan penduduk sipil di Desa Sungai Pancang di Wilayah Aji Kuning, dibalas Malaysia dengan menambah askar ( tentara) di wilayah perbatasan, seperti di Sungai Melayu dan Sungai Pancang

Berdasarkan informasi di lapangan, beberapa hari lalu Desa Sungai Pancang di wilayah Aji Kuning semua aparat di Sebatik, Ambalat latihan menembak. Latihan itu salah satu bentuk pemantapan siap perang dan juga untuk lebih memperkuat pertahanan di wilayah perbatasan.

Adapun askar Malaysia bersiap di wilayah perbatasan, seperti di Sungai Melayu dan Sungai Pancang yang terletak di satu wilayah Sebatik, satu pulau diklaim milik dua negara. "Ada tidak askar yang menguasai tiga titik di Sungai Melayu," ungkap Bandong, warga Sebatik di Desa Tanjung Aru.

Mereka, kata Bandong, membawa senjata. Selain di Sungai Melayu, askar malaysia juga siapa di kawasan Pasir Putih dan Bagusung Besar. “Saya dilarang melaut oleh mereka," ujar Bandong saat dihubungi kemarin.

“Saya bingung, askar Malaysia bilang kalau saya tinggal di wilayah Malaysia, tapi jika TNI Angkatan Laut datang, mengatakan ini wilayah Indonesia. Mana yang betul?,” tanya Bandong

Hal yang sama disampaikan Busla. Dia mengaku sekitar sembilan kapal TNI Angkatan Laut hanya tiga yang kerap berpatroli di pesisir pantai Sebatik. Sisanya, kata dia, berada di wilayah luar dekat Ambalat.

Buslan sering melihat kapal perang Malaysia suka main kucing-kucingan dengan patroli TNI Angkatan Laut. "Suana tegang setiap saat terjadi. Seperti dalam suasana perang," katanya.

Perairan sekitar Sebatik kembali digunjingkan setelah kapal perang Malaysia dipergoki bermanuver di wilayah blok Ambalat, milik RI. Malaysia mengkalaim blok yang memiliki potesnsi minyak itu wilayahnya. Begitu pula Indonesia, menyatakan sebagai harga mati bahwa Blok Ambalat wilayah RI.

(Tempo Interaktif)

Djoko: TNI Siap Perang. Malaysia Juga Siaga di Perbatasan Pulau Sebatik

Departemen Kelautan dan Perikanan, HNSI Nunukan didukung TNI AL memasang rumpon Merah Putih guna mempertegas batas negara di wilayah Ambalat di bulan Februari 2009. Pemasangan rumpon menggunakan KRI Hasan Basri, dikawal KRI Patola.

8 Juni 2008, Nunukan -- Bukan hanya pihak Indonesia yang bersiap siaga dalam menghadapi segala kemungkinan terkait memanasnya sengketa blok Ambalat di Kaltim. Malaysia pun meningkatkan kesiagaan pasukan keamanan, utamanya di wilayah perbatasan.

Misalnya saja di Pos Penjagaan PGA (Polis Gerak Am) -di Indonesia biasa disebut Brimob- di Begusong, perbatasan Indonesia – Malaysia di Pulau Sebatik, yang biasanya dikepalai oleh sersan, saat ini diganti dengan personel berpangkat kapten.

“Kita tahulah situasi sekarang ‘kan macam (agak, Red) lain. Mesti ada perubahan,” terang warga Malaysia yang tak mau identitasnya dikorankan.

Selain pergantian komandan jaga, pihak Malaysia juga menambah personel. Jika sebelumnya hanya diperkuat 7 orang per pos jaga, sekarang ditambah menjadi 10 personel untuk setiap pos. Status pos jaga pun dinaikkan menjadi balai atau kantor.

Salah seorang anggota PGA di Wallace Bay (Pulau Sebatik bagian Malaysia) yang bertemu koran ini mengatakan, PGA telah dilatih tempur. Seragam pun diganti. Yang sebelumnya bermotif loreng warna kombinasi biru hitam, beberapa hari terakhir sudah berganti bermotif loreng kombinasi hijau tua dan hitam. Seragam baru pasukan PGA ini lebih gelap dibanding seragam loreng milik TNI. “Uniform (seragam) pun tak macam dulu. Sekarang kami gunakan uniform baru. Uniform lama susah nak (mau) disamarkan. Gampang terlihat. Mesti gunakan uniform tersamar,” terang personel PGA yang mengaku berasal dari salah satu negara bagian di Semenanjung Malaysia dan baru beberapa bulan terakhir ditugaskan pada Pos PGA di Wallace Bay.

Tuding Melanggar

Sementara itu, Pemerintah Malaysia tidak ingin dijadikan satu-satunya pihak yang disalahkan terkait kasus memanasnya masalah perbatasan di Ambalat. Mereka mencatat, Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebenarnya juga telah melakukan pelanggaran perbatasan sebanyak 13 kali.

Menteri Pertahanan Malaysia Datuk Seri Ahmad Zahid Hamidi juga siap menyampaikan nota protes ke pemerintahan RI. Protes itu disampaikan kepada delegasi Komisi I DPR RI Effendy Choirie dan Ali Mochtar Ngabalin. Kedua pihak bertemu dan melakukan pembicaraan di Putrajaya, Malaysia, pada Sabtu malam (6/6) lalu. Dua anggota dewan itu mendahului rombongan resmi yang baru akan berangkat Senin ini (8/6).

“Dia sampaikan TNI kita 13 kali melanggar. Tapi, sebenarnya dia (Menhan Malaysia, Red) tidak ingin memperpanjang masalah Indonesia-Malaysia terutama di blok Ambalat,” ungkap Effendy Choirie, kemarin (7/6).

Menurut Effendy, pemerintah Malaysia mengaku bisa memahami kalau pemerintah dan rakyat Indonesia memprotes keras masuknya kapal militer Malaysia ke wilayah Indonesia di Ambalat. Mantan ketua FKB di DPR RI itu menambahkan, Menhan Ahmad Zahid secara umum memberikan tanggapan positif atas keberatan Indonesia tersebut.

“Dia berjanji akan mempercepat proses penyelesaian sengketa RI-Malaysia,” tambah tokoh yang akrab disapa Gus Choi itu. Meski demikian, pemerintah Malaysia sadar jika jalan keluar penyelesaian tidak akan berlangsung mudah. Sebab, persoalannya bukan hanya sekedar soal perbatasan, tapi juga soal ekonomi.

Menurut Gus Choi, pemerintah Malaysia juga mengaku ingin tetap bertetangga baik dengan Indonesia. “Kami tidak akan berperang dengan Indonesia. Ya, bagaimana kami mau berperang, kalau pakaian tentara Diraja Malaysia itu masih produk Sritex Indonesia,” ungkap Gus Choi, menirukan apa yang disampaikan Ahmad Zahid.

Selain meminta agar segera ada penyelesaian dalam kasus perbatasan RI-Malaysia, Gus Choi dan Ali Mochtar juga menyampaikan protes pemerintah dan masyarakat Indonesia kepada menhan Malaysia yang baru menjabat sekitar 2 bulan tersebut. Pemerintah negeri jiran itu diminta tidak lagi melakukan provokasi militer di sekitar perairan Ambalat.

Siap Perang

Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen menegaskan, posisi TNI di Ambalat sangat jelas, yakni mengamankan kedaulatan. “Tunjukkan dimana kita melanggar. Kita selalu sesuai prosedur,” katanya.

Menurut Sagom, TNI tidak akan bergeser sejengkalpun dari Ambalat. “Tidak hanya di sana, tapi di seluruh wilayah perbatasan negara. Kita berada di garis terdepan,” ujarnya. Bahkan, seluruh satuan TNI baik darat, laut maupun udara siap berperang jika memang ada perintah dari panglima tinggi, yakni Presiden SBY.

Penegasan komitmen siap perang itu juga disampaikan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso di Istana Negara pada Sabtu (6/6) malam. Usai mendampingi SBY menerima delegasi komisi 1, Djoko menjelaskan operasi rutin sudah dilakukan sepanjang tahun di sekitar Ambalat. “Prinsip TNI adalah kalau kita ingin damai kita harus siap perang,” tegasnya.

Perintah perang sesuai undang-undang, diberikan oleh presiden. Begitu komando turun, TNI harus langsung berperang. Dalam dua hari setelah perintah itu, DPR RI harus memberi persetujuan. Namun, jika tak disetujui, perintah itu harus dihentikan.

(Kaltim Post)

Menhan Malaysia Instruksikan Perubahan Patroli Rutin

KD Baung salah satu kapal patroli yang digunakan TLDM memprovokasi Indonesia diperairan Ambalat.

17 Mei 2009, Kuala Lumpur -- Dua anggota dan satu mantan anggota DPR menemui menteri pertahanan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi secara informal di Putrajaya membicarakan kasus Ambalat dan masalah lainnya.

"Saya minta agar kapal tentara diraja Malaysia tidak melakukan provokasi di perbatasan perairan blok Ambalat dengan patroli militer yang melewati garis batas kedaulatan wilayah Indonesia. Kami bisa tidak sabar akan menabrak dan menenggelamkan kapal tentara diraja Malaysia," kata Ali Mochtar Ngabalin di Kuala Lumpur, Minggu.

Dua anggota DPR yakni Ali Mochtar Ngabalin dan Effendi Choirie dan mantan anggota DPR Ade Daud Nasution bertemu dengan Menhan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi yang didampingi Mohd Kamal, staf khusus Menhan di Putrajaya, Sabtu malam.

Sementara itu, Effendi Choirie atau panggilan akrabnya Gus Choi meminta kepada Menhan Malaysia Zahid Hamidi, yang kebetulan menjadi sahabatnya, minta agar jabatannya yang disandangnya sejak 8 April 2009 itu menjadi sarana mempercepat penyelesaian sengketa perbatasan kedua negara bertetangga serumpun ini, khususnya Ambalat.

"Ini permintaan kepada Zahid Hamidi sebagai orang keturunan Yogyakarta dan orang penting ketiga di Malaysia," kata Gus Choi.

Setelah mendengarkan pembicaraan ketiga sahabatnya yakni Ali Mochtar Ngabalin, Effendie Choirie dan Ade Daud Nasution, Menhan Zahid Hamidi berjanji dengan penuh keyakinan dalam masa pemerintahan PM Najib persoalan Ambalat akan segera selesai.

Hal itu juga dapat dibuktikan dengan instruksi dia agar tentara diraja Malaysia segera melakukan evaluasi kembali mengenai patroli rutin agar tidak menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia dan memberikan penjelasan dengan menggunakan bahasa Jawa kepada Gus Choi.

Bukti konkrit lainnya, ialah Menhan Malaysia telah meminta Panglima ATM (angkatan tentera diraja Malaysia) jend Abdul Aziz untuk menemui Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso di Jakarta pada 9 Juni 2009.

(ANTARA News)

TNI Cabuti Patok Yang Dipasang Malaysia di Wilayah Indonesia

Pos perbatasan Indonesia Malaysia. (Foto: jawa pos)

7 Mei 2009, Sebatik -- Puluhan patok berupa tonggak kayu yang dipasang membelah areal persawahan di Dusun Seberang, Desa Sungai Pancang, Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, dicabuti personel TNI AD dari batalyon 613/Raja Alam. Pertimbangannya, pemasangan patok di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia itu tidak resmi

Pantauan Kompas, Sabtu (6/6), patok-patok kayu itu selama ini dipancangkan di areal persawahan milik petani Indonesia di Dusun Seberang. Dusun tersebut berbatasan dengan Kampung Melayu di wilayah Sebatik yang dikuasai Malaysia. Pihak TNI mencabut patok-patok yang dipasang oleh Malaysia itu tanggal 21 Mei.

Tonggak-tonggak kayu kayu tersebut di antara dua patok resmi-berupa balok beton yang jaraknya lebih dari 2 kilometer. “Kami sudah tinggal di perbatasan ini sekitar 39 tahun. Selama ini kami tidak tahu mana saja perbatasan kedua negara. Kami membuka sawah di daerah ini selama tidak pernah ada yang melarang. Pihak Malaysia juga tidak pernah mengusir. Kami hanya diminta untuk tidak menjual tanah mereka,” kata Sulaiman (70), warga Dusun Seberang.

Menurut Kepala Penerangan Kodam VI/Tanjungpura Letkol Bagus Hardito, patok-patok kayu itu beberapa waktu lalu digunakan Malaysia untuk mengukur wilayahnya. Akan tetapi, setelah selesai pengukuran tidak dicabut. Beberapa warga merasa khawatir mengingat akhir-akhir ini masalah Ambalat kembali memanas. Itulah sebabnya aparat TNI AD mencabutnya.

(Harian Kompas, Minggu, 7 Juni 2009)