Kaca-kaca lantai II hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, hancur lebur. (Foto: detikFoto)
1 Agustus 2009, Jakarta -- Noordin M Top beserta jaringannya masih menjadi buruan kepolisian. Untuk menangkap buronan lincah itu, diperlukan kesatuan kekuatan tidak hanya melibatkan kepolisian, melainkan juga TNI.
Hal tersebut diungkapkan anggota Komisi I DPR RI Al Muzammil Yusuf saat dihubungi okezone, Sabtu (1/8/2009). Ini dikarenakan Polri telah bertahun-tahun belum dapat mengungkap di mana keberadaan Noordin.
"Untuk hal-hal seperti itu, intelijen itu harus kerjasama. Polri dan TNI harus satukan kekuatan mencari Noordin, ini akan lebih cepat. Polri sampai sekarang kan tidak bisa menangkap," ujar Al Muzammil.
Menurutnya, perlu kewaspadaan bagi seluruh pihak dalam menangani aksi Noordin yang dinilai melibatkan sejumlah kepentingan di dalamnya. Terlebih, pria kelahiran Malaysia itu selalu melibatkan warga Indonesia dalam menjalankan aksinya. Terlebih lagi Noordin selalu mengatasnamakan ajaran Islam, yaitu jihad.
"Perlu waspada, ini selalu mengatasnamakan Islam, tapi yang di belakang layarnya, permainan dunia internasional. Aksi ini ingin merusak citra Muslim dan membuat Indonesia rusak. Bom Marriott dibandingkan Irak hanya seujung kuku, tidak ada artinya, jangan disimpulkan seolah-olah Islam," jelasnya.
Profesor Bom Jebolan Moro
Kaca-kaca di Hotel JW Marriott hancur, sebagian lainnya tampak retak. (Foto: detikFoto/Ari Saputra)
Hasil penelusuran aksi pengeboman Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, polisi mengantongi nama Taufik Bulaga atau akrab disapa Opik Lawanga.
"Masih ditelusuri, dan masih coba dibuktikan," kata juru bicara Mabes Polri Inspektur, Jenderal Nanan Soekarna di Jakarta, Jumat (31/7).
Taufik yang juga akrab disapa Opik Lawanga ini diduga terlibat dalam peristiwa pengeboman yang menewaskan sembilan orang, dua diantaranya dua bomber bunuh diri. Tiga pebisnis asing, Nathan Verity, Craig Senger, dan Garth McEvoy ikut menjadi korban.
Disebutkan bom di Kamar 1808 Hotel Marriott yang tak meledak mirip dengan bom yang ditemukan polisi di Poso. Juga persis dengan Bom Bali II yang terjadi 9 Oktober 2005. Begitu juga dengan bom di Kedutaan Australia yang meledak pada Agustus 2004. Sejumlah barang bukti bom yang ditemukan polisi di Cilacap, Wonosobo, dan Palembang, juga sama.
Diduga yang meracik bom itu adalah Opik, seorang ahli bom jebolan Moro, Filipina. Kemampuan veteran Mindanao ini dalam meracik bom, dinyatakan sumber setingkat dibawah Azhari, teroris Malaysia yang disapa si doktor bom yang tewas di Batu, Malang, Jawa Timur, November 2005. Opik juga mendalami ilmu bomnya pada Azhari.
ada kerusuhan Poso, Sulawesi Tengah, Opik memang disebut-sebut sebagai peracik bom. Opik, ditengarai tersangka kasus Tentena, pembunuhan tiga siswi, pembunuhan pendeta, dan kerusuhan agama di Loki, Ambon.
Sebelum dalam kasus Marriot II ini, nama Opik muncul dalam kasus penemuan 2,6 kilogram bahan peledak di Kepala Gading, Jakarta Utara, Selasa 21 Oktober 2008. Waktu penggerebekan itu polisi menangkap sejumlah tersangka, antara lain Wahyu Ramadhan alias Rusli Mardhani alias Uci alias Farid alias Zulfikar, Muntasir, dan Nurhasani alias Hasan. Kemudian ada dua tersangka lain yang ditangkap di Bogor adalah Imam Basori alias Basar dan Budiman.
Tersangka di Kelapa Gading itu, menurut polisi masuk ke kelompok Poso. Dua tersangka lagi dinyatakan buron, yaitu SBRH dan ABH. Bahkan disebutkan tersangka di Kelapa Gading itu adalah kaki tangan Opik.
Peneliti senior International Crisis Group, Sidney Jones, juga pernah mendengar nama Opik. Karena kecerdasannya meracik bom, di kalangan pejuang Poso, kata Sidney Jones, "Opik sohor dengan sebutan “Sang Profesor”. Menurut Sidney, bersama mereka memang ada dua-tiga orang jago bom dari Ambon dan Poso dan beberapa veteran Minadanao.
Jalan Buntu
Kepolisian tengah menghadapi jalan buntu untuk mengungkap identitas dua pelaku bom diri di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton, Jumat kemarin. Apakah mungkin pelakunya orang asing?
"Ada (dugaan). Orang Sunda bisa, Jawa bisa, Malaysia juga bisa," kata Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Polisi Nanan Soekarna kepada wartawan, kemarin.
Pada aksi pemboman JW Marriott 2003, jelasnya, polisi memiliki database pelaku, yakni Asmar Latin Sani. "Tiga kemudian, polisi berani mengumumkan pelaku karena DNA pelaku sama dengan keluarganya," jelas Nanan.
Namun, kata dia,pelaku ledakan kali ini, tidak dikenal. "Kalau ada ya, tidak usah tanya ke teman-teman. Makanya kami buat sketsa wajah pelaku karena polisi belum punya," kata dia.
Polisi pun sedang mengusut apakah dua pelaku bom di dua hotel bertaraf internasional itu adalah rekrutan baru. "Ini jadi pertanyaan kita bersama."
okezone/rakyataceh
No comments:
Post a Comment