Seragam militer Angkatan Bersenjata Uni Emirat Arab buatan PT. Sritex, Sukoharjo. (Foto: Berita HanKam)
28 Januari 2012, Sukoharjo: Perdana Menteri Timor Leste, meminta PT Sritex untuk menanamkan investasi di negaranya. Hal ini dilontarkan Xanana saat melakukan kunjungan ke PT Sritex di Sukoharjo, Sabtu (28/1/2012).
Sebelumnya Xanana datang ke PT Sritex sekitar pukul 11.45 WIB dengan dikawal sejumlah personel dari Staf Angkatan Darat Timor Leste. Sementara dari pihak tuan rumah menyiapkan sejumlah personel dari sejumlah anggota TNI dan polisi.
Dalam kesempatan itu, Xanana berkeinginan melakukan kerja sama dengan PT Sritex lebih jauh lagi. Dia berkeinganan agar PT Sritex mau melakukan investasi di negaranya. Tidak hanya itu, dia ingin PT Sritex melakukan training atau pelatihan kerja kepada warga Timor Leste di bidang tekstil.
Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) PT Sritex, Iwan Setyawan Lukminto mengatakan salama 2 tahun terakhir ini pihaknya telah menjalin kerja sama dengan Timor Leste dalam bentuk suplai pakaian seragam terutama seragam tentara. Sementara menanggapi ajakan Perdana Menteri Timor Leste itu, Iwan mengatakan pihaknya akan melakukan penjajakan terlebih dahulu.
Di sisi lain, selain ke Sritex, Xanana Gusmao dikabarkan juga mengunjungi PT Pindad di Bandung. Di sana Xanana mengaku mendapat penawaran untuk membeli senjata dan perlengkapan perang. Namun Xanana mengaku lebih tertarik untuk membeli kendaraan angkut personel.
Sumber: Solo Pos
Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Berita Militer Negara Sahabat
Saturday, January 28, 2012
Hebat, Indonesia Siap Ekspor Mobil Lapis Baja
(Foto: KOMPAS)
28 Januari 2012, Banjarmasin: Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Marzan A Iskandar mengatakan, pihaknya siap mengekspor mobil lapis baja (panser) yang berhasil di produksi oleh lembaganya ke Malaysia dan Brunai Darussalam.
"BPPT bersama Pindad saat ini sedang memproduksi panser atau mobil lapis baja untuk memenuhi pesanan Malaysia dan Brunei," kata Marzan di Banjarmasin, Jumat (27/1).
Selain itu, kata dia, kini pihaknya sedang konsentrasi untuk melakukan modernisasi peralatan tempur TNI-AD seperti panser dan peralatan lainnya untuk mengganti peralatan yang sudah tua.
Saat ini, kata dia, pihaknya hampir menyelesaikan pembuatan sekitar 150 panser untuk mengganti dan menambah peralatan tempur TNI-AD. Bukan hanya panser, untuk melengkapi peralatan tempur TNI, BPPT juga sudah mampu mengembangkan sebagian bahan peledak yang saat ini diimpor dari luar negeri.
"Beberapa jenis bahan peledak seperti amunisi sudah berhasil kita kembangkan, sehingga tidak perlu lagi mengimpor dari negara lain," katanya.
Diharapkan dengan semakin banyaknya putra-putri Indonesia memproduksi berbagai terknologi dan peralatan pertahanan keamanan akan membuat Indonesia semakin disegani negara-negara dunia.
Memperkuat ketahanan keamanan negara ke depan, kata dia, BPPT dan Pindad bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan juga sedang merancang pembangunan jaringan sistem informasi keamanan.
Sistem informasi yang canggih dan kuat tersebut, tambah Marzan diharapkan akan mampu menjadi basis untuk perencanaan pertahanan keamanan negara ke depan.
Sedangkan untuk memperkuat keamanan udara, saat ini Indonesia juga sedang merancang membuat pesawat tempur bekerjasama dengan Korea Selatan.
Pesawat tempur yang dirancang lebih canggih dari F 16 dan Sukhoi tersebut untuk melengkapi pertahanan dan keamanan angkatan udara Indonesia.
Sumber: Republika
28 Januari 2012, Banjarmasin: Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Marzan A Iskandar mengatakan, pihaknya siap mengekspor mobil lapis baja (panser) yang berhasil di produksi oleh lembaganya ke Malaysia dan Brunai Darussalam.
"BPPT bersama Pindad saat ini sedang memproduksi panser atau mobil lapis baja untuk memenuhi pesanan Malaysia dan Brunei," kata Marzan di Banjarmasin, Jumat (27/1).
Selain itu, kata dia, kini pihaknya sedang konsentrasi untuk melakukan modernisasi peralatan tempur TNI-AD seperti panser dan peralatan lainnya untuk mengganti peralatan yang sudah tua.
Saat ini, kata dia, pihaknya hampir menyelesaikan pembuatan sekitar 150 panser untuk mengganti dan menambah peralatan tempur TNI-AD. Bukan hanya panser, untuk melengkapi peralatan tempur TNI, BPPT juga sudah mampu mengembangkan sebagian bahan peledak yang saat ini diimpor dari luar negeri.
"Beberapa jenis bahan peledak seperti amunisi sudah berhasil kita kembangkan, sehingga tidak perlu lagi mengimpor dari negara lain," katanya.
Diharapkan dengan semakin banyaknya putra-putri Indonesia memproduksi berbagai terknologi dan peralatan pertahanan keamanan akan membuat Indonesia semakin disegani negara-negara dunia.
Memperkuat ketahanan keamanan negara ke depan, kata dia, BPPT dan Pindad bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan juga sedang merancang pembangunan jaringan sistem informasi keamanan.
Sistem informasi yang canggih dan kuat tersebut, tambah Marzan diharapkan akan mampu menjadi basis untuk perencanaan pertahanan keamanan negara ke depan.
Sedangkan untuk memperkuat keamanan udara, saat ini Indonesia juga sedang merancang membuat pesawat tempur bekerjasama dengan Korea Selatan.
Pesawat tempur yang dirancang lebih canggih dari F 16 dan Sukhoi tersebut untuk melengkapi pertahanan dan keamanan angkatan udara Indonesia.
Sumber: Republika
LSM "Keukeuh" Tolak Pembelian Leopard
Leopard 2A6 AD Belanda melintasi pantai setelah keluar dari HrMs Rotterdam. (Foto: Frank Baunach)
28 Januari 2012, Jakarta: Rencana TNI membeli tank Leopard 2A6 dari Belanda merupakan langkah yang tidak sesuai dengan kebijakan SBY. Dalam berbagai kesempatan, Presiden selalu menekankan agar kebutuhan alutsista TNI maupun Polri dipasok dari dalam negeri. Membangun sendiri industri pertahanan menurut SBY, merupakan hal sangat penting untuk direalisasikan.
Oleh karena itu,” "Pembelian tank Leopard ini tidak sesuai dengan perkataan SBY," ujar peneliti Ridep Institute Anton Ali Abas, di kantor Imparsial, Jumat (27/1).
Menurut Anton, memang diharapkan ada transfer teknologi jika mengimpor senjata dari luar, termasuk tank Leopard. Namun hal itu mustahil karena, menurut Anton, kondisi geografis dan infrastruktur Indonesia yang masih belum memadai.
"Dengan tank medium yang beratnya 32 ton saja jalanan Jakarta hancur, apalagi dengan beban tank Leopard 64 ton. Terus kalau jatuh di sawah pasti akan susah mengangkatnya. Lebih baik sediakan dulu infrastruktur yang bagus," sarannya.
Sejumlah LSM Minta Kementerian Fokus pada Kemandirian Industri Pertahanan
Sejumlah aktivis mendesak agar kementerian terkait fokus pada pembangunan industri pertahanan. Kebutuhan tank untuk penguatan TNI AD bisa dijadikan momen mendorong industri pertahanan dalam hal ini PT Pindad untuk mengembangkan pembuatan tank.
“Kalau dana untuk membeli Leopard ini diinvestasikan untuk proyek pengembangan tank ringan atau medium oleh PT Pindad malah lebih bagus. Ini juga akan mengurangi dampak politis seperti kemungkinan embargo,” Direktur Program Imparsial Al Araf, di Jakarta, Jumat (27/1).
Ia juga kembali menyatakan, pembelian tank tempur berat (MBT) Leopard ini tidak relevan dengan realitas geografis Indonesia. Menurutnya, Indonesia yang merupakan negara kepualauan tidak cocok menggunakan Leopard yang lebih banyak digunakan di negara-negara kontinental.
Perlu diketahui, sejumlah negara Eropa sangat mengandalkan kekuatan angkatan daratnya dengan tank jenis MBT termasuk Inggris dengan geografis kepulauan, yakni FV4034 Challenger 2. Adapun negara tetangga di Asia Tenggara sudah beberapa dekade yang lalu mengembangkan MBT, seperti Singapura (Leopard dan Centurion), Malaysia (PT-91M/Polandia), dan Thailand (Patton/Amerika Serikat).
Sumber: Indonesia Today/Jurnas
28 Januari 2012, Jakarta: Rencana TNI membeli tank Leopard 2A6 dari Belanda merupakan langkah yang tidak sesuai dengan kebijakan SBY. Dalam berbagai kesempatan, Presiden selalu menekankan agar kebutuhan alutsista TNI maupun Polri dipasok dari dalam negeri. Membangun sendiri industri pertahanan menurut SBY, merupakan hal sangat penting untuk direalisasikan.
Oleh karena itu,” "Pembelian tank Leopard ini tidak sesuai dengan perkataan SBY," ujar peneliti Ridep Institute Anton Ali Abas, di kantor Imparsial, Jumat (27/1).
Menurut Anton, memang diharapkan ada transfer teknologi jika mengimpor senjata dari luar, termasuk tank Leopard. Namun hal itu mustahil karena, menurut Anton, kondisi geografis dan infrastruktur Indonesia yang masih belum memadai.
"Dengan tank medium yang beratnya 32 ton saja jalanan Jakarta hancur, apalagi dengan beban tank Leopard 64 ton. Terus kalau jatuh di sawah pasti akan susah mengangkatnya. Lebih baik sediakan dulu infrastruktur yang bagus," sarannya.
Sejumlah LSM Minta Kementerian Fokus pada Kemandirian Industri Pertahanan
Sejumlah aktivis mendesak agar kementerian terkait fokus pada pembangunan industri pertahanan. Kebutuhan tank untuk penguatan TNI AD bisa dijadikan momen mendorong industri pertahanan dalam hal ini PT Pindad untuk mengembangkan pembuatan tank.
“Kalau dana untuk membeli Leopard ini diinvestasikan untuk proyek pengembangan tank ringan atau medium oleh PT Pindad malah lebih bagus. Ini juga akan mengurangi dampak politis seperti kemungkinan embargo,” Direktur Program Imparsial Al Araf, di Jakarta, Jumat (27/1).
Ia juga kembali menyatakan, pembelian tank tempur berat (MBT) Leopard ini tidak relevan dengan realitas geografis Indonesia. Menurutnya, Indonesia yang merupakan negara kepualauan tidak cocok menggunakan Leopard yang lebih banyak digunakan di negara-negara kontinental.
Perlu diketahui, sejumlah negara Eropa sangat mengandalkan kekuatan angkatan daratnya dengan tank jenis MBT termasuk Inggris dengan geografis kepulauan, yakni FV4034 Challenger 2. Adapun negara tetangga di Asia Tenggara sudah beberapa dekade yang lalu mengembangkan MBT, seperti Singapura (Leopard dan Centurion), Malaysia (PT-91M/Polandia), dan Thailand (Patton/Amerika Serikat).
Sumber: Indonesia Today/Jurnas
Supremasi Pertahanan Udara vis-a-vis Hibah F16
F-16C Fighting Falcon dari 27th Fighter Wing, Cannon Air Force Base, N.M. (Foto: U.S. Air Force/Tech. Sgt. Kevin Gruenwald)
28 Januari 2012: Untuk memahami strategi pertahanan negara, selain persepsi dan skala ancaman, perlu juga dijabarkan apa saja konsep mendasar yang menjadi landasan dalam merancang sistem pertahanan negara.
Konsep utama dan paling penting adalah pemahaman akan perang. Untuk perang udara yang menjadi salah satu ikon kekuatan utama perang masa depan, kekuatan pertahanan udara akan terletak juga pada kemampuan pengendalian udara yang mencakup: Supremasi udara (air supremacy) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat superioritas suatu angkatan udara di mana lawan tidak mampu mengintervensi secara efektif.
Keunggulan udara (air superiority) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat dominasi oleh suatu angkatan udara untuk dapat melakukan operasi darat,laut,dan udara tanpa dapat dicegah. Terakhir, keadaan udara yang menguntungkan (favorable air situation) di mana situasi pertahanan udara masih sangat terbatas oleh ruang dan waktu sehingga dimungkinkan terjadi intervensi udara oleh musuh.
Operasi pertahanan udara (hanud) terbagi atas hanud aktif dan pasif. Hanud aktif mencakup langkah-langkah seperti penggunaan pesawat, senjata langsung, dan tidak langsung pertahanan udara dan peperangan elektronik. Kegiatan dalam operasi ini meliputi deteksi (elektronis dan visual), identifikasi (elektronis, korelasi,dan visual),dan penindakan (pesawat tempur sergap,rudal jarak sedang,dan rudal taktis) terhadap ancaman kekuatan musuh.
Hanud pasif mencakup semua tindakan selain pertahanan udara aktif, yang diambil untuk meminimalkan efektivitas tindakan musuh dan ancaman rudal.Termasuk antara lain kamuflase, persembunyian, penipuan, pemulihan, deteksi, sistem peringatan, serta penggunaan konstruksi pelindung. Dalam konteks ini, skala ancaman menjadi logika utama bagi pembangunan postur pertahanan udara yang sesuai dengan kondisi terkini untuk mengidentifikasi strategi penangkalan yang efektif dimana di dalamnya organisasi TNI, personel, dan kapabilitas alutsista berada.
Ketiga komponen mendasar dalam postur pertahanan inilah yang akan menentukan sejauh mana negara siap melindungi segenap wilayahnya. Komponen alutsista dalam konteks ini menjadi faktor utama bagi kedua komponen lainnya. Karena itu,persoalan alutsista bukanlah persoalan yang mudah. Isu seputar transparansi anggaran hanyalah porsi kecil dari kompleksitas pengadaan alutsista. Ketika anggaran selalu menjadi fokus utama, masalah perencanaan kebutuhan alutsista yang sebetulnya menjadi sumber dari permasalahan sering menjadi terabaikan.
Rencana Hibah
Mencermati rencana beli hibah F16 C/D yang diriuhkan, kita harus mengaitkan pada perimbangan kekuatan udara kawasan. Dengan skenario hibah nanti akan ada beberapa jenis pesawat di kawasan di antaranya:
(1) F-16 C/D hibah yang dibekali radar APG-68(v) dengan kemampuan mencari 80 mil laut;
(2) F-16 D+ Block 52 yang dibekali APG-68(v)9 dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(3) JAS-39 Gripen yang dibekali radar PS-05/A dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(4) SU-30 MKI yang dibekali NIIP N011M Bars dengan kemampuan mencari 173 mil laut.
Jarak jangkau radar pesawat hibah kelak, jika dihadapkan terhadap pesawat negara kawasan, hanya akan mampu menangkap target di jarak 80 mil laut. Padahal, pesawat negara kawasan seperti F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI sudah mampu menangkap target sejak di jarak 160 Nm – 173Nm. Ditambah dengan teknologi IFF (Identification Friend or Foe) yang dimilikinya barisan pesawat kawasan telah memiliki interrogator sehingga apa yang tertampil di radar akan langsung terbaca sebagai lawan atau kawan.
Keadaan ini menjadi lebih rumit di masa perang jika suatu hari tanpa terduga negara kita dihadapkan pada seranganudara. Jika kita asumsikan pesawatpesawat musuh adalah F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI, selain sudah menangkap target sejak di 160-173 mil laut, mereka dapat mengaktifkan kemampuan ECCM/ anti jamming, melaksanakan mekanisme notching. Hal ini akan dilakukan pesawat musuh untuk mencegah radar pesawat hibah menangkap posisi mereka hingga bisa lepas dari jarak tembak efektif misil Amraam atau R27RI di 40-45 mil laut.
Permasalahan lain, 24 pesawat hibah kita yang terdiri atas double seater dan single seater rata-rata sudah mencapai usia 6.500 jam terbang sehingga yang akan tersisa hanya +1500 jam terbang. Mengingat time line delivery pesawat hibah kita pada 2014,ini akan menjadikan pesawat hibah hanya dapat digunakan +10 jam/bulan agar bisa digunakan hingga 2024, saat pesawat tersebut siap digantikan oleh pesawat tempur KFX kerja sama kita dengan Korea.
Jumlah penggunaan jam tersebut sulit diwujudkan karena fungsi pesawat tempur kita memiliki tugas rangkap, baik sebagai pesawat latih, pesawat pengamanan, maupun sebagai pesawat pertahanan udara. Artinya, usia pesawat hibah akan lebih pendek dari 10 tahun dan akan terdapat jeda kekosongan kekuatan pertahanan udara kita antara usainya waktu penggunaan pesawat hibah dan datangnya pesawat KFX.
Kemampuan untuk mengidentifikasi sisi kelemahan pertahanan udara kita terhadap ancaman merupakan langkah awal yang strategis dalam membangun kekuatan sistempertahanan dan postur. Mengingat persoalan kepentingan nasional tidak mengenal istilah KNM (Kepentingan Nasional Minimum), penetapan Minimum Essential Force (MEF) haruslah turun dari logika pembangunan pertahanan negara yang didasarkan pada identifikasi ancaman terhadap kepentingan nasional yang harus tetap terjaga.
Karena itu, ukuran akan perubahan geopolitik kawasan, spektrum ancaman, kuantitas alutsista yang berkualitas, dan perimbangan kekuatan relatif menjadi hal terpenting yang harus digaris bawahi.Bukankah lebih baik kita memiliki lebih sedikit pesawat tempur yang memiliki kualitas perimbangan daya tempur relatif terhadap kekuatan udara kawasan dibandingkan mengedepankan kuantitas dengan segala keterbatasannya?
Polemik pembelian alutsista TNI dapat dihindari dengan berpedoman pada grand strategy pertahanan, program pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang bagi kebutuhan satuan skuadron, kebijakan serta politik anggaran yang tepat dan tidak selalu memutuskan pembelian alutsista dengan orientasi keterbatasan, serta fluktuasi dan alokasi anggaran. Dalam mewujudkan kepentingan nasional, supremasi udara dan citacita TNI AU akan The First Class Air Force,pepatah telah mengatakan: Nervi Belli Pecunia Infinita, anggaran tak terbatas merupakan kekuatan perang itu sendiri. (CONNIE RAHAKUNDINI BAKRIE/Direktur Institute of Defense and Security Studies-Indonesia Maritime Institute,Dosen FISIP Universitas Indonesia)
Sumber: SINDO
28 Januari 2012: Untuk memahami strategi pertahanan negara, selain persepsi dan skala ancaman, perlu juga dijabarkan apa saja konsep mendasar yang menjadi landasan dalam merancang sistem pertahanan negara.
Konsep utama dan paling penting adalah pemahaman akan perang. Untuk perang udara yang menjadi salah satu ikon kekuatan utama perang masa depan, kekuatan pertahanan udara akan terletak juga pada kemampuan pengendalian udara yang mencakup: Supremasi udara (air supremacy) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat superioritas suatu angkatan udara di mana lawan tidak mampu mengintervensi secara efektif.
Keunggulan udara (air superiority) yaitu keadaan yang didefinisikan sebagai tingkat dominasi oleh suatu angkatan udara untuk dapat melakukan operasi darat,laut,dan udara tanpa dapat dicegah. Terakhir, keadaan udara yang menguntungkan (favorable air situation) di mana situasi pertahanan udara masih sangat terbatas oleh ruang dan waktu sehingga dimungkinkan terjadi intervensi udara oleh musuh.
Operasi pertahanan udara (hanud) terbagi atas hanud aktif dan pasif. Hanud aktif mencakup langkah-langkah seperti penggunaan pesawat, senjata langsung, dan tidak langsung pertahanan udara dan peperangan elektronik. Kegiatan dalam operasi ini meliputi deteksi (elektronis dan visual), identifikasi (elektronis, korelasi,dan visual),dan penindakan (pesawat tempur sergap,rudal jarak sedang,dan rudal taktis) terhadap ancaman kekuatan musuh.
Hanud pasif mencakup semua tindakan selain pertahanan udara aktif, yang diambil untuk meminimalkan efektivitas tindakan musuh dan ancaman rudal.Termasuk antara lain kamuflase, persembunyian, penipuan, pemulihan, deteksi, sistem peringatan, serta penggunaan konstruksi pelindung. Dalam konteks ini, skala ancaman menjadi logika utama bagi pembangunan postur pertahanan udara yang sesuai dengan kondisi terkini untuk mengidentifikasi strategi penangkalan yang efektif dimana di dalamnya organisasi TNI, personel, dan kapabilitas alutsista berada.
Ketiga komponen mendasar dalam postur pertahanan inilah yang akan menentukan sejauh mana negara siap melindungi segenap wilayahnya. Komponen alutsista dalam konteks ini menjadi faktor utama bagi kedua komponen lainnya. Karena itu,persoalan alutsista bukanlah persoalan yang mudah. Isu seputar transparansi anggaran hanyalah porsi kecil dari kompleksitas pengadaan alutsista. Ketika anggaran selalu menjadi fokus utama, masalah perencanaan kebutuhan alutsista yang sebetulnya menjadi sumber dari permasalahan sering menjadi terabaikan.
Rencana Hibah
Mencermati rencana beli hibah F16 C/D yang diriuhkan, kita harus mengaitkan pada perimbangan kekuatan udara kawasan. Dengan skenario hibah nanti akan ada beberapa jenis pesawat di kawasan di antaranya:
(1) F-16 C/D hibah yang dibekali radar APG-68(v) dengan kemampuan mencari 80 mil laut;
(2) F-16 D+ Block 52 yang dibekali APG-68(v)9 dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(3) JAS-39 Gripen yang dibekali radar PS-05/A dengan kemampuan mencari 160 mil laut;
(4) SU-30 MKI yang dibekali NIIP N011M Bars dengan kemampuan mencari 173 mil laut.
Jarak jangkau radar pesawat hibah kelak, jika dihadapkan terhadap pesawat negara kawasan, hanya akan mampu menangkap target di jarak 80 mil laut. Padahal, pesawat negara kawasan seperti F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI sudah mampu menangkap target sejak di jarak 160 Nm – 173Nm. Ditambah dengan teknologi IFF (Identification Friend or Foe) yang dimilikinya barisan pesawat kawasan telah memiliki interrogator sehingga apa yang tertampil di radar akan langsung terbaca sebagai lawan atau kawan.
Keadaan ini menjadi lebih rumit di masa perang jika suatu hari tanpa terduga negara kita dihadapkan pada seranganudara. Jika kita asumsikan pesawatpesawat musuh adalah F-16 D+ Block 52, JAS-39 Gripen,dan SU-30 MKI, selain sudah menangkap target sejak di 160-173 mil laut, mereka dapat mengaktifkan kemampuan ECCM/ anti jamming, melaksanakan mekanisme notching. Hal ini akan dilakukan pesawat musuh untuk mencegah radar pesawat hibah menangkap posisi mereka hingga bisa lepas dari jarak tembak efektif misil Amraam atau R27RI di 40-45 mil laut.
Permasalahan lain, 24 pesawat hibah kita yang terdiri atas double seater dan single seater rata-rata sudah mencapai usia 6.500 jam terbang sehingga yang akan tersisa hanya +1500 jam terbang. Mengingat time line delivery pesawat hibah kita pada 2014,ini akan menjadikan pesawat hibah hanya dapat digunakan +10 jam/bulan agar bisa digunakan hingga 2024, saat pesawat tersebut siap digantikan oleh pesawat tempur KFX kerja sama kita dengan Korea.
Jumlah penggunaan jam tersebut sulit diwujudkan karena fungsi pesawat tempur kita memiliki tugas rangkap, baik sebagai pesawat latih, pesawat pengamanan, maupun sebagai pesawat pertahanan udara. Artinya, usia pesawat hibah akan lebih pendek dari 10 tahun dan akan terdapat jeda kekosongan kekuatan pertahanan udara kita antara usainya waktu penggunaan pesawat hibah dan datangnya pesawat KFX.
Kemampuan untuk mengidentifikasi sisi kelemahan pertahanan udara kita terhadap ancaman merupakan langkah awal yang strategis dalam membangun kekuatan sistempertahanan dan postur. Mengingat persoalan kepentingan nasional tidak mengenal istilah KNM (Kepentingan Nasional Minimum), penetapan Minimum Essential Force (MEF) haruslah turun dari logika pembangunan pertahanan negara yang didasarkan pada identifikasi ancaman terhadap kepentingan nasional yang harus tetap terjaga.
Karena itu, ukuran akan perubahan geopolitik kawasan, spektrum ancaman, kuantitas alutsista yang berkualitas, dan perimbangan kekuatan relatif menjadi hal terpenting yang harus digaris bawahi.Bukankah lebih baik kita memiliki lebih sedikit pesawat tempur yang memiliki kualitas perimbangan daya tempur relatif terhadap kekuatan udara kawasan dibandingkan mengedepankan kuantitas dengan segala keterbatasannya?
Polemik pembelian alutsista TNI dapat dihindari dengan berpedoman pada grand strategy pertahanan, program pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang bagi kebutuhan satuan skuadron, kebijakan serta politik anggaran yang tepat dan tidak selalu memutuskan pembelian alutsista dengan orientasi keterbatasan, serta fluktuasi dan alokasi anggaran. Dalam mewujudkan kepentingan nasional, supremasi udara dan citacita TNI AU akan The First Class Air Force,pepatah telah mengatakan: Nervi Belli Pecunia Infinita, anggaran tak terbatas merupakan kekuatan perang itu sendiri. (CONNIE RAHAKUNDINI BAKRIE/Direktur Institute of Defense and Security Studies-Indonesia Maritime Institute,Dosen FISIP Universitas Indonesia)
Sumber: SINDO
Friday, January 27, 2012
TNI Juga Perlu Cermati Produk Alutsista Turki
Armored Combat Vehicle (ACV) produksi FNSS Turki. (Foto: FNSS)
27 Januari 2012, Senayan: Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq berpendapat, alutsista TNI, khususnya untuk kebutuhan tank, jangan hanya berkiblat pada Belanda. Masih ada negara lain yang bisa dijadikan pilihan. Turki adalah salah satunya, mengingat sistem persenjataan Turki berstandar NATO.
"Dimana Turki pun telah menawarkan skema kerja sama dengan industri pertahanan nasional. Sayangnya, Kemhan belum serius menindaklanjutinya, meski sudah ada MoU di level Presiden dan Menhan," tegasnya.
Menurut Mahfudz, prioritas modernisasi alutsista harus diberikan ke penguatan kemampuan pengamanan wilayah maritim dengan prinsip matra terpadu. Selain untuk memperkuat keamanan nasional, modernisasi alutsista juga mesti memberi dampak ekonomi, yaitu menekan potensi kerugikan ekonomi akibat lalu-lintas ilegal di kawasan maritim Indonesia, termasuk di tiga jalur ALKI.
"Jadi, modernisasi alutsista Rp 150 triliun tidak akan punya nilai tambah, tanpa diikuti kebijakan revitalisasi industri pertahanan nasional. SDM BUMNIP (Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan) kita pun saat ini banyak dan sekarang tersebar di banyak negara. Karena itu, saatnya kita berdayakan mereka. End-user produk BUMNIP banyak. Ada TNI, Polri, Kemhub, KKP, BNPT, BNPB, Kemenkominfo, ddan lainnya. Total belanja modal mereka tiap tahun besar," ujarnya.
Secara ekonomi dan politik,kata Mahfudz, posisi Rusia, Cina, dan Turki akan terus menguat. Sehingga Indonesia perlu kembangkan kerja sama dengan negara-negara ini, selain tetap melanjutkan kerja sama dengan AS, Eopa, dan Korsel. Ini implementasi dynamic equilibrium yang digagas Presiden SBY. Kalau tidak, maka itu hanya sekadar retorika.
Kebijakan politik luar negeri dari Kemlu juga harus jadi bagian integral dari kebijakan pengadaan alutsista TNI dan juga bagi Polri.
"Sayang selama ini Kemlu belum banyak terlibat atau dilibatkan. Fenomena menguatnya Asia, khususnya Asia Timur harus dikaji dan ditindaklanjuti secara khusus," tegasnya.
Di Asean misalnya, neraca perdagangan RI dengan Singapura dan Thailand defisit sangat besar. Secara total Indonesia pun mengalami defisit dengan Asean.
"Belum lagi Asean plus tiga dan plus enam. Makin berat defisitnya. Cina sudah berhasil ikat Asean dengan CAFTA. Sementara Indonesia masih belum mampu identifikasi aktor-aktor kekuatan yang harus jadi mitra strategis secara ekonomi dan politik. Kita pun masih asyik dengan panggung diplomasi politik di arena regional dan multilateral.Kalo saja kapasitas ekonomi kita belum bisa jadi leverage, minimal kita tidak boleh defisit dalam national self-pride," pungkasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
27 Januari 2012, Senayan: Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq berpendapat, alutsista TNI, khususnya untuk kebutuhan tank, jangan hanya berkiblat pada Belanda. Masih ada negara lain yang bisa dijadikan pilihan. Turki adalah salah satunya, mengingat sistem persenjataan Turki berstandar NATO.
"Dimana Turki pun telah menawarkan skema kerja sama dengan industri pertahanan nasional. Sayangnya, Kemhan belum serius menindaklanjutinya, meski sudah ada MoU di level Presiden dan Menhan," tegasnya.
Menurut Mahfudz, prioritas modernisasi alutsista harus diberikan ke penguatan kemampuan pengamanan wilayah maritim dengan prinsip matra terpadu. Selain untuk memperkuat keamanan nasional, modernisasi alutsista juga mesti memberi dampak ekonomi, yaitu menekan potensi kerugikan ekonomi akibat lalu-lintas ilegal di kawasan maritim Indonesia, termasuk di tiga jalur ALKI.
"Jadi, modernisasi alutsista Rp 150 triliun tidak akan punya nilai tambah, tanpa diikuti kebijakan revitalisasi industri pertahanan nasional. SDM BUMNIP (Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan) kita pun saat ini banyak dan sekarang tersebar di banyak negara. Karena itu, saatnya kita berdayakan mereka. End-user produk BUMNIP banyak. Ada TNI, Polri, Kemhub, KKP, BNPT, BNPB, Kemenkominfo, ddan lainnya. Total belanja modal mereka tiap tahun besar," ujarnya.
Secara ekonomi dan politik,kata Mahfudz, posisi Rusia, Cina, dan Turki akan terus menguat. Sehingga Indonesia perlu kembangkan kerja sama dengan negara-negara ini, selain tetap melanjutkan kerja sama dengan AS, Eopa, dan Korsel. Ini implementasi dynamic equilibrium yang digagas Presiden SBY. Kalau tidak, maka itu hanya sekadar retorika.
Kebijakan politik luar negeri dari Kemlu juga harus jadi bagian integral dari kebijakan pengadaan alutsista TNI dan juga bagi Polri.
"Sayang selama ini Kemlu belum banyak terlibat atau dilibatkan. Fenomena menguatnya Asia, khususnya Asia Timur harus dikaji dan ditindaklanjuti secara khusus," tegasnya.
Di Asean misalnya, neraca perdagangan RI dengan Singapura dan Thailand defisit sangat besar. Secara total Indonesia pun mengalami defisit dengan Asean.
"Belum lagi Asean plus tiga dan plus enam. Makin berat defisitnya. Cina sudah berhasil ikat Asean dengan CAFTA. Sementara Indonesia masih belum mampu identifikasi aktor-aktor kekuatan yang harus jadi mitra strategis secara ekonomi dan politik. Kita pun masih asyik dengan panggung diplomasi politik di arena regional dan multilateral.Kalo saja kapasitas ekonomi kita belum bisa jadi leverage, minimal kita tidak boleh defisit dalam national self-pride," pungkasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
Sasaran Kebijakan TNI AU 2012
Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP., memberikan keterangan pers kepada wartawan usai pembukaan Rapim TNI AU dan Apel Komandan Satuan Tahun 2012 di AAU, Yogyakarta, Kamis. (26/1).
27 Januari 2012, Yogyakarta: Kesiapan operasional TNI Angkatan Udara difokuskan pada tercapainya kemampuan operasional secara terpadu dari satuan-satuan TNI Angkatan Udara, dengan demikian kesiapan operasional dan tuntutan kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM) TNI Angkatan Udara dapat tercapai dan diandalkan.
Demikian dikatakan Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP., pada pembukaan Rapim TNI AU dan Apel Komandan Satuan Tahun 2012 di AAU, Yogyakarta, Kamis. (26/1).
Rapim TNI AU merupakan tindak lanjut dari Rapim TNI yang baru saja dilaksanakan dan sebagai upaya untuk memantapkan konsolidasi dalam jajaran Angkatan Udara, sehingga lebih memantapkan peran pengabdian sesuai bidangnya serta kepadulian Angkatan Udara terhadap agenda nasional beserta dinamikanya.
Adapun sasaran kebijakan TNI AU tahun 2012 adalah:
- Tercapainya right sizing organisasi;
- Terbentuknya Satrad 246 Timika;
- Skadron UAV di Lanud Supadio;
- Peningkatan dari Lanud tipe B ke tipe A (Supadio dan Pekanbaru);
- Peningkatan Lanud tipe C ke tipe B (El Tari Kupang, Patimura Ambon, Manuhua Biak, Ngurah Rai Bali);
- Peningkatan Lanud tipe D ke tipe C (Lanud Morotai);
- Pembentukan Sathar 14, Depohar 10;
- Perubahan nama lanud;
- Terwujudnya implementasi kerjasama dengan Negara sahabat di bidang pendidikan dan latihan operasi;
- Sinkronisasi kerjasama industri dalam negeri;
- Percepatan pengadaan alutsista dan peningkatan kesiapan pesawat;
- Inovasi teknologi litbang;
- Tertib perencanaan dan pengelolaan anggaran serta mewujudkan clean and good governance.
Sedangkan untuk melanjutkan program peningkatan kemampuan alutsista TNI Angkatan Udara, sudah dicanangkan dalam renstra pembangunan TNI AU tahun 2010-2014. Dari rencana tersebut tahun anggaran 2012 kebutuhan jam terbang sebanyak 60.061 jam digunakan untuk mendukung kesiagaan penanggulangan bencana, latihan awak pesawat, operasi, pendidikan dan kegiatan lainnya. Sedangkan radar membutuhkan jam operasional sebanyak 18 jam perhari.
Sumber: TNI AU
27 Januari 2012, Yogyakarta: Kesiapan operasional TNI Angkatan Udara difokuskan pada tercapainya kemampuan operasional secara terpadu dari satuan-satuan TNI Angkatan Udara, dengan demikian kesiapan operasional dan tuntutan kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM) TNI Angkatan Udara dapat tercapai dan diandalkan.
Demikian dikatakan Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP., pada pembukaan Rapim TNI AU dan Apel Komandan Satuan Tahun 2012 di AAU, Yogyakarta, Kamis. (26/1).
Rapim TNI AU merupakan tindak lanjut dari Rapim TNI yang baru saja dilaksanakan dan sebagai upaya untuk memantapkan konsolidasi dalam jajaran Angkatan Udara, sehingga lebih memantapkan peran pengabdian sesuai bidangnya serta kepadulian Angkatan Udara terhadap agenda nasional beserta dinamikanya.
Adapun sasaran kebijakan TNI AU tahun 2012 adalah:
- Tercapainya right sizing organisasi;
- Terbentuknya Satrad 246 Timika;
- Skadron UAV di Lanud Supadio;
- Peningkatan dari Lanud tipe B ke tipe A (Supadio dan Pekanbaru);
- Peningkatan Lanud tipe C ke tipe B (El Tari Kupang, Patimura Ambon, Manuhua Biak, Ngurah Rai Bali);
- Peningkatan Lanud tipe D ke tipe C (Lanud Morotai);
- Pembentukan Sathar 14, Depohar 10;
- Perubahan nama lanud;
- Terwujudnya implementasi kerjasama dengan Negara sahabat di bidang pendidikan dan latihan operasi;
- Sinkronisasi kerjasama industri dalam negeri;
- Percepatan pengadaan alutsista dan peningkatan kesiapan pesawat;
- Inovasi teknologi litbang;
- Tertib perencanaan dan pengelolaan anggaran serta mewujudkan clean and good governance.
Sedangkan untuk melanjutkan program peningkatan kemampuan alutsista TNI Angkatan Udara, sudah dicanangkan dalam renstra pembangunan TNI AU tahun 2010-2014. Dari rencana tersebut tahun anggaran 2012 kebutuhan jam terbang sebanyak 60.061 jam digunakan untuk mendukung kesiagaan penanggulangan bencana, latihan awak pesawat, operasi, pendidikan dan kegiatan lainnya. Sedangkan radar membutuhkan jam operasional sebanyak 18 jam perhari.
Sumber: TNI AU
KSAU : Delapan Pesawat Tempur akan Lengkapi Alutsista
Amerika Serikat mengakuisisi Super Tucano dan diberinama A29. Indonesia membeli 16 unit Super Tucano dari Embraer. (Foto: A29)
26 Januari 2012, Yogyakarta: Delapan pesawat tempur akan didatangkan dari Rusia dan Brasil dalam waktu dekat untuk melengkapi alat utama sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, kata Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat.
"Delapan pesawat tempur itu masing-masing terdiri atas empat pesawat Sukhoi dari Rusia, dan Super Tucano dari Brasil. Kedelapan pesawat tempur baru tersebut akan tiba di Indonesia pada 2012-2014," katanya di sela Rapat Pimpinan (Rapim) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) tahap berikutnya, TNI AU hingga 2024 juga akan mendatangkan pesawat tempur Sukhoi enam unit, Super Tucano 16 unit, T-50 dari Korea Selatan 16 unit, dan F-16 sebanyak 30 unit.
"Dengan pengadaan alutsista tersebut TNI AU pada 2024 akan memiliki 180 pesawat tempur. Hal itu sebagai upaya TNI AU membangun kekuatan serta memodernisasi dan meregenerasi alutsista yang dimiliki saat ini," kata KSAU.
Ia mengatakan banyak pesawat yang dimiliki TNI AU saat ini sudah uzur, usianya rata-rata mencapai 30 tahun, sehingga perlu dilakukan peremajaan. Jika tidak diganti biaya perawatannya sangat tinggi, apalagi ada beberapa suku cadang pesawat yang sudah tidak dibuat lagi karena pabrik yang membuat pesawat sudah tidak beroperasi.
"Meskipun beberapa pesawat sudah tidak dapat berfungsi secara maksimal, kami telah memaksimalkan pesawat tempur untuk mengamankan wilayah Ngara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman luar. Hal itu juga didukung oleh penambahan alutsista yang didasarkan penghitungan dari kebutuhan pesawat tempur dan jumlah landasan yang bisa mengoperasikan pesawat tempur," katanya.
Menurut dia, TNI AU sudah mempunyai anggaran rutin dan alutsista melalui pemerintah yang cukup besar dan pengadaan di Kementerian Pertahanan (Kemhan) sehingga bisa membeli persenjataan dan pesawat untuk meningkatkan kemampuan alutsista dan memperkuat pertahanan negara di udara.
"Rencana kesiapan alutsista yang ada untuk melanjutkan program peningkatan kemampuan alutsista sudah dicanangkan dalam Rencana dan Strategi (Renstra) Pembangunan TNI AU 2010-2014," kata KSAU.
TNI AU Berkomitmen Wujudkan Pertahanan Udara Tangguh
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara berkomitmen mewujudkan pertahanan negara di udara yang tangguh dengan memantapkan visi, persepsi, dan interpretasi dalam menghadapi perkembangan lingkungan yang dinamis, kata Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat.
"Komitmen dan konsistensi merupakan modal penting dalam mewujudkan pertahanan negara di udara yang tangguh dengan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang modern, personel yang profesional, motivasi dan dedikasi yang tinggi, dan organisasi yang efektif," katanya pada Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AU di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Kamis.
Sumber: ANTARA News
26 Januari 2012, Yogyakarta: Delapan pesawat tempur akan didatangkan dari Rusia dan Brasil dalam waktu dekat untuk melengkapi alat utama sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, kata Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat.
"Delapan pesawat tempur itu masing-masing terdiri atas empat pesawat Sukhoi dari Rusia, dan Super Tucano dari Brasil. Kedelapan pesawat tempur baru tersebut akan tiba di Indonesia pada 2012-2014," katanya di sela Rapat Pimpinan (Rapim) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) tahap berikutnya, TNI AU hingga 2024 juga akan mendatangkan pesawat tempur Sukhoi enam unit, Super Tucano 16 unit, T-50 dari Korea Selatan 16 unit, dan F-16 sebanyak 30 unit.
"Dengan pengadaan alutsista tersebut TNI AU pada 2024 akan memiliki 180 pesawat tempur. Hal itu sebagai upaya TNI AU membangun kekuatan serta memodernisasi dan meregenerasi alutsista yang dimiliki saat ini," kata KSAU.
Ia mengatakan banyak pesawat yang dimiliki TNI AU saat ini sudah uzur, usianya rata-rata mencapai 30 tahun, sehingga perlu dilakukan peremajaan. Jika tidak diganti biaya perawatannya sangat tinggi, apalagi ada beberapa suku cadang pesawat yang sudah tidak dibuat lagi karena pabrik yang membuat pesawat sudah tidak beroperasi.
"Meskipun beberapa pesawat sudah tidak dapat berfungsi secara maksimal, kami telah memaksimalkan pesawat tempur untuk mengamankan wilayah Ngara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman luar. Hal itu juga didukung oleh penambahan alutsista yang didasarkan penghitungan dari kebutuhan pesawat tempur dan jumlah landasan yang bisa mengoperasikan pesawat tempur," katanya.
Menurut dia, TNI AU sudah mempunyai anggaran rutin dan alutsista melalui pemerintah yang cukup besar dan pengadaan di Kementerian Pertahanan (Kemhan) sehingga bisa membeli persenjataan dan pesawat untuk meningkatkan kemampuan alutsista dan memperkuat pertahanan negara di udara.
"Rencana kesiapan alutsista yang ada untuk melanjutkan program peningkatan kemampuan alutsista sudah dicanangkan dalam Rencana dan Strategi (Renstra) Pembangunan TNI AU 2010-2014," kata KSAU.
TNI AU Berkomitmen Wujudkan Pertahanan Udara Tangguh
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara berkomitmen mewujudkan pertahanan negara di udara yang tangguh dengan memantapkan visi, persepsi, dan interpretasi dalam menghadapi perkembangan lingkungan yang dinamis, kata Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat.
"Komitmen dan konsistensi merupakan modal penting dalam mewujudkan pertahanan negara di udara yang tangguh dengan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang modern, personel yang profesional, motivasi dan dedikasi yang tinggi, dan organisasi yang efektif," katanya pada Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AU di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Kamis.
Sumber: ANTARA News
Thursday, January 26, 2012
Danpusenkav: Leopard Pilihan Terbaik
Leopard 2. (Foto: KMW)
26 Januari 2012, Jakarta: Pembelian tank tempur utama (main battle tank/MBT) Leopard 2A6 dianggap paling menguntungkan ketimbang memborong MBT jenis lain.Negosiasi dilakukan tim dari TNI Angkatan Darat dengan pihak penjual, yakni Belanda dan Jerman.
Menurut Komandan Pusat Kesenjataan Kavaleri (Danpusenkav) Kodiklat TNI Angkatan Darat Brigjen TNI Purwadi Mukson, ada beberapa keuntungan yang didapat jika pemerintah membeli MBT Leopard, di antaranya transfer of technology (ToT) sehingga dapat membantu pembangunan industri tank di dalam negeri. “Ada jaminan purna jual sampai sekian puluh tahun,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Dia mengakui,ada berbagai jenis MBT lain dengan kualitas yang mumpuni, seperti Merkava dari Israel, Abrams dari Amerika Serikat,ataupun T-90 asal Rusia. Pemerintah tidak melirik Merkava karena ToT sulit didapat, lagi pula belum tentu Israel bersedia melego. “Buat apa kita beli kalau tidak ada ToT,kita ini kan tidak hanya beli,”katanya. Begitu juga dengan Abrams dan T-90 masih kalah memikat,setidaknya berdasarkan segi penggunaan bahan bakar dan harga yang lebih mahal.
Kedua MBT tersebut memakai satu jenis bahan bakar, sedangkan Leopard multifuel. Dari segi kemampuan, lanjut dia, Leopard 2A6 memiliki keunggulan jarak tembak dibandingkan dengan tank buatan Rusia yang kini dipakai Malaysia, PT-91M, yakni 6 km untuk Leopard dan 5 km untuk PT- 91M. Leopard juga mampu menyelam dalam air berkedalaman tak lebih dari empat meter dan mampu menembak siang dan malam. Namun,PT- 91M memiliki kaliber lebih besar, yakni 125 mm berbanding 120 mm.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) TNI Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menuturkan, pada21 Desember 2011lalu dirinya melakukan komunikasi dengan tim dari Belanda terkait rencana pembelian Leopard di Jakarta.“Besok 30 Januari mereka mengundang secara resmi kepada saya untuk meninjau ke sana. Mereka membutuhkan untuk menjual tank itu,”ujarnya.
Meski demikian, proses penjajakan tidak hanya dilakukan dengan pihak Belanda, tapi juga dari Jerman selaku negara produsen Leopard. “Tanggal 26 esok, tim dari Jerman datang kepada saya. Saya akan bandingkan apakah lebih baik dari Jerman atau dari Belanda,”katanya. Dia mengaku tidak menentukan jenis MBT yang akan dibeli. Semuanya diserahkan kepada prajurit di lapangan yang nantinya menggunakan alutsista tersebut.
“Saya wajib memenuhi permintaan prajurit. Jangan sampai yang dibutuhkan tidak dibeli,yang dibeli tidak digunakan,”tuturnya. Pengamat militer dari Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie menyatakan, pengadaan alutsista sebaiknya memang diserahkan kepada pengguna, bukan oleh elite politik. Merekalah yang mengetahui senjata seperti apa yang dibutuhkan.
Sumber: SINDO
26 Januari 2012, Jakarta: Pembelian tank tempur utama (main battle tank/MBT) Leopard 2A6 dianggap paling menguntungkan ketimbang memborong MBT jenis lain.Negosiasi dilakukan tim dari TNI Angkatan Darat dengan pihak penjual, yakni Belanda dan Jerman.
Menurut Komandan Pusat Kesenjataan Kavaleri (Danpusenkav) Kodiklat TNI Angkatan Darat Brigjen TNI Purwadi Mukson, ada beberapa keuntungan yang didapat jika pemerintah membeli MBT Leopard, di antaranya transfer of technology (ToT) sehingga dapat membantu pembangunan industri tank di dalam negeri. “Ada jaminan purna jual sampai sekian puluh tahun,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Dia mengakui,ada berbagai jenis MBT lain dengan kualitas yang mumpuni, seperti Merkava dari Israel, Abrams dari Amerika Serikat,ataupun T-90 asal Rusia. Pemerintah tidak melirik Merkava karena ToT sulit didapat, lagi pula belum tentu Israel bersedia melego. “Buat apa kita beli kalau tidak ada ToT,kita ini kan tidak hanya beli,”katanya. Begitu juga dengan Abrams dan T-90 masih kalah memikat,setidaknya berdasarkan segi penggunaan bahan bakar dan harga yang lebih mahal.
Kedua MBT tersebut memakai satu jenis bahan bakar, sedangkan Leopard multifuel. Dari segi kemampuan, lanjut dia, Leopard 2A6 memiliki keunggulan jarak tembak dibandingkan dengan tank buatan Rusia yang kini dipakai Malaysia, PT-91M, yakni 6 km untuk Leopard dan 5 km untuk PT- 91M. Leopard juga mampu menyelam dalam air berkedalaman tak lebih dari empat meter dan mampu menembak siang dan malam. Namun,PT- 91M memiliki kaliber lebih besar, yakni 125 mm berbanding 120 mm.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) TNI Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menuturkan, pada21 Desember 2011lalu dirinya melakukan komunikasi dengan tim dari Belanda terkait rencana pembelian Leopard di Jakarta.“Besok 30 Januari mereka mengundang secara resmi kepada saya untuk meninjau ke sana. Mereka membutuhkan untuk menjual tank itu,”ujarnya.
Meski demikian, proses penjajakan tidak hanya dilakukan dengan pihak Belanda, tapi juga dari Jerman selaku negara produsen Leopard. “Tanggal 26 esok, tim dari Jerman datang kepada saya. Saya akan bandingkan apakah lebih baik dari Jerman atau dari Belanda,”katanya. Dia mengaku tidak menentukan jenis MBT yang akan dibeli. Semuanya diserahkan kepada prajurit di lapangan yang nantinya menggunakan alutsista tersebut.
“Saya wajib memenuhi permintaan prajurit. Jangan sampai yang dibutuhkan tidak dibeli,yang dibeli tidak digunakan,”tuturnya. Pengamat militer dari Universitas Indonesia Connie Rahakundini Bakrie menyatakan, pengadaan alutsista sebaiknya memang diserahkan kepada pengguna, bukan oleh elite politik. Merekalah yang mengetahui senjata seperti apa yang dibutuhkan.
Sumber: SINDO
Mafia Alutsista Buat Kisruh Pembelian Leopard dari Belanda
Leopard 2. (Foto: Bundeswehr)
25 Januari 2012, Jakarta: Ribut mengenai rencana pembelian tank Leopard 2 dari Belanda ternyata didalangi mafia Alutsista, karena rencana pembelian tersebut sifatnya G to G, tidak melibatkan perantara sama sekali. Oleh sebab itu, mafia-mafia Alutsista itu melobi DPR agar menolak rencana tersebut, sebab merasa dirugikan. Menurut sumber yang dekat dengan kalangan politisi di DPR kepada itoday.
Sudah menjadi menjadi rahasia umum bahwa setiap pembelian senjata dari luar negeri, mafia Alutsista selalu ikut-ikutan dan mengatur semua kontrak yang dapat merugikan negara. Mafia Alutsista ini biasanya mark up harga senjata yang dibeli, menyuap oknum pejabat di kemhan dan DPR.
Berbeda dengan pembelian tank Leopard 2 dan pembelian senjata untuk kebutuhan TNI AD lainnya, KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menegaskan tidak akan menggunakan jasa perantara, dan tidak akan ada satu sen pun uang negara yang terbuang percuma. Akibatnya rencana pembelian tank oleh KSAD ditentang habis-habisan.
Hal senada juga diungkap RE. Baringbing. Kepada itoday, Minggu (22/1). Mantan perwira Badan Intelijen Strategis (Bais) ini mengatakan, setiap pembelian peralatan militer memang selalu ada “calo.”
Intinya, TNI tidak bisa mendapatkan senjata sesuai dengan keingginannya, tetapi harus sesuai dengan kemauan mafia Alutsista.
Kejadian hampir serupa juga pernah terjadi di pertengahan dekade 1990-an, dimana TNI sudah melakukan kajian untuk membeli tank berat. Namun yang terjadi, TNI justru mendapatkan tank ringan Scorpio buatan buatan Alvis Vickers, Inggris.
Dikemudian hari baru diketahui, ternyata tank ringan Scorpio buatan Inggris ini dibeli seharga tank berat Challanger 2. Diduga kasus mark up tersebut melibatkan keluarga Cendana.
Rusia Sesuaikan Kebutuhan Sukhoi Pesanan Indonesia
Pemerintah Rusia menyesuaikan pemesanan pesawat tempur jenis Sukhoi dari Indonesia.
“Pemesanan itu disesuaikan dengan perjanjian, termasuk masalah tempat duduk Sukhoi, “ kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Imam Sufaat kepada itoday.
Imam Sufaat juga mengatakan, pembelian pesawat tempur Sukhoi itu untuk menguatkan pertahanan Indonesia, bukan untuk menyerang negara tetangga.
Indonesia sendiri sudah menggunakan pesawat tempur buatan Sukhoi buatan Rusia sejak 2003, dan hingga kini sudah mengoperasikan sebanyak 10 unit Sukhoi, yang terdiri dari tipe Su-27 SK/SKM dan Su-30 MK/MK2. Dan berencana menambah enam unit lagi.
Sumber: Indonesia Today
25 Januari 2012, Jakarta: Ribut mengenai rencana pembelian tank Leopard 2 dari Belanda ternyata didalangi mafia Alutsista, karena rencana pembelian tersebut sifatnya G to G, tidak melibatkan perantara sama sekali. Oleh sebab itu, mafia-mafia Alutsista itu melobi DPR agar menolak rencana tersebut, sebab merasa dirugikan. Menurut sumber yang dekat dengan kalangan politisi di DPR kepada itoday.
Sudah menjadi menjadi rahasia umum bahwa setiap pembelian senjata dari luar negeri, mafia Alutsista selalu ikut-ikutan dan mengatur semua kontrak yang dapat merugikan negara. Mafia Alutsista ini biasanya mark up harga senjata yang dibeli, menyuap oknum pejabat di kemhan dan DPR.
Berbeda dengan pembelian tank Leopard 2 dan pembelian senjata untuk kebutuhan TNI AD lainnya, KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menegaskan tidak akan menggunakan jasa perantara, dan tidak akan ada satu sen pun uang negara yang terbuang percuma. Akibatnya rencana pembelian tank oleh KSAD ditentang habis-habisan.
Hal senada juga diungkap RE. Baringbing. Kepada itoday, Minggu (22/1). Mantan perwira Badan Intelijen Strategis (Bais) ini mengatakan, setiap pembelian peralatan militer memang selalu ada “calo.”
Intinya, TNI tidak bisa mendapatkan senjata sesuai dengan keingginannya, tetapi harus sesuai dengan kemauan mafia Alutsista.
Kejadian hampir serupa juga pernah terjadi di pertengahan dekade 1990-an, dimana TNI sudah melakukan kajian untuk membeli tank berat. Namun yang terjadi, TNI justru mendapatkan tank ringan Scorpio buatan buatan Alvis Vickers, Inggris.
Dikemudian hari baru diketahui, ternyata tank ringan Scorpio buatan Inggris ini dibeli seharga tank berat Challanger 2. Diduga kasus mark up tersebut melibatkan keluarga Cendana.
Rusia Sesuaikan Kebutuhan Sukhoi Pesanan Indonesia
Pemerintah Rusia menyesuaikan pemesanan pesawat tempur jenis Sukhoi dari Indonesia.
“Pemesanan itu disesuaikan dengan perjanjian, termasuk masalah tempat duduk Sukhoi, “ kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Imam Sufaat kepada itoday.
Imam Sufaat juga mengatakan, pembelian pesawat tempur Sukhoi itu untuk menguatkan pertahanan Indonesia, bukan untuk menyerang negara tetangga.
Indonesia sendiri sudah menggunakan pesawat tempur buatan Sukhoi buatan Rusia sejak 2003, dan hingga kini sudah mengoperasikan sebanyak 10 unit Sukhoi, yang terdiri dari tipe Su-27 SK/SKM dan Su-30 MK/MK2. Dan berencana menambah enam unit lagi.
Sumber: Indonesia Today
Modernisasi Alutsista Butuh Industri Pendukung
(Foto: Detik Finance)
25 Januari 2012, Bontang: Kementrian Pertahanan menggenjot pembangunan industri pendukung di antaranya industri bahan baku bahan peledak untuk mendukung modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista).
Hingga saat ini, Indonesia telah mampu memproduksi bahan peledak, namun dengan bahan baku yang didatangkan dari luar negeri. “Dalam modernisasi alutsista harus dipikirkan juga amunisinya, karenanya kami mendorong pembangunan industri bahan peledak. Selama ini kami mengimpor propellant yang menjadi bahan baku bahan peledak,” kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang, Kalimantan Timur, Rabu (25/1).
Industri seperti ini, tutur Sjafrie, merupakan industri pendukung pertahanan karena dapat mendukung kebutuhan alutsista bagi TNI serta alat dan material khusus (almatsus) bagi Polri. "Selain itu, dari sini industri pertahanan nonmiliter bisa dikembangkan," jelas Wamenhan.
Karenanya Sjafrie menolak jika kunjungannya ini dikaitkan dengan kepentingan bisnis. Menurut dia, Kemhan berwenang mengatur perizinan Badan Usaha Bahan Peledak berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 125/1999 tentang Bahan Peledak yang merupakan salah satu kebijakan strategis nasional di bidang bahan peledak. "Ini industri pendukung pertahanan. Persoalannya di bahan peledak, bukan persoalan komersial. Kami tidak melihat dari aspek bisnis," ujarnya.
Apalagi, tambahnya, kebijakan Kemhan 2010-2014 adalah defense supporting economy yang menjadikan Kemhan fokus terhadap bidang pertahanan yang dapat mendukung perekonomian.
Indonesia Butuh 700 Ribu Ton Bahan Peledak Tiap Tahun
KEBUTUHAN Indonesia terhadap bahan baku bahan peledak yaitu amonium nitrat mencapai 700 ribu ton per tahun.
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan, jumlah ini untuk memenuhi kebutuhan peledak komersial dan militer.
“Kebutuhan 700 ribu ton per tahun, tapi belum bisa terpenuhi kapasitas itu. Ini peluang dan tantangan,”kata Wemenhan saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang Kalimantan Timur, Rabu (25/1).
Dia berharap, KNI yang akan memulai produksi Februari mendatang dapat membantu pemenuhan kebutuhan ini.
Keterlibatan Kementerian Pertahanan dalam pengoperasian pabrik ini, jelas Sjafrie, sejalan dengan kebijakan pertahanan 2010-2014 yaitu defence supporting economy. Menurut dia, kehadiran KNI dapat memberikan keuntungan timbal balik antara Kemhan dan KNI, serta bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Manager Operasi PT KNI Indra Prasetyo mengungkapkan, kebutuhan Indonesia terhadap bahan peledak cukup besar. Selama ini, PT Pindad telah memproduksi bahan peledak, namun bahan bakunya masih mengandalkan import. Jika bahan baku bahan peledak dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri, kata Indra, Indonesia bisa melakukan penghematan yang cukup besar. “Bisa menyumbang devisa sebesar US$150 juta kalau bisa produksi sendiri,”ujarnya.
Sekilas Pabrik PT. Kaltim Nitrate Indonesia (PT KNI)
(Foto: Kemhan)
Dari pertama dibangunnya Pabrik Ammonium Nitrat PT. KNI pada tahun 2009 hingga kini kesiapan dari konstruksi mencapai 99%, dengan kata lain pabrik siap dioperasikan. Rencananya akan dioperasikan pada Febuari 2012 mendatang dan melibatkan 160 tenaga kerja yang terdiri dari tenaga engineer, teknisi dan dibantu oleh 2 tenaga dari luar negeri. Sementara itu sekitar 80 teknisi sudah menjalani proses training di Australia.
PT Kaltim Nitrate Indonesia menggandeng PT Rekayasa Industri membangun pabrik amonium nitrat (bahan peledak) senilai US$ 173 juta yang berlokasi di Kaltim Industrial Estate, Bontang, Kalimantan Timur ini. Pabrik milik PT. Kaltim Nitrate Indonesia yang ada di Bontang, Kalimantan Timur merupakan Pabrik ammonium nitrate terbesar di Asia. Pabrik yang dibangun di atas lahan seluas 10 hektar ini diperkirakan memiliki kapasitas produksi ammonium Nitrate sebesar 300.000 ton per tahun atau sebesar 970 metri ton per hari. Lisensi teknologi proses untuk pabrik ini diperoleh dari UHDE Jerman.
Dengan beroperasinya pabrik PT KNI di Bontang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ammonium nitrate dalam negeri sebesar 300.000 ton per tahunnya. Selama ini pemenuhan ammonium nitrate baru sekitar 10%-nya saja yang dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri. Bahan baku utama berupa amoniak (NH3) akan disuplai oleh perusahaan-perusahaan lokal di Kalimantan Timur. Produksi amonium nitrat akan memenuhi kebutuhan pasar domestik akan bahan baku peledak komersil untuk industri pertambangan.
Sumber: Jurnas
25 Januari 2012, Bontang: Kementrian Pertahanan menggenjot pembangunan industri pendukung di antaranya industri bahan baku bahan peledak untuk mendukung modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista).
Hingga saat ini, Indonesia telah mampu memproduksi bahan peledak, namun dengan bahan baku yang didatangkan dari luar negeri. “Dalam modernisasi alutsista harus dipikirkan juga amunisinya, karenanya kami mendorong pembangunan industri bahan peledak. Selama ini kami mengimpor propellant yang menjadi bahan baku bahan peledak,” kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang, Kalimantan Timur, Rabu (25/1).
Industri seperti ini, tutur Sjafrie, merupakan industri pendukung pertahanan karena dapat mendukung kebutuhan alutsista bagi TNI serta alat dan material khusus (almatsus) bagi Polri. "Selain itu, dari sini industri pertahanan nonmiliter bisa dikembangkan," jelas Wamenhan.
Karenanya Sjafrie menolak jika kunjungannya ini dikaitkan dengan kepentingan bisnis. Menurut dia, Kemhan berwenang mengatur perizinan Badan Usaha Bahan Peledak berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 125/1999 tentang Bahan Peledak yang merupakan salah satu kebijakan strategis nasional di bidang bahan peledak. "Ini industri pendukung pertahanan. Persoalannya di bahan peledak, bukan persoalan komersial. Kami tidak melihat dari aspek bisnis," ujarnya.
Apalagi, tambahnya, kebijakan Kemhan 2010-2014 adalah defense supporting economy yang menjadikan Kemhan fokus terhadap bidang pertahanan yang dapat mendukung perekonomian.
Indonesia Butuh 700 Ribu Ton Bahan Peledak Tiap Tahun
KEBUTUHAN Indonesia terhadap bahan baku bahan peledak yaitu amonium nitrat mencapai 700 ribu ton per tahun.
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan, jumlah ini untuk memenuhi kebutuhan peledak komersial dan militer.
“Kebutuhan 700 ribu ton per tahun, tapi belum bisa terpenuhi kapasitas itu. Ini peluang dan tantangan,”kata Wemenhan saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang Kalimantan Timur, Rabu (25/1).
Dia berharap, KNI yang akan memulai produksi Februari mendatang dapat membantu pemenuhan kebutuhan ini.
Keterlibatan Kementerian Pertahanan dalam pengoperasian pabrik ini, jelas Sjafrie, sejalan dengan kebijakan pertahanan 2010-2014 yaitu defence supporting economy. Menurut dia, kehadiran KNI dapat memberikan keuntungan timbal balik antara Kemhan dan KNI, serta bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Manager Operasi PT KNI Indra Prasetyo mengungkapkan, kebutuhan Indonesia terhadap bahan peledak cukup besar. Selama ini, PT Pindad telah memproduksi bahan peledak, namun bahan bakunya masih mengandalkan import. Jika bahan baku bahan peledak dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri, kata Indra, Indonesia bisa melakukan penghematan yang cukup besar. “Bisa menyumbang devisa sebesar US$150 juta kalau bisa produksi sendiri,”ujarnya.
Sekilas Pabrik PT. Kaltim Nitrate Indonesia (PT KNI)
(Foto: Kemhan)
Dari pertama dibangunnya Pabrik Ammonium Nitrat PT. KNI pada tahun 2009 hingga kini kesiapan dari konstruksi mencapai 99%, dengan kata lain pabrik siap dioperasikan. Rencananya akan dioperasikan pada Febuari 2012 mendatang dan melibatkan 160 tenaga kerja yang terdiri dari tenaga engineer, teknisi dan dibantu oleh 2 tenaga dari luar negeri. Sementara itu sekitar 80 teknisi sudah menjalani proses training di Australia.
PT Kaltim Nitrate Indonesia menggandeng PT Rekayasa Industri membangun pabrik amonium nitrat (bahan peledak) senilai US$ 173 juta yang berlokasi di Kaltim Industrial Estate, Bontang, Kalimantan Timur ini. Pabrik milik PT. Kaltim Nitrate Indonesia yang ada di Bontang, Kalimantan Timur merupakan Pabrik ammonium nitrate terbesar di Asia. Pabrik yang dibangun di atas lahan seluas 10 hektar ini diperkirakan memiliki kapasitas produksi ammonium Nitrate sebesar 300.000 ton per tahun atau sebesar 970 metri ton per hari. Lisensi teknologi proses untuk pabrik ini diperoleh dari UHDE Jerman.
Dengan beroperasinya pabrik PT KNI di Bontang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ammonium nitrate dalam negeri sebesar 300.000 ton per tahunnya. Selama ini pemenuhan ammonium nitrate baru sekitar 10%-nya saja yang dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri. Bahan baku utama berupa amoniak (NH3) akan disuplai oleh perusahaan-perusahaan lokal di Kalimantan Timur. Produksi amonium nitrat akan memenuhi kebutuhan pasar domestik akan bahan baku peledak komersil untuk industri pertambangan.
Sumber: Jurnas
Wednesday, January 25, 2012
Hasil Rapim TNI AL
Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal), Laksamana TNI Soeparno (tengah), Wakil Kasal, Laksamana Madya TNI, Marsetio (kiri), dan Asisten Pengamanan Kasal, Laksamana Muda TNI, I Putu Yuli Adnyana (kanan), saat Rapat Pimpinan TNI AL di Cilangkap, Jakarta, Selasa( 24/1). Rapat Pimpinan TNI AL yang diikuti oleh para pejabat penentu kebijakan dan pelaksana, mengangkat tema, "Dengan dilandasi semangat baru, TNI Angkatan Laut bertekad menuntaskan reformasi birokrasi dan pembangunan kekuatan pokok minimum menuju terwujudnya TNI Angkatan Laut yang handal dan disegani". (Foto: ANTARA/ Ujang Zaelani/ss/pd/11)
24 Januari 2012, Jakarta: Rapim TNI Angkatan Laut adalah forum rapat pimpinan TNI Angkatan Laut yang dihadiri oleh para pejabat penentu kebijakan dan pelaksana, dengan maksud untuk menyampaikan pokok-pokok kebijakan Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Laut, sekaligus sebagai media untuk menerima masukan secara langsung dari peserta Rapim, hal tersebut dikatakan oleh Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno saat membuka Rapim TNI AL tahun 2012 di Auditorium Detasemen Markas, Mabes TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (24/1).
Acara yang juga dihadiri oleh Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya TNI Marsetio,M.M tersebut mengangkat tema, "Dengan Dilandasi Semangat Baru, TNI Angkatan Laut Bertekad Menuntaskan Reformasi Birokrasi dan Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (MEF) Menuju Terwujudnya TNI Angkatan Laut yang Handal dan Disegani".
Rapim TNI AL yang berlangsung selama satu hari tersebut akan membahas tentang Kebijakan dari Panglima TNI Tahun 2012 dengan sasaran meliputi, peningkatan kesiapan operasional melalui program pemantapan satuan, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program pendidikan dan latihan, peningkatan kesejahteraan prajurit dan PNS beserta keluarganya, serta peningkatan tertib administrasi dan hukum.
Selain membahas kebijakan dari Panglima TNI, Rapim TNI AL Tahun 2012 ini membahas pula beberapa substansi dan memperdalam berbagai sasaran program yang akan dilaksanakan oleh TNI AL tahun 2012, diantaranya:
a. Upaya pengoptimalisasian pendekteksian dini terhadap kegiatan-kegiatan yang berpotensi terhadap terjadinya pelanggaran hukum di laut dan gangguan keamanan di wilayah yurisdiksi nasional.
b. Kesiapan operasional dan gelar operasi berdasarkan prioritas perkiraan ancaman dan dinamika lingkungan strategis baik OMP dan OMSP dengan memanfaatkan semaksimal mungkin data intelijen operasi dan data dari pengamatan IMSS.
c. Kegiatan pengadaan alutsista secara bertahap dalam rangka mewujudkan MEF dengan memberdayakan industri dalam negeri dan upaya Transfer Of Technology(TOT).
d. Melanjutkan pembangunan fasilitas, sarana dan prasarana pangkalan meliputi dermaga, runway, shelter pesud, bengkel dan dockyard, messing, fasilitas kesehatan, tangki timbun dan jaringan listrik dengan prioritas pembangunan di daerah rawan konflik untuk mendukung penyelenggaraan operasi dan latihan.
e. Upaya memantapkan peningkatan kesiapan satuan operasional melalui program pengadaan, revitalisasi, modernisasi alutsista beserta sarana dan prasarana pendukung lainnya.
f. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan yang terencana dan latihan bertingkat serta berlanjut.
g. Upaya mewujudkan pembinaan program dan anggaran sesuai arah kebijakan program anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah serta berdasarkan skala prioritas.
Selain itu dibahas juga upaya dari TNI AL dalam meningkatkan dan membangun kemampuan TNI AL diantaranya:
a. Membahas rencana pembentukan Komando Wilayah Laut (Kowila) RI di Surabaya, Komando Armada (Koarmada) Timur di Sorong, Koarmada Tengah di Makassar, Koarmada Barat di Jakarta, dan Divisi-3 Marinir di Sorong, serta melanjutkan pembangunan gedung Mako Lanal Melonguane dan Morotai.
b. Peningkatan pelaksanaan tugas TNI AL melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dengan melaksanakan operasi pengamanan perbatasan wilayah laut, Malacca Strait Sea Patrol (MSSP) dan operasi siaga tempur laut wilayah Barat dan Timur.
c. Peningkatan pelaksanaan tugas TNI AL melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP) antara lain patroli terkoordinasi dengan negara tetangga (India, Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina dan Australia). Operasi pengamanan obyek vital nasional dan obyek vital TNI, operasi anglamil, operasi khusus menghadapi aksi kekerasan bersenjata di laut, operasi khusus menghadapi gerakan separatis bersenjata, operasi bantuan bencana dan SAR, operasi bantuan kepada pemerintah, operasi PAM VVIP, pam ALKI, opskamla, operasi perdamaian dunia, operasi gaktib dan yustisi.
d. Peningkatan pelaksanaan tugas TNI AL dalam operasi penegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional Indonesia serta operasi surta hidrografi.
e. Peningkatan pelaksanaan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri pemerintah.
f. Peningkatan pelaksanaan tugas TNI AL dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut.
g. Peningkatan pelaksanaan pemberdayaan wilayah pertahanan matra laut.
Sumber: Dispenal Mabesal
24 Januari 2012, Jakarta: Rapim TNI Angkatan Laut adalah forum rapat pimpinan TNI Angkatan Laut yang dihadiri oleh para pejabat penentu kebijakan dan pelaksana, dengan maksud untuk menyampaikan pokok-pokok kebijakan Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Laut, sekaligus sebagai media untuk menerima masukan secara langsung dari peserta Rapim, hal tersebut dikatakan oleh Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno saat membuka Rapim TNI AL tahun 2012 di Auditorium Detasemen Markas, Mabes TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (24/1).
Acara yang juga dihadiri oleh Wakil Kepala Staf Angkatan Laut (Wakasal) Laksamana Madya TNI Marsetio,M.M tersebut mengangkat tema, "Dengan Dilandasi Semangat Baru, TNI Angkatan Laut Bertekad Menuntaskan Reformasi Birokrasi dan Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (MEF) Menuju Terwujudnya TNI Angkatan Laut yang Handal dan Disegani".
Rapim TNI AL yang berlangsung selama satu hari tersebut akan membahas tentang Kebijakan dari Panglima TNI Tahun 2012 dengan sasaran meliputi, peningkatan kesiapan operasional melalui program pemantapan satuan, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program pendidikan dan latihan, peningkatan kesejahteraan prajurit dan PNS beserta keluarganya, serta peningkatan tertib administrasi dan hukum.
Selain membahas kebijakan dari Panglima TNI, Rapim TNI AL Tahun 2012 ini membahas pula beberapa substansi dan memperdalam berbagai sasaran program yang akan dilaksanakan oleh TNI AL tahun 2012, diantaranya:
a. Upaya pengoptimalisasian pendekteksian dini terhadap kegiatan-kegiatan yang berpotensi terhadap terjadinya pelanggaran hukum di laut dan gangguan keamanan di wilayah yurisdiksi nasional.
b. Kesiapan operasional dan gelar operasi berdasarkan prioritas perkiraan ancaman dan dinamika lingkungan strategis baik OMP dan OMSP dengan memanfaatkan semaksimal mungkin data intelijen operasi dan data dari pengamatan IMSS.
c. Kegiatan pengadaan alutsista secara bertahap dalam rangka mewujudkan MEF dengan memberdayakan industri dalam negeri dan upaya Transfer Of Technology(TOT).
d. Melanjutkan pembangunan fasilitas, sarana dan prasarana pangkalan meliputi dermaga, runway, shelter pesud, bengkel dan dockyard, messing, fasilitas kesehatan, tangki timbun dan jaringan listrik dengan prioritas pembangunan di daerah rawan konflik untuk mendukung penyelenggaraan operasi dan latihan.
e. Upaya memantapkan peningkatan kesiapan satuan operasional melalui program pengadaan, revitalisasi, modernisasi alutsista beserta sarana dan prasarana pendukung lainnya.
f. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan yang terencana dan latihan bertingkat serta berlanjut.
g. Upaya mewujudkan pembinaan program dan anggaran sesuai arah kebijakan program anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah serta berdasarkan skala prioritas.
Selain itu dibahas juga upaya dari TNI AL dalam meningkatkan dan membangun kemampuan TNI AL diantaranya:
a. Membahas rencana pembentukan Komando Wilayah Laut (Kowila) RI di Surabaya, Komando Armada (Koarmada) Timur di Sorong, Koarmada Tengah di Makassar, Koarmada Barat di Jakarta, dan Divisi-3 Marinir di Sorong, serta melanjutkan pembangunan gedung Mako Lanal Melonguane dan Morotai.
b. Peningkatan pelaksanaan tugas TNI AL melalui Operasi Militer untuk Perang (OMP) dengan melaksanakan operasi pengamanan perbatasan wilayah laut, Malacca Strait Sea Patrol (MSSP) dan operasi siaga tempur laut wilayah Barat dan Timur.
c. Peningkatan pelaksanaan tugas TNI AL melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP) antara lain patroli terkoordinasi dengan negara tetangga (India, Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina dan Australia). Operasi pengamanan obyek vital nasional dan obyek vital TNI, operasi anglamil, operasi khusus menghadapi aksi kekerasan bersenjata di laut, operasi khusus menghadapi gerakan separatis bersenjata, operasi bantuan bencana dan SAR, operasi bantuan kepada pemerintah, operasi PAM VVIP, pam ALKI, opskamla, operasi perdamaian dunia, operasi gaktib dan yustisi.
d. Peningkatan pelaksanaan tugas TNI AL dalam operasi penegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional Indonesia serta operasi surta hidrografi.
e. Peningkatan pelaksanaan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri pemerintah.
f. Peningkatan pelaksanaan tugas TNI AL dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut.
g. Peningkatan pelaksanaan pemberdayaan wilayah pertahanan matra laut.
Sumber: Dispenal Mabesal
KSAD: TNI AD Akan Tingkatkan Kemampuan Intelijen
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kelima kanan bawah) berfoto bersama dengan sejumlah menteri KIB II, Panglima TNI, Kapolri dan peserta Rapim TNI dan Polri tahun 2012 di halaman komplek PTIK, Jakarta, Jumat (20/1). Rapim yang diikuti oleh 402 peserta terdiri atas 173 perwira tinggi TNI dan 229 perwira tinggi Polri itu digelar untuk menyampaikan informasi arah kebijakan TNI dan Polri kepada seluruh jajaran dalam mendukung program pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf/Koz/pd/12)
25 Januari 2012, Jakarta: Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo mengatakan TNI AD akan meningkatkan kemampuan intelijennya guna mengantisipasi ancaman terorisme.
"Kita berkeinginan meningkatkan kemampuan satuan intelijen dalam rangka pemantauan, khususnya terorisme di daerah," kata Pramono Edhie di sela Rapat Pimpinan TNI Angkatan Darat Tahun 2012, di Jakarta, Rabu.
KSAD mengatakan rencana peningkatan kemampuan personel TNI AD itu juga meliputi komando kewilayahan yang dimulai dari tingkat babinsa hingga Komando Daerah Militer (Kodam).
"Akan ada latihan khusus tingkat brigade, yang diikuti tiga batalyon beserta satuan pendukung dan latihan antar kecabangan Angkatan Darat," kata Pramono Edhie.
Terkait potensi ancaman yang seringkali muncul di wilayah perbatasan Indonesia, Pramono Edhie mengatakan penggelaran operasi satuan Angkatan Darat sudah menjangkau berbagai titik rawan perbatasan.
"Kalau di Papua kita ada empat batalyon, Kalimantan dua batalyon, juga satu batalyon masing-masing dekat perbatasan Timor Leste dan wilayah rawan konflik di Ambon," katanya lagi.
Menurut Pramono Edhie semua itu dilakukan dalam rangka menjaga kedaulatan sambil meningkatkan kewaspadaan semua rakyat Indonesia yang ada di perbatasan.
"Saya bisa pastikan nasionalisme rakyat yang tinggal di perbatasan itu sangat tinggi, kedaulatan tetap milik kita," kata Pramono Edhie.
"Kalau soal ancaman, pada prinsipnya kita masih berprinsip bahwa negara tetangga itu masih kawan, sehingga upaya penyelesaian konflik secara damai tetap diutamakan," tegasnya.
Wilayah komando TNI Angkatan Darat saat ini terbagi menjadi 19 Komando Deaerah Militer (Kodam) yang tersebar mulai wilayah paling Barat, Kodam Iskandar Muda, hingga Kodam XVII/Cendrawasih di Papua.
Sumber: ANTARA News
25 Januari 2012, Jakarta: Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo mengatakan TNI AD akan meningkatkan kemampuan intelijennya guna mengantisipasi ancaman terorisme.
"Kita berkeinginan meningkatkan kemampuan satuan intelijen dalam rangka pemantauan, khususnya terorisme di daerah," kata Pramono Edhie di sela Rapat Pimpinan TNI Angkatan Darat Tahun 2012, di Jakarta, Rabu.
KSAD mengatakan rencana peningkatan kemampuan personel TNI AD itu juga meliputi komando kewilayahan yang dimulai dari tingkat babinsa hingga Komando Daerah Militer (Kodam).
"Akan ada latihan khusus tingkat brigade, yang diikuti tiga batalyon beserta satuan pendukung dan latihan antar kecabangan Angkatan Darat," kata Pramono Edhie.
Terkait potensi ancaman yang seringkali muncul di wilayah perbatasan Indonesia, Pramono Edhie mengatakan penggelaran operasi satuan Angkatan Darat sudah menjangkau berbagai titik rawan perbatasan.
"Kalau di Papua kita ada empat batalyon, Kalimantan dua batalyon, juga satu batalyon masing-masing dekat perbatasan Timor Leste dan wilayah rawan konflik di Ambon," katanya lagi.
Menurut Pramono Edhie semua itu dilakukan dalam rangka menjaga kedaulatan sambil meningkatkan kewaspadaan semua rakyat Indonesia yang ada di perbatasan.
"Saya bisa pastikan nasionalisme rakyat yang tinggal di perbatasan itu sangat tinggi, kedaulatan tetap milik kita," kata Pramono Edhie.
"Kalau soal ancaman, pada prinsipnya kita masih berprinsip bahwa negara tetangga itu masih kawan, sehingga upaya penyelesaian konflik secara damai tetap diutamakan," tegasnya.
Wilayah komando TNI Angkatan Darat saat ini terbagi menjadi 19 Komando Deaerah Militer (Kodam) yang tersebar mulai wilayah paling Barat, Kodam Iskandar Muda, hingga Kodam XVII/Cendrawasih di Papua.
Sumber: ANTARA News
Tuesday, January 24, 2012
DPR Setujui Pembelian MBT, Tolak Beli Leopard dari Belanda
Pabrikan Leopard akan datang pada 26 Januari untuk menawarkan Leopard ke TNI. (Foto: KMW)
24 Januari 2012, Jakarta: Meskipun menolak pengadaan tank bekas Pemerintah Belanda jenis Leopard 2A6, DPR menegaskan menyetujui pengadaan main battle tank (MBT). DPR dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan serta TNI akan memperdalam kajian terhadap kebutuhan MBT ini.
"Untuk pengadaan MBT kami setuju. Tapi untuk detailnya perlu pembahasan. Kami senang ada dialog, karena mereka sebelumnya tidak terbuka dan kesannya sudah pasti akan membeli Leopard,” kata wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin usai raker Komisi I dengan Kementerian Pertahanan dan TNI di Jakarta, Selasa (24/1).
Dia menuturkan, penolakan DPR terhadap rencana pembelian tank Leopard bukan hanya atas pertimbangan kecocokan dengan wilayah geografis Indonesia, tapi juga pertimbangan rencana strategis (renstra), anggaran, dan ancaman.
Dalam raker tersebut terungkap kebutuhan TNI adalah pada MBT, bukan pada Leopard. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyebutkan, MBT yang dibeli tidak harus Leopard asal memenuhi spesifikasi kebutuhan TNI sebagai pengguna. “Kami akan memperdalam semua aspek, karena jumlah uang belum disepakati dan TNI sendiri ternyata belum memutuskan pembelian Leopard,” imbuh Tubagus.
TNI Kaji MBT Selain Leopard
Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menyatakan main battle tank (MBT) Leopard milik militer Belanda bukan pilihan mutlak dalam rencana pembelian tank.
“Leopard sedang dibahas, dan itu baru satu opsi untuk pengadaan alutsista. Keputusannya belum final dan kami masih mengkaji mana yang lebih tepat,” kata Agus, di sela-sela Raker dengan Komisi I di Gedung DPR, Selasa (24/1). Menurutnya, saat ini TNI khususnya TNI AD memerlukan tank berat untuk pertahanan nasional.
Pengadaan ini merupakan salah satu program dalam modernisasi alutsista demi mencapai Minimum Essential Forces (MEF). Panglima juga meminta persoalan ini tidak dijadikan isu yang mencolok sehingga seolah-olah terdapat masalah antara pemerintah dengan DPR.
“Leopard itu salah satunya, jadi tidak hanya Leopard. Mohon tidak dijadikan isu seolah pemerintah dan DPR tidak cocok,” katanya. Menurutnya, selain Tank Leopard yang ditawarkan Belanda ada juga tawaran MBT lain dari negara yang berbeda.
Dalam hal ini, TNI sedang melakukan kajian untuk mendapatkan pilihan yang terbaik. Namun begitu, dia tidak merinci tank lainnya tersebut. “Kami sedang mencari solusi terbaik mana main battle tank yang paling tepat," katanya.
Jerman Tawarkan Leopard
Selain Belanda, ternyata Jerman juga menawarkan tank Leopard pada Indonesia. Perwakilan negara pembuat tank tempur (MBT) itu bahkan akan datang ke Indonesia untuk melakukan pembicaraan terkait rencana jual beli ini.
“Tanggal 26 nanti tim Jerman akan datang ke Indonesia. Jadi kami bisa membandingkan apakah lebih baik membeli di Jerman atau Belanda,” kata Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo dalam raker antara Komisi I dengan Kemhan dan Panglima TNI di gedung DPR, Selasa (24/1).
Menurut KSAD, persoalan ketidaksetujuan parlemen Belanda terhadap penjualan Leopard pada Indonesia sudah disampaikan pada pemerintah Belanda. Dalam pertemuan dengan Belanda, 21 Desember 2011 lalu, KSAD telah mempertanyakan keseriusan Belanda dalam menjual Leopard-nya.
“Mereka tanya, kami jadi mau beli atau tidak. Sebelum saya jawab saya tanya, Belanda jadi jual atau tidak,” katanya.
Pengadaan MBT ini, kata Pramono, untuk menyamakan teknologi alutsista dengan negara-negara lain. Di wilayah Asia Tenggara, mayoritas negara telah memilikinya, bahkan di seluruh dunia.
Selain Indonesia, negara yang belum memiliki MBT adalah Timor Leste dan Papua Nugini.
Saat ini ada beberapa varian tank Leopard. Varian yang diklaim terbaik adalah Leopard 2A6. Varian bermesin disel ini pengembangan dari Lopard 2A5. Leopard 2A6 diklaim melebihi Abrams M1A2, Challenger 2 dan Leclerc dalam hal perlindungan, daya tembak dan mobilitas.
Leopard 2A6 dan variannya digunakan militer Jerman, Kanada, Yunani, Belanda, Portugal dan Spanyol. Tank tangguh ini diproduksi Jerman dan Spanyol.
Sumber: Jurnas
24 Januari 2012, Jakarta: Meskipun menolak pengadaan tank bekas Pemerintah Belanda jenis Leopard 2A6, DPR menegaskan menyetujui pengadaan main battle tank (MBT). DPR dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan serta TNI akan memperdalam kajian terhadap kebutuhan MBT ini.
"Untuk pengadaan MBT kami setuju. Tapi untuk detailnya perlu pembahasan. Kami senang ada dialog, karena mereka sebelumnya tidak terbuka dan kesannya sudah pasti akan membeli Leopard,” kata wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin usai raker Komisi I dengan Kementerian Pertahanan dan TNI di Jakarta, Selasa (24/1).
Dia menuturkan, penolakan DPR terhadap rencana pembelian tank Leopard bukan hanya atas pertimbangan kecocokan dengan wilayah geografis Indonesia, tapi juga pertimbangan rencana strategis (renstra), anggaran, dan ancaman.
Dalam raker tersebut terungkap kebutuhan TNI adalah pada MBT, bukan pada Leopard. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyebutkan, MBT yang dibeli tidak harus Leopard asal memenuhi spesifikasi kebutuhan TNI sebagai pengguna. “Kami akan memperdalam semua aspek, karena jumlah uang belum disepakati dan TNI sendiri ternyata belum memutuskan pembelian Leopard,” imbuh Tubagus.
TNI Kaji MBT Selain Leopard
Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menyatakan main battle tank (MBT) Leopard milik militer Belanda bukan pilihan mutlak dalam rencana pembelian tank.
“Leopard sedang dibahas, dan itu baru satu opsi untuk pengadaan alutsista. Keputusannya belum final dan kami masih mengkaji mana yang lebih tepat,” kata Agus, di sela-sela Raker dengan Komisi I di Gedung DPR, Selasa (24/1). Menurutnya, saat ini TNI khususnya TNI AD memerlukan tank berat untuk pertahanan nasional.
Pengadaan ini merupakan salah satu program dalam modernisasi alutsista demi mencapai Minimum Essential Forces (MEF). Panglima juga meminta persoalan ini tidak dijadikan isu yang mencolok sehingga seolah-olah terdapat masalah antara pemerintah dengan DPR.
“Leopard itu salah satunya, jadi tidak hanya Leopard. Mohon tidak dijadikan isu seolah pemerintah dan DPR tidak cocok,” katanya. Menurutnya, selain Tank Leopard yang ditawarkan Belanda ada juga tawaran MBT lain dari negara yang berbeda.
Dalam hal ini, TNI sedang melakukan kajian untuk mendapatkan pilihan yang terbaik. Namun begitu, dia tidak merinci tank lainnya tersebut. “Kami sedang mencari solusi terbaik mana main battle tank yang paling tepat," katanya.
Jerman Tawarkan Leopard
Selain Belanda, ternyata Jerman juga menawarkan tank Leopard pada Indonesia. Perwakilan negara pembuat tank tempur (MBT) itu bahkan akan datang ke Indonesia untuk melakukan pembicaraan terkait rencana jual beli ini.
“Tanggal 26 nanti tim Jerman akan datang ke Indonesia. Jadi kami bisa membandingkan apakah lebih baik membeli di Jerman atau Belanda,” kata Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo dalam raker antara Komisi I dengan Kemhan dan Panglima TNI di gedung DPR, Selasa (24/1).
Menurut KSAD, persoalan ketidaksetujuan parlemen Belanda terhadap penjualan Leopard pada Indonesia sudah disampaikan pada pemerintah Belanda. Dalam pertemuan dengan Belanda, 21 Desember 2011 lalu, KSAD telah mempertanyakan keseriusan Belanda dalam menjual Leopard-nya.
“Mereka tanya, kami jadi mau beli atau tidak. Sebelum saya jawab saya tanya, Belanda jadi jual atau tidak,” katanya.
Pengadaan MBT ini, kata Pramono, untuk menyamakan teknologi alutsista dengan negara-negara lain. Di wilayah Asia Tenggara, mayoritas negara telah memilikinya, bahkan di seluruh dunia.
Selain Indonesia, negara yang belum memiliki MBT adalah Timor Leste dan Papua Nugini.
Saat ini ada beberapa varian tank Leopard. Varian yang diklaim terbaik adalah Leopard 2A6. Varian bermesin disel ini pengembangan dari Lopard 2A5. Leopard 2A6 diklaim melebihi Abrams M1A2, Challenger 2 dan Leclerc dalam hal perlindungan, daya tembak dan mobilitas.
Leopard 2A6 dan variannya digunakan militer Jerman, Kanada, Yunani, Belanda, Portugal dan Spanyol. Tank tangguh ini diproduksi Jerman dan Spanyol.
Sumber: Jurnas
Kemhan Akan Gunakan Pagu 2012 untuk Peningkatan Alutsista TNI
HIMARS (High Mobility Artillery Rocket System) dilirik TNI AD. (Foto: Lockheed Martin)
24 Januari 2012, Senayan: Menhan Purnomo Yusgiantoro berjanji akan menggunakan alokasi peningkatan anggaran Kemenhan 2012 sebesar Rp 72,5 triliun untuk berbagai keperluan bagi peningkatan kemampuan TNI dan modernisasi alutsista TNI.
Purnomo mengatakan, dana Kemenhan 2012 sebesar itu akan dipergunakan untuk meningkatkan pemberdayaan wilayah dalam menghadapi ancaman, peningkatan penerapan sistem pertahanan yang terintegrasi, dan untuk peningkatan personel Kementerian Pertahanan. Selain itu, untuk mewujudkan sistem tekhnologi pertahanan yang mutakhir dan mewujudkan kemanunggulangan TNI dengan rakyat.
“Peningkatan anggaran Kemenhan 2012 itu juga akan kami gunakan untuk meningkatkan komponen cadangan dan komponen pendukung. Dengan upaya untuk mencapai kemampuan TNI, peningkatan kemampuan intelejen,” tegas Menhan Purnomo Yusgiantoro dalam raker dengan Komisi I DPR, Selasa (24/1).
Menurut Menhan, peningkatan anggaran Kemenhan 2012 ini juga akan digunakan untuk terlaksananya pencapaian sasaran kekuatan Kemenhan, terlaksananya outcome organisasi, memaksimalkan peran personil yang ada, peningkatan material fasilitas dan jasa, pengembangan sistem dan metode, sekaligus peningkatan pendidikan dan pelatihan prajurit yang ada.
”Juga untuk meningkatkan latihan dan operasi keamanan bagi prajurit TNI,” tegasnya.
Menhan mengatakan, realisasi dari penggunaan anggaran pagu 2012 ini dengan sasaran terwujudnya postur dan struktur pertahanan Kemenhan sebesar 28,7 % dari kekuatan minimum, untuk melaksanakan operasi yang ada, yang memiliki effect getar.
”Dari anggaran 2012 ini kami juga akan membangun 25 pos pertahanan baru di perbatasan darat dan terbangunnya 5 pos di perbatasan di pulau terdepan terluar beserta penggelaran kekuatan prajurit. Selain itu, anggaran sebesar ini juga untuk mendukung pemberdayagunaan industri pertahanan strategis dalam negeri untuk mendukung alutsista bagi TNI sebesar 15,8 % dari akulisisi alutsista TNI tahun 2012 ini,” tegas Purnomo.
Peningkatan anggaran 2012 ini, menurut Purnomo, juga akan digunakan untuk mendukung pengembangan teknologi pesawat tempur KFX/ IFX , Panser Canon, dan kapal kawal perusak rudal. ” Dimana pencapaian ini akan meningkatkan kemandirian alutsista bagi TNI dari kuantitas, kualitas dan variasinya,” tegasnya.
TNI AD Lirik Peluncur Roket Canggih, HIMARS
Selain pengadaan main battle tank, TNI AD juga melirik multiple launch rocket system (MLRS) untuk penguatan pertahanan darat. MLRS ini juga dapat difungsikan sebagai antipesawat tempur.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhi Wibowo dalam paparannya saat raker antara Komisi I dan Kementerian Pertahanan mengungkapkan, rencana pengadaan MLRS ini sudah dimasukkan dalam shopping list alat utama sistem senjata (alutsista) TNI AD. Salah satu yang menjadi incaran adalah rudal tangguh High Mobility Artilery Rocket System (HIMARS). “Untuk penangkis serangan udara karena yang kami punya saat ini kelahiran tahun 1960-an. Setelah tahu harganya akan kami sampaikan,”kata KSAD di gedung DPR RI, Selasa (24/1).
Dengan memiliki senjata canggih semacam ini, KSAD yakin, Indonesia akan memiliki efek gentar terhadap negara-negara lain sehingga tidak akan mengganggu kedaulatan negara. Tidak kalah dengan tank Leopard yang mampu merontokkan beberapa tank dengan hanya satu tank Leopard, HIMARS ini memiliki jarak tembak sejauh 70 km dengan akurasi 10 meter.
“Bahkan jarak tembaknya bisa ditingkatkan menjadi 300 km. Sehingga negara lain akan gentar. Tak akan ada lagi patok Indonesia diusik. Lu cabut patok, gue sikat," selorohnya.
Peluncur roket HIMARS yang dikembangkan Lockheed Martin pada 1996 adalah senjata mobile dengan setiap peluncur yang mampu menembakkan enam roket dalam waktu 45 detik. Selain Amerika Serikat, yang merupakan negara produsen, Uni Emirat Arab dan Singapura juga telah memiliki rudal canggih ini. HIMARS baru diproduksi secara resmi melalui kontrak yang ditanda tangani pada Desember 2005.
Sebelumnya, KSAD menyebutkan telah menyusun daftar belanja (shopping list) pengadaan alutsista untuk mencapai Minimum Essential Forces. Selain MBT dan MLRS, TNI AD juga akan melakukan pengadaan helikopter serang, meriam 155 dengan jarak tembak 40 km, dan helikopter serbu.
Sumber: Jurnal Parlemen/Jurnas
24 Januari 2012, Senayan: Menhan Purnomo Yusgiantoro berjanji akan menggunakan alokasi peningkatan anggaran Kemenhan 2012 sebesar Rp 72,5 triliun untuk berbagai keperluan bagi peningkatan kemampuan TNI dan modernisasi alutsista TNI.
Purnomo mengatakan, dana Kemenhan 2012 sebesar itu akan dipergunakan untuk meningkatkan pemberdayaan wilayah dalam menghadapi ancaman, peningkatan penerapan sistem pertahanan yang terintegrasi, dan untuk peningkatan personel Kementerian Pertahanan. Selain itu, untuk mewujudkan sistem tekhnologi pertahanan yang mutakhir dan mewujudkan kemanunggulangan TNI dengan rakyat.
“Peningkatan anggaran Kemenhan 2012 itu juga akan kami gunakan untuk meningkatkan komponen cadangan dan komponen pendukung. Dengan upaya untuk mencapai kemampuan TNI, peningkatan kemampuan intelejen,” tegas Menhan Purnomo Yusgiantoro dalam raker dengan Komisi I DPR, Selasa (24/1).
Menurut Menhan, peningkatan anggaran Kemenhan 2012 ini juga akan digunakan untuk terlaksananya pencapaian sasaran kekuatan Kemenhan, terlaksananya outcome organisasi, memaksimalkan peran personil yang ada, peningkatan material fasilitas dan jasa, pengembangan sistem dan metode, sekaligus peningkatan pendidikan dan pelatihan prajurit yang ada.
”Juga untuk meningkatkan latihan dan operasi keamanan bagi prajurit TNI,” tegasnya.
Menhan mengatakan, realisasi dari penggunaan anggaran pagu 2012 ini dengan sasaran terwujudnya postur dan struktur pertahanan Kemenhan sebesar 28,7 % dari kekuatan minimum, untuk melaksanakan operasi yang ada, yang memiliki effect getar.
”Dari anggaran 2012 ini kami juga akan membangun 25 pos pertahanan baru di perbatasan darat dan terbangunnya 5 pos di perbatasan di pulau terdepan terluar beserta penggelaran kekuatan prajurit. Selain itu, anggaran sebesar ini juga untuk mendukung pemberdayagunaan industri pertahanan strategis dalam negeri untuk mendukung alutsista bagi TNI sebesar 15,8 % dari akulisisi alutsista TNI tahun 2012 ini,” tegas Purnomo.
Peningkatan anggaran 2012 ini, menurut Purnomo, juga akan digunakan untuk mendukung pengembangan teknologi pesawat tempur KFX/ IFX , Panser Canon, dan kapal kawal perusak rudal. ” Dimana pencapaian ini akan meningkatkan kemandirian alutsista bagi TNI dari kuantitas, kualitas dan variasinya,” tegasnya.
TNI AD Lirik Peluncur Roket Canggih, HIMARS
Selain pengadaan main battle tank, TNI AD juga melirik multiple launch rocket system (MLRS) untuk penguatan pertahanan darat. MLRS ini juga dapat difungsikan sebagai antipesawat tempur.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhi Wibowo dalam paparannya saat raker antara Komisi I dan Kementerian Pertahanan mengungkapkan, rencana pengadaan MLRS ini sudah dimasukkan dalam shopping list alat utama sistem senjata (alutsista) TNI AD. Salah satu yang menjadi incaran adalah rudal tangguh High Mobility Artilery Rocket System (HIMARS). “Untuk penangkis serangan udara karena yang kami punya saat ini kelahiran tahun 1960-an. Setelah tahu harganya akan kami sampaikan,”kata KSAD di gedung DPR RI, Selasa (24/1).
Dengan memiliki senjata canggih semacam ini, KSAD yakin, Indonesia akan memiliki efek gentar terhadap negara-negara lain sehingga tidak akan mengganggu kedaulatan negara. Tidak kalah dengan tank Leopard yang mampu merontokkan beberapa tank dengan hanya satu tank Leopard, HIMARS ini memiliki jarak tembak sejauh 70 km dengan akurasi 10 meter.
“Bahkan jarak tembaknya bisa ditingkatkan menjadi 300 km. Sehingga negara lain akan gentar. Tak akan ada lagi patok Indonesia diusik. Lu cabut patok, gue sikat," selorohnya.
Peluncur roket HIMARS yang dikembangkan Lockheed Martin pada 1996 adalah senjata mobile dengan setiap peluncur yang mampu menembakkan enam roket dalam waktu 45 detik. Selain Amerika Serikat, yang merupakan negara produsen, Uni Emirat Arab dan Singapura juga telah memiliki rudal canggih ini. HIMARS baru diproduksi secara resmi melalui kontrak yang ditanda tangani pada Desember 2005.
Sebelumnya, KSAD menyebutkan telah menyusun daftar belanja (shopping list) pengadaan alutsista untuk mencapai Minimum Essential Forces. Selain MBT dan MLRS, TNI AD juga akan melakukan pengadaan helikopter serang, meriam 155 dengan jarak tembak 40 km, dan helikopter serbu.
Sumber: Jurnal Parlemen/Jurnas
Menhan Minta APBN-P 2012 Alokasikan Biaya Hibah Hercules
C-130H Hercules A97-009 dari No. 37 Squadron RAAF. (Foto: Australia DoD)
24 Januari 2012, Senayan: Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro meminta Komisi I DPR dapat mendukung penerimaan hibah pesawat angkut militer Hercules jenis C130 seri H dari Australia sebanyak empat unit. Biaya upgrade dan retrofit pesawat Hercules dari Australia sekitar Rp 350 miliar diharapkan dapat dialokasikan dalam APBN-P 2012.
"Kami berharap (alokasi dana) terkait rencana Kemhan menerima hibah empat unit pesawat Hercules bekas dari Australia itu dalam APBN–P 2012 ini. Mengingat dalam APBN 2012 dalam semester I ini, belum ada alokasi untuk kepentingan itu," kata Purnomo dalam raker dengan Komisi I DPR, Selasa (24/1).
Menhan mengatakan, bahwa keputusan Australia memberikan hibah 4 unit Hercules ini setelah mendapat persetujuan dari AS, sebagai negara produsen pesawat tersebut. "Di mana dalam pertemuan Presiden RI dengan PM Australia dan Presiden AS di Bali tahun lalu, pihak Australia secara resmi menyampaikan pada Presiden SBY, bahwa telah ada persetujuan dari AS," ungkapnya.
Sebelum Menhan memberikan penjelasan, Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin sempat mempertanyakan soal kebenaran rencana Pemerintah RI menerima hibah pesawat Hercules bekas dari Austrlia tersebut. Mengingat sebelumnya pemerintah tidak pernah memberikan informasi dan kepastian untuk menerima hibah pesawat tersebut. Meski tahun sebelumnya sesungguhnya DPR telah menyetuji alokasi anggaran sebesar Rp 450 miliar untuk kepentingan itu.
"Namun kan informasi yang berkembang, batal hibah pesawat itu," tanya Hasanuddin.
Purnomo menambahkan kehadiran empat unit pesawat Hercules itu nantinya akan menambah kekuatan pertahanan Indonesia termasuk untuk membantu akomodasi penanggulangan bencana.
Sumber: Jurnal Parlemen
24 Januari 2012, Senayan: Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro meminta Komisi I DPR dapat mendukung penerimaan hibah pesawat angkut militer Hercules jenis C130 seri H dari Australia sebanyak empat unit. Biaya upgrade dan retrofit pesawat Hercules dari Australia sekitar Rp 350 miliar diharapkan dapat dialokasikan dalam APBN-P 2012.
"Kami berharap (alokasi dana) terkait rencana Kemhan menerima hibah empat unit pesawat Hercules bekas dari Australia itu dalam APBN–P 2012 ini. Mengingat dalam APBN 2012 dalam semester I ini, belum ada alokasi untuk kepentingan itu," kata Purnomo dalam raker dengan Komisi I DPR, Selasa (24/1).
Menhan mengatakan, bahwa keputusan Australia memberikan hibah 4 unit Hercules ini setelah mendapat persetujuan dari AS, sebagai negara produsen pesawat tersebut. "Di mana dalam pertemuan Presiden RI dengan PM Australia dan Presiden AS di Bali tahun lalu, pihak Australia secara resmi menyampaikan pada Presiden SBY, bahwa telah ada persetujuan dari AS," ungkapnya.
Sebelum Menhan memberikan penjelasan, Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin sempat mempertanyakan soal kebenaran rencana Pemerintah RI menerima hibah pesawat Hercules bekas dari Austrlia tersebut. Mengingat sebelumnya pemerintah tidak pernah memberikan informasi dan kepastian untuk menerima hibah pesawat tersebut. Meski tahun sebelumnya sesungguhnya DPR telah menyetuji alokasi anggaran sebesar Rp 450 miliar untuk kepentingan itu.
"Namun kan informasi yang berkembang, batal hibah pesawat itu," tanya Hasanuddin.
Purnomo menambahkan kehadiran empat unit pesawat Hercules itu nantinya akan menambah kekuatan pertahanan Indonesia termasuk untuk membantu akomodasi penanggulangan bencana.
Sumber: Jurnal Parlemen
KRI Pati Unus Muhibah ke India
KRI Pati Unus-384 korvet kelas Parchim. (Foto: Dispenal)
24 Januari 2012, Jakarta: Salah satu Kapal Republik Indonesia (KRI) di bawah jajaran Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) yakni KRI Pati Unus-384 melakukan muhibah ke Port Blair India. Muhibah tersebut diberi sandi Operasi Satuan Tugas (Satgas) MILAN 2012.
Selain memenuhi undangan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) India pada kegiatan MILAN 2012, kunjungan tersebut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kerja sama dan mempererat hubungan baik Angkatan Laut India dan Angkatan Laut Indonesia maupun kedua negara yang telah terbina selama ini.
KRI Pati Unus-384 yang dikomandani Letkol Laut (P) Eka Prabawa, sehari-harinya merupakan kapal di bawah binaan Satuan Kapal Eskorta (Satkor) Koarmabar merupakan perwakilan dari Angkatan Laut Indonesia untuk berpatisipasi dalam kegiatan MILAN 2012 yang diselenggarakan Angkatan Laut India.
Operasi Satgas MILAN 2012 mempunyai sasaran di antaranya terjalinnya kerja sama antar Angkatan Laut Indonesia dengan Angkatan Laut Negara peserta Milan 2012,Tercapainya diplomasi TNI AL sebagai salah satu tugas yang diembannya, tercapainya tingkat kesiapan unsur TNI AL dalam hal ini KRI Pati Unus-384 sesuai dengan fungsi asasinya, terpeliharanya profesionalisme ABK melalui latihan selama Lintas Laut dan Passex.
KRI Pati Unus-384 yang terlibat dalam MILAN 2012 akan mengikuti serangkaian kegiatan. Di antaranya, kunjungan muhibah TNI AL (KRI PTS – 384) ke Port Blair India, mengikuti seminar tentang ”Building Capacity Through Maritime Cooperation”, Diskusi dan latihan bersama Angkatan Laut India (Table Top Exercise), olah raga bersama, cocktail party, atraksi kebudayaan dan makanan tradisional, kirab kota dan Passex.
Pelayaran KRI Pati Unus-384 menuju Port Blair India telah dilaksanakan sejak minngu 22 Januari 2012 dengan rute Jakarta – Tanjung Uban – Sabang – Port Blair – Belawan - Tanjung Uban – Jakarta. Personel yang terlibat dalam Satgas MILAN 2012 ini berjumlah 102 Personel terdiri dari 85 orang ABK KRI Pati Unus-384, 12 orang Staf Satgas MILAN 2012, satu orang Bintara Kesehatan dari Diskesarmabar, dua orang penyelam dari Dislambairarmabar dan dua orang staf Dispenarmabar.
Sumber: PRLM
24 Januari 2012, Jakarta: Salah satu Kapal Republik Indonesia (KRI) di bawah jajaran Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) yakni KRI Pati Unus-384 melakukan muhibah ke Port Blair India. Muhibah tersebut diberi sandi Operasi Satuan Tugas (Satgas) MILAN 2012.
Selain memenuhi undangan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) India pada kegiatan MILAN 2012, kunjungan tersebut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kerja sama dan mempererat hubungan baik Angkatan Laut India dan Angkatan Laut Indonesia maupun kedua negara yang telah terbina selama ini.
KRI Pati Unus-384 yang dikomandani Letkol Laut (P) Eka Prabawa, sehari-harinya merupakan kapal di bawah binaan Satuan Kapal Eskorta (Satkor) Koarmabar merupakan perwakilan dari Angkatan Laut Indonesia untuk berpatisipasi dalam kegiatan MILAN 2012 yang diselenggarakan Angkatan Laut India.
Operasi Satgas MILAN 2012 mempunyai sasaran di antaranya terjalinnya kerja sama antar Angkatan Laut Indonesia dengan Angkatan Laut Negara peserta Milan 2012,Tercapainya diplomasi TNI AL sebagai salah satu tugas yang diembannya, tercapainya tingkat kesiapan unsur TNI AL dalam hal ini KRI Pati Unus-384 sesuai dengan fungsi asasinya, terpeliharanya profesionalisme ABK melalui latihan selama Lintas Laut dan Passex.
KRI Pati Unus-384 yang terlibat dalam MILAN 2012 akan mengikuti serangkaian kegiatan. Di antaranya, kunjungan muhibah TNI AL (KRI PTS – 384) ke Port Blair India, mengikuti seminar tentang ”Building Capacity Through Maritime Cooperation”, Diskusi dan latihan bersama Angkatan Laut India (Table Top Exercise), olah raga bersama, cocktail party, atraksi kebudayaan dan makanan tradisional, kirab kota dan Passex.
Pelayaran KRI Pati Unus-384 menuju Port Blair India telah dilaksanakan sejak minngu 22 Januari 2012 dengan rute Jakarta – Tanjung Uban – Sabang – Port Blair – Belawan - Tanjung Uban – Jakarta. Personel yang terlibat dalam Satgas MILAN 2012 ini berjumlah 102 Personel terdiri dari 85 orang ABK KRI Pati Unus-384, 12 orang Staf Satgas MILAN 2012, satu orang Bintara Kesehatan dari Diskesarmabar, dua orang penyelam dari Dislambairarmabar dan dua orang staf Dispenarmabar.
Sumber: PRLM
Panglima TNI Berharap DPR Dukung Pembelian Tank Leopard
Leopard 2 milik Bundeswehr manuver di tanah berlumpur. (Foto: Bundeswehr)
24 Januari 2012, Senayan: Sejumlah anggota Komisi I DPR memanfaatkan forum raker dengan Menhan dan Panglima TNI untuk mempertanyakan rencana pembelian tank Leopard bekas dari Belanda. Sebab, selama ini, tidak ada usulan dari Kemhan dan TNI untuk pembelian alutsista bekas tersebut. Sehingga dinilai, langkah ini keputusan sepihak Kemhan.
Karenanya, sejumlah anggota komisi I DPR pun mengancam akan menolak pembahasan rencana pembelian tank Leopard bekas dari Belanda tersebut. Termasuk tidak akan diizinkan alokasi penggunaan anggarannnya untuk tujuan tersebut.
Merespons atas banyaknya pertanyaan dari komisi I DPR soal ini, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono pun menegaskan rencana pembelian 100 tank Leopard bekas dari Belanda belum final.
"Rencana tersebut masih perlu dibahas dengan Komisi I DPR yang membidangi pertahanan," ujar Agus pada wartawan di sela-sela rapat dengan Komisi I DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1).
Agus mengatakan, TNI memang membutuhkan tank dengan spesifikasi untuk di medan berat. Oleh karena itu, pihaknya mengajukan pembelian tank Leopard sebagai salah satu kebutuhan.
"Karenanya kami berharap Komisi I DPR dapat memahami hal ini dan mendukungnya. Kami pun meminta publik untuk tidak menilai seolah pemerintah dan DPR tidak saling setuju soal rencana tersebut," imbuhnya.
Sementara, mengenai pilihan lain terkait alutsista yang dibutuhkan, Agus menyerahkan kepada KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo. "Biarlah hal ini nantinya TNI Angkatan Darat yang menjelaskan," tutupnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
24 Januari 2012, Senayan: Sejumlah anggota Komisi I DPR memanfaatkan forum raker dengan Menhan dan Panglima TNI untuk mempertanyakan rencana pembelian tank Leopard bekas dari Belanda. Sebab, selama ini, tidak ada usulan dari Kemhan dan TNI untuk pembelian alutsista bekas tersebut. Sehingga dinilai, langkah ini keputusan sepihak Kemhan.
Karenanya, sejumlah anggota komisi I DPR pun mengancam akan menolak pembahasan rencana pembelian tank Leopard bekas dari Belanda tersebut. Termasuk tidak akan diizinkan alokasi penggunaan anggarannnya untuk tujuan tersebut.
Merespons atas banyaknya pertanyaan dari komisi I DPR soal ini, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono pun menegaskan rencana pembelian 100 tank Leopard bekas dari Belanda belum final.
"Rencana tersebut masih perlu dibahas dengan Komisi I DPR yang membidangi pertahanan," ujar Agus pada wartawan di sela-sela rapat dengan Komisi I DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1).
Agus mengatakan, TNI memang membutuhkan tank dengan spesifikasi untuk di medan berat. Oleh karena itu, pihaknya mengajukan pembelian tank Leopard sebagai salah satu kebutuhan.
"Karenanya kami berharap Komisi I DPR dapat memahami hal ini dan mendukungnya. Kami pun meminta publik untuk tidak menilai seolah pemerintah dan DPR tidak saling setuju soal rencana tersebut," imbuhnya.
Sementara, mengenai pilihan lain terkait alutsista yang dibutuhkan, Agus menyerahkan kepada KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo. "Biarlah hal ini nantinya TNI Angkatan Darat yang menjelaskan," tutupnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
Tjahjo Kumolo Dukung Pembelian Tiga Kapal Selam
Penandatanganan kontrak pembelian tiga kapal selam oleh wakil pemerintah Republik Indonesia dan DSME. (Foto: DSME)
24 Januari 2012, Senayan: Anggota Komisi I DPR Tjahjo Kumolo mendukung pengadaan tiga kapal selam yang dibeli dari Korea Selatan (Korsel) untuk memperkuat TNI AL.
"Kita memang sesungguhnya sangat butuh kapal selam mendesak paling tidak empat unit. Karenanya atas tercapainya kontrak pengadaan pengadaan kapal selam dengan Korsel, kita akan mendukungnya," ujar Tjahjo Kumolo di sela-sela raker dengan Menhan Purnomo Yusgiantoro di Komisi I DPR, Selasa (24/1).
Sebelumnya, Komisi I DPR telah menyetujui anggaran untuk membelian dua unit kapal selam. Dua kapal selam yang harus dimiliki RI itu memiliki kemampuan setera dengan kemampuan kapal selam yang dimiliki Singapura. Namun, pemerintah dengan alokasi anggaran yang telah disetujui DPR, membeli tiga kapal selam dari Korsel, meski kemampuan kapal selam yang nantinya akan dimiliki itu kemampuannya di bawah dari kemampuan kapal selam milik Singapura, namun setara dengan kapal selam yang dimiliki oleh Malaysia.
"Saya kira kita tidak akan mempermasalahkan itu. Karena pembelian kapal selam itu dalam kondisi baru. Yang penting tidak barang bekas," tegas Tjahjo.
Sekjen DPP PDIP ini juga menjelaskan, dalam raker dengan Menhan dan jajarannya ini, ia dan anggota Komisi I lainnya akan mengkritisi soal pengadaan alutsista untuk TNI, yang belakangan melenceng dari tujuan semula. Misalnya, rencana pembelian tank Leopard bekas dari Belanda, yang tiba-tiba muncul dan tidak dibahas lebih dahulu di Komisi I. "Termasuk rencana menerima hibah pesawat Hercules bekas dari Australia, yang ini juga belum disepakati di DPR," tegasnya.
Tjahjo mengatakan, Komisi I memliki kepentingan untuk meluruskan rencana modernisasi alutsista bagi TNI yang ideal dalam jangka pendek, menegah dan panjang, agar sesuai rencana awal. Di antaranya mengedepankan produksi dalam negeri. "Karenanya kita akan pertanyakan pengadaan-pengadaan alutsista yang belakangan ini muncul mendadak dan terkesan tidak sesuai rencana awal.
Sumber: Jurnal Parlemen
24 Januari 2012, Senayan: Anggota Komisi I DPR Tjahjo Kumolo mendukung pengadaan tiga kapal selam yang dibeli dari Korea Selatan (Korsel) untuk memperkuat TNI AL.
"Kita memang sesungguhnya sangat butuh kapal selam mendesak paling tidak empat unit. Karenanya atas tercapainya kontrak pengadaan pengadaan kapal selam dengan Korsel, kita akan mendukungnya," ujar Tjahjo Kumolo di sela-sela raker dengan Menhan Purnomo Yusgiantoro di Komisi I DPR, Selasa (24/1).
Sebelumnya, Komisi I DPR telah menyetujui anggaran untuk membelian dua unit kapal selam. Dua kapal selam yang harus dimiliki RI itu memiliki kemampuan setera dengan kemampuan kapal selam yang dimiliki Singapura. Namun, pemerintah dengan alokasi anggaran yang telah disetujui DPR, membeli tiga kapal selam dari Korsel, meski kemampuan kapal selam yang nantinya akan dimiliki itu kemampuannya di bawah dari kemampuan kapal selam milik Singapura, namun setara dengan kapal selam yang dimiliki oleh Malaysia.
"Saya kira kita tidak akan mempermasalahkan itu. Karena pembelian kapal selam itu dalam kondisi baru. Yang penting tidak barang bekas," tegas Tjahjo.
Sekjen DPP PDIP ini juga menjelaskan, dalam raker dengan Menhan dan jajarannya ini, ia dan anggota Komisi I lainnya akan mengkritisi soal pengadaan alutsista untuk TNI, yang belakangan melenceng dari tujuan semula. Misalnya, rencana pembelian tank Leopard bekas dari Belanda, yang tiba-tiba muncul dan tidak dibahas lebih dahulu di Komisi I. "Termasuk rencana menerima hibah pesawat Hercules bekas dari Australia, yang ini juga belum disepakati di DPR," tegasnya.
Tjahjo mengatakan, Komisi I memliki kepentingan untuk meluruskan rencana modernisasi alutsista bagi TNI yang ideal dalam jangka pendek, menegah dan panjang, agar sesuai rencana awal. Di antaranya mengedepankan produksi dalam negeri. "Karenanya kita akan pertanyakan pengadaan-pengadaan alutsista yang belakangan ini muncul mendadak dan terkesan tidak sesuai rencana awal.
Sumber: Jurnal Parlemen
Tri Tamtomo: Meminta Radar TNI AU dan Lanal Diperbaharui
Dari kiri Menhan Purnomo Yusgiantoro, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, KASAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, dan KASAL Laksamana TNI Soeparno menyimak pertanyaan anggota Komisi I DPR saat rapat kerja di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/1). Pertemuan tersebut selain membahas program revitalisasi industri pertahanan dalam negeri juga menyoroti rencana pembelian 100 tank Leopard buatan Jerman milik Belanda. (Foto: ANTARA/Andika Wahyu/ss/pd/12)
24 Januari 2012, Senayan: Anggota Komisi I DPR Letjend (Purn) Tri Tamtomo menyatakan keprihatinnanya yang mendalam atas kondisi sejumlah radar yang dimiliki TNI saat ini. Baik radar milik TNI AU dan Lanal, yang jauh dari kondisi baik dalam menjalankan misi pengintaian. Bahkan, sejumlah radar itu sangat jauh dari kemampuan penginderaanya, oleh sebab usia dan daya kemampuan radar tersebut yang di bawah kondisi rata-rata.
“Saya sebelumnya dalam sebuah kegiatan kunker ke daerah perbatasan tertentu melihat sendiri akan kondisi radar yang kita miliki sangat jauh dari kondisi normal. Bahkan, fungsi penginderaannya sangat minim. Saat itu saya langsung telepon Wamenhan Pak Safri untuk masalah ini,” tegas Tri Tamtomo dalam raker dengan Menhan di Komisi I DPR, Selasa (24/1).
Politisi PDI-P ini mengatakan, radar yang kurang memberikan fungsi penginderaan itu buatan AS, namun produksi sudah lama. Karenanya, dengan anggaran Kemenhan 2012 ini yang meningkat, sementara perusaan dalam negeri saat ini juga sudah ada yang menghasilkan produksi radar untuk militer yang memadai, ia meminta itu segera perbarui.
“Saya kira produksi radar seperti PT Inti Land sudah sangat baik untuk dipakai di dalam negeri. Dengan dasar Keppres 54 tahun 2010 tentang belanja barang dalam negeri, sebagai upaya modernisasi perlengkapan TNI dengan produksi dalam negeri sendiri,” tegasnya.
Dalam raker tersebut Tri Tamtomo juga mempertanyakan terkait pengadaan alutsista TNI, termasuk dalam rencana Tank Leopard bekas dari Belanda. Karena belanja alutsita TNI dengan cara impor, bekas pula, tidak sejalan dengan Keprres tersebut. Yaitu, sebagai upaya mewujudkan moderniasasi alutsista dengan produksi alutsista dalam negeri saat ini.
”Akibat dalam masalah ini, muculah (istilah) gasak, gesek, gosok, dan geger. Seolah–olah DPR lawan dengan pemerintah dalam rencana beli barang. Dalam kasus ini, pihak ketiga turut memperkeruh suasana. Karena itu marilah kita kembali komitmen untuk pengadaan alutsista untuk TNI ini, kembali pada rencana semula, dari hasil produksi dalam negeri sendiri,” tegasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
24 Januari 2012, Senayan: Anggota Komisi I DPR Letjend (Purn) Tri Tamtomo menyatakan keprihatinnanya yang mendalam atas kondisi sejumlah radar yang dimiliki TNI saat ini. Baik radar milik TNI AU dan Lanal, yang jauh dari kondisi baik dalam menjalankan misi pengintaian. Bahkan, sejumlah radar itu sangat jauh dari kemampuan penginderaanya, oleh sebab usia dan daya kemampuan radar tersebut yang di bawah kondisi rata-rata.
“Saya sebelumnya dalam sebuah kegiatan kunker ke daerah perbatasan tertentu melihat sendiri akan kondisi radar yang kita miliki sangat jauh dari kondisi normal. Bahkan, fungsi penginderaannya sangat minim. Saat itu saya langsung telepon Wamenhan Pak Safri untuk masalah ini,” tegas Tri Tamtomo dalam raker dengan Menhan di Komisi I DPR, Selasa (24/1).
Politisi PDI-P ini mengatakan, radar yang kurang memberikan fungsi penginderaan itu buatan AS, namun produksi sudah lama. Karenanya, dengan anggaran Kemenhan 2012 ini yang meningkat, sementara perusaan dalam negeri saat ini juga sudah ada yang menghasilkan produksi radar untuk militer yang memadai, ia meminta itu segera perbarui.
“Saya kira produksi radar seperti PT Inti Land sudah sangat baik untuk dipakai di dalam negeri. Dengan dasar Keppres 54 tahun 2010 tentang belanja barang dalam negeri, sebagai upaya modernisasi perlengkapan TNI dengan produksi dalam negeri sendiri,” tegasnya.
Dalam raker tersebut Tri Tamtomo juga mempertanyakan terkait pengadaan alutsista TNI, termasuk dalam rencana Tank Leopard bekas dari Belanda. Karena belanja alutsita TNI dengan cara impor, bekas pula, tidak sejalan dengan Keprres tersebut. Yaitu, sebagai upaya mewujudkan moderniasasi alutsista dengan produksi alutsista dalam negeri saat ini.
”Akibat dalam masalah ini, muculah (istilah) gasak, gesek, gosok, dan geger. Seolah–olah DPR lawan dengan pemerintah dalam rencana beli barang. Dalam kasus ini, pihak ketiga turut memperkeruh suasana. Karena itu marilah kita kembali komitmen untuk pengadaan alutsista untuk TNI ini, kembali pada rencana semula, dari hasil produksi dalam negeri sendiri,” tegasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
Parlemen: Kemhan Diminta Gunakan Anggaran Secara Tepat Sasaran
24 Januari 2012, Senayan: Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq meminta Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan Mabes TNI dapat menggunakan peningkatan anggaran 2012 yang sangat signifikan, di antaranya untuk kepentingan belanja alutsista yang tepat sasaran dan sesuai rencana strategis (renstra) postur pertahanan yang ideal, serta telah disetujui Komisi I.
"Pada anggaran 2012 ini, Kemhan mendapat alokasi pagu definitif sebesar Rp 72,5 triliun. Pembahasan awal hanya sekitar Rp 64 triliun," ujar Mahfudz Siddiq dalam raker dengan Menhan Purnomo Yusgiantoro dan jajarannya di Ruang Komisi I DPR, Selasa (24/1).
Menurut Mahfudz, pagu definitif sebesar itu masih ditambah Rp 8 triliun. "Dana tambahan Rp 8 triliun itu khusus ditujukan untuk program remunerasi di jajaran prajurit TNI, Kemhan, dan Mabes TNI," tegas Wasekjen DPP PKS ini.
Besaran dan peningkatan anggaran bagi Kemhan 2012 itu masih belum cukup sampai di situ, karena masih ada tambahan sebesar 6,5 miliar dolar AS dari pinjaman luar negeri, khusus untuk belanja alutsista TNI.
"Dari tambahan pinjaman luar negeri untuk belanja alutsista bagi TNI ini, saya rasa pembagiannya juga sudah proporsional yakni 1,4 miliar dolar AS di antarannya untuk belanja alutsista bagi TNI AD, 2,1 miliar dolar AS untuk TNI AL, dan 2,6 miliar dolar AS untuk TNI AU," tegasnya.
Dalam kesempatan ini, Mahfudz juga menyampaikan apresiasinya atas penyerapan anggaran Kemhan tahun 2011, yang paling tinggi di antara kementerian lainnya, yaitu mencapai angka 94,7 persen. "Ini perlu kita apresiasi di tengah kondisi kementerian lainnya yang kemampuan serapannya tidak sampai sebesar itu atau belum optimal," tegasnya.
Namun, Komisi I mengingatkan, hasil audit anggaran Kemhan 2010 oleh BPK, adalah wajar tanpa pengecualian. "Ini tentu menjadi PR bagi Pak Menteri agar hasil audit BPK dalam anggaran Kemhan di 2010 lalu itu menjadi perhatian dan terus diperbaiki agar pada 2012 ini perbaikan itu tercapai," tegasnya.
Sumber: Jurnal Parlemen
Politisi: Pemerintah Dianjurkan Cari Alternatif Selain Tank Leopard
MBT Leopard 2A4 milik SAF. (Foto: Mindef)
24 Januari 2012, Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI Mohammad Syahfan Badri Sampurno menganjurkan pemerintah agar mulai menelusuri alternatif lain dalam pengadaan tank tempur, di luar jenis Leopard 2A6 eks Belanda.
Dalam hal ini dan sesuai arahan presiden SBY, katanya di sela-sela rapat kerja dengan Menhan dan Panglima TNI di Komisi I DPR Jakarta, Selasa, PT Pindad sudah melakukan kajian dan rencana pembuatan prototipe jenis tank tempur ini.
Selain itu, menurut dia, biaya pembelian tank domestik pasti lebih murah dan sekaligus pula menunjukkan kemandirian Indonesia serta menghidupkan industri pertahanan dalam negeri.
"Kalaupun karena kebutuhan mendesak harus impor, pemerintah mesti mencari negara yang tidak terlalu mendikte kita dalam urusan pembeliannya, apa lagi ada ancaman embargo," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan perlunya Kemenhan mempertimbangkan adanya mosi penolakan dari parlemen Belanda, yang meminta pemerintah Belanda untuk membatalkan rencana penjualan tank Leopard kepada Indonesia.
Dengan adanya desakan parlemen itu, ia menambahkan, pasti akan membuat pemerintah Belanda berada dalam posisi sulit untuk mengabulkan keinginan pemerintah Indonesia.
"Karena itu, sebagai bangsa yang berdaulat dan memiliki harga diri, sudah seharusnya pemerintah berinisiatif membatalkan rencana membeli tank jenis Leopard itu," katanya menegaskan.
Apa lagi, kata dia, juga ada tuduhan bahwa TNI melakukan pelanggaran HAM dan hal itu seharusnya sudah cukup membuat bangsa Indonesia tersinggung.
"Kita berharap pemerintah tidak terburu-buru dan gegabah dengan memaksa keinginan untuk mengadakan tank jenis Leopard eks Belanda ini. Dari spesifikasi teknis tank ini kurang pas pula untuk medan tempur di Indonesia," ujarnya.
Ia juga menjelaskan, dari spesifikasi teknis tank ini dengan berat hampir 63 ton, maka kendaraan tempur ini akan sulit melakukan manuver tempurnya dan tidak terlalu cocok untuk medan pertempuran di Indonesia serta konsumsi bahan bakar yang sangat besar dengan kapasitas tangki 1 ton.
Sumber: ANTARA News
24 Januari 2012, Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI Mohammad Syahfan Badri Sampurno menganjurkan pemerintah agar mulai menelusuri alternatif lain dalam pengadaan tank tempur, di luar jenis Leopard 2A6 eks Belanda.
Dalam hal ini dan sesuai arahan presiden SBY, katanya di sela-sela rapat kerja dengan Menhan dan Panglima TNI di Komisi I DPR Jakarta, Selasa, PT Pindad sudah melakukan kajian dan rencana pembuatan prototipe jenis tank tempur ini.
Selain itu, menurut dia, biaya pembelian tank domestik pasti lebih murah dan sekaligus pula menunjukkan kemandirian Indonesia serta menghidupkan industri pertahanan dalam negeri.
"Kalaupun karena kebutuhan mendesak harus impor, pemerintah mesti mencari negara yang tidak terlalu mendikte kita dalam urusan pembeliannya, apa lagi ada ancaman embargo," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan perlunya Kemenhan mempertimbangkan adanya mosi penolakan dari parlemen Belanda, yang meminta pemerintah Belanda untuk membatalkan rencana penjualan tank Leopard kepada Indonesia.
Dengan adanya desakan parlemen itu, ia menambahkan, pasti akan membuat pemerintah Belanda berada dalam posisi sulit untuk mengabulkan keinginan pemerintah Indonesia.
"Karena itu, sebagai bangsa yang berdaulat dan memiliki harga diri, sudah seharusnya pemerintah berinisiatif membatalkan rencana membeli tank jenis Leopard itu," katanya menegaskan.
Apa lagi, kata dia, juga ada tuduhan bahwa TNI melakukan pelanggaran HAM dan hal itu seharusnya sudah cukup membuat bangsa Indonesia tersinggung.
"Kita berharap pemerintah tidak terburu-buru dan gegabah dengan memaksa keinginan untuk mengadakan tank jenis Leopard eks Belanda ini. Dari spesifikasi teknis tank ini kurang pas pula untuk medan tempur di Indonesia," ujarnya.
Ia juga menjelaskan, dari spesifikasi teknis tank ini dengan berat hampir 63 ton, maka kendaraan tempur ini akan sulit melakukan manuver tempurnya dan tidak terlalu cocok untuk medan pertempuran di Indonesia serta konsumsi bahan bakar yang sangat besar dengan kapasitas tangki 1 ton.
Sumber: ANTARA News
KASAL: Pengembangan Armada RI Selesai 2014
Sejumlah anggota Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL Koarmatim, menggunakan Sea Raider melintas di depan jajaran kapal perang, di Dermaga Ujung Koarmatim, Surabaya, Jatim, Kamis (20/1). Komando Armada Kawasan Timur (Koarmatim) terus melakukan kesiapan alutsista untuk mendukung operasi pengamanan pulau terluar di wilayah timur Indonesia. (Foto: ANTARA/Eric Ireng/ss/Spt/12)
24 Januari 2012, Jakarta: Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno mengatakan, pengembangan Armada RI menjadi tiga Komando Wilayah Laut (Kowila), diharapkan selesai pada 2014.
"Masih dikaji dan jika perlu pengembangan Armada RI juga sejalan dengan pengembangan organisasi di TNI Angkatan Udara dan TNI Angkatan Darat sehingga kita bersama-sama," katanya seperti dikutip dari Lembaga Kantor Berita Antara di Jakarta, Selasa (24/1/2012).
Ditemui usai membuka Rapat Pimpinan TNI Angkatan Laut 2012, Soeparno mengatakan pengembangan armada RI itu akan berjalan sesuai tahapan skala prioritas yang ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) TNI Angkatan Laut (AL) hingga 2024.
Ia mengatakan, pengembangan Armada RI menjadi tiga komando wilayah didasarkan pada luas wilayah perairan nasional yang cukup luas dan kondisi lingkungan strategis yang tengah berkembang.
Selain itu, pengembangan komando wilayah laut dari saat ini dua komando, Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) dan Komando RI Kawasan Timur (Koarmatim), menjadi tiga komando wilayah laut, merupakan penjabaran dari renstra TNI AL hingga 2024 untuk mewujudkan TNI AL yang besar, kuat dan profesional, lanjutnya.
Terkait pergeseran fokus kekuatan Amerika Serikat ke Asia Pasifik, salah satunya dengan penempatan pasukan Marinirnya di Darwin yang berdampak meningkatnya pelayaran kapal-kapal militer asing terutama melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia II dan III, Kasal menilai masih bisa diantisipasi dengan pengamanan oleg Komando Armada RI Kawasan Barat dan Komando Armada RI Kawasan Timur.
"Kekuatan di dua komando armada yang telah ada itu kan bisa dimobilisasi, sesuai kebutuhan. Dan dengan tercapainya kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Forces/MEF) maka semua bisa dikoordinasikan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat ancaman yang dihadapi, dan perkembangan lingkungan strategis yang ada," kata kasal menambahkan.
Tetapi, lanjut Soeparno, pihaknya berharap pengembangan armada tersebut dapat diselesaikan pada 2014.
Direncanakan, Komando Wilayah Laut (Kowilla) Barat akan berkedudukan di Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), Kowilla Tengah di Makassar (Sulawesi Selatan), dan Kowila Timur berpusat di Sorong, Papua.
Dalam Rapat Pimpinan TNI Angkatan Laut 2012, dibahas beberapa agenda utama yakni pengadaan alat utama sistem persenjataan, pembinaan personel, kesejahteraan prajurit dan reformasi birokrasi.
Sumber: KOMPAS
24 Januari 2012, Jakarta: Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno mengatakan, pengembangan Armada RI menjadi tiga Komando Wilayah Laut (Kowila), diharapkan selesai pada 2014.
"Masih dikaji dan jika perlu pengembangan Armada RI juga sejalan dengan pengembangan organisasi di TNI Angkatan Udara dan TNI Angkatan Darat sehingga kita bersama-sama," katanya seperti dikutip dari Lembaga Kantor Berita Antara di Jakarta, Selasa (24/1/2012).
Ditemui usai membuka Rapat Pimpinan TNI Angkatan Laut 2012, Soeparno mengatakan pengembangan armada RI itu akan berjalan sesuai tahapan skala prioritas yang ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) TNI Angkatan Laut (AL) hingga 2024.
Ia mengatakan, pengembangan Armada RI menjadi tiga komando wilayah didasarkan pada luas wilayah perairan nasional yang cukup luas dan kondisi lingkungan strategis yang tengah berkembang.
Selain itu, pengembangan komando wilayah laut dari saat ini dua komando, Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) dan Komando RI Kawasan Timur (Koarmatim), menjadi tiga komando wilayah laut, merupakan penjabaran dari renstra TNI AL hingga 2024 untuk mewujudkan TNI AL yang besar, kuat dan profesional, lanjutnya.
Terkait pergeseran fokus kekuatan Amerika Serikat ke Asia Pasifik, salah satunya dengan penempatan pasukan Marinirnya di Darwin yang berdampak meningkatnya pelayaran kapal-kapal militer asing terutama melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia II dan III, Kasal menilai masih bisa diantisipasi dengan pengamanan oleg Komando Armada RI Kawasan Barat dan Komando Armada RI Kawasan Timur.
"Kekuatan di dua komando armada yang telah ada itu kan bisa dimobilisasi, sesuai kebutuhan. Dan dengan tercapainya kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Forces/MEF) maka semua bisa dikoordinasikan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat ancaman yang dihadapi, dan perkembangan lingkungan strategis yang ada," kata kasal menambahkan.
Tetapi, lanjut Soeparno, pihaknya berharap pengembangan armada tersebut dapat diselesaikan pada 2014.
Direncanakan, Komando Wilayah Laut (Kowilla) Barat akan berkedudukan di Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), Kowilla Tengah di Makassar (Sulawesi Selatan), dan Kowila Timur berpusat di Sorong, Papua.
Dalam Rapat Pimpinan TNI Angkatan Laut 2012, dibahas beberapa agenda utama yakni pengadaan alat utama sistem persenjataan, pembinaan personel, kesejahteraan prajurit dan reformasi birokrasi.
Sumber: KOMPAS
Monday, January 23, 2012
Mandi Khatulistiwa di KRI Dewaruci
22 Januari 2012, Samudera Pasifik: Sudah menjadi tradisi setiap KRI yang melewati garis khatulistiwa pada koordinat 0 derajat akan diadakan ritual mandi khatulistiwa bagi personel yang belum pernah melaksanakannya.
Bagi mereka yang sudah pernah melaksanakan mandi khatulistiwa di KRI lain, tetap harus melakukannya kembali di KRI Dewaruci. Sebaliknya bagi yang telah melaksanakan mandi khatulistiwa di KRI Dewaruci, berlaku untuk seluruh KRI.
Inilah salah satu keunikan mandi khatulistiwa di KRI Dewaruci, selain mendapatkan sertifikat.
Minggu (22/1/2012), tepat tujuh hari pelayaran KRI Dewaruci, Komandan KRI Dewaruci Letkol Laut (P) Haris Bima Bayusetyo mengadakan mandi khatulistiwa bagi para peserta muhibah. KRI Dewaruci diberangkatkan pada Minggu (15/1/2012) oleh Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Soeparno di Dermaga Ujung, Komando Armada RI Kawasan Timur di Surabaya, Jawa Timur.
Pada sore harinya, selepas shalat Magrib berjamaah, suara-suara dari para dewa-dewa sudah berkumandang keras melalui pengeras suara yang dipasang di tiap-tiap lorong dan sudut ruangan.
Terdapat 19 orang yang dijadwalkan pada 0 derajat akan melaksanakan mandi khatulistiwa, terdiri dari dua perwira berpangkat kapten yaitu Kapten Laut (E) Romsi Bakti Malios selaku Perwira Staf Intelejen (Pasintel) dan Kapten Laut (KH) Sapto Budiarso selaku Perwira Penerangan (Papen). Sedangkan bintara dan tamtama sebanyak 16 orang. Tidak ketinggalan dua wartawan Kompas TV, seorang wartawan Jawa Pos.
Tepat pukul 19.00, para "pelaut-pelaut muda yang kotor" sebutan bagi personel yang akan dibaptis, siap berpakaian dinas, menunggu di ruang anggota. Ketika acara dimulai satu persatu mereka diperintah merayap dilorong sampai tiga kali putaran dengan bisingnya suara para dewa dan banyaknya para punggawa yang menghadang di lorong-lorong, dilanjutkan dengan naik ke geladak. Orientasi ini dilaksanakan dengan gerakan merayap dengan tujuan agar lebih mengenal, menghafal kapal.
Mereka lalu dimandikan dengan air laut dan datanglah Dewa Neptunus sebagai penguasa kerajaan dasar laut. Dewa Neptunus melaporkan dan minta izin kepada komandan, Letkol Laut (P) Haris Bima Bayusetyo.
"Kegiatan seperti ini rutin dilaksanakan ketika melewati garis khatulistiwa dan berlaku buat siapa saja yang ikut dalam pelayaran dan belum mempunyai sertifikat dari KRI Dewaruci" kata Haris.
Dini hari keesokan harinya, suara dewa-dewa dan tawa para punggawa sudah menghiasi kapal. Para pelaut-pelaut muda sudah siap untuk mengikuti ritual mandi khatulistiwa, seperti kegiatan malam sebelumnya, namun hanya mengenakan celana dalam saja.
Sesampai di geladak Dewa Neptunus melaporkan kepada komandan bahwa pembabtisan akan segera dimulai agar pelaut-pelaut muda yang kotor menjadi bersih, tidak kangen daratan dan menjadi pelaut sejati.
Diawali dengan menaiki tiang Bima dan Arjuna, dilumuri dengan oli dan stempet di sekujur tubuhnya dan tak luput dari semprotan air laut, satu persatu dipanggil Dewa Neptunus yang disebelah kirinya telah duduk putri cantik yang biasa di sebut Dewi Emprit.
Ketika satu persatu dipanggil diangkat oleh para punggawa dan kepalanya dicelupin ke oli dan melapor kepada Dewa Neptunus bahwa siap dibabtis. Mereka kemudian mencium kaki Dewa Neptunus dan Dewi Emprit.
Acara selasai pukul 09.00 dan kapal tetap berlayar di Samudera Pasifik, melaju dengan kecepatan delapan knot, pada koordinat 0'16.564 - 132'26.731 T.
"Kegiatan ini sungguh indah dikenang akan tetapi tidak enak dilaksanakan apalagi diulang," ungkap Palaksa KRI Dewaruci, Mayor Laut (P) Osben Alibos Naibaho, sambil mengenang 12 tahun silam ketika masih menjadi kadet.
KRI Dewaruci sedang menjalankan misi pelayaran panjang mengelilingi empat benua selama 277 hari, berlayar ke 21 kota di Asia, Amerika, Eropa, dan Afrika.
Sumber: KOMPAS
FPKS: Lima Alasan Tolak Pembelian Leopard
Leopard 2. (Photo: KMW)
23 Januari 2012, Senayan: Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf menegaskan penolakan Komisi I DPR terhadap pembelian 100 tank Leopard bekas dari Belanda bukanlah tanpa kajian yang matang.
"Saya memandang penguatan Alutsista TNI merupakan sebuah keniscayaan. Yang dipersoalkan adalah pembelian alutsista yang tidak sesuai dengan rencana strategis Kemhan dan visi kemandirian teknologi domestik, terutama industri strategisnya," papar Muzzammil dalam rilisnya Senin (23/1).
Menurut Muzzammil, minimal ada lima alasan kenapa harus menolak pembelian tank Leopard bekas dari Belanda.
Pertama, TNI dan Kemhan harus memahami bahwa anggaran untuk membeli alutsista terbatas. Anggaran untuk mencapai Minimum Essential Force (MEF) menurut Juwono Sudarsono, mantan Menteri Pertahanan sekitar Rp 120 triliun. Tahun 2011 anggaran dari APBN sebesar Rp 47,5 triliun, sedangkan 2012 meningkat menjadi Rp 64,4 triliun.
"Dengan anggaran terbatas ini kami harap Kemhan dapat mengoptimalkan pengadaan Alutsista sinergi dengan visi kemandirian teknologi domestik. Sehingga ke depan tidak lagi konsumen yang tergantung dengan pihak luar, tapi menjadi produsen alutsista yang mandiri," ujarnya.
Kalaupun harus impor alutsista dari luar negeri, maka harus dipastikan adanya kesepakatan transfer teknologi dari negara penjual dan ada jaminan keleluasaan dalam pemakaian serta ketersediaan suku cadang. Sehingga para ahli di bidang teknologi industri strategis Indonesia dapat diberdayakan untuk mewujudkan kemandirian teknologi.
"Kita harus mencegah mereka pergi ke luar negeri sehingga tidak terjadi brain drain," ujar politisi PKS dari Dapil I Lampung ini.
Kedua, menurut Muzzammil, APBN 2012 untuk TNI telah disepakati di Komisi I DPR RI akan difokuskan untuk kesejahteraan prajurit sebagai prioritas utama, baru kemudian pengadaan alutsista, itupun harus dari dalam negeri. "Karena kami memahami doktrin pertahanan terkuat adalah kesejahteraan. Jadi jika prajurit dan rakyat sejahtera maka pertahanan akan lebih kuat," tegasnya.
Ketiga, broker pengadaan alutsista dari luar negeri harus diputus. Mereka ini telah menyebabkan anggaran Alutsista menjadi besar karena harus menambah anggaran dan berpeluang terjadinya tindak pidana korupsi.
"Jangan anggap bahwa semua anggota DPR itu adalah broker anggaran dan bermain dengan isu penolakan ini. Kami komitmen untuk memutus mata rantai mafia anggaran baik di eksekutif, legislatif, maupun pihak swasta," tegasnya.
Keempat, alasan Kemhan dan TNI membeli tank Leopard karena negara maju seperti Eropa, Timur Tengah dan beberapa negara Asia seperti Malaysia, Singapur, Vietnam memiliki tank ini tidak relevan. "Saya khawatir kita terjebak dengan gengsi bukan karena alasan riil dan kajian ilmiah yang matang. Pemerintah harus memahami kebutuhan medan tempur Indonesia. Tank berat ini tidak cocok bagi medan Indonesia, berbeda dengan Eropa dan Timur Tengah yang datar," jelasnya.
Selain itu, menurut Muzzammil menghadapi alat perang modern seperti tank Leopard yang dimiliki negara lain tidak harus dengan memiliki alutsista serupa. Tapi harus mulai mengembangkan dan memiliki alutsista anti tank dan artileri.
"Misalnya, anti tank yang tercanggih saat ini dapat menghancurkan tank leopard adalah javelin missile. Senjata anti tank ini harganya lebih murah. Dimana 1 unit tank Leopard setara dengan 22 unit javelin missile. Senjata ini harus mulai dikembangkan oleh industri strategis kita," papar Ketua Poksi I Fraksi PKS ini.
Muzzammil mengingatkan, pengalaman pada pertempuran antara Israel dengan Hizbullah di Libanon telah membuktikan puluhan tank rusak dan hancur oleh senjata anti tank ini. "Begitu juga pengalaman 21 hari perang di Gaza, senjata anti tank yang harganya lebih murah telah menghancurkan tank yang harganya lebih mahal," jelasnya.
Terakhir, menurut Muzzammil, alasan utama Belanda menjual tank karena biaya pemeliharaannya tinggi. Untuk mengurangi beban krisis ekonomi di Eropa maka mereka menjual alutsista yang membebani anggaran. Saat ini mereka sudah tidak lagi fokus pada alutsista konvensional, beralih pada strategi perang yang modern. Seperti strategi perang teknologi informasi dan komunikasi.
"Untuk itu jangan sampai anggaran alutsista kita dibebani untuk pemeliharaan tank ini," tutup Muzzammil.
Calo Alutsista Sudah Biasa
Ada kemungkinan calo berperan dalam proyek pembelian tank bekas dari Belanda, Leopard.
"Ada kemungkinan calo yang mendesak untuk membeli Tank Leopard. Kalau membeli peralatan militer itu kebanyakan ada calonya," kata mantan perwira Badan Intelijen Strategis (Bais) RE Baringbing kepada itoday, Minggu (22/1).
Menurut Baringbing, pembelian tank itu menandakan tidak berfungsinya peran Badan Intelijen Negara (BIN) maupun Badan Intelijen Strategis (Bais) dalam memberikan analisa ancaman terhadap Indonesia. "Saya juga tidak mengerti, Kementerian Pertahanan lebih mementingkan tank bekas itu, padahal ancaman Indonesia berasal dari laut dan udara," ungkapnya.
Kata Baringbing, Indonesia harus memperkuat angkatan laut dalam menghadapi pencurian ikan yang telah merugikan negara triliunan rupiah. "Saya lebih setuju, membeli kapal cepat untuk menjaga laut kita dari pencurian ikan. Selama ini, angkatan laut kita masih kekuarangan kapal terutama di wilayah perbatasan," ujar Baringbing.
Ia juga tidak habis pikir, Kementerian Pertahanan bersikeras membeli tank bekas Leopard yang tidak cocok dengan kondisi wilayah Indonesia. "Tank Leopard tidak cocok dengan wilayah Indonesia yang rawa. Belum lagi perawatan tank yang cukup mahal," jelasnya.
Baringbing juga mengusulkan, pembelian peralatan militer dari perusahaan dalam negeri yang kualitasnya tidak kalah dengan produksi dari negara asing. "Kemhan harus membeli peralatan produksi peralatan militer dari PT Pindad, PT PAL yang kualitasnya tidak kalah dengan asing," pungkas Baringbing.
Sumber: Jurnal Parlemen/Indonesia Today
23 Januari 2012, Senayan: Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf menegaskan penolakan Komisi I DPR terhadap pembelian 100 tank Leopard bekas dari Belanda bukanlah tanpa kajian yang matang.
"Saya memandang penguatan Alutsista TNI merupakan sebuah keniscayaan. Yang dipersoalkan adalah pembelian alutsista yang tidak sesuai dengan rencana strategis Kemhan dan visi kemandirian teknologi domestik, terutama industri strategisnya," papar Muzzammil dalam rilisnya Senin (23/1).
Menurut Muzzammil, minimal ada lima alasan kenapa harus menolak pembelian tank Leopard bekas dari Belanda.
Pertama, TNI dan Kemhan harus memahami bahwa anggaran untuk membeli alutsista terbatas. Anggaran untuk mencapai Minimum Essential Force (MEF) menurut Juwono Sudarsono, mantan Menteri Pertahanan sekitar Rp 120 triliun. Tahun 2011 anggaran dari APBN sebesar Rp 47,5 triliun, sedangkan 2012 meningkat menjadi Rp 64,4 triliun.
"Dengan anggaran terbatas ini kami harap Kemhan dapat mengoptimalkan pengadaan Alutsista sinergi dengan visi kemandirian teknologi domestik. Sehingga ke depan tidak lagi konsumen yang tergantung dengan pihak luar, tapi menjadi produsen alutsista yang mandiri," ujarnya.
Kalaupun harus impor alutsista dari luar negeri, maka harus dipastikan adanya kesepakatan transfer teknologi dari negara penjual dan ada jaminan keleluasaan dalam pemakaian serta ketersediaan suku cadang. Sehingga para ahli di bidang teknologi industri strategis Indonesia dapat diberdayakan untuk mewujudkan kemandirian teknologi.
"Kita harus mencegah mereka pergi ke luar negeri sehingga tidak terjadi brain drain," ujar politisi PKS dari Dapil I Lampung ini.
Kedua, menurut Muzzammil, APBN 2012 untuk TNI telah disepakati di Komisi I DPR RI akan difokuskan untuk kesejahteraan prajurit sebagai prioritas utama, baru kemudian pengadaan alutsista, itupun harus dari dalam negeri. "Karena kami memahami doktrin pertahanan terkuat adalah kesejahteraan. Jadi jika prajurit dan rakyat sejahtera maka pertahanan akan lebih kuat," tegasnya.
Ketiga, broker pengadaan alutsista dari luar negeri harus diputus. Mereka ini telah menyebabkan anggaran Alutsista menjadi besar karena harus menambah anggaran dan berpeluang terjadinya tindak pidana korupsi.
"Jangan anggap bahwa semua anggota DPR itu adalah broker anggaran dan bermain dengan isu penolakan ini. Kami komitmen untuk memutus mata rantai mafia anggaran baik di eksekutif, legislatif, maupun pihak swasta," tegasnya.
Keempat, alasan Kemhan dan TNI membeli tank Leopard karena negara maju seperti Eropa, Timur Tengah dan beberapa negara Asia seperti Malaysia, Singapur, Vietnam memiliki tank ini tidak relevan. "Saya khawatir kita terjebak dengan gengsi bukan karena alasan riil dan kajian ilmiah yang matang. Pemerintah harus memahami kebutuhan medan tempur Indonesia. Tank berat ini tidak cocok bagi medan Indonesia, berbeda dengan Eropa dan Timur Tengah yang datar," jelasnya.
Selain itu, menurut Muzzammil menghadapi alat perang modern seperti tank Leopard yang dimiliki negara lain tidak harus dengan memiliki alutsista serupa. Tapi harus mulai mengembangkan dan memiliki alutsista anti tank dan artileri.
"Misalnya, anti tank yang tercanggih saat ini dapat menghancurkan tank leopard adalah javelin missile. Senjata anti tank ini harganya lebih murah. Dimana 1 unit tank Leopard setara dengan 22 unit javelin missile. Senjata ini harus mulai dikembangkan oleh industri strategis kita," papar Ketua Poksi I Fraksi PKS ini.
Muzzammil mengingatkan, pengalaman pada pertempuran antara Israel dengan Hizbullah di Libanon telah membuktikan puluhan tank rusak dan hancur oleh senjata anti tank ini. "Begitu juga pengalaman 21 hari perang di Gaza, senjata anti tank yang harganya lebih murah telah menghancurkan tank yang harganya lebih mahal," jelasnya.
Terakhir, menurut Muzzammil, alasan utama Belanda menjual tank karena biaya pemeliharaannya tinggi. Untuk mengurangi beban krisis ekonomi di Eropa maka mereka menjual alutsista yang membebani anggaran. Saat ini mereka sudah tidak lagi fokus pada alutsista konvensional, beralih pada strategi perang yang modern. Seperti strategi perang teknologi informasi dan komunikasi.
"Untuk itu jangan sampai anggaran alutsista kita dibebani untuk pemeliharaan tank ini," tutup Muzzammil.
Calo Alutsista Sudah Biasa
Ada kemungkinan calo berperan dalam proyek pembelian tank bekas dari Belanda, Leopard.
"Ada kemungkinan calo yang mendesak untuk membeli Tank Leopard. Kalau membeli peralatan militer itu kebanyakan ada calonya," kata mantan perwira Badan Intelijen Strategis (Bais) RE Baringbing kepada itoday, Minggu (22/1).
Menurut Baringbing, pembelian tank itu menandakan tidak berfungsinya peran Badan Intelijen Negara (BIN) maupun Badan Intelijen Strategis (Bais) dalam memberikan analisa ancaman terhadap Indonesia. "Saya juga tidak mengerti, Kementerian Pertahanan lebih mementingkan tank bekas itu, padahal ancaman Indonesia berasal dari laut dan udara," ungkapnya.
Kata Baringbing, Indonesia harus memperkuat angkatan laut dalam menghadapi pencurian ikan yang telah merugikan negara triliunan rupiah. "Saya lebih setuju, membeli kapal cepat untuk menjaga laut kita dari pencurian ikan. Selama ini, angkatan laut kita masih kekuarangan kapal terutama di wilayah perbatasan," ujar Baringbing.
Ia juga tidak habis pikir, Kementerian Pertahanan bersikeras membeli tank bekas Leopard yang tidak cocok dengan kondisi wilayah Indonesia. "Tank Leopard tidak cocok dengan wilayah Indonesia yang rawa. Belum lagi perawatan tank yang cukup mahal," jelasnya.
Baringbing juga mengusulkan, pembelian peralatan militer dari perusahaan dalam negeri yang kualitasnya tidak kalah dengan produksi dari negara asing. "Kemhan harus membeli peralatan produksi peralatan militer dari PT Pindad, PT PAL yang kualitasnya tidak kalah dengan asing," pungkas Baringbing.
Sumber: Jurnal Parlemen/Indonesia Today
Subscribe to:
Posts (Atom)