11 Maret 2009, Jakarta -- Belanda lewat galangan kapalnya Schelde Naval Shipbuilding menyatakan kesediannya membantu PT PAL membangun korvet nasional. "Mereka siap mengajarkan teknisi Indonesia," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksma Iskandar Sitompul kepada Jurnal Nasional di Jakarta, Selasa (10/3).
Dia menyatakan, tahap awal PT PAL direncanakan mulai mengirim para teknisi perkapalan dan kesenjataan ke Belanda. Selanjutnya, TNI AL akan mengirim teknisinya mempelajari seluk-beluk kapal canggih tersebut. "Saat mulai pembangunan baru teknisinya memantau langsung ke PT PAL," kata Iskandar.
Pembicaraan semakin mengerucut usai diserahterimakan KRI Frans Kaisiepo, korvet jenis Sigma (Ship Integrated Geometrical Modularity Approach) terakhir pesanan TNI AL, di Belanda, pekan lalu. Hadir dalam peresmian Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno.
Indonesia memesan empat kapal korvet Sigma dari Negeri Kincir Angin itu dengan nilai total nilai 700 juta euro (sekitar Rp8 triliun). Ketiga kapal pertama telah datang secara bertahap sejak medio 2007. Iskandar mengatakan, jangan sampai Indonesia kehilangan momentum pembangunan korvet kelima di dalam negeri itu.
"Apalagi mereka sudah berkomitmen melakukan alih teknologi," kata dia. TNI AL berharap PT PAL telah mulai membangun korvet tahun 2010. "Tapi realisasi pembangunan korvet kembali pada anggaran yang disediakan pemerintah," kata dia.
Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan Letjen Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, korvet nasional baru akan masuk perencanaan anggaran 2010-2014. "Pelaksanaannya masih dinamis, bisa maju, bisa mundur," kata dia. Anggaran pembangunan korvet di dalam negeri memang tidak murah.
Hampir dua kali lipat harga kapal sejenis yang dibangun di Belanda. Permasalahannya, tambah Sjafrie, tidak hanya keterbatasan dana. Kesiapan BUMN yang dilibatkan juga harus diperhatikan. Realitanya, kemampuan teknologi kita belum maksimal memenuhi kebutuhan operasional. "Masih butuh pendampingan teknologi dari luar," katanya.
Senada dengan Iskandar, Sjafrie mengatakan, Belanda mempunyai peluang terbesar menjadi mitra PT PAL membangun korvet. Alasannya, Belanda paling berkomitmen menerapkan alih teknologi kapal permukaan. "Tapi tetap akan ada pengujian kelayakan dari masing-masing galangan," kata dia. (jurnalnasional)
Dia menyatakan, tahap awal PT PAL direncanakan mulai mengirim para teknisi perkapalan dan kesenjataan ke Belanda. Selanjutnya, TNI AL akan mengirim teknisinya mempelajari seluk-beluk kapal canggih tersebut. "Saat mulai pembangunan baru teknisinya memantau langsung ke PT PAL," kata Iskandar.
Pembicaraan semakin mengerucut usai diserahterimakan KRI Frans Kaisiepo, korvet jenis Sigma (Ship Integrated Geometrical Modularity Approach) terakhir pesanan TNI AL, di Belanda, pekan lalu. Hadir dalam peresmian Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana Tedjo Edhy Purdijatno.
Indonesia memesan empat kapal korvet Sigma dari Negeri Kincir Angin itu dengan nilai total nilai 700 juta euro (sekitar Rp8 triliun). Ketiga kapal pertama telah datang secara bertahap sejak medio 2007. Iskandar mengatakan, jangan sampai Indonesia kehilangan momentum pembangunan korvet kelima di dalam negeri itu.
"Apalagi mereka sudah berkomitmen melakukan alih teknologi," kata dia. TNI AL berharap PT PAL telah mulai membangun korvet tahun 2010. "Tapi realisasi pembangunan korvet kembali pada anggaran yang disediakan pemerintah," kata dia.
Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan Letjen Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, korvet nasional baru akan masuk perencanaan anggaran 2010-2014. "Pelaksanaannya masih dinamis, bisa maju, bisa mundur," kata dia. Anggaran pembangunan korvet di dalam negeri memang tidak murah.
Hampir dua kali lipat harga kapal sejenis yang dibangun di Belanda. Permasalahannya, tambah Sjafrie, tidak hanya keterbatasan dana. Kesiapan BUMN yang dilibatkan juga harus diperhatikan. Realitanya, kemampuan teknologi kita belum maksimal memenuhi kebutuhan operasional. "Masih butuh pendampingan teknologi dari luar," katanya.
Senada dengan Iskandar, Sjafrie mengatakan, Belanda mempunyai peluang terbesar menjadi mitra PT PAL membangun korvet. Alasannya, Belanda paling berkomitmen menerapkan alih teknologi kapal permukaan. "Tapi tetap akan ada pengujian kelayakan dari masing-masing galangan," kata dia. (jurnalnasional)
Admin:
RI harus tetap waspada menerima tawaran ini, dan membuang jauh mental membeli lebih murah dibandingkan membuat sendiri. Pakistan menghabiskan dana USD600 Juta untuk mendisain JF-17 Thunder bersama Cina. Kehabisan modal untuk membuatnya, hingga meminjam dari Cina untuk modal produksi. Meskipun begitu, Pakistan sudah mempunyai kemampuan untuk membuat sendiri pesawat tempur.
Kasus India yang hanya diberi ilmu membuat pesawat oleh Rusia, tetapi tidak dalam ilmu mendisainnya. Ini harus menjadi bahan pembelajaran para pengambil keputusan negeri ini.
Tetapi juga jangan kejeblos seperti Cina yang melanggar hak paten pembuatan pesawat dan dituntut empunya, akhirnya diboikot tidak boleh membeli SU-33.
Yang terbaik kita belajar sebanyak-banyaknya dari pihak lain dan tidak terbujuk rayu proses alih teknologi (yang ada alih dana ke rekeningnya). Dengan kemampuan menyerap ilmu, diaplikasikan dan pemerintah komitmen membelinya. Meskipun kemampuannya belum sempurna. Contohlah India tetap berkomitmen membeli pesawat SARAS meskipun jatuh saat uji coba.
Kasus India yang hanya diberi ilmu membuat pesawat oleh Rusia, tetapi tidak dalam ilmu mendisainnya. Ini harus menjadi bahan pembelajaran para pengambil keputusan negeri ini.
Tetapi juga jangan kejeblos seperti Cina yang melanggar hak paten pembuatan pesawat dan dituntut empunya, akhirnya diboikot tidak boleh membeli SU-33.
Yang terbaik kita belajar sebanyak-banyaknya dari pihak lain dan tidak terbujuk rayu proses alih teknologi (yang ada alih dana ke rekeningnya). Dengan kemampuan menyerap ilmu, diaplikasikan dan pemerintah komitmen membelinya. Meskipun kemampuannya belum sempurna. Contohlah India tetap berkomitmen membeli pesawat SARAS meskipun jatuh saat uji coba.
saya setuju dengan admin bahwa kita memang harus mempunyai rancangan alutsista sendiri. disisilain kita juga harus sadar mereka(pihak asing)tidak akan sekonyong-konyong membiarkan kita belajar dari mereka tanpa sebuah harga yang pantas contoh kerjasama cina dan pakistan untuk membangun jf-17.apakah cina sekedar menawarkan kerjasama pada pakistan? saya melihat bahwa cina sedang berusaha meningkatkan pengaruhnya di kawasan Asia selatan sehubungan konflik antara pakistan dan india yang merupakan saingan ekonomi cina. pada akhirnya toh ada sebuah harga yang pantas untuk sebuah kerjasama antar negara.
ReplyDelete