11 Maret 2009, Jakarta -- Pulau Nipah yang terletak di garis terluar wilayah laut Indonesia di Selat Malaka dipastikan tetap masuk peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lewat penandatanganan perjanjian perbatasan maritim wilayah barat Indonesia dengan Singapura di Jakarta, Selasa (10/3).
Menteri Luar Negeri RI Hasan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo sepakat menandatangani perjanjian batas wilayah maritim barat, yang ditarik sepanjang 12,1 km dari batas maritim timur sebelumnya telah disepakati pada tahun 1973.
Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menyatakan perpanjangan batas wilayah laut ini akan sangat membantu TNI Angkatan Laut mengamankan Selat Malaka dan kedaulatan perairan Indonesia.
”Selama ini belum ada batas yang jelas, jadi pengamanan wilayah hanya dilakukan dengan perkiraan saja. Dengan adanya perjanjian batas ini tentu akan sangat membantu kita dalam mengamankan perairan Indonesia,” kata Djoko Santoso, saat menghadiri penandatanganan perjanjian kedua negara di Departemen Luar Negeri.
Geduang Posal dari Udara (Foto: Puspenerbal) Panglima TNI tak menyanggah perjanjian batas wilayah ini memungkinkan TNI AL bertindak lebih tegas terhadap kegiatan ekspor ilegal pasir dari Kepulauan Riau ke Singapura.
Batas barat ini secara langsung juga secara tegas menolak pelebaran wilayah Pulau Singapura hasil reklamasi pantai.
Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Arief Havas menyatakan selama lima tahun negosiasi batas wilayah barat, Indonesia selalu menolak mengakui batas wilayah Singapura hasil reklamasi.
Ini berarti sekalipun Singapura telah memperluas garis pantai terluarnya lewat penimbunan pasir pantai, wilayah laut mereka tetap dihitung dari garis pantai semula sehingga tidak akan ”memakan” wilayah maritim Indonesia.
Proses negosiasi batas wilayah maritim dengan Singapura ini masih akan berlanjut untuk menentukan batas timur yang melibatkan Pulau Batam dan Bintan.
Dalam seminggu kedepan kedua menteri akan segera menentukan batas wilayah maritim Batam-Changi. Namun untuk wilayah maritim Bintan-South Ledge, kedua negara masih harus menunggu penyelesaian sengketa wilayah Singapura dan Malaysia.
”Perjanjian batas wilayah (Indonesia-Singapura) ini memang berdiri sendiri dan tidak menyentuh kepentingan Malaysia. Tapi untuk kedepannya, terutama untuk perjanjian maritim timur, kesepakatan Indonesia dan Singapura ini pada akhirnya juga akan melibatkan Malaysia,” kata Wirajuda , saat ditanya apakah negosiasi Indonesia dengan Singapura juga akan berimbas pada sengketa wilayah kedua negara dengan Malaysia.
Indonesia dan Singapura selama ini bersengketa wilayah dengan Malaysia, sejak negeri jiran itu mengeluarkan peta wilayah tahun 1979 dengan menarik garis kedaulatan di luar ketentuan hukum laut internasional.
Tahun lalu Singapura dan Malaysia sempat membawa sengketa wilayah pulau karang Pedra Branca dan Batu Puteh ke Makamah Internasional, yang berujung pada kemenangan Singapura. Sebaliknya Indonesia dalam kasus serupa, harus kehilangan Pulau Sipadan dan Legitan pada Malaysia di Makamah Internasional.
Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo menyatakan Singapura dan Malaysia saat ini pun masih bernegosiasi pasca putusan Makamah Internasional.
”Singapura dan Malaysia saat ini masih dalam tahap negosiasi menyelesaikan masalah (batas) karang, dan Singapura tidak memiliki keberatan apapun atas keputusan Makamah Internasional, termasuk untuk peta wilayah 1979,” kata Yeo.
Sambut BaikWakil Ketua Komisi I DPR Bidang Pertahanan dan Politik Luar Negeri, Yusron Izha Mahendra menyambut baik perjanjian perbatasan laut RI-Singapura.
Menurut Yusron, penandatanganan perjanjian perbatasan laut RI-Singapura diharapkan tidak menimbulkan sengketa di masa yang akan datang.
“Tentu hal ini akan sangat baik sekali untuk menyelesaikan perbatasan laut antara RI-Singapura. Saya juga berharap pemerintah bisa menyelesaikan perbatasan laut dengan negara lain sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” kata Yusron kepada Jurnal Nasional, Selasa (10/3).
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Marcus Silano juga menyatakan setuju atas langkah yang diambil pemerintah.
“Saya setuju sekali action atau inisiatif lebih cepat dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah perbatasan,” katanya.
Marcus menilai dengan perjanjian tersebut, RI-Singapura memiliki dasar hukum yang jelas dalam menyelesaikan masalah pelayaran.(
jurnalnasional)
Ratas Bahas Pengembangan Pulau Nipah3 Februari 2009, Jakarta -- Pemerintah Indonesia akan mengembangkan Pulau Nipah sebagai pulau terluar, yang sangat strategis baik dari segi geo politik maupun secara ekonomi. Rencana itu akan segera dikerjakan setelah tercapainya kesepakatan perbatasan Segmen Barat antara Indonesia dan Singapura, yang akan segera ditandatangani dalam waktu dekat
Juru Bicara Presiden, Andi Mallarangeng , hari Selasa (3/3) siang mengatakan, rencana pengembangan Pulau Nipah dibahas dalam ratas (rapat terbatas) kabinet yang dipimpin langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kata Andi Mallarangeng kepada wartawan, usai mengikuti rata.
” Pulau Nipah memang selama ini nampaknya merana, karena tergerus ombak. Kalau air laut surut cuma beberapa pohon yang kelihatan. Kalau sedang surut luasnya wilayahnya 60 hektar, tapi kalau lagi air pasang luasnya hanya 0,62 hektar. Padahal ini adalah salahsatu pulau terluar yang sangat strategis dan penting bagi negeri kita.,” kata Andi .
Andi menambahkan dalam ratas itu, dipaparkan oleh Menko Polhukam serta menteri terkait lainnya, tentang rencana Pulau Nipah ke depan. "Pengembangan pulau ini sebenarnya sudah dilakukan beberapa tahun yang lalu, termasuk juga reklamasi. Presiden meminta kepada para menteri untuk melihat pengembangan itu secara menyeluruh di kawasan Batam, Bintan, dan Karimun. Jadi kita ingin mengantisipasi dan mengambil manfaat seluas-luasnya dan sebesar-besarnya dari pengembangan itu, termasuk juga lokasi satuan TNI Angkatan Laut,” kata Andi.
Hadir dalam ratas tersebut antara lain Menko Polhukam Widodo AS, Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani, Mensesneg Hatta Rajasa, Menlu Hassan Wirajuda, Menhan Juwono Sudarsono, Menhub Djusman Syafei Djamal, Menteri Kelautan Freddy Numberi, Kapolri Jenderal Pol. Bambang Hendarso dan Kepala BIN Syamsir Siregar.(
presidensby.info)