Pulau Marore salah satu pulau terluar NKRI. (Foto: Suara Manado)
16 Januari 2009, Jakarta -- Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan yang akan dibentuk pemerintah diyakini tidak akan menambah biaya ekstra.
Pasalnya, masing-masing lembaga pemerintah yang terkait sudah memiliki mata anggaran untuk pengelolaan perbatasan. Ini disampaikan oleh Ketua Komisi I DPR RI Kemal Aziz Stamboel kepada Media Indonesia di Jakarta, Sabtu (16/1).
"Sebetulnya pembentukan badan tersebut tidak akan menambah apa-apa. Badan itu hanya memfasilitasi koordinasi. Tidak ada biaya ekstra," kata Kemal.
Badan tersebut, lanjut dia, sudah pernah dibicarakan antara pemerintah dengan DPR RI saat pertemuan dengan Menhan Purnomo Yusgiantoro dan Menlu Marty Natalegawa beberapa waktu lalu. DPR menyambut baik usulan tersebut karena dinilai keberadaan badan sebagai lembaga komplementer dari semua unit pemerintah. Badan tersebut nantinya akan mengatur agar fungsi antarlembaga tersebut tidak tumpang tindih. "Memang banyak badan yang tidak efektif dan nanti bisa dibubarkan. Tapi, badan ini komplementer supaya tidak ada tumpang tindih," jelasnya.
Pembentukan badan ini perlu untuk memfokuskan pada pembangunan perbatasan pada kesejahteraan dan ekonomi. Persoalan perbatasan, ujar dia, tidak bisa didekati hanya dengan masalah keamanan. Harus ada pendekatan dengan kesejahteraan yang berkaitan dengan pembangunan perekonomian. Jika tidak, akan selalu ada masalah kecemburuan sosial dengan daerah tetangga sehingga penanganan masalah akan lebih sulit.
"Kita dari DPR akan terus membahas persoalan ini. Dalam rapat kerja mulai minggu depan, kita akan merancang sejumlah agenda pertemuan dengan pemerintah untuk membahas hal ini," tukasnya.
MEDIA INDONESIA
Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Berita Militer Negara Sahabat
Saturday, January 16, 2010
Kepemilikan RI Atas 92 Pulau Terluar Belum Aman
Awak KM Meliku Nusa mengibarkanbendera Merah Putih saat memasuki Pulau Miangas di KabupatenKepulauanTalaud, SulawesiUtara, Senin (3/8). Pulau Miangas adalahpulau paling utara dari Republik Indonesia yang luasnya 3,15kilometer persegi. (Foto: KOMPAS/Agus Susanto)
16 Januari 2010, Jakarta -- Pakar politik internasional dan staf dosen hubungan internasional Universitas Parahiyangan, Dr Andreas H Pareira, menyatakan, kepemilikan RI atas 92 pulau terluar belum sepenuhnya aman.
Ia mengatakan itu kepada ANTARA, di Jakarta, Sabtu, sehubungan dengan pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang menyatakan, 92 pulau terluar dalam posisi aman dari klaim pihak asing, karena kepemilikan RI dijamin hukum internasional.
"Pernyataan Kemlu aman dari klaim pihak asing berdasarkan hukum internasional tersebut baru merupakan jaminan tahap pertama, dan belum sepenuhnya aman," tegas mantan Anggota Komisi I DPR RI ini.
Karena, menurutnya, berdasarkan pengalaman selama ini, bisa terjadi perbedaan tafsir terhadap hukum internasional oleh negara lain di kemudian hari.
"Hal inilah yang kemudian bisa tetap berakibat adanya klaim tumpang tindih. Makanya, kita jangan terlena hanya dengan mendasarkan adanya jaminan dari hukum internasional, tetapi para diplomat dan ahli hukum internasional kita harus agresif memperjuangkannya," tandasnya lagi.
Pengamanan Permanen
Untuk kepentingan keutuhan wilayah kedaulatan RI ke depan, Andreas Pareira lalu mengemukakan suatu konsep pengamanan permanen.
"Pertama, Pemerintah RI perlu melakukan perjanjian atau penyelesaian perjanjian dengan semua negara yang berbatasan dengan kita," ujarnya.
Kedua, menurutnya, membuat perundangan terhadap batas wilayah negara tersebut, termasuk pulau-pulau terdepan (bukan terluar) tersebut.
Lalu ketiga, lanjutnya, apabila negara-negara yang berbatasan dengan kita menunda-nunda (pelaksanaan perjanjian perbatasan), Pemerintah Indonesia perlu melakukan klaim sepihak.
"Itu yang saya katakan tadi melalui pengundangan, sambil melakukan pembahasan dengan negara tetangga dimaksud," tegasnya.
Kemudian yang keempat, demikian Andreas Pareira, pengundangan itu penting untuk dokumentasi melalui lembaran negara, sehingga ke depan bila terjadi klaim pihak lain, Indonesia mempunyai bukti untuk mengawal wilayah tersebut.
ANTARA News
16 Januari 2010, Jakarta -- Pakar politik internasional dan staf dosen hubungan internasional Universitas Parahiyangan, Dr Andreas H Pareira, menyatakan, kepemilikan RI atas 92 pulau terluar belum sepenuhnya aman.
Ia mengatakan itu kepada ANTARA, di Jakarta, Sabtu, sehubungan dengan pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang menyatakan, 92 pulau terluar dalam posisi aman dari klaim pihak asing, karena kepemilikan RI dijamin hukum internasional.
"Pernyataan Kemlu aman dari klaim pihak asing berdasarkan hukum internasional tersebut baru merupakan jaminan tahap pertama, dan belum sepenuhnya aman," tegas mantan Anggota Komisi I DPR RI ini.
Karena, menurutnya, berdasarkan pengalaman selama ini, bisa terjadi perbedaan tafsir terhadap hukum internasional oleh negara lain di kemudian hari.
"Hal inilah yang kemudian bisa tetap berakibat adanya klaim tumpang tindih. Makanya, kita jangan terlena hanya dengan mendasarkan adanya jaminan dari hukum internasional, tetapi para diplomat dan ahli hukum internasional kita harus agresif memperjuangkannya," tandasnya lagi.
Pengamanan Permanen
Untuk kepentingan keutuhan wilayah kedaulatan RI ke depan, Andreas Pareira lalu mengemukakan suatu konsep pengamanan permanen.
"Pertama, Pemerintah RI perlu melakukan perjanjian atau penyelesaian perjanjian dengan semua negara yang berbatasan dengan kita," ujarnya.
Kedua, menurutnya, membuat perundangan terhadap batas wilayah negara tersebut, termasuk pulau-pulau terdepan (bukan terluar) tersebut.
Lalu ketiga, lanjutnya, apabila negara-negara yang berbatasan dengan kita menunda-nunda (pelaksanaan perjanjian perbatasan), Pemerintah Indonesia perlu melakukan klaim sepihak.
"Itu yang saya katakan tadi melalui pengundangan, sambil melakukan pembahasan dengan negara tetangga dimaksud," tegasnya.
Kemudian yang keempat, demikian Andreas Pareira, pengundangan itu penting untuk dokumentasi melalui lembaran negara, sehingga ke depan bila terjadi klaim pihak lain, Indonesia mempunyai bukti untuk mengawal wilayah tersebut.
ANTARA News
Kaji Ulang Kapal Selam
KRI Cakra salah satu dari dua kapal selam yang dimiliki TNI AL. (Foto: Sinar Harapan)
16 Januari 2010, Jakarta -- Pengadaan kapal selam oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dikaji dari awal lagi. Alasannya, selain adanya prioritas anggaran pada kesejahteraan prajurit, juga ada beberapa perubahan dalam spesifikasi teknis yang diajukan TNI AL.
Demikian disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Madya Agus Suhartono dan Direktur Jenderal Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Eris Herryanto di Jakarta, Jumat (15/1), seusai peluncuran buku Mission Accomplished-Misi Pendaratan Pasukan Khusus oleh Kapal Selam RI Tjandrasa karya Atmadji Sumarkidjo.
”Kapal selam tetap diadakan, tahun 2014 diharapkan sudah selesai,” kata Agus Suhartono.
Ia menyampaikan, kapal selam adalah senjata strategis yang memberikan dampak politis dan penangkalan. Sebagaimana rencana sebelumnya, pada 2014 diharapkan akan ada dua kapal selam baru. Dengan demikian, pada 2010 ini kontrak direncanakan untuk ditandatangani dan pembangunan yang memakan waktu tiga tahun bisa dimulai tahun 2011.
”Kita proses lagi pengadaannya dari awal mulai dari kebutuhan operasi dan spesifikasinya kita tata ulang,” kata Agus.
Menyelam lebih lama
Menurut Agus, salah satu spesifikasi yang diinginkan adalah kemampuan menyelam yang lebih lama, yaitu minimal 2 minggu. Kemampuan ini belum dimiliki oleh kapal selam yang kita miliki saat ini.
Beberapa pilihan yang sempat dibuat beberapa waktu lalu juga dianggap kurang memikirkan hal itu. Padahal, menurut Agus, ini merupakan salah satu hal yang paling penting. ”Itu kemampuan yang paling utama. Kalau kapal selam muncul setiap hari, ya ketahuan, dong,” katanya.
Oleh karena perkembangan tersebut, TNI AL ingin meluaskan pilihan dari yang selama ini pernah disebut-sebut.
Berdasarkan catatan Kompas, Indonesia memiliki KRI Cakra dan KRI Nanggala yang merupakan hasil produksi Jerman kelas U 209/1300 pada 1981.
Beberapa waktu lalu, sempat disebut-sebut kapal selam Jerman kelas U 214/U-212/U209 yang dibuat Korea Selatan dan Kelas Kilo buatan Rusia sebagai calon kuat yang akan dibeli Pemerintah Indonesia.
”Kita meluaskan pilihan dari itu. Akan tetapi, mbahnya kapal selam kan sekitar Jerman dan Rusia atau Korea yang punya kemampuan dengan lisensi Jerman saja,” kata Agus.
Eris Herryanto mengakui adanya proses pengkajian dari awal ini. Menurut dia, saat pembukaan seminar revitalisasi industri pertahanan Desember 2009, Presiden Yudhoyono menekankan anggaran pada kesejahteraan prajurit dulu.
”Itu salah satu faktor yang membuat adanya pengkajian kembali,” kata Eris.
Penyebab lain adalah berbagai perubahan kebijakan yang dilakukan TNI AL. Adanya perkembangan teknologi membuat TNI AL beberapa kali melakukan perubahan kebijakan.
Hal lain, juga ada kebijakan baru dari pemerintah untuk alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang tidak tersedia di dalam negeri dan harus dibeli dari luar harus mengikutsertakan industri dalam negeri. Hal ini ditujukan untuk proses transfer teknologi.
Eris membantah adanya beberapa pilihan sebelumnya. Menurut dia, pilihan-pilihan masih terbuka dan semuanya masih dalam proses. Dana yang dianggarkan untuk pembelian dua kapal selam ini adalah 700 juta dollar AS.
”Belum tentu tahun ini kontrak ditandatangani,” katanya.
KOMPAS
16 Januari 2010, Jakarta -- Pengadaan kapal selam oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dikaji dari awal lagi. Alasannya, selain adanya prioritas anggaran pada kesejahteraan prajurit, juga ada beberapa perubahan dalam spesifikasi teknis yang diajukan TNI AL.
Demikian disampaikan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Madya Agus Suhartono dan Direktur Jenderal Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Eris Herryanto di Jakarta, Jumat (15/1), seusai peluncuran buku Mission Accomplished-Misi Pendaratan Pasukan Khusus oleh Kapal Selam RI Tjandrasa karya Atmadji Sumarkidjo.
”Kapal selam tetap diadakan, tahun 2014 diharapkan sudah selesai,” kata Agus Suhartono.
Ia menyampaikan, kapal selam adalah senjata strategis yang memberikan dampak politis dan penangkalan. Sebagaimana rencana sebelumnya, pada 2014 diharapkan akan ada dua kapal selam baru. Dengan demikian, pada 2010 ini kontrak direncanakan untuk ditandatangani dan pembangunan yang memakan waktu tiga tahun bisa dimulai tahun 2011.
”Kita proses lagi pengadaannya dari awal mulai dari kebutuhan operasi dan spesifikasinya kita tata ulang,” kata Agus.
Menyelam lebih lama
Menurut Agus, salah satu spesifikasi yang diinginkan adalah kemampuan menyelam yang lebih lama, yaitu minimal 2 minggu. Kemampuan ini belum dimiliki oleh kapal selam yang kita miliki saat ini.
Beberapa pilihan yang sempat dibuat beberapa waktu lalu juga dianggap kurang memikirkan hal itu. Padahal, menurut Agus, ini merupakan salah satu hal yang paling penting. ”Itu kemampuan yang paling utama. Kalau kapal selam muncul setiap hari, ya ketahuan, dong,” katanya.
Oleh karena perkembangan tersebut, TNI AL ingin meluaskan pilihan dari yang selama ini pernah disebut-sebut.
Berdasarkan catatan Kompas, Indonesia memiliki KRI Cakra dan KRI Nanggala yang merupakan hasil produksi Jerman kelas U 209/1300 pada 1981.
Beberapa waktu lalu, sempat disebut-sebut kapal selam Jerman kelas U 214/U-212/U209 yang dibuat Korea Selatan dan Kelas Kilo buatan Rusia sebagai calon kuat yang akan dibeli Pemerintah Indonesia.
”Kita meluaskan pilihan dari itu. Akan tetapi, mbahnya kapal selam kan sekitar Jerman dan Rusia atau Korea yang punya kemampuan dengan lisensi Jerman saja,” kata Agus.
Eris Herryanto mengakui adanya proses pengkajian dari awal ini. Menurut dia, saat pembukaan seminar revitalisasi industri pertahanan Desember 2009, Presiden Yudhoyono menekankan anggaran pada kesejahteraan prajurit dulu.
”Itu salah satu faktor yang membuat adanya pengkajian kembali,” kata Eris.
Penyebab lain adalah berbagai perubahan kebijakan yang dilakukan TNI AL. Adanya perkembangan teknologi membuat TNI AL beberapa kali melakukan perubahan kebijakan.
Hal lain, juga ada kebijakan baru dari pemerintah untuk alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang tidak tersedia di dalam negeri dan harus dibeli dari luar harus mengikutsertakan industri dalam negeri. Hal ini ditujukan untuk proses transfer teknologi.
Eris membantah adanya beberapa pilihan sebelumnya. Menurut dia, pilihan-pilihan masih terbuka dan semuanya masih dalam proses. Dana yang dianggarkan untuk pembelian dua kapal selam ini adalah 700 juta dollar AS.
”Belum tentu tahun ini kontrak ditandatangani,” katanya.
KOMPAS
20 Tahun F-16, Eksis di Tengah Keterbatasan Anggaran
(Foto: KOMPAS/Letkol (Pnb) Fajar "Redwolf" Adriyanto)
16 Januari 2010 -- Siang hari, 12 Desember 2006. Di Pameungpeuk, Garut selatan, Jawa Barat, tengah ada latihan pasukan. Tiba-tiba, radar mendeteksi adanya pesawat tak dikenal di atas mereka.
Dua pesawat F-16 segera diluncurkan mendekati pesawat asing yang ternyata adalah P3C Orion tanpa nomor registrasi dengan simbol Royal Australian Air Force (RAAF) yang dikaburkan. Pesawat itu penuh dengan sensor penerima. Dari perlengkapan dan gerakannya, diduga pesawat ini hendak memata-matai latihan yang tengah berlangsung.
Sesuai dengan tata cara dan standar operasi saat mencegat pesawat asing tak dikenal, pilot F-16 milik Indonesia berusaha untuk membuka jalur komunikasi. Namun, upaya itu tidak mendapatkan respons walau tak lama kemudian pesawat RAAF tersebut pergi.
Hingga kini, foto pesawat P3C itu dipajang di salah satu dinding Markas Skuadron 3 Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur.
Walaupun tidak seterkenal pertemuan dua F-16 milik kita dengan dua F-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat, 3 Juli 2003 di atas perairan Bawean, Jatim, insiden ini menunjukkan rentannya kedaulatan ruang udara di atas kita.
”F-16 menjadi andalan dalam memberikan efek gentar pertahanan udara kita,” kata Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal Madya Imam Sufaat, Desember 2009. Ini karena badan pesawat (airframe) yang masih banyak serta Sukhoi yang persenjataannya belum optimal.
Akibatnya, F-16 selalu sibuk sepanjang tahun. Di samping latihan rutin setiap hari, deretan misi yang diemban F-16 Fighting Falcon ini bisa mencapai 10-12 misi per tahun. Pada saat tensi politik di Ambalat mulai meningkat, para ”dragon”—begitu sebutan bagi pilot-pilotnya—terbang mondar-mandir Balikpapan-Ambalat selama lebih kurang dua bulan.
Unjuk kekuatan di depan masyarakat dan negara asing, latihan internal TNI AU, gabungan TNI ataupun latihan bersama negara-negara tetangga Elang Alusindo pada September 2009 dan Elang Indopura tahun 2008 dijalankan F-16.
Di tengah gempita kemewahan F-35 milik Singapura dan Sukhoi punya Malaysia yang bergaya, kepiawaian pilot-pilot kita di udara diakui dalam dan luar negeri. Tidak saja mereka pernah tampil dalam atraksi aerobatik sebagai Elang Biru berdampingan dengan Red Arrows (Inggris) dan The Roullete (Australia) dalam Indonesia Air Show 1996, manuver-manuver mereka dalam latihan bersama negara-negara lain juga mengundang decak kagum karena kenekatannya. ”Semua tugas yang diberikan tidak pernah meleset,” kata Komandan Skuadron 3 Letkol Fajar ”Redwolf” Adriyanto.
Genap 20 tahun
Tahun ini, genap 20 tahun pengabdian skuadron F-16 yang pertama kali mendarat 12 Desember 1989. Saat itu, kita boleh menepuk dada karena F-16 A/B block 15 OCU ini merupakan pesawat tempur yang termasuk paling disegani dan terbukti andal di berbagai pertempuran.
Usia 20 tahun adalah angka mengundang ambiguitas, apakah kita harus bangga akan kiprahnya atau harus sedih karena ketuaannya?
Fajar mengatakan, perawatan yang sesuai dengan manual serta jam terbanglah yang ”lebih berbicara” tentang usia itu. F-16 Indonesia telah beberapa kali mengalami peningkatan kemampuan, baik dari segi aviasi-elektrik (avionik), radar, maupun persenjataan, seperti Falcon Up dan pengadaan wiring system atau perkabelan.
Menurut ”Redwolf” ini, usia operasional F-16 masih bisa 10-15 tahun lagi. ”Kita usahakan tidak boros, misalnya mendarat hati-hati untuk irit ban, penggantian oli dipaskan setiap 250 jam, dan jam terbang lebih efektif, yaitu operasi dan proficiency (kecakapan) dikombinasikan,” katanya.
Seiring dengan waktu, perjalanan 12 pesawat F-16 Fighting Falcon ini telah melewati berbagai tantangan. Ada dua kecelakaan menyertai sejarahnya. Yang pertama, gagalnya sistem peringatan membuat pesawat jatuh di Tulungagung, 15 Juni 1992. Pada 10 Maret 1997, berbagai faktor yang tidak mendukung, seperti cuaca, antisipasi, dan manusia, mengakibatkan jatuhnya pesawat F-16 yang kedua di ujung Runway 24 Lanud Halim Perdanakusuma dan menewaskan Kapten (Pnb) Dwi Sasongko.
Embargo militer AS pada 1999-2005 juga menjadi tantangan berat. Suku cadang adalah bagian integral dan esensial dari perawatan pesawat tempur. Untuk mengakali hal ini, muncul pinjam-pakai antarsuku cadang F-16 itu sendiri. Konon, para teknisi mencoba membuat sendiri onderdil-onderdil yang sederhana. ”Kalau kesiapan kita sebelum embargo itu bisa 70 persen, setelah embargo maksimal tinggal 40 persen, kadang-kadang cuma 20 persen,” kata Fajar.
Selesainya embargo tidak serta-merta menyelesaikan masalah karena banyak hal yang harus dikejar. Tidak heran, Fajar masih menyebut angka 40 persen sebagai kesiapan skuadron itu. ”Tapi sekarang ini kesiapan minimal,” tukasnya.
Walaupun demikian, keamanan menjadi salah satu isu utama di dalam mekanisme yang tidak bisa menoleransi kesalahan ini. Hal ini di antaranya kerap ditegaskan dalam rapat setiap pagi yang dipimpin oleh Komandan Lanud Iswahjudi Marsekal Pertama Bambang Samoedra.
Selain pesawat, sistem senjata juga menyusut. Dua tahun yang lalu, rudal untuk sasaran di udara AIM 9P4 Sidewinder yang hampir habis masa pakainya dipergunakan dalam latihan, demikian juga rudal untuk sasaran di darat AGM 65 Maverick yang dipakai lima tahun yang lalu. ”Sepuluh tahun ke depan masih bisa, tapi memang perlu ditingkatkan lagi,” ungkapnya.
KOMPAS
16 Januari 2010 -- Siang hari, 12 Desember 2006. Di Pameungpeuk, Garut selatan, Jawa Barat, tengah ada latihan pasukan. Tiba-tiba, radar mendeteksi adanya pesawat tak dikenal di atas mereka.
Dua pesawat F-16 segera diluncurkan mendekati pesawat asing yang ternyata adalah P3C Orion tanpa nomor registrasi dengan simbol Royal Australian Air Force (RAAF) yang dikaburkan. Pesawat itu penuh dengan sensor penerima. Dari perlengkapan dan gerakannya, diduga pesawat ini hendak memata-matai latihan yang tengah berlangsung.
Sesuai dengan tata cara dan standar operasi saat mencegat pesawat asing tak dikenal, pilot F-16 milik Indonesia berusaha untuk membuka jalur komunikasi. Namun, upaya itu tidak mendapatkan respons walau tak lama kemudian pesawat RAAF tersebut pergi.
Hingga kini, foto pesawat P3C itu dipajang di salah satu dinding Markas Skuadron 3 Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur.
Walaupun tidak seterkenal pertemuan dua F-16 milik kita dengan dua F-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat, 3 Juli 2003 di atas perairan Bawean, Jatim, insiden ini menunjukkan rentannya kedaulatan ruang udara di atas kita.
”F-16 menjadi andalan dalam memberikan efek gentar pertahanan udara kita,” kata Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal Madya Imam Sufaat, Desember 2009. Ini karena badan pesawat (airframe) yang masih banyak serta Sukhoi yang persenjataannya belum optimal.
Akibatnya, F-16 selalu sibuk sepanjang tahun. Di samping latihan rutin setiap hari, deretan misi yang diemban F-16 Fighting Falcon ini bisa mencapai 10-12 misi per tahun. Pada saat tensi politik di Ambalat mulai meningkat, para ”dragon”—begitu sebutan bagi pilot-pilotnya—terbang mondar-mandir Balikpapan-Ambalat selama lebih kurang dua bulan.
Unjuk kekuatan di depan masyarakat dan negara asing, latihan internal TNI AU, gabungan TNI ataupun latihan bersama negara-negara tetangga Elang Alusindo pada September 2009 dan Elang Indopura tahun 2008 dijalankan F-16.
Di tengah gempita kemewahan F-35 milik Singapura dan Sukhoi punya Malaysia yang bergaya, kepiawaian pilot-pilot kita di udara diakui dalam dan luar negeri. Tidak saja mereka pernah tampil dalam atraksi aerobatik sebagai Elang Biru berdampingan dengan Red Arrows (Inggris) dan The Roullete (Australia) dalam Indonesia Air Show 1996, manuver-manuver mereka dalam latihan bersama negara-negara lain juga mengundang decak kagum karena kenekatannya. ”Semua tugas yang diberikan tidak pernah meleset,” kata Komandan Skuadron 3 Letkol Fajar ”Redwolf” Adriyanto.
Genap 20 tahun
Tahun ini, genap 20 tahun pengabdian skuadron F-16 yang pertama kali mendarat 12 Desember 1989. Saat itu, kita boleh menepuk dada karena F-16 A/B block 15 OCU ini merupakan pesawat tempur yang termasuk paling disegani dan terbukti andal di berbagai pertempuran.
Usia 20 tahun adalah angka mengundang ambiguitas, apakah kita harus bangga akan kiprahnya atau harus sedih karena ketuaannya?
Fajar mengatakan, perawatan yang sesuai dengan manual serta jam terbanglah yang ”lebih berbicara” tentang usia itu. F-16 Indonesia telah beberapa kali mengalami peningkatan kemampuan, baik dari segi aviasi-elektrik (avionik), radar, maupun persenjataan, seperti Falcon Up dan pengadaan wiring system atau perkabelan.
Menurut ”Redwolf” ini, usia operasional F-16 masih bisa 10-15 tahun lagi. ”Kita usahakan tidak boros, misalnya mendarat hati-hati untuk irit ban, penggantian oli dipaskan setiap 250 jam, dan jam terbang lebih efektif, yaitu operasi dan proficiency (kecakapan) dikombinasikan,” katanya.
Seiring dengan waktu, perjalanan 12 pesawat F-16 Fighting Falcon ini telah melewati berbagai tantangan. Ada dua kecelakaan menyertai sejarahnya. Yang pertama, gagalnya sistem peringatan membuat pesawat jatuh di Tulungagung, 15 Juni 1992. Pada 10 Maret 1997, berbagai faktor yang tidak mendukung, seperti cuaca, antisipasi, dan manusia, mengakibatkan jatuhnya pesawat F-16 yang kedua di ujung Runway 24 Lanud Halim Perdanakusuma dan menewaskan Kapten (Pnb) Dwi Sasongko.
Embargo militer AS pada 1999-2005 juga menjadi tantangan berat. Suku cadang adalah bagian integral dan esensial dari perawatan pesawat tempur. Untuk mengakali hal ini, muncul pinjam-pakai antarsuku cadang F-16 itu sendiri. Konon, para teknisi mencoba membuat sendiri onderdil-onderdil yang sederhana. ”Kalau kesiapan kita sebelum embargo itu bisa 70 persen, setelah embargo maksimal tinggal 40 persen, kadang-kadang cuma 20 persen,” kata Fajar.
Selesainya embargo tidak serta-merta menyelesaikan masalah karena banyak hal yang harus dikejar. Tidak heran, Fajar masih menyebut angka 40 persen sebagai kesiapan skuadron itu. ”Tapi sekarang ini kesiapan minimal,” tukasnya.
Walaupun demikian, keamanan menjadi salah satu isu utama di dalam mekanisme yang tidak bisa menoleransi kesalahan ini. Hal ini di antaranya kerap ditegaskan dalam rapat setiap pagi yang dipimpin oleh Komandan Lanud Iswahjudi Marsekal Pertama Bambang Samoedra.
Selain pesawat, sistem senjata juga menyusut. Dua tahun yang lalu, rudal untuk sasaran di udara AIM 9P4 Sidewinder yang hampir habis masa pakainya dipergunakan dalam latihan, demikian juga rudal untuk sasaran di darat AGM 65 Maverick yang dipakai lima tahun yang lalu. ”Sepuluh tahun ke depan masih bisa, tapi memang perlu ditingkatkan lagi,” ungkapnya.
KOMPAS
Friday, January 15, 2010
Tiga Jabatan Komandan KRI Diserahterimakan
KRI Teluk Manado 537.
15 Januari 2010, Jakarta -- Tiga jabatan Komandan KRI di jajaran Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Kamis (14/1), diserahterimakan. Komandan Satuan Lintas Laut Militer (Dansatlinlamil) Jakarta Kolonel Laut (P) B Ken Tri Basuki memimpin upacara serah terima jabatan tersebut bertempat di dermaga beaching Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta.
Menurut Kadispen Kolinlamil Letkol Laut (Kh) Drs Agus Cahyono ketiga jabatan komandan yang diserahterimakan tersebut yakni Komandan KRI Teluk langsa-501, dari Letkol Laut (P) Sutriono kepada Mayor Laut (P) Bambang Trijanto; Komandan KRI Teluk Manado-537 dari Mayor Laut (P) Berkat Widjanarko kepada Mayor Laut (P) Hendricus Tri Hantoko, dan Komandan KRI Teluk Hading-538 dari Mayor Laut (P) Nouldy J Tangka kepada Mayor Laut (P) Utjuk Heru Sutjahjono.
Dansatlinlamil Jakarta Kolonel Laut (P) B Ken Tri Basuki dalam amanatnya antara lain mengatakan bahwa dalam kehidupan TNI AL, serah terima jabatan pada hakekatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pengembangan dan pembinaan organisasi, serta memberi kesempatan penugasan bagi personel TNI AL untuk mengembangkan kemampuan dan karier yang bersangkutan. Hal ini berarti pula bahwa perwira yang melaksanakan mutasi, diberi kesempatan untuk lebih memperluas wawasan serta mengembangkan kepemimpinan, kreativitas, dan pemikiran secara konseptual sesuai bidang penugasan dan jabatan yang diemban, katanya.
Pada kesempatan itu Dansatlinlamil Jakarta mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada pejabat lama atas dedikasi, loyalitas, dan pengabdiannya yang selama ini diberikan pada Satlinlamil Jakarta, dan mengucapkan selamat kepada pejabat baru atas kepercayaan yang diberikan pemimpin TNI AL sebagai Komandan KRI.
Hadir pada upacara Sertijab tersebut seluruh Komandan KRI yang sedang berada di pangkalan Tanjung Priok Jakarta.
PELITA
15 Januari 2010, Jakarta -- Tiga jabatan Komandan KRI di jajaran Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Kamis (14/1), diserahterimakan. Komandan Satuan Lintas Laut Militer (Dansatlinlamil) Jakarta Kolonel Laut (P) B Ken Tri Basuki memimpin upacara serah terima jabatan tersebut bertempat di dermaga beaching Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta.
Menurut Kadispen Kolinlamil Letkol Laut (Kh) Drs Agus Cahyono ketiga jabatan komandan yang diserahterimakan tersebut yakni Komandan KRI Teluk langsa-501, dari Letkol Laut (P) Sutriono kepada Mayor Laut (P) Bambang Trijanto; Komandan KRI Teluk Manado-537 dari Mayor Laut (P) Berkat Widjanarko kepada Mayor Laut (P) Hendricus Tri Hantoko, dan Komandan KRI Teluk Hading-538 dari Mayor Laut (P) Nouldy J Tangka kepada Mayor Laut (P) Utjuk Heru Sutjahjono.
Dansatlinlamil Jakarta Kolonel Laut (P) B Ken Tri Basuki dalam amanatnya antara lain mengatakan bahwa dalam kehidupan TNI AL, serah terima jabatan pada hakekatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pengembangan dan pembinaan organisasi, serta memberi kesempatan penugasan bagi personel TNI AL untuk mengembangkan kemampuan dan karier yang bersangkutan. Hal ini berarti pula bahwa perwira yang melaksanakan mutasi, diberi kesempatan untuk lebih memperluas wawasan serta mengembangkan kepemimpinan, kreativitas, dan pemikiran secara konseptual sesuai bidang penugasan dan jabatan yang diemban, katanya.
Pada kesempatan itu Dansatlinlamil Jakarta mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada pejabat lama atas dedikasi, loyalitas, dan pengabdiannya yang selama ini diberikan pada Satlinlamil Jakarta, dan mengucapkan selamat kepada pejabat baru atas kepercayaan yang diberikan pemimpin TNI AL sebagai Komandan KRI.
Hadir pada upacara Sertijab tersebut seluruh Komandan KRI yang sedang berada di pangkalan Tanjung Priok Jakarta.
PELITA
Thursday, January 14, 2010
Jet Tempur AU Rusia Hilang
Sukhoi Su-27.
14 Januari 2009 -- Sebuah jet tempur Angkatan Udara Rusia Sukhoi Su-27 Flanker hilang dari layar radar di teritori Khabarovsk pada pukul 9.27 pagi waktu Moskow, menurut sebuah sumber di Distrik Militer Timur Jauh kepada RIA Novosti, Kamis (14/1).
Kementrian Pertahanan Rusia mengatakan jet tempur sedang melakukan penerbangan rutin dan kira-kira 30 km dari pangkalan tempat tinggal landas.
Operasi pencarian dan penyelamatan sedang dilakukan tetapi sejauh ini tidak ada tanda dari jet tempur yang hilang.
“Jet tempur tersebut dipiloti oleh seorang berpengalaman, perwira terlatih baik,” ungkap Kementrian Pertahanan.
Tahun lalu, terjadi dua insiden fatal yang menimpa Su-27 karena faktor "human error".
AU Belarusia kehilangan sebuah jet tempur Su-27 jatuh saat melakukan manuver akrobatik, menewaskan dua pilotnya pada 30 Oktober 2009. Dua minggu sebelumnya, dua Su-27 bertabrakan di udara saat melakukan persiapan untuk pameran udara MAKS-2009 diluar Moskow, menewaskan satu orang pilot.
RIA Novosti/@beritahankam
14 Januari 2009 -- Sebuah jet tempur Angkatan Udara Rusia Sukhoi Su-27 Flanker hilang dari layar radar di teritori Khabarovsk pada pukul 9.27 pagi waktu Moskow, menurut sebuah sumber di Distrik Militer Timur Jauh kepada RIA Novosti, Kamis (14/1).
Kementrian Pertahanan Rusia mengatakan jet tempur sedang melakukan penerbangan rutin dan kira-kira 30 km dari pangkalan tempat tinggal landas.
Operasi pencarian dan penyelamatan sedang dilakukan tetapi sejauh ini tidak ada tanda dari jet tempur yang hilang.
“Jet tempur tersebut dipiloti oleh seorang berpengalaman, perwira terlatih baik,” ungkap Kementrian Pertahanan.
Tahun lalu, terjadi dua insiden fatal yang menimpa Su-27 karena faktor "human error".
AU Belarusia kehilangan sebuah jet tempur Su-27 jatuh saat melakukan manuver akrobatik, menewaskan dua pilotnya pada 30 Oktober 2009. Dua minggu sebelumnya, dua Su-27 bertabrakan di udara saat melakukan persiapan untuk pameran udara MAKS-2009 diluar Moskow, menewaskan satu orang pilot.
RIA Novosti/@beritahankam
Pengembangan Teknologi Low Cost Cruise Missile (LCCM)
CR-10 adalah pengembangan dari SS-5 UAS yang pernah dikembangkan oleh Uavindo dengan Departemen Pertahanan. CR-10 mampu membawa sebuah sistem stabilisasi kamera lengkap, dengan berat total hingga 40kg dan bentang sayap 3.2m, menjadikan UAS ini memiliki rentang misi cukup luas. CR-10 telah terbukti handal dan memiliki jam terbang yang lebih dari cukup. (Foto: UAVindo)
14 Januari 2009, Jakarta -- Indonesia sebagai negara kepulauan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata dan berbatasan langsung dengan tiga negara yaitu Papua Nuginea, Timor Leste dan Malaysia memerlukan pengamatan wilayah secara terus menerus khususnya pada daerah-daerah rawan seperti Selat Malaka, Kalimantan, Irian dan NTT.
Mengingat luasnya daerah yang dipantau dan diamati dikaitkan dengan fasilitas dan dana yang ada, maka hasil yang dicapai masih jauh dari yang diharapkan. Pengawasan udara merupakan solusi yang efektif untuk mejaga terjadinya tindakan pencurian sumber daya alam nasional dan pembajakan.
Satelit dan pesawat terbang berawak merupakan peralatan pengawasan yang efektif namun sering mengalami kendala operasional terutama kekurangan infrastruktur pendukung. Unmanned Aerial Vehicle (UAV) memiliki kemampuan untuk menjalankan fungsi yang sama dengan satelit dan pesawat terbang berawak dengan tingkat kendala operasional yang lebih kecil.
Perhatian pemerintah dalam mengembangkan UAV telah dimulai dari tahun 1994 dalam bentuk anggaran penelitian untuk pengembangan SS-20 di Jurusan Teknik Penerbangan ITB. Kemudian dilanjutkan pada tahun 2003 dan 2006. Namun alokasi anggaran yang dimulai dari tahun 1994 sampai tahun 2006 ini belum menghasilkan UAV yang dapat digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Akhirnya muncul pertanyaan bagaimana pola pengembangan UAV yang sesuai dengan lingkungan Indonesia.
Oleh karena itu, Kementerian Riset dan Teknologi mengkoordinasikan diskusi tentang pengembangan LCCM pada Rabu, 13 Januari 2010 di ruang Rapat Lt. 6 Gd. II BPPT, Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta Pusat yang dibuka oleh Asisten Deputi Urusan Program Unggulan dan Strategis KRT, Hari Purwanto. Hadir dalam acara tersebut Deputi Bidang Program Riptek KRT, Teguh Rahardjo, Kapustek Litbang Dephan, Eddy Siradj, Seketaris Balitbang Dephan, Marsma TNI Eddy Priyono, Dittekind Dephan, Kol. Laut Edy Sulistyadi dan Tim Pustewagan LAPAN serta undangan lainnya dengan narasumber dari PT. UAVINDO Nusantara, Djoko Sardjadi.
Hasil dari diskusi ini diharapkan kedepan, pengembangan ide LCCM sudah mendapatkan kepastian mengenai arah kebijakan dalam penguasaan teknologinya. Lembaga/instansi yang akan dilibatkan dalam konsorsium adalah Kementerian Riset dan Teknologi, Balitbang Dephan, LAPAN, Uavindo, BPPT, IAe, ITB, Aviator dan Telenetina.
Humasristek
14 Januari 2009, Jakarta -- Indonesia sebagai negara kepulauan dengan penyebaran penduduk yang tidak merata dan berbatasan langsung dengan tiga negara yaitu Papua Nuginea, Timor Leste dan Malaysia memerlukan pengamatan wilayah secara terus menerus khususnya pada daerah-daerah rawan seperti Selat Malaka, Kalimantan, Irian dan NTT.
Mengingat luasnya daerah yang dipantau dan diamati dikaitkan dengan fasilitas dan dana yang ada, maka hasil yang dicapai masih jauh dari yang diharapkan. Pengawasan udara merupakan solusi yang efektif untuk mejaga terjadinya tindakan pencurian sumber daya alam nasional dan pembajakan.
Satelit dan pesawat terbang berawak merupakan peralatan pengawasan yang efektif namun sering mengalami kendala operasional terutama kekurangan infrastruktur pendukung. Unmanned Aerial Vehicle (UAV) memiliki kemampuan untuk menjalankan fungsi yang sama dengan satelit dan pesawat terbang berawak dengan tingkat kendala operasional yang lebih kecil.
Perhatian pemerintah dalam mengembangkan UAV telah dimulai dari tahun 1994 dalam bentuk anggaran penelitian untuk pengembangan SS-20 di Jurusan Teknik Penerbangan ITB. Kemudian dilanjutkan pada tahun 2003 dan 2006. Namun alokasi anggaran yang dimulai dari tahun 1994 sampai tahun 2006 ini belum menghasilkan UAV yang dapat digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI). Akhirnya muncul pertanyaan bagaimana pola pengembangan UAV yang sesuai dengan lingkungan Indonesia.
Oleh karena itu, Kementerian Riset dan Teknologi mengkoordinasikan diskusi tentang pengembangan LCCM pada Rabu, 13 Januari 2010 di ruang Rapat Lt. 6 Gd. II BPPT, Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta Pusat yang dibuka oleh Asisten Deputi Urusan Program Unggulan dan Strategis KRT, Hari Purwanto. Hadir dalam acara tersebut Deputi Bidang Program Riptek KRT, Teguh Rahardjo, Kapustek Litbang Dephan, Eddy Siradj, Seketaris Balitbang Dephan, Marsma TNI Eddy Priyono, Dittekind Dephan, Kol. Laut Edy Sulistyadi dan Tim Pustewagan LAPAN serta undangan lainnya dengan narasumber dari PT. UAVINDO Nusantara, Djoko Sardjadi.
Hasil dari diskusi ini diharapkan kedepan, pengembangan ide LCCM sudah mendapatkan kepastian mengenai arah kebijakan dalam penguasaan teknologinya. Lembaga/instansi yang akan dilibatkan dalam konsorsium adalah Kementerian Riset dan Teknologi, Balitbang Dephan, LAPAN, Uavindo, BPPT, IAe, ITB, Aviator dan Telenetina.
Humasristek
Enam Pos Baru di Perbatasan
Helikopter angkut TNI AD buatan Rusia jenis Mi-17. (Foto: ANTARA/R. Rekotomo/ss/hp/09)
14 Januari 2009, Nunukan -- Komandan Korem 091/ASN Kolonel Inf Musa Bangun mengatakan, idealnya untuk menjaga daerah perbatasan tidak diperlukan jumlah pos yang terlalu banyak. Asalkan ada kesiapan pasukan, dengan mobilitas yang tinggi. Sehingga jika suatu saat terjadi treable spot maka dalam waktu singkat sudah bisa tertangani. "Sekarang mobilisasi kita belum maksimal. Karena sarana dan prasarana belum mendukung. Contohnya seperti helikopter. Kalau kita punya helikopter yang cukup, pos tidak perlu banyak.
Kalau sekarang di sini cuma satu helikopter," ujar Musa Bangun, Kamis (14/1) usai memimpin Upacara Serah Terima Jabatan Dansatgaspamtas/Danyon 611 Awang Long dari Letkol Inf Achdwiyanto Yudi Hartono SSos kepada Letkol Inf Junaidi M, di halaman Mako Satgaspamtas.
Untuk meminimalisasi titik rawan ini, maka yang bisa dilakukan saat ini dengan menambah pos-pos baru di titik perbatasan. Sehingga pos yang jaraknya berjauhan, di antarnya bisa terisi pos. Dengan penambahan jumlah pos, tentunya jumlah personel pengamanan perbatasan juga akan bertambah. "Satu pos antara 20 sampai 30 personel," katanya.
Pembangunan enam pos yang diperkirakan tuntas akhir tahun ini, tersebar di Kecamatan Sebatik sebanyak dua pos, Kecamatan Nunukan sebanyak dua pos dan Kecamatan Krayan sebanyak dua pos. Pembangunan pos baru ini dilakukan karena tuntutan tugas dalam rangka mengemban tugas-tugas di perbatasan. Tidak semata-mata pada ancaman militer tetapi juga menyangkut pembinaan masyarakat. "Jadi masyarakat kita di pedalaman yang belum tersentuh birokrasi pemerintahan, maka dengan keberadaan pos itu diharapkan anak-anak kita yang ada di situ bisa terbina," harapnya.
Untuk memudahkan mobilisasi pasukan di perbatasan, Pemprov Kaltim memberikan bantuan hibah helikopter. Hanya saja, pengadaan tersebut masih dalam proses. Musa tak bisa memprediksi jumlah helikopter yang akan ditempatkan di Nunukan nanti.
"Namun dalam rencana strategis TNI Angkatan Darat, nanti di Berau akan dibentuk satu squadron heli yang kekuatannya cukup besar. Karena di sana nanti akan ada minimal 16 helikopter," ujarnya.
TRIBUN KALTIM
14 Januari 2009, Nunukan -- Komandan Korem 091/ASN Kolonel Inf Musa Bangun mengatakan, idealnya untuk menjaga daerah perbatasan tidak diperlukan jumlah pos yang terlalu banyak. Asalkan ada kesiapan pasukan, dengan mobilitas yang tinggi. Sehingga jika suatu saat terjadi treable spot maka dalam waktu singkat sudah bisa tertangani. "Sekarang mobilisasi kita belum maksimal. Karena sarana dan prasarana belum mendukung. Contohnya seperti helikopter. Kalau kita punya helikopter yang cukup, pos tidak perlu banyak.
Kalau sekarang di sini cuma satu helikopter," ujar Musa Bangun, Kamis (14/1) usai memimpin Upacara Serah Terima Jabatan Dansatgaspamtas/Danyon 611 Awang Long dari Letkol Inf Achdwiyanto Yudi Hartono SSos kepada Letkol Inf Junaidi M, di halaman Mako Satgaspamtas.
Untuk meminimalisasi titik rawan ini, maka yang bisa dilakukan saat ini dengan menambah pos-pos baru di titik perbatasan. Sehingga pos yang jaraknya berjauhan, di antarnya bisa terisi pos. Dengan penambahan jumlah pos, tentunya jumlah personel pengamanan perbatasan juga akan bertambah. "Satu pos antara 20 sampai 30 personel," katanya.
Pembangunan enam pos yang diperkirakan tuntas akhir tahun ini, tersebar di Kecamatan Sebatik sebanyak dua pos, Kecamatan Nunukan sebanyak dua pos dan Kecamatan Krayan sebanyak dua pos. Pembangunan pos baru ini dilakukan karena tuntutan tugas dalam rangka mengemban tugas-tugas di perbatasan. Tidak semata-mata pada ancaman militer tetapi juga menyangkut pembinaan masyarakat. "Jadi masyarakat kita di pedalaman yang belum tersentuh birokrasi pemerintahan, maka dengan keberadaan pos itu diharapkan anak-anak kita yang ada di situ bisa terbina," harapnya.
Untuk memudahkan mobilisasi pasukan di perbatasan, Pemprov Kaltim memberikan bantuan hibah helikopter. Hanya saja, pengadaan tersebut masih dalam proses. Musa tak bisa memprediksi jumlah helikopter yang akan ditempatkan di Nunukan nanti.
"Namun dalam rencana strategis TNI Angkatan Darat, nanti di Berau akan dibentuk satu squadron heli yang kekuatannya cukup besar. Karena di sana nanti akan ada minimal 16 helikopter," ujarnya.
TRIBUN KALTIM
Anggaran Belanja Alutsista Rp20 Triliun
Sejumlah teknisi PT Dirgantara Indonesia mengerjakan bagian body Helikopter Super Puma NAS 332 di hanggar PTDI, Pajajaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (14/10). TNI-AU memesan 9 buah helikopter Super Puma 332 seri militer yang rencananya akan selesai akhir Januari 2010. (Foto: ANTARA/Rezza Estily/ss/ama/10)
14 Januari 2009, Bandung -- Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan sudah merencanakan pemenuhan anggaran alutsista hingga Rp20 triliun. Jumlah tersebut akan dicapai dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Hal itu disampaikan Menhan Purnomo Yusgiantoro kepada wartawan dalam jumpa pers seusai penyerahan 33 panser buatan PT Pindad di Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/1).
"Pemerintah akan berikan tambahan dana untuk alutsista secara bertahap itu mencapai Rp 20 triliun. Saya bicara ini khusus untuk alutsista. Anggarannya sendiri lebih dari itu karena belanja pegawai 60% dan belanja barang 26%, sisanya buat alutsista," jelas Menhan.
Sejumlah teknisi PT Dirgantara Indonesia mengerjakan bagian body Pesawat CN 235 MPA di Hanggar PTDI, Pajajaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (14/1). TNI-AL memesan 3 buah pesawat CN 235 MPA (Maritime Patrol Aircraft) yang dilengkapi radar pengintai serta sonar, untuk mengganti sebagian pesawat intai Nomad yang telah uzur. Rencananya pesawat tersebut akan selesai pada tahun 2012. (Foto: ANTARA/Rezza Estily/ss/ama/10)
Sebelumnya, Menhan menyatakan bahwa belanja modal dialokasikan pemerintah sebesar Rp 6,4 triliun untuk tahun 2010. Jumlah ini jauh lebih kecil dari anggaran untuk belanja pegawai yang mencapai Rp 22 triliun dari total anggaran pertahanan. Dengan adanya rencana peningkatan anggaran tersebut, Menhan memperkirakan setidaknya anggaran untuk alutsista mencapai Rp 63 triliun. Jumlah tersebut masih dipertanyakan kemampuannya untuk menggerakkan industri pertahanan dalam negeri.
"Jika ini cukup untuk membuat industri menggeliat. Jika tidak, akan menjadi base loan sebagai modal dasar. Sisanya tentu industri pertahanan dapat menjual ke sektor lain. Contohnya PAL menjual ke bea cukai atau ke migas dan panser juga akan dipakai oleh negara tetangga kita. Dibeli bukan dipakai gratis. Jadi ini proses untuk mendorong tumbuhnya industri pertahanan kita," cetusnya.
MEDIA INDONESIA
14 Januari 2009, Bandung -- Pemerintah melalui Kementerian Pertahanan sudah merencanakan pemenuhan anggaran alutsista hingga Rp20 triliun. Jumlah tersebut akan dicapai dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Hal itu disampaikan Menhan Purnomo Yusgiantoro kepada wartawan dalam jumpa pers seusai penyerahan 33 panser buatan PT Pindad di Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/1).
"Pemerintah akan berikan tambahan dana untuk alutsista secara bertahap itu mencapai Rp 20 triliun. Saya bicara ini khusus untuk alutsista. Anggarannya sendiri lebih dari itu karena belanja pegawai 60% dan belanja barang 26%, sisanya buat alutsista," jelas Menhan.
Sejumlah teknisi PT Dirgantara Indonesia mengerjakan bagian body Pesawat CN 235 MPA di Hanggar PTDI, Pajajaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (14/1). TNI-AL memesan 3 buah pesawat CN 235 MPA (Maritime Patrol Aircraft) yang dilengkapi radar pengintai serta sonar, untuk mengganti sebagian pesawat intai Nomad yang telah uzur. Rencananya pesawat tersebut akan selesai pada tahun 2012. (Foto: ANTARA/Rezza Estily/ss/ama/10)
Sebelumnya, Menhan menyatakan bahwa belanja modal dialokasikan pemerintah sebesar Rp 6,4 triliun untuk tahun 2010. Jumlah ini jauh lebih kecil dari anggaran untuk belanja pegawai yang mencapai Rp 22 triliun dari total anggaran pertahanan. Dengan adanya rencana peningkatan anggaran tersebut, Menhan memperkirakan setidaknya anggaran untuk alutsista mencapai Rp 63 triliun. Jumlah tersebut masih dipertanyakan kemampuannya untuk menggerakkan industri pertahanan dalam negeri.
"Jika ini cukup untuk membuat industri menggeliat. Jika tidak, akan menjadi base loan sebagai modal dasar. Sisanya tentu industri pertahanan dapat menjual ke sektor lain. Contohnya PAL menjual ke bea cukai atau ke migas dan panser juga akan dipakai oleh negara tetangga kita. Dibeli bukan dipakai gratis. Jadi ini proses untuk mendorong tumbuhnya industri pertahanan kita," cetusnya.
MEDIA INDONESIA
Pelabuhan Biak Jadi Lokasi Peresmian KRI Kaisiepo
14 Januari 2010, Biak -- Pelabuhan laut Kabupaten Biak Numfor,Papua, akan dijadikan lokasi peresmian beroperasinya kapal perang baru TNI Angkatan Laut KRI Frans Kaisiepo 368 yang dijadwalkan berlangsung akhir Januari 2010.
Bupati Biak Numfor Yusuf Melianus Maryen di Biak,Kamis mengakui, Pemkab Biak menyampaikan penghargaan kepada Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso yang telah memilih Biak sebagai pusat kegiatan peresmian KRI Frans Kaisiepo.
"Sesuai jadwal lokasi penerimaan dan penyambutan kedatangan KRI 368 Frans Kaisepo dilakukan di Pelabuhan Laut Biak," ungkap Yusuf Melianus Maryen.
Ia mengakui, pemberian nama kapal perang KRI Frans Kaisiepo sebagai bentuk penghormatan bangsa dan negara RI atas jasa perjuangan dan pengabdian pahlawan nasional asal Kabupaten Biak Numfor dalam menjaga keutuhan NKRI dari Sabang hingga Merauke.
Selain diabadikan menjadi nama kapal perang, pemerintah Republik Indonesia juga telah menetapkan Frans Kaisiepo menjadi nama bandara internasional Frans Kaisepo Biak.
Berdasarkan data yang diperoleh ANTARA News, kapal perang baru KRI Frans Kaisepo merupakan jenis Korvet Sigma memiliki dimensi berat 1692 ton, panjang 90,71 meter, dan lebar 13,02 meter.
Kelebihan lain dimiliki KRI Frans Kaisepo 368 mempunyai kecepatan daya jelajah 28 knot serta dilengkapi dengan misil penangkis serangan udara 2 kali Quad MBDA Mistral TETRAL, Anti surface missile 4 kali MBDA Exocet MM40 Block II dan senjata oto melara kaliber 76mm.
KRI Frans Kaisepo adalah kapal keempat atau yang terakhir dipesan Indonesia dari Schelde Naval Shipbuilding, Belanda. Tiga kapal sebelumnya dengan jenis yang sama, yaitu KRI Diponegoro 365, KRI Hasanuddin 366, dan KRI Iskandar Muda 367.
ANTARA News
Panser VAB TNI di Lebanon Diganti Bertahap
Seorang anggota KONGA berada di dekat Panser APS-2 (6x6) pada serah terima kendaraan itu di Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/1). PT Pindad menyerahkan 33 unit Panser APS-2 (6x6) tahap ketiga kepada Kementerian Pertahanan dari total pesanan sebanyak 150 unit jenis APS dan empat unit jenis intai. (Foto: ANTARA/Puspa Perwitasari/ss/Spt/10)
14 Januari 2010, Jakarta -- Mabes TNI menyatakan beberapa kendaraan tempur panser VAB yang digunakan Kontingen TNI dalam misi perdamaian di Lebanon, akan diganti secara bertahap dengan panser sejenis buatan PT Pindad.
"Panser VAB yang selama ini digunakan TNI dalam misi perdamaian PBB di Lebanon memang kesiapannya sudah menurun, meski pergantian suku cadang sudah dilaksanakan," kata Asisten Operasi Kasum TNI Mayjen TNI Supiadin ketika dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Ditemui usai menghadiri gelar kesiapan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (SRC-PB), ia mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi seluruh kesiapan kendaraan tempur panser VAB yang kini masih digunakan Kontingen TNI di Lebanon.
"Dari evaluasi itu, akan terlihat mana yang masih bisa digunakan dan mana yang tidak. Dan itu yang akan kita tarik, diganti dengan yang baru," ujar Supiadin menambahkan.
Ia mengakui, panser VAB yang digunakan TNI dalam misi perdamaian PBB di Lebanon masih asli buatan Renault, Perancis. "Dari `body` hingga mesin yang digunakan, bukan VAB baru yang diproduksi bersama PT Pindad dan Renault. Jadi, memang tingkat kesiapannya sudah sangat menurun," ujarnya.
Pada 2006, pemerintah Indonesia juga sempat membeli 32 panser VAB dari Renault Truck, Perancis untuk mendukung Konga XXIII-A di Lebanon Selatan. Puluhan kendaraan lapis baja yang dibeli itu memiliki spesifikasi rangka tahun 1997 hingga 2000, tapi menggunakan komponen dan teknologi tercanggih.
Panser itu dibuat tiga jenis, yaitu jenis komando, angkut, dan ambulans yang dilengkapi dengan sistem integrated logistic support (ILS).
Selain itu, pemerintah juga memesan 150 unit panser sejenis dari PT Pindad yang bekerja sama dengan Renault Truck`s pada 2008 yang rencananya sebagian digunakan pula bagi kontingen TNI di Lebanon.
Dari 154 unit yang dipesan, 93 unit diantaranya telah diserahkan PT Pindad kepada Kementrian Pertahanan. Dari jumlah yang diserahkan itu, 13 unit diantaranya akan menggantikan panser VAB milik TNI yang kini digunakan dalam misi perdamaian PBB di Lebanon.
ANTARA News
14 Januari 2010, Jakarta -- Mabes TNI menyatakan beberapa kendaraan tempur panser VAB yang digunakan Kontingen TNI dalam misi perdamaian di Lebanon, akan diganti secara bertahap dengan panser sejenis buatan PT Pindad.
"Panser VAB yang selama ini digunakan TNI dalam misi perdamaian PBB di Lebanon memang kesiapannya sudah menurun, meski pergantian suku cadang sudah dilaksanakan," kata Asisten Operasi Kasum TNI Mayjen TNI Supiadin ketika dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Ditemui usai menghadiri gelar kesiapan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (SRC-PB), ia mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi seluruh kesiapan kendaraan tempur panser VAB yang kini masih digunakan Kontingen TNI di Lebanon.
"Dari evaluasi itu, akan terlihat mana yang masih bisa digunakan dan mana yang tidak. Dan itu yang akan kita tarik, diganti dengan yang baru," ujar Supiadin menambahkan.
Ia mengakui, panser VAB yang digunakan TNI dalam misi perdamaian PBB di Lebanon masih asli buatan Renault, Perancis. "Dari `body` hingga mesin yang digunakan, bukan VAB baru yang diproduksi bersama PT Pindad dan Renault. Jadi, memang tingkat kesiapannya sudah sangat menurun," ujarnya.
Pada 2006, pemerintah Indonesia juga sempat membeli 32 panser VAB dari Renault Truck, Perancis untuk mendukung Konga XXIII-A di Lebanon Selatan. Puluhan kendaraan lapis baja yang dibeli itu memiliki spesifikasi rangka tahun 1997 hingga 2000, tapi menggunakan komponen dan teknologi tercanggih.
Panser itu dibuat tiga jenis, yaitu jenis komando, angkut, dan ambulans yang dilengkapi dengan sistem integrated logistic support (ILS).
Selain itu, pemerintah juga memesan 150 unit panser sejenis dari PT Pindad yang bekerja sama dengan Renault Truck`s pada 2008 yang rencananya sebagian digunakan pula bagi kontingen TNI di Lebanon.
Dari 154 unit yang dipesan, 93 unit diantaranya telah diserahkan PT Pindad kepada Kementrian Pertahanan. Dari jumlah yang diserahkan itu, 13 unit diantaranya akan menggantikan panser VAB milik TNI yang kini digunakan dalam misi perdamaian PBB di Lebanon.
ANTARA News
DPR Tolak BNPP Dipimpin Mendagri
Satgas Ambalat Marinir berangkat ke tempat tugas dengan kapal perang jenis LST.
14 Januari 2009, Jakarta -- Wakil Ketua Komisi I DPR Agus Gumiwang menolak usulan Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro soal pembentukan Badan Nasional Pengelolaan Pertahanan (BNPP) dipimpin menteri dalam negeri (mendagri).
Dia berpendapat, badan tersebut harus dipimpin langsung oleh presiden atau wakil presiden. “Kalau mendagri, pemahamannya akan minim mengenai diplomasi, masalah negosiasi internasional, dan kekuatan pertahanan di titik-titik perbatasan,” katanya di Gedung DPR Jakarta kemarin. Agus khawatir mendagri tidak dapat mengoordinasikan program sejumlah institusi dalam pengelolaan wilayah perbatasan.
”Dikhawatirkan akan tetap terjadi ego sektoral yang menyebabkan program badan itu tersendat,”ujarnya. Dia menegaskan, BNPP harus dipimpin presiden atau wakil presiden agar visi, misi, dan koordinasi institusi-institusi yang terlibat dalam memiliki program untuk wilayah perbatasan berjalan baik.
Sebelumnya Menhan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, pemerintah akan membentuk BNPP, badan khusus yang bertugas menangani masalah perbatasan yang akan dikepalai mendagri. Lembaga ini merupakan lembaga pemerintah yang bertugas mengoordinasikan pengelolaan wilayah perbatasan. Terkait ada 12 dari 92 pulau terluar rawan konflik,Agus justru mengingatkan minimnya alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI.
“Sayangnya, alutsista yang dimiliki TNI masih jauh dari memadai bahkan jauh dari kebutuhan minimum essential force. Bukan hanya kapal laut patroli, juga pesawat terbang patroli ataupun tempur,”tutur Agus. Anggota Komisi I DPR Yoris Raweyai menilai BNPP merupakan suatu kebutuhan untuk mengelola wilayah perbatasan karena banyak persoalan terkait wilayah perbatasan misalnya tingkat kesejahteraan warga di perbatasan.
Begitu juga dengan personel TNI yang bertugas di sana. “Ini harus menjadi perhatian,” kata politikus Partai Golkar itu. Pembentukan BNPP juga harus dibicarakan bersama dengan lembaga terkait, bukan hanya mendagri. Seperti diberitakan, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menyatakan, pemerintah akan membentuk badan khusus yang bertugas menangani masalah perbatasan.
Badan tersebut akan dinamakan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang dikepalai oleh Menteri Dalam Negeri. ”Lembaga ini merupakan lembaga pemerintah, tapi bukan dibentuk oleh Menhan. Lembaga ini bertugas untuk mengoordinasikan pengelolaan garis dan kawasan perbatasan Indonesia,” ungkap Purnomo.
Mantan Menteri ESDM ini mengatakan, untuk keperluan pembangunan dan pengamanan wilayah perbatasan, pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp40 triliun.Dana ini,ujar dia,dialokasikan untuk perbaikan kondisi sosial ekonomi kawasan perbatasan. Menurut Purnomo, semakin baiknya kondisi sosial ekonomi masyarakat di perbatasan, maka pengamanan kawasan per-batasan dengan sendirinya akan semakin baik.
SEPUTAR INDONESIA
14 Januari 2009, Jakarta -- Wakil Ketua Komisi I DPR Agus Gumiwang menolak usulan Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro soal pembentukan Badan Nasional Pengelolaan Pertahanan (BNPP) dipimpin menteri dalam negeri (mendagri).
Dia berpendapat, badan tersebut harus dipimpin langsung oleh presiden atau wakil presiden. “Kalau mendagri, pemahamannya akan minim mengenai diplomasi, masalah negosiasi internasional, dan kekuatan pertahanan di titik-titik perbatasan,” katanya di Gedung DPR Jakarta kemarin. Agus khawatir mendagri tidak dapat mengoordinasikan program sejumlah institusi dalam pengelolaan wilayah perbatasan.
”Dikhawatirkan akan tetap terjadi ego sektoral yang menyebabkan program badan itu tersendat,”ujarnya. Dia menegaskan, BNPP harus dipimpin presiden atau wakil presiden agar visi, misi, dan koordinasi institusi-institusi yang terlibat dalam memiliki program untuk wilayah perbatasan berjalan baik.
Sebelumnya Menhan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, pemerintah akan membentuk BNPP, badan khusus yang bertugas menangani masalah perbatasan yang akan dikepalai mendagri. Lembaga ini merupakan lembaga pemerintah yang bertugas mengoordinasikan pengelolaan wilayah perbatasan. Terkait ada 12 dari 92 pulau terluar rawan konflik,Agus justru mengingatkan minimnya alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI.
“Sayangnya, alutsista yang dimiliki TNI masih jauh dari memadai bahkan jauh dari kebutuhan minimum essential force. Bukan hanya kapal laut patroli, juga pesawat terbang patroli ataupun tempur,”tutur Agus. Anggota Komisi I DPR Yoris Raweyai menilai BNPP merupakan suatu kebutuhan untuk mengelola wilayah perbatasan karena banyak persoalan terkait wilayah perbatasan misalnya tingkat kesejahteraan warga di perbatasan.
Begitu juga dengan personel TNI yang bertugas di sana. “Ini harus menjadi perhatian,” kata politikus Partai Golkar itu. Pembentukan BNPP juga harus dibicarakan bersama dengan lembaga terkait, bukan hanya mendagri. Seperti diberitakan, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menyatakan, pemerintah akan membentuk badan khusus yang bertugas menangani masalah perbatasan.
Badan tersebut akan dinamakan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang dikepalai oleh Menteri Dalam Negeri. ”Lembaga ini merupakan lembaga pemerintah, tapi bukan dibentuk oleh Menhan. Lembaga ini bertugas untuk mengoordinasikan pengelolaan garis dan kawasan perbatasan Indonesia,” ungkap Purnomo.
Mantan Menteri ESDM ini mengatakan, untuk keperluan pembangunan dan pengamanan wilayah perbatasan, pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp40 triliun.Dana ini,ujar dia,dialokasikan untuk perbaikan kondisi sosial ekonomi kawasan perbatasan. Menurut Purnomo, semakin baiknya kondisi sosial ekonomi masyarakat di perbatasan, maka pengamanan kawasan per-batasan dengan sendirinya akan semakin baik.
SEPUTAR INDONESIA
Pakistan Mulai Sewot Lihat Sistem Pertahanan India
Sukhoi Su-30MKI milik AU India terbang dalam formasi. India merencanakan memiliki Su-30MKI hingga 280 pesawat. (Foto: IAF)
14 Januari 2010, Islamabad -- Perkembangan persenjataan India rupanya telah membuat Pakistan ketar-ketir juga. Dalam pernyataan politiknya yang dirilis Rabu, mereka menyatakan rasa keprihatinan atas semangat besar India membangun persenjataan yang dinilai akan menyaingi dan mengguncang keseimbangan regional.
National Command Authority (NCA), yang mengawasi aset negara nuklir, mencatat adanya perkembangan yang "merugikan" dalam kaitan menciptakan stabilitas strategis di kawasan itu. "India terus mengejar program militerisasi yang ambisius dan doktrin militer ofensif," kata Perdana Menteri Yousuf Raza Gilani dalam pertemuan kemarin.
"Pembangunan sistem induksi senjata canggih, termasuk instalasi ABM (anti-rudal balistik), dan membangun senjata nuklir secara besar-besaran cenderung mengguncang keseimbangan regional, " katanya.
Menurut dia, keinginan India terus memperkuat sistem pertahanannya memiliki konsekuensi berat bagi perdamaian dan keamanan di Asia Selatan, serta Samudera Hindia.
Seperti diketahui kedua negara telah berperang sejak merdeka pada tahun 1947, dua di antaranya di Kashmir, yang terbagi antara tetangga Asia Selatan dan diklaim sepenuhnya oleh keduanya. Ketegangan antara keduanya menyala kembali setelah ada serangan ke Mumbai pada November 2008, yang diduga dilakukan kelompok militan Pakistan yang berbasis di India.
KOMPAS.com
14 Januari 2010, Islamabad -- Perkembangan persenjataan India rupanya telah membuat Pakistan ketar-ketir juga. Dalam pernyataan politiknya yang dirilis Rabu, mereka menyatakan rasa keprihatinan atas semangat besar India membangun persenjataan yang dinilai akan menyaingi dan mengguncang keseimbangan regional.
National Command Authority (NCA), yang mengawasi aset negara nuklir, mencatat adanya perkembangan yang "merugikan" dalam kaitan menciptakan stabilitas strategis di kawasan itu. "India terus mengejar program militerisasi yang ambisius dan doktrin militer ofensif," kata Perdana Menteri Yousuf Raza Gilani dalam pertemuan kemarin.
"Pembangunan sistem induksi senjata canggih, termasuk instalasi ABM (anti-rudal balistik), dan membangun senjata nuklir secara besar-besaran cenderung mengguncang keseimbangan regional, " katanya.
Menurut dia, keinginan India terus memperkuat sistem pertahanannya memiliki konsekuensi berat bagi perdamaian dan keamanan di Asia Selatan, serta Samudera Hindia.
Seperti diketahui kedua negara telah berperang sejak merdeka pada tahun 1947, dua di antaranya di Kashmir, yang terbagi antara tetangga Asia Selatan dan diklaim sepenuhnya oleh keduanya. Ketegangan antara keduanya menyala kembali setelah ada serangan ke Mumbai pada November 2008, yang diduga dilakukan kelompok militan Pakistan yang berbasis di India.
KOMPAS.com
Menhan Komitmen Bangun Industri Lokal
Kementrian Pertahanan menerima 33 Panser Anoa dari PT. PINDAD (Persero) di Bandung, Rabu (13/1). (Foto: detikFoto)
14 Januari 2009, Jakarta -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan, pemerintah tetap akan mendukung dan berkomitmen secara total dalam membangkitkan industri pertahanan dalam negeri.
Bangkitnya industri pertahanan dalam negeri, kata Purnomo, akan merefleksikan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan pertahanan negara yang kuat. “Ini adalah era kebangkitan industri pertahanan yang ke depan akan menuju kemandirian alutsista,” tegas Purnomo sebelum menerima panser dari PT Pindad di Bandung kemarin.
Dia mengatakan,harus ada biaya yang ditanggung dalam upaya revitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Sebab, menurut Menhan,industri pertahanan dalam negeri yang sempat terpuruk beberapa waktu lalu akibat krisis yang berkepanjangan tentunya memiliki berbagai kekurangan.
Kekurangan tersebut, jelas mantan Menteri ESDM ini,terlihat dari segi harga yang belum bersaing, kualitas yang belum mencapai titik optimal, maupun kekurangan dari segi pemeliharaan dan layanan purnajual. PT Pindad kemarin menyerahkan 33 unit Panser Angkut Personel Sedang (APS)-2 (6x6) kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Ini merupakan penyerahan tahap ketiga dari total pesanan sebanyak 150 unit Panser APS-2 (6x6) dan 4 unit Panser Intai (4X4) oleh PT Pindad sejak 2008 lalu.
Sementara itu, Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan, keterbatasan pembiayaan merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan BUMN industri pertahanan.” Keterbatasan antara lain meliputi anggaran pertahanan dalam APBN,khususnya pengadaan alutsista dalam negeri,” paparnya. Permasalahan lain yang dihadapi di antaranya ketergantungan yang besar pada Kemenhan dan negaranegara lain dalam hal pemesanan.
SEPUTAR INDONESIA
14 Januari 2009, Jakarta -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan, pemerintah tetap akan mendukung dan berkomitmen secara total dalam membangkitkan industri pertahanan dalam negeri.
Bangkitnya industri pertahanan dalam negeri, kata Purnomo, akan merefleksikan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan pertahanan negara yang kuat. “Ini adalah era kebangkitan industri pertahanan yang ke depan akan menuju kemandirian alutsista,” tegas Purnomo sebelum menerima panser dari PT Pindad di Bandung kemarin.
Dia mengatakan,harus ada biaya yang ditanggung dalam upaya revitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Sebab, menurut Menhan,industri pertahanan dalam negeri yang sempat terpuruk beberapa waktu lalu akibat krisis yang berkepanjangan tentunya memiliki berbagai kekurangan.
Kekurangan tersebut, jelas mantan Menteri ESDM ini,terlihat dari segi harga yang belum bersaing, kualitas yang belum mencapai titik optimal, maupun kekurangan dari segi pemeliharaan dan layanan purnajual. PT Pindad kemarin menyerahkan 33 unit Panser Angkut Personel Sedang (APS)-2 (6x6) kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Ini merupakan penyerahan tahap ketiga dari total pesanan sebanyak 150 unit Panser APS-2 (6x6) dan 4 unit Panser Intai (4X4) oleh PT Pindad sejak 2008 lalu.
Sementara itu, Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan, keterbatasan pembiayaan merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan BUMN industri pertahanan.” Keterbatasan antara lain meliputi anggaran pertahanan dalam APBN,khususnya pengadaan alutsista dalam negeri,” paparnya. Permasalahan lain yang dihadapi di antaranya ketergantungan yang besar pada Kemenhan dan negaranegara lain dalam hal pemesanan.
SEPUTAR INDONESIA
PT Pindad Targetkan Keuntungan Rp 1 Triliun
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro memotong rangkaian bunga tanda resminya penyerahan 33 unit panser. (Foto: detikFoto/Angga Aliya ZRF)
13 Januari 2010, Bandung -- PT Pindad (Persero) termasuk salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang saat ini mampu menyumbangkan keuntungan bagi negara. BUMN yang memproduksi alat utama sistem persenjataan (alustsista) itu menargetkan keuntungan bersih Rp 1 triliun.
Direktur Utama PT Pindad (Persero), Adik Avianto Soedarsono, Rabu (13/1/2010) di Bandung, mengatakan, perusahaan yang dipimpinnya itu terus untung dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2008, Pindad meraup untung Rp 6 miliar. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 20 miliar pada tahun 2009.
"Penjualan alutsista juga meningkat dari tahun 2008 ke tahun 2009. Pada tahun 2008, dari penjualan alutsista saja kami meraih Rp 590 miliar. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 900 miliar pada tahun 2009," katanya di sela-sela penyerahan 33 unit panser APS (6x6) kepada Departemen Pertahanan.
Enggartiasto Lukito Usulkan Pindad di Bawah Kemenhan
Anggota Komisi I DPR Enggartiasto Lukito mengusulkan keberadaan BUMN produsen senjata seperti Pindad, PAL dan PT Dirgantara Indonesia secara operasional berada di bawah naungan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
“Ke depan, pertahanan kita akan lebih banyak menggunakan produksi dalam negeri karena keterbatasan anggaran. Jadi sebaiknya BUMN produsen senjata tersebut berada di bawah Kemenhan agar memudahkan koordinasi,” ucap Enggar kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, contoh serupa terjadi antara Pertamina dengan Kementerian ESDM. Pertamina tidak di bawah Meneg BUMN secara operasional tetapi di bawah ESDM. Demikian juga dengan sejumlah BUMN lain seperti Wijaya Karya atau Hutama Karya. Keduanya secara operasional berada di bawah Kementerian PU, bukan di bawah Meneg BUMN.
Enggar membantah jika Pindad, PAL dan PT DI berada di bawah Kemenhan akan membuka peluang terjadi KKN. Menurut dia, BPK dan BPKP bisa diterjunkan untuk mengaudit keuangan BUMN tersebut.
“Yang susah auditnya adalah jika pemerintah membeli senjata dari luar negeri, BPK sulit memeriksa,” kata mantan Ketua Umum REI dari Fraksi Golkar ini.
Ia menambahkan, jika pemerintah lebih banyak membeli senjata produksi dalam negeri berarti ada uang berputar di sini. Sebaliknya jika membeli senjata produksi luar malah terjadi pelarian modal (capital flight).
KOMPAS.com/POS KOTA
13 Januari 2010, Bandung -- PT Pindad (Persero) termasuk salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang saat ini mampu menyumbangkan keuntungan bagi negara. BUMN yang memproduksi alat utama sistem persenjataan (alustsista) itu menargetkan keuntungan bersih Rp 1 triliun.
Direktur Utama PT Pindad (Persero), Adik Avianto Soedarsono, Rabu (13/1/2010) di Bandung, mengatakan, perusahaan yang dipimpinnya itu terus untung dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2008, Pindad meraup untung Rp 6 miliar. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 20 miliar pada tahun 2009.
"Penjualan alutsista juga meningkat dari tahun 2008 ke tahun 2009. Pada tahun 2008, dari penjualan alutsista saja kami meraih Rp 590 miliar. Jumlah itu meningkat menjadi Rp 900 miliar pada tahun 2009," katanya di sela-sela penyerahan 33 unit panser APS (6x6) kepada Departemen Pertahanan.
Enggartiasto Lukito Usulkan Pindad di Bawah Kemenhan
Anggota Komisi I DPR Enggartiasto Lukito mengusulkan keberadaan BUMN produsen senjata seperti Pindad, PAL dan PT Dirgantara Indonesia secara operasional berada di bawah naungan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
“Ke depan, pertahanan kita akan lebih banyak menggunakan produksi dalam negeri karena keterbatasan anggaran. Jadi sebaiknya BUMN produsen senjata tersebut berada di bawah Kemenhan agar memudahkan koordinasi,” ucap Enggar kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, contoh serupa terjadi antara Pertamina dengan Kementerian ESDM. Pertamina tidak di bawah Meneg BUMN secara operasional tetapi di bawah ESDM. Demikian juga dengan sejumlah BUMN lain seperti Wijaya Karya atau Hutama Karya. Keduanya secara operasional berada di bawah Kementerian PU, bukan di bawah Meneg BUMN.
Enggar membantah jika Pindad, PAL dan PT DI berada di bawah Kemenhan akan membuka peluang terjadi KKN. Menurut dia, BPK dan BPKP bisa diterjunkan untuk mengaudit keuangan BUMN tersebut.
“Yang susah auditnya adalah jika pemerintah membeli senjata dari luar negeri, BPK sulit memeriksa,” kata mantan Ketua Umum REI dari Fraksi Golkar ini.
Ia menambahkan, jika pemerintah lebih banyak membeli senjata produksi dalam negeri berarti ada uang berputar di sini. Sebaliknya jika membeli senjata produksi luar malah terjadi pelarian modal (capital flight).
KOMPAS.com/POS KOTA
Wednesday, January 13, 2010
AL India Operasikan Kapal Selam Nuklir Rusia Tahun Ini
Kapal selam nuklir Nerpa K-152. (Foto: istimewa)
13 Januari 2009 – Kapal selam serang nuklir Rusia Nerpa, yang masuk jajaran Angkatan Laut akhir 2009, akan menjalani tambahan penyesuaian pada Februari, ungkap Menteri Pertahanan kepada RIA Novosti, Selasa (12/1).
“Tambahan penyesuaian direncanakan Nerpa pada Februari 2010 untuk memperbaiki cacat yang ditemukan saat pengujian terakhir,” ujar pejabat kementrian.
Rusia akan mengirimkan Nerpa ke AL India pada tahun ini, untuk disewa selama 10 tahun seharga 650 juta dolar, akan diberi nama INS Chakra. AL India untuk kedua kalinya menyewa kapal selam nuklir dari Rusia.
“Dibawah perjanjian dengan pihak India, perwakilan Indian Naval Command dan awak kapal India dilatih mengoperasikan kapal selam, akan datang ke pangkalan Nerpa di dekat Vladivostok di Timur Jauh Rusia,” ungkap sebuah sumber di Kementrian Pertahanan Rusia kepada Kantor Berita Itar-Tass.
Para awak akan melakukan pengujian pada Nerpa, termasuk persenjataan. Kemudian pihak India akan menandatangani penerimaan kapal selam, selanjutnya diserahkan ke India.
Nerpa K-152
Nerpa merupakan kapal selam serang nuklir kelas Akula II (Shark-2 kode NATO) berbobot 12000 ton, mempunyai kecepatan maksimal 30 knot, mampu menyelam sedalam 600 meter, dipersenjatai 4 tabung torpedo kaliber 533 mm dan 4 kaliber 650 mm.
Kapal selam ini mengalami insiden kebocoran gas Chlorin yang mematikan saat uji pelayaran pada 8 November 2008. Insiden ini menewaskan 3 awak kapal selam dan 17 pekerja galangan kapal yang sedang terlelap tidur di kompartemen tidur. Kapal selam mengangkut 208 orang, terdiri dari 81 pelaut dan sisanya pekerja galangan kapal.
Biaya perbaikan diperkirakan 65 juta dolar, kapal selam dinyatakan layak untuk diuji coba pelayaran.
RIA Novosti/newKerala.com/@beritahankam
13 Januari 2009 – Kapal selam serang nuklir Rusia Nerpa, yang masuk jajaran Angkatan Laut akhir 2009, akan menjalani tambahan penyesuaian pada Februari, ungkap Menteri Pertahanan kepada RIA Novosti, Selasa (12/1).
“Tambahan penyesuaian direncanakan Nerpa pada Februari 2010 untuk memperbaiki cacat yang ditemukan saat pengujian terakhir,” ujar pejabat kementrian.
Rusia akan mengirimkan Nerpa ke AL India pada tahun ini, untuk disewa selama 10 tahun seharga 650 juta dolar, akan diberi nama INS Chakra. AL India untuk kedua kalinya menyewa kapal selam nuklir dari Rusia.
“Dibawah perjanjian dengan pihak India, perwakilan Indian Naval Command dan awak kapal India dilatih mengoperasikan kapal selam, akan datang ke pangkalan Nerpa di dekat Vladivostok di Timur Jauh Rusia,” ungkap sebuah sumber di Kementrian Pertahanan Rusia kepada Kantor Berita Itar-Tass.
Para awak akan melakukan pengujian pada Nerpa, termasuk persenjataan. Kemudian pihak India akan menandatangani penerimaan kapal selam, selanjutnya diserahkan ke India.
Nerpa K-152
Nerpa merupakan kapal selam serang nuklir kelas Akula II (Shark-2 kode NATO) berbobot 12000 ton, mempunyai kecepatan maksimal 30 knot, mampu menyelam sedalam 600 meter, dipersenjatai 4 tabung torpedo kaliber 533 mm dan 4 kaliber 650 mm.
Kapal selam ini mengalami insiden kebocoran gas Chlorin yang mematikan saat uji pelayaran pada 8 November 2008. Insiden ini menewaskan 3 awak kapal selam dan 17 pekerja galangan kapal yang sedang terlelap tidur di kompartemen tidur. Kapal selam mengangkut 208 orang, terdiri dari 81 pelaut dan sisanya pekerja galangan kapal.
Biaya perbaikan diperkirakan 65 juta dolar, kapal selam dinyatakan layak untuk diuji coba pelayaran.
RIA Novosti/newKerala.com/@beritahankam
Selain Panser, Malaysia Juga Minati CN-235 Anti-Kapal Selam
PT Pindad (Persero) menyerahkan 33 unit panser APS-2 (6x6) kepada Departemen Pertahanan di PT Pindad Bandung, Rabu (13/1). Penyerahan 33 unit panser ini untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) nasional. (Foto: detikFoto/Angga Aliya ZRF)
13 Januari 2009, Bandung -- Malaysia, negara tetangga yang tak jarang bersitegang termasuk di kawasan perbatasan, terus mengirimkan sinyal kuat bahwa angkatan bersenjatanya bakal mempergunakan peralatan militer produksi Indonesia untuk menjaga kedaulatannya.
Peralatan militer yang dibidik adalah Panser APS Anoa 6x6 buatan PT Pindad Bandung. Direktur Utama PT Pindad, Adik Avianto Sudarsono mengungkapkan Malaysia membutuhkan 32 unit panser itu dengan spesifikasi yang tak jauh berbeda dengan Indonesia. Hanya, itu tampaknya terbentur dengan kapasitas produksi BUMN Strategis itu.
"Masih negosiasi, delivery date-nya yang tidak kena. Malasyia minta Maret, sedangkan kita selesaikan yang 61 unit pesanan Dephan yang tersisa sampai Septemrber," tandasnya di Bandung, Rabu (13/1).
Di saat yang sama, Malaysia juga tengah intens melakukan pembicaran dengan PT DI Bandung untuk pengadaan CN-235 konfigurasi anti-kapal selam. Direktur Operasional dan Produksi PT DI, Budi Wuraskito menjelaskan bahwa pihaknya telah mengirim tim guna membahas detail konfigurasi yang diinginkan.
Sebelumnya, Malaysia menginginkan 6 unit pesawat tersebut. Perkembangan terakhir, anggaran yang dialokasikan baru cukup untuk merealisasikan 4 pesawat multi fungsi itu. Diharapkan penandatangan kontrak dapat dilakukan tahun ini. Harga satu unit CN-235 konfigurasi Anti-Submarine Warfare dengan varian lengkap bisa mencapai 45 Juta US Dollar.
10th Malaysian Plan
Berdasarkan “10th Malaysian Plan” Tentera Darat Malaysia (TDM) merencanakan membentuk Air-Ground Task Force (AGTF) mengikuti gaya marinir AS untuk mengantikan infantri dan brigade mekanis saat ini.
AGTF akan terdiri dari dua batalyon infantri, dua kompi enginer, satu kompi masing-masing terdiri dari tank ringan, kendaraan lapis baja pengangkut personil, artileri dan sebuah kompi markas. Sebuah kompi pesawat udara terdiri dari enam helikopter ringan serta detasemen UAV kecil.
Untuk kendaraan lapis baja pengangkut personil, AB Malaysia mengajukan 6x6 Mine Resistant Ambush Protected (MRAP) untuk mengantikan panser beroda. Kendaraan MRAP umumnya lebih murah 40 persen dibandingkan panser beroda dan MRAP dapat membawa personil lebih banyak. AB Malaysia memerlukan 30 unit kendaraan jenis ini.
SUARA MERDEKA/@beritahankam
13 Januari 2009, Bandung -- Malaysia, negara tetangga yang tak jarang bersitegang termasuk di kawasan perbatasan, terus mengirimkan sinyal kuat bahwa angkatan bersenjatanya bakal mempergunakan peralatan militer produksi Indonesia untuk menjaga kedaulatannya.
Peralatan militer yang dibidik adalah Panser APS Anoa 6x6 buatan PT Pindad Bandung. Direktur Utama PT Pindad, Adik Avianto Sudarsono mengungkapkan Malaysia membutuhkan 32 unit panser itu dengan spesifikasi yang tak jauh berbeda dengan Indonesia. Hanya, itu tampaknya terbentur dengan kapasitas produksi BUMN Strategis itu.
"Masih negosiasi, delivery date-nya yang tidak kena. Malasyia minta Maret, sedangkan kita selesaikan yang 61 unit pesanan Dephan yang tersisa sampai Septemrber," tandasnya di Bandung, Rabu (13/1).
Di saat yang sama, Malaysia juga tengah intens melakukan pembicaran dengan PT DI Bandung untuk pengadaan CN-235 konfigurasi anti-kapal selam. Direktur Operasional dan Produksi PT DI, Budi Wuraskito menjelaskan bahwa pihaknya telah mengirim tim guna membahas detail konfigurasi yang diinginkan.
Sebelumnya, Malaysia menginginkan 6 unit pesawat tersebut. Perkembangan terakhir, anggaran yang dialokasikan baru cukup untuk merealisasikan 4 pesawat multi fungsi itu. Diharapkan penandatangan kontrak dapat dilakukan tahun ini. Harga satu unit CN-235 konfigurasi Anti-Submarine Warfare dengan varian lengkap bisa mencapai 45 Juta US Dollar.
10th Malaysian Plan
Berdasarkan “10th Malaysian Plan” Tentera Darat Malaysia (TDM) merencanakan membentuk Air-Ground Task Force (AGTF) mengikuti gaya marinir AS untuk mengantikan infantri dan brigade mekanis saat ini.
AGTF akan terdiri dari dua batalyon infantri, dua kompi enginer, satu kompi masing-masing terdiri dari tank ringan, kendaraan lapis baja pengangkut personil, artileri dan sebuah kompi markas. Sebuah kompi pesawat udara terdiri dari enam helikopter ringan serta detasemen UAV kecil.
Untuk kendaraan lapis baja pengangkut personil, AB Malaysia mengajukan 6x6 Mine Resistant Ambush Protected (MRAP) untuk mengantikan panser beroda. Kendaraan MRAP umumnya lebih murah 40 persen dibandingkan panser beroda dan MRAP dapat membawa personil lebih banyak. AB Malaysia memerlukan 30 unit kendaraan jenis ini.
SUARA MERDEKA/@beritahankam
Sertijab Tiga Pejabat Puspenerbal
13 Januari 2009, Surabaya -- Komandan Puspenerbal, Laksma TNI Rudy Hendro Satmoko, menyerahkan tongkat komando kepada Dan Wing Udara-2 yang baru, Kolonel Laut (P) I Nyoman Nesa, saat sertijab Dan Wing Udara-1, Dan Wing Udara-2 dan Dan Lanudal Juanda, di Apron Hanggar Lanudal Juanda Surabaya, Rabu (13/1). Dan Wing Udara-1 yang lama, Kolonel laut (P) Parno digantikan Kolonel laut (P) Subariyoto. Dan Lanudal Juanda yang lama Kolonel Laut (P) Subariyoto digantikan Kolonel Laut (P) Dadun Kohar dan Dan Wing Udara-2 yang lama, Kolonel Laut Dadun Kohar, digantikan oleh Kolonel Laut (P) I Nyoman Nesa. (Foto: ANTARA/Eric Ireng/ss/nz/10)
Komandan Puspenerbal, Laksma TNI Rudy Hendro Satmoko (tengah) salam komando dengan, Dan Wing Udara-1 lama, Kolonel Laut (P) Parno (kiri), Dan Wing Udara-1 baru, Kolonel Laut (P) Subariyoto (2 kiri), Dan Lanudal Juanda yang baru, Kolonel Laut (P) Dadun Kohar (2 kanan) dan Dan Wing Udara-2 yang baru, Kolonel Laut (P) I Nyoman Nesa. (Foto: ANTARA/Eric Ireng/ss/nz/10)
Komandan Puspenerbal, Laksma TNI Rudy Hendro Satmoko (tengah) salam komando dengan, Dan Wing Udara-1 lama, Kolonel Laut (P) Parno (kiri), Dan Wing Udara-1 baru, Kolonel Laut (P) Subariyoto (2 kiri), Dan Lanudal Juanda yang baru, Kolonel Laut (P) Dadun Kohar (2 kanan) dan Dan Wing Udara-2 yang baru, Kolonel Laut (P) I Nyoman Nesa. (Foto: ANTARA/Eric Ireng/ss/nz/10)
8 Pati Promosi Jabatan 8 Pati Mutasi
13 Januari 2009, Jakarta -- Berdasarkan pada Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/7/I/2010 tanggal 11 Januari 2010 yang ditandangani Panglima TNI Djoko Santoso. Delapan orang perwira tinggi yang mendapatkan promosi jabatan dan delapan orang perwira tinggi menjalani mutasi antar jabatan dalam pangkat yang sama.
Ada delapan orang perwira tinggi yang mendapatkan promosi jabatan. Mereka itu adalah;
1. Laksda TNI Soeparno dari Asops Kasal menjadi Wakasal
2. Marsda TNI Sukirno, S.E. dari Aspers Kasau menjadi Wakasau
3. Mayjen TNI Burhanudin Amin dari Pangdam I/Bukit Barisan menjadi Pangkostrad
4. Brigjen TNI Moeldoko, S.IP. dari Kasdam Jaya menjadi Pangdivif-1 Kostrad
5. Marsda TNI Bonggas S. Silaen, S.IP dari Gubernur AAU menjadi Dirjen Renhan Kementerian Pertahanan
6. Marsma TNI Sru A. Andreas, S.IP dari Danpuspomau menjadi Gubernur AAU
7. Brigjen TNI Budi Rahmat dari Waaslog Kasad menjadi Staf Khusus Panglima TNI
8. Kolonel Pnb Zulhasmi, S.Sos. dari Paban III/Intelud Spamau menjadi Kadispamsanau.
Sedangkan delapan orang perwira tinggi menjalani mutasi antar jabatan dalam pangkat yang sama adalah;
1. Marsdya TNI Eris Herryanto, S.IP., M.A. dari Dansesko TNI menjadi Irjen Kementerian
Pertahanan
2. Laksdya TNI Moekhlas Sidik, M.P.A dari Wakasal menjadi Dansesko TNI
3. Mayjen TNI Muhammad Noer Muis, S.IP., M.S.c. dari Pangdam XVI/Pattimura menjadi Pangdam I/Bukit Barsisan
4. Mayjen TNI Hatta Syafrudin dari Pangdivif-1 Kostrad menjadi Pangdam XVI/Pattimura
5. Brigjen TNI Waris dari Staf Khusus Kasad menjadi Kasdam Jaya
6. Marsma TNI Sudipo Handoyo dari Kadispamsanau menjadi Danpuspomau
7. Brigjen TNI Drs. Christian Zebua, M.M. dari Kadispenad menjadi Waaslog Kasad
8. Brigjen TNI S. Widjonarko, S.Sos dari Staf Khusus Kasad menjadi Kadispenad.
detikNews/@beritahankam
Ada delapan orang perwira tinggi yang mendapatkan promosi jabatan. Mereka itu adalah;
1. Laksda TNI Soeparno dari Asops Kasal menjadi Wakasal
2. Marsda TNI Sukirno, S.E. dari Aspers Kasau menjadi Wakasau
3. Mayjen TNI Burhanudin Amin dari Pangdam I/Bukit Barisan menjadi Pangkostrad
4. Brigjen TNI Moeldoko, S.IP. dari Kasdam Jaya menjadi Pangdivif-1 Kostrad
5. Marsda TNI Bonggas S. Silaen, S.IP dari Gubernur AAU menjadi Dirjen Renhan Kementerian Pertahanan
6. Marsma TNI Sru A. Andreas, S.IP dari Danpuspomau menjadi Gubernur AAU
7. Brigjen TNI Budi Rahmat dari Waaslog Kasad menjadi Staf Khusus Panglima TNI
8. Kolonel Pnb Zulhasmi, S.Sos. dari Paban III/Intelud Spamau menjadi Kadispamsanau.
Sedangkan delapan orang perwira tinggi menjalani mutasi antar jabatan dalam pangkat yang sama adalah;
1. Marsdya TNI Eris Herryanto, S.IP., M.A. dari Dansesko TNI menjadi Irjen Kementerian
Pertahanan
2. Laksdya TNI Moekhlas Sidik, M.P.A dari Wakasal menjadi Dansesko TNI
3. Mayjen TNI Muhammad Noer Muis, S.IP., M.S.c. dari Pangdam XVI/Pattimura menjadi Pangdam I/Bukit Barsisan
4. Mayjen TNI Hatta Syafrudin dari Pangdivif-1 Kostrad menjadi Pangdam XVI/Pattimura
5. Brigjen TNI Waris dari Staf Khusus Kasad menjadi Kasdam Jaya
6. Marsma TNI Sudipo Handoyo dari Kadispamsanau menjadi Danpuspomau
7. Brigjen TNI Drs. Christian Zebua, M.M. dari Kadispenad menjadi Waaslog Kasad
8. Brigjen TNI S. Widjonarko, S.Sos dari Staf Khusus Kasad menjadi Kadispenad.
detikNews/@beritahankam
Pertahanan Indonesia Jangan Cari Gampang
Menhankam Purnomo Yusgiantoro, Menristek Suharna Surapranata dan Menteri BUMN Mustafa Abubakar foto bersama Dirut Pindad Adik Avianto dan Dirjen Sarana Pertahanan Marsda Eris Harryanto di depan Panser APS-2 buatan PT PINDAD. (Foto: Ahmad Muarif)
13 Januari 2009, Jakarta -- Anggota Komisi I DPR RI, Tjahjo Kumolo mengingatkan Menteri Pertahanan harus semakin fokus melakukan revitalisasi industri strategis pertahanan nasional.
“Kita bisa kok tidak tergantung atau didominasi asing dalam pembangunan industri strategis pertahanan nasional,” tandasnya di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan itu, merespons berbagai desakan agar Indonesia tidak selalu cari gampang membeli atau mengimpor barang-barang bagi kepentingan alat utama sistem persenjtaaan (Alutsista) yang hanya menguntungkan pihak pemasok beserta jaringannya, lalu sebaliknya mematikan industri strategis pertahanan domestik.
Karena itu, Tjahjo Kumolo yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI ini meminta pihak Departemen Pertahanan (Dephan), apalagi kini telah diperkuat oleh hadirnya seorang Wakil Menteri berlatar militer, bisa membuat blue print pertahanan lebih baik lagi, guna membangun sistem pertahanan nasional strategis.
matanews.com
13 Januari 2009, Jakarta -- Anggota Komisi I DPR RI, Tjahjo Kumolo mengingatkan Menteri Pertahanan harus semakin fokus melakukan revitalisasi industri strategis pertahanan nasional.
“Kita bisa kok tidak tergantung atau didominasi asing dalam pembangunan industri strategis pertahanan nasional,” tandasnya di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan itu, merespons berbagai desakan agar Indonesia tidak selalu cari gampang membeli atau mengimpor barang-barang bagi kepentingan alat utama sistem persenjtaaan (Alutsista) yang hanya menguntungkan pihak pemasok beserta jaringannya, lalu sebaliknya mematikan industri strategis pertahanan domestik.
Karena itu, Tjahjo Kumolo yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI ini meminta pihak Departemen Pertahanan (Dephan), apalagi kini telah diperkuat oleh hadirnya seorang Wakil Menteri berlatar militer, bisa membuat blue print pertahanan lebih baik lagi, guna membangun sistem pertahanan nasional strategis.
matanews.com
Alutsista Dalam Negeri Dapat Diandalkan
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (kiri) bersama, Menteri BUMN Mustafa Abubakar (kedua kanan) dan Direktur PT Perindustrian Angkatan Darat (Pindad) Adik A Soedarsono (kanan) saat mencoba Panser APS-2 (6x6) usai serah terima di Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/1). PT Pindad menyerahkan 33 unit Panser APS-2 (6x6) tahap ketiga kepada Kementerian Pertahanan dari total pesanan sebanyak 150 unit jenis APS dan empat unit jenis intai. (Foto: ANTARA/Puspa Perwitasari/ss/Spt/10)
13 Januari 2009, Jakarta -- Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi mengungkapkan, kemampuan industri Alutsista domestik sebenarnya sudah memadai untuk memproduksi berbagai jenis peralatan senjata laras pendek, laras panjang, rompi dan helm anti peluru, bahkan panser-panser serta kapal-kapal patroli.
“Itu harus diberdayakan dan didukung secara politik oleh pemerintah dengan mendorong perbankan nasional memberikan fasilitas khusus. Cara ini lebih murah ketimbang harus terus mengimpor. Kecuali Alutsista yang memang sama sekali belum bisa diproduksi di sini,” katanya di Jakarta, Selasa.
Sementara Yusron Ihza yang juga mantan Wakil Ketua Komisi I DPR RI bidang Pertahanan (2004-2009) sendiri yakin seyakin-yakinnya, Indonesia memiliki stok SDM maupun SDA serta kemampuan mengelola finansial tinggi untuk menggerakkan industri pertahanan.
“Tinggal sekarang, bagaimana kemauan itu diimplementasikan di ranah nyata, tidak hanya lipservices dan akibatnya, ialah, semakin banyak Alutsista yang rontok jadi besi tua, termasuk berbagai kecelakaan pesawat maupun kapal milik TNI yang terjadi beruntun, yang memakan banyak korban jiwa serta prajurit berkualitas tinggi,” ungkapnya.
Yusron Ihza pun mengharapkan, agar pihak Dewan terus ngotot mendorong percepatan pembangunan pertahanan nasional berdasarkan blue print yang jelas, tidak hanya berdasarkan kemauan para pemasok beserta jaringan `neolib-nya.
matanews.com
13 Januari 2009, Jakarta -- Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Fayakhun Andriadi mengungkapkan, kemampuan industri Alutsista domestik sebenarnya sudah memadai untuk memproduksi berbagai jenis peralatan senjata laras pendek, laras panjang, rompi dan helm anti peluru, bahkan panser-panser serta kapal-kapal patroli.
“Itu harus diberdayakan dan didukung secara politik oleh pemerintah dengan mendorong perbankan nasional memberikan fasilitas khusus. Cara ini lebih murah ketimbang harus terus mengimpor. Kecuali Alutsista yang memang sama sekali belum bisa diproduksi di sini,” katanya di Jakarta, Selasa.
Sementara Yusron Ihza yang juga mantan Wakil Ketua Komisi I DPR RI bidang Pertahanan (2004-2009) sendiri yakin seyakin-yakinnya, Indonesia memiliki stok SDM maupun SDA serta kemampuan mengelola finansial tinggi untuk menggerakkan industri pertahanan.
“Tinggal sekarang, bagaimana kemauan itu diimplementasikan di ranah nyata, tidak hanya lipservices dan akibatnya, ialah, semakin banyak Alutsista yang rontok jadi besi tua, termasuk berbagai kecelakaan pesawat maupun kapal milik TNI yang terjadi beruntun, yang memakan banyak korban jiwa serta prajurit berkualitas tinggi,” ungkapnya.
Yusron Ihza pun mengharapkan, agar pihak Dewan terus ngotot mendorong percepatan pembangunan pertahanan nasional berdasarkan blue print yang jelas, tidak hanya berdasarkan kemauan para pemasok beserta jaringan `neolib-nya.
matanews.com
KSAD: Pengajar Akmil Harus Berkualitas
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI George Toisutta inspeksi taruna. (Foto: akmil.ac.id)
13 Januari 2009, Magelang -- Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta mengatakan, para pengajar taruna di Akademi Militer (Akmil) harus berkualitas supaya lembaga itu menghasilkan perwira TNI AD yang baik.
"Kalau gurunya jelek pasti muridnya jelek. Jadi gurunya harus bagus betul," katanya usai memimpin serah terima jabatan Gubernur Akmil dari Mayjen TNI Sabar Yudo Suroso kepada Brigjen TNI Gatot Nurmantyo di Magelang, Rabu.
Ia mengatakan, peningkatan kualitas pengajar Akmil antara lain melalui penataran dan penempatan para perwira TNI yang terbaik di lembaga itu sebagai pengajar dengan kedudukan organik.
Selain itu, katanya, kerja sama Akmil dengan perguruan tinggi lain tetap dilanjutkan pada masa mendatang.
Peningkatan kualitas Akmil, katanya, sebagai kebutuhan mendesak dan menjadi bagian dari pembenahan terhadap 10 komponen pendidikan.
Sepuluh komponen pendidikan TNI AD itu adalah kurikulum, paket instruksi, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, alat instruksi dan alat pertolongan instruksi, metode pengajaran, evaluasi, fasilitas pendidikan, serta anggaran.
Ia mengatakan, pembenahan itu harus secara bertahap karena terkait dengan pihak lain.
Pada kesempatan itu KSAD tidak menjelaskan tentang kaitan rencana pembenahan itu dengan pihak lain. Tetapi, AD memiliki tekad yang kuat untuk melakukan pembenahan 10 komponen pendidikan itu secara optimal.
ANTARA JATENG
13 Januari 2009, Magelang -- Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta mengatakan, para pengajar taruna di Akademi Militer (Akmil) harus berkualitas supaya lembaga itu menghasilkan perwira TNI AD yang baik.
"Kalau gurunya jelek pasti muridnya jelek. Jadi gurunya harus bagus betul," katanya usai memimpin serah terima jabatan Gubernur Akmil dari Mayjen TNI Sabar Yudo Suroso kepada Brigjen TNI Gatot Nurmantyo di Magelang, Rabu.
Ia mengatakan, peningkatan kualitas pengajar Akmil antara lain melalui penataran dan penempatan para perwira TNI yang terbaik di lembaga itu sebagai pengajar dengan kedudukan organik.
Selain itu, katanya, kerja sama Akmil dengan perguruan tinggi lain tetap dilanjutkan pada masa mendatang.
Peningkatan kualitas Akmil, katanya, sebagai kebutuhan mendesak dan menjadi bagian dari pembenahan terhadap 10 komponen pendidikan.
Sepuluh komponen pendidikan TNI AD itu adalah kurikulum, paket instruksi, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, alat instruksi dan alat pertolongan instruksi, metode pengajaran, evaluasi, fasilitas pendidikan, serta anggaran.
Ia mengatakan, pembenahan itu harus secara bertahap karena terkait dengan pihak lain.
Pada kesempatan itu KSAD tidak menjelaskan tentang kaitan rencana pembenahan itu dengan pihak lain. Tetapi, AD memiliki tekad yang kuat untuk melakukan pembenahan 10 komponen pendidikan itu secara optimal.
ANTARA JATENG
Gatot Nurmantyo Menjabat Gubernur Akmil
13 Januari 2010, Magelang -- Brigadir Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menjabat sebagai Gubernur Akademi Militer (Akmil) menggantikan pejabat lama, Mayor Jenderal TNI Sabar Yudo Suroso.
Upacara serah terima jabatan dipimpin oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI George Toisutta, di Lapangan Pancasila, kompleks Akmil, lembah Gunung Tidar, Kota Magelang, Jawa Tengah, Rabu.
George mengatakan, Akmil sebagai lembaga pendidikan pembentukan perwira TNI AD memiliki peranan dan tugas penting dalam membentuk kepribadian perwira-perwira muda AD.
"Agar memiliki kriteria tanggap, `tanggon`, dan trengginas," katanya.
Proses belajar mengajar di Akmil, katanya, harus tertata dalam suatu sistem, mekanisme, dan cara kerja yang baku serta profesional yang mengarah kepada pencapaian keluaran pendidikan dengan standar yang diinginkan.
Ia menjelaskan, motor penggerak angkatan perang adalah perwira. Perwira merupakan pemimpin yang akan menggerakkan dan membawa satuan untuk mencapai keberhasilan tugas.
Perwira TNI AD, katanya, harus tangguh dan andal dalam melaksanakan tugas.
Mereka, katanya, harus memiliki profesionalitas keprajuritan yang berbasis kepada jatidiri TNI sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, dan tentara profesional.
"Senantiasa menjaga moralitas, etika keprajuritan dengan landasan spiritual yang kokoh dalam bersikap dan bertindak dengan berpedoman kepada Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Delapan Wajib TNI," katanya.
Brigjen Gatot yang alumni Akmil 1982 itu sebelumnya menjabat sebagai Direktur Latihan Komando Pendidikan dan Latihan TNI AD di Bandung sedangkan Mayjen Sabar yang alumni Akmil 1975 itu selanjutnya bertugas sebagai staf ahli Panglima TNI di Jakarta.
Hadir pada kesempatan itu antara lain Gubernur Jateng Bibit Waluyo, Kepala Polda Jateng Irjen Pol. Alex Bambang Riatmodjo, dan Panglima Kodam IV Diponegoro Mayjen TNI Budiman.
ANTARA News
Dephan Tingkatkan Akuntabilitas Anggaran 2010
13 Januari 2009, Jakarta -- Menteri Pertahanan RI, Purnomo Yusgiantoro mengatakan Kementerian Pertahanan dan TNI telah melaksanakan program dan anggaran tahun 2009 dengan hasil yang memuaskan, ditandai dengan serapan DIPA 2009 mencapai 100 persen. Selain itu, telah terjadi perubahan hasil penilaian BPK terhadap pertanggungjawaban keuangan dan materiel dari Opini Disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
"Ini merupakan suatu kemajuan signifikan yang dipatut kita jadikan dorongan untuk menjalani tahun 2010 dengan semangat pengabdian yang lebih baik agar prestasi yang telah dicapai dapat dipertahankan dan lebih lebih ditingkatkan," kata Menhan, Purnomo Yusgiantoro di Kantor Departemen Pertahanan RI, Jakarta, Selasa (12/1).
Purnomo juga mengatakan rapat pimpinan kementerian pertahanan yang dilaksanakan 12 Januari 2010 memiliki makna yang penting karena Rapim pertama Kementerian Pertahanan yang diselenggarakan dalam era Kabinet Indonesia Bersatu II sekaligus Rapim yang mengawali pelaksanaan RPJMN 2010-2014. Oleh karena itu, menurut Purnomo, Rapim kali diharapkan sebagai titik tolak yang baik dari perjalanan penyelenggaraan negara lima tahun kedepan.
Rapim Kementerian Pertahanan kali ini, kata Purnomo, bertujuan untuk menyampaikan kebijakan Menteri Pertahanan dalam penyelenggaraan Pertahanan Negara TA 2010. Hal ini dapat dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pertahanan untuk mewujudkan suatu sistem pertahanan negara yang handal dan tangguh yang mampu menghadapi berbagai bentuk tantangan dan ancaman.
Menhan menekankan untuk melihat kembali makna yang terkandung di dalam RPJMN 2010-2014, visi dan misi KIB II, serta kebijakan pemerintah sebagai landasan dalam mengelola pertahanan TA 2010 yang mengutamakan pencapaian kesejahteraan, yang ditopang oleh kondisi aman dan damai sebagai prasyarat.
Menhan juga menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Panglima TNI, para Kepala Staf Angkatan dan secara khusus kepada segenap prajurit TNI, yang telah menunjukkan kualitas pengabdiannya yang tinggi dan selalu tampil sebagai unsur terdepan dalam menanggulangi penderitaan dan krisis yang melanda rakyat.
Meski demikian, Menhan mengajak kita patut bersyukur bahwa selama penyelenggaraan pemerintahan dalam lima tahun KIB I 2005-2009 telah meraih prestasi dan kemajuan di berbagai sektor termasuk bidang pertahanan negara.
"Hal terpenting yang tidak boleh kita remehkan adalah kedautan dan keutuhan wilayah NKRI dari Sabang sampai Merauke tetap terjaga. Ini mencerminkan bahwa penyelenggaraan pertahanan negara dapat kita laksanakan dengan baik, sekalipun dengan berbagai keterbatasan yang kita hadapi," katanya.
JURNAL NASIONAL
Latihan Pertahanan Pangkalan Lanud Balikpapan
13 Januari 2009, Balikpapan -- Untuk meningkatkan penguasaan operasi, baik dalam perencanaan dan pengendalian pertahanan pangkalan serta melatih koordinasi tim Komandan Lanud Balikpapan Letkol Pnb Arif Widianto mengadakan latihan pertahanan pangkalan yang bertempat di Lanud Balikpapan dan pantai manggar, Balikpapan (13/01).
Latihan ini dimaksudkan untuk antisipasi terhadap krisis politik nasional dan ekonomi, musibah bencana nasional serta gangguan keamanan di beberapa daerah dalam wilayah Indonesia yang belum juga selesai membawa dampak ke daerah Balikpapan berupa gejolak di bidang poleksosbud serta gangguan keamanan. Kondisi ini telah menimbulkan terjadinya gerakan-gerakan separatis yang melahirkan aksi-aksi kekerasan, terror, perusakan maupun gangguan keamanan lainnya.
Skenario diawali dengan pendadakan dimana dalam waktu kurang dari 10 menit seluruh anggota Lanud harus sudah terkumpul. Selanjutnya berdasarkan laporan yang diterima kelompok separatis telah menimbulkan keamanan di perairan selat Makasar dan menguasai kapal Satkamla. Atas dasar perintah untuk membantu satuan samping dari komando atas, Dansatlakopsud memerintahkan memberangkatkan 2/3 kekuatan untuk membantu satuan samping.
Karena adanya gerakan Klandestain dibantu dengan simpatisan separatis pada saat pergerakan 2/3 kekuatan keluar pangkalan membantu satuan samping. Kelompok separatis berhasil melumpuhkan 1/3 kekuatan Lanud yang standbye. Terkait hal tersebut, 2/3 kekuatan lanud segera melaksanankan peerebutan pangkalan, dari tangan separatis dengan menerapkan taktik tempur dan protap yang telah dibuat.
Dalam sambutannya Danlanud mengatakan latihaan yang baik tentunya tidak hanya mempersiapkan peserta latihan untuk menghadapi kondisi normal, namun juga ditujukan untuk meningkatkan ketrampilan dalam kondisi tidak normal. Dalam konteks inilah latihan pertahan pangkalan ini perlu dilaksanakan sebagai sarana untuk meningkatkan penguasaan operasi pertahanan pangkalan.
PENTAK LANUD BALIKPAPAN
Revitalisasi Industri Pertahanan Harus Jadi Fokus Menhan
PT Pindad (Persero) menyerahkan 33 unit panser APS-2 (6x6) kepada Departemen Pertahanan di PT Pindad Bandung, Rabu (13/1). Penyerahan 33 unit panser ini untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) nasional. Dari 33 unit panser ini nantinya akan diserahkan kepada TNI AD sebanyak 20 unit. Sementara sisanya sebanyak 13 unit panser akan digunakan TNI AD yang tergabung dalam Pasukan Perdamaian Dunia di Libanon. (Foto: detikFoto/Angga Aliya ZRF)
13 Januari 2010, Jakarta -- Anggota Komisi I DPR RI, Tjahjo Kumolo (Fraksi PDI Perjuangan) mengingatkan Menteri Pertahanan agar harus semakin fokus melakukan revitalisasi industri strategis pertahanan nasional.
"Kita bisa tidak tergantung atau didominasi asing dalam pembangunan industri strategis pertahanan nasional," tandasnya di Jakarta, Rabu (13/1).
Ia mengatakan itu merespons berbagai desakan, agar Indonesia tidak selalu cari gampang membeli atau mengimpor barang-barang bagi kepentingan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) yang hanya menguntungkan pihak pemasok beserta jaringannya, lalu sebaliknya mematikan industri strategis pertahanan domestik.
Karena itu, Tjahjo yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI ini meminta pihak Departemen Pertahanan (Dephan), apalagi kini telah diperkuat oleh hadirnya seorang Wakil Menteri berlatar militer, bisa membuat cetak biru pertahanan lebih baik lagi, guna membangun sistem pertahanan nasional strategis.
Secara terpisah, pengamat politik pertahanan dan internasional, Dr Yusron Ihza, LLM, mengatakan, industri pertahanan sesungguhnya bisa menjadi lokomotif perekonomin, atau profit centre, tidak sekedar cost centre sebagaimana dimainkan selama ini oleh Indonesia.
"Banyak contoh kasus, tidak saja di Amerika Serikat, Rusia dan beberapa negara Eropa, tapi India serta Brazil kini mulai mampu menampilkan citra industri pertahanan yang efisien sekaligus lokomotif perekonomian negaranya," ujarnya.
MEDIA INDONESIA
13 Januari 2010, Jakarta -- Anggota Komisi I DPR RI, Tjahjo Kumolo (Fraksi PDI Perjuangan) mengingatkan Menteri Pertahanan agar harus semakin fokus melakukan revitalisasi industri strategis pertahanan nasional.
"Kita bisa tidak tergantung atau didominasi asing dalam pembangunan industri strategis pertahanan nasional," tandasnya di Jakarta, Rabu (13/1).
Ia mengatakan itu merespons berbagai desakan, agar Indonesia tidak selalu cari gampang membeli atau mengimpor barang-barang bagi kepentingan alat utama sistem persenjataan (Alutsista) yang hanya menguntungkan pihak pemasok beserta jaringannya, lalu sebaliknya mematikan industri strategis pertahanan domestik.
Karena itu, Tjahjo yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI ini meminta pihak Departemen Pertahanan (Dephan), apalagi kini telah diperkuat oleh hadirnya seorang Wakil Menteri berlatar militer, bisa membuat cetak biru pertahanan lebih baik lagi, guna membangun sistem pertahanan nasional strategis.
Secara terpisah, pengamat politik pertahanan dan internasional, Dr Yusron Ihza, LLM, mengatakan, industri pertahanan sesungguhnya bisa menjadi lokomotif perekonomin, atau profit centre, tidak sekedar cost centre sebagaimana dimainkan selama ini oleh Indonesia.
"Banyak contoh kasus, tidak saja di Amerika Serikat, Rusia dan beberapa negara Eropa, tapi India serta Brazil kini mulai mampu menampilkan citra industri pertahanan yang efisien sekaligus lokomotif perekonomian negaranya," ujarnya.
MEDIA INDONESIA
Industri Pertahanan RI Masih Sulit Dapat Pendanaan
Seorang anggota TNI berada di dekat Panser APS-2 (6x6) pada serah terima kendaraan itu di Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/1). PT Pindad menyerahkan 33 unit Panser APS-2 (6x6) tahap ketiga kepada Kementerian Pertahanan (Foto: ANTARA/Puspa Perwitasari/ss/Spt/10)
13 Januari 2010, Jakarta -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar mengatakan industri pertahanan dalam negeri masih kesulitan mendapat pembiayaan dalam kegiatan operasionalnya. Dengan kesulitan tersebut, BUMN strategis penghasil alat utama sistem senjata (alutsista) akan susah berkembang dengan baik.
"Ada beberapa faktor yang menjadi permasalahan pembiayaan pengadaan alutsista dalam negeri, pembiayaannya sangat terbatas," ujarnya dalam pidato di Kantor PT Pindad (Persero), Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (13/1/2010).
Ia mengatakan, anggaran pertahanan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) khususnya untuk alokasi pengadaan alutsista dalam negeri masih terbatas. Selain itu penganggaran multi years untuk pembuatan alutsista belum berkesinambungan.
"Sumber dana dari sindikasi perbankan telah terbentuk, tetapi perlu kepastian jaminan pemerintah," ungkapnya.
Ia menambahkan, pemanfaatan fasilitas pinjaman dalam negeri oleh pemerintah sesuai dengan PP Nomor 54 tahun 2008 belum dapat dilaksanakan karena peraturan pelaksanaannya belum juga terbit.
"PP tentang tata cara pengadaan dan penerusan pinjaman dalam negeri sudah dikeluarkan, untuk itu peraturan pelaksanaannya yang berupa Keputusan Menteri Keuangan perlu segera diterbitkan," ungkapnya.
detikFinance
13 Januari 2010, Jakarta -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar mengatakan industri pertahanan dalam negeri masih kesulitan mendapat pembiayaan dalam kegiatan operasionalnya. Dengan kesulitan tersebut, BUMN strategis penghasil alat utama sistem senjata (alutsista) akan susah berkembang dengan baik.
"Ada beberapa faktor yang menjadi permasalahan pembiayaan pengadaan alutsista dalam negeri, pembiayaannya sangat terbatas," ujarnya dalam pidato di Kantor PT Pindad (Persero), Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (13/1/2010).
Ia mengatakan, anggaran pertahanan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) khususnya untuk alokasi pengadaan alutsista dalam negeri masih terbatas. Selain itu penganggaran multi years untuk pembuatan alutsista belum berkesinambungan.
"Sumber dana dari sindikasi perbankan telah terbentuk, tetapi perlu kepastian jaminan pemerintah," ungkapnya.
Ia menambahkan, pemanfaatan fasilitas pinjaman dalam negeri oleh pemerintah sesuai dengan PP Nomor 54 tahun 2008 belum dapat dilaksanakan karena peraturan pelaksanaannya belum juga terbit.
"PP tentang tata cara pengadaan dan penerusan pinjaman dalam negeri sudah dikeluarkan, untuk itu peraturan pelaksanaannya yang berupa Keputusan Menteri Keuangan perlu segera diterbitkan," ungkapnya.
detikFinance
Kementerian Pertahanan Terima 33 Unit Panse
Seorang anggota TNI berada di dekat Panser APS-2 (6x6) pada serah terima kendaraan itu di Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/1). PT Pindad menyerahkan 33 unit Panser APS-2 (6x6) tahap ketiga kepada Kementerian Pertahanan dari total pesanan sebanyak 150 unit jenis APS dan empat unit jenis intai. (Foto: ANTARA/Puspa Perwitasari/ss/Spt/10)
13 Januari 2010, Bandung -- PT Pindad Bandung, Jawa Barat, Rabu, menyerahkan 33 unit panser tipe APS-2 (6x6) kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Siaran pers PT Pindad yang diterima ANTARA News, Rabu, 33 unit panser tersebut akan diberikan kepada TNI AD sebagai pengguna sebanyak 24 unit dan 13 unit akan diberikan kepada TNI AD yang akan bergabung dalam pasukan perdamaian dunia di Lebanon.
Penyerahan panser dari PT Pindad merupakan tahap III dari total 150 unit panser tipe APS-2 (6x6) dan empat unit panser intai (4x4). Sebelumnya PT Pindad telah menyerahkan 60 unit panser tipe yang sama pada 2008.
Panser produksi pindad tersebut memiliki berat kendaraan maksimal 12 ton dengan body terbuat dari monocoque, plat tahan peluru dengan ketebalan 8 sampai 10 mm.
Walaupun sangat berat, namun panser tersebut dapat melaju dengan kecepatan 90 kilometer per jam, radius putar 10 meter dan daya tanjak 31 derajat.
Di samping itu, panser tersebut dilengkapi peralatan khusus seperti sarana penglihatan malam dan winch 6 ton. Untuk alat komunikasi terdapat intercom set plus VHF/FM (anti jamming dan hopping) serta GPS.
Panser yang berfungsi sebagai angkutan personil sedang tersebut dapat mengangkut 15 orang prajurit. Kendaraan ini memiliki delapan kaca intai dan delapan lubang tembak serta dilengkapi dua set tabung pelontar asap.
Dari segi persenjataan panser tersebut dilengkapi dengan copula di bagian atasnya yang bisa berputar 360 derajat untuk menembak dengan jenis senjata AGL atau SMB dan juga dilengkapi persenjataan 7,62 mm (infanteri) dan AGL 40 mm (kavaleri).
ANTARA News
13 Januari 2010, Bandung -- PT Pindad Bandung, Jawa Barat, Rabu, menyerahkan 33 unit panser tipe APS-2 (6x6) kepada Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Siaran pers PT Pindad yang diterima ANTARA News, Rabu, 33 unit panser tersebut akan diberikan kepada TNI AD sebagai pengguna sebanyak 24 unit dan 13 unit akan diberikan kepada TNI AD yang akan bergabung dalam pasukan perdamaian dunia di Lebanon.
Penyerahan panser dari PT Pindad merupakan tahap III dari total 150 unit panser tipe APS-2 (6x6) dan empat unit panser intai (4x4). Sebelumnya PT Pindad telah menyerahkan 60 unit panser tipe yang sama pada 2008.
Panser produksi pindad tersebut memiliki berat kendaraan maksimal 12 ton dengan body terbuat dari monocoque, plat tahan peluru dengan ketebalan 8 sampai 10 mm.
Walaupun sangat berat, namun panser tersebut dapat melaju dengan kecepatan 90 kilometer per jam, radius putar 10 meter dan daya tanjak 31 derajat.
Di samping itu, panser tersebut dilengkapi peralatan khusus seperti sarana penglihatan malam dan winch 6 ton. Untuk alat komunikasi terdapat intercom set plus VHF/FM (anti jamming dan hopping) serta GPS.
Panser yang berfungsi sebagai angkutan personil sedang tersebut dapat mengangkut 15 orang prajurit. Kendaraan ini memiliki delapan kaca intai dan delapan lubang tembak serta dilengkapi dua set tabung pelontar asap.
Dari segi persenjataan panser tersebut dilengkapi dengan copula di bagian atasnya yang bisa berputar 360 derajat untuk menembak dengan jenis senjata AGL atau SMB dan juga dilengkapi persenjataan 7,62 mm (infanteri) dan AGL 40 mm (kavaleri).
ANTARA News
Pemerintah Diminta Perhatikan Daerah Perbatasan
Salah satu pos penjagaan di daerah perbatasan dibangun dari kayu dan seng.
13 Januari 2010, Jakarta -- Pemerintah harus memberi perhatian khusus bagi kawasan perbatasan, termasuk kepada prajurit TNI dan pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas di kawasan perbatasan dengan negara tetangga.
"Kehidupan prajurit TNI dan PNS yang bertugas di kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar sangat jauh dari sejahtera. Bahkan bisa dikatakan memprihatinkan," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Enggartiasto Lukita, di Jakarta, Selasa (12/1).
Dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum sehari-hari, kata Enggar, prajurit TNI terpaksa harus melakukan penghematan yang sangat ketat. Ini dilakukan karena minimnya uang makan dan minum yang dianggarkan negara kepada mereka.
"Sebagai contoh, dengan uang saku hanya sebesar Rp38 ribu untuk prajurit yang bertugas di wilayah perbatasan. Itu sangat minim," katanya.
Padahal, kata Enggar, kebutuhan air minum maupun air bersih di kawasan perbatasan sangat sulit ditemukan. Biasanya kawasan perbatasan dikelilingi laut dan sangat jauh dari perkotaan. "Secara wajar mereka akan membatasi untuk membeli air minum. Akibatnya mereka harus menerima penyakit ginjal," katanya.
Untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, Enggar menuturkan, prajurit TNI maupun masyarakat setempat terpaksa membeli melalui negara tetangga, Malaysia.
Di sisi lain, dia juga menyoroti buruknya standar pos pengamanan di kawasan perbatasan. "Pemerintah perlu mengkaji dan mmbuat standar pembangunan pos penjagaan di perbatasan, yang saat ini jauh dari kelayakan.
Bahkan, buruknya pos penjagaan di wilayah perbatasan tidak hanya di perbatasan daratan melainkan juga pulau terluar," katanya.
Menurut dia, pembenahan standarisasi penjagaan kawasan perbatasan mulai dari kesejahteraan prajurit yang bertugas, sarana pos keamanan dan penjagaan, alat utama sistem senjata (alutsista) dan logistik.
Berdasarkan kunjungan kerja Komisi I di perbatasan Indonesia dan Timor Leste di Atambua, kata Enggar, standar pos pejagaan dan kebutuhan logistik sudah tidak layak. Bahan bangunan yang dipergunakan hanya seng dan triplek.
"Bagaimana bertugas, kalau kebutuhan air yang sulit didapati, hanya mengandalkan tadah hujan, sarana pos tidak layak dan kesra bisa bertugas dengan baik," kata dia.
Meski begitu, kata Enggar, rendahnya tingkat kesejahteraan prajurit TNI dan PNS di kawasan perbatasan bukan sepenuhnya kesalahan pemerintah maupun Mabes TNI. "Ini kesalahan kolektif. DPR juga harus bertanggung jawab, karena persetujuan anggaran TNI juga harus melalui DPR," katanya.
MEDIA INDONESIA
13 Januari 2010, Jakarta -- Pemerintah harus memberi perhatian khusus bagi kawasan perbatasan, termasuk kepada prajurit TNI dan pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas di kawasan perbatasan dengan negara tetangga.
"Kehidupan prajurit TNI dan PNS yang bertugas di kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar sangat jauh dari sejahtera. Bahkan bisa dikatakan memprihatinkan," kata anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Enggartiasto Lukita, di Jakarta, Selasa (12/1).
Dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum sehari-hari, kata Enggar, prajurit TNI terpaksa harus melakukan penghematan yang sangat ketat. Ini dilakukan karena minimnya uang makan dan minum yang dianggarkan negara kepada mereka.
"Sebagai contoh, dengan uang saku hanya sebesar Rp38 ribu untuk prajurit yang bertugas di wilayah perbatasan. Itu sangat minim," katanya.
Padahal, kata Enggar, kebutuhan air minum maupun air bersih di kawasan perbatasan sangat sulit ditemukan. Biasanya kawasan perbatasan dikelilingi laut dan sangat jauh dari perkotaan. "Secara wajar mereka akan membatasi untuk membeli air minum. Akibatnya mereka harus menerima penyakit ginjal," katanya.
Untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, Enggar menuturkan, prajurit TNI maupun masyarakat setempat terpaksa membeli melalui negara tetangga, Malaysia.
Di sisi lain, dia juga menyoroti buruknya standar pos pengamanan di kawasan perbatasan. "Pemerintah perlu mengkaji dan mmbuat standar pembangunan pos penjagaan di perbatasan, yang saat ini jauh dari kelayakan.
Bahkan, buruknya pos penjagaan di wilayah perbatasan tidak hanya di perbatasan daratan melainkan juga pulau terluar," katanya.
Menurut dia, pembenahan standarisasi penjagaan kawasan perbatasan mulai dari kesejahteraan prajurit yang bertugas, sarana pos keamanan dan penjagaan, alat utama sistem senjata (alutsista) dan logistik.
Berdasarkan kunjungan kerja Komisi I di perbatasan Indonesia dan Timor Leste di Atambua, kata Enggar, standar pos pejagaan dan kebutuhan logistik sudah tidak layak. Bahan bangunan yang dipergunakan hanya seng dan triplek.
"Bagaimana bertugas, kalau kebutuhan air yang sulit didapati, hanya mengandalkan tadah hujan, sarana pos tidak layak dan kesra bisa bertugas dengan baik," kata dia.
Meski begitu, kata Enggar, rendahnya tingkat kesejahteraan prajurit TNI dan PNS di kawasan perbatasan bukan sepenuhnya kesalahan pemerintah maupun Mabes TNI. "Ini kesalahan kolektif. DPR juga harus bertanggung jawab, karena persetujuan anggaran TNI juga harus melalui DPR," katanya.
MEDIA INDONESIA
Dikritik Rencana Pembentukan Badan Pengelola Perbatasan
Bagan di pasang bendera Merah Putih untuk menunjukan wilayah kedaulatan NKRI. (Foto: KOMPAS)
12 Januari 2009, Jakarta -- Rencana pembentukan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan yang dikemukakan oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dinilai tak menyelesaikan permasalahan mendasar. Semestinya, pemerintah meningkatkan efektifitas lembaga yang sudah ada.
Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI dari FPG Enggartiasto Lukito di Jakarta, Selasa (12/1). "Saya pikir (BNPP) tidak usah ada. Paling tidak, saya lihat itu overlap (tumpang tindih) dan menambah beban anggaran. Gunakan saja yang sudah ada," kata dia.
Masalah perbatasan yang terkait dengan Kementerian Pertahanan, semestinya menyelesaikan kesejahteraan para prajurit penjaga. Berdasarkan kunjungan kerja yang dilakukan ke daerah perbatasan, ia menemukan kondisi yang memprihatinkan yang dialami para prajurit. Padahal, cerita tersebut sudah lama ia dengar. Maka itu, kewajiban pemerintah untuk segera menyelesaikannya.
"Setidaknya, pemerintah bisa memasukkan pemenuhan kebutuhan minimal prajurit yang bertugas di perbatasan dalam mata anggaran APBN perubahan pada Bulan Maret mendatang. Itu yang paling mungkin," usulnya.
Tidak hanya menambah uang lauk pauk, prajurit juga semestinya diberikan insentif yang lebih menarik ketika ditugaskan di perbatasan. Selain itu, pemerintah juga bertanggungjawab untuk membangun barak yang sesuai standar.
"Seperti halnya detasering. Jadi, ketika ada orang ditugaskan keluar kota, ada uang jalannya seperti itu. Jangan bicara keterbatasan anggaran, itu tugas kita semua bagaimana memenuhinya," sahut dia.
Konflik Perbatasan masih Jadi Ancaman
Marinir bertugas ke Ambalat diangkut dengan kapal perang indonesia jenis LST. (Foto: detikSurabaya)
Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso memprediksi konflik perbatasan masih menjadi ancaman bagi keamanan di tahun 2010. Selain itu, konflik horizontal akan juga tetap mengemuka.
Hal ini disampaikannya dalam jumpa pers di Kementerian Pertahanan di Jakarta, Selasa (12/1). "Dari kondisi perkembangan lingkungan strategis dimana terjadi konflik permanen di Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika, maka bisa dikonfigurasikan ancaman dan tantangan itu adalah perang terbatas akibat adanya konflik di daerah perbatasan," terang Panglima TNI.
Ia juga memperkirakan ancaman dari dalam negeri masih seputar benturan-benturan kepentingan yang menimbulkan konflik horizontal dan separatis yang berujung anarkis. Misalnya, persoalan konflik antar suku yang belum dapat ditangani di Papua. Belum lagi, persoalan penegakan hukum di laut dan udara.
"Untuk menghadapi itu, bagaimana TNI dan Dephan membangun kekuatan TNI, kekuatan pendukung dan cadangan untuk mampu melaksanakan tugas pokoknya," sahutnya.
Menhan Purnomo Yusgiantoro menanggapi hal tersebut. Menurutnya, pembangunan kekuatan untuk suatu operasi militer dan non militer memang diperlukan dalam menghadapi ancaman. Pihaknya menjabarkan kebutuhan pembangunan kekuatan tersebut dalam level kekuatan minimal karena untuk membangun kekuatan cukup besar tak bisa hanya mengandalkan anggaran saat ini. Itu harus dilakukan secara bertahap.
"Untuk membangun kekuatan cukup besar, kita harus tingkatkan tiga kali lipat untuk alutsista. Dan itu tidak mungkin dalam anggaran. Kita akan lakukan secara bertahap," tukasnya.
Anggaran yang bertahap, sambung dia, tentu bisa dicapai dengan peningkatan ekonomi. Dan jika berbicara hal itu, tidak terlepas dari kondisi keamanan dan politik yang mendukung. Ia mengibaratkannya seperti dua sisi mata uang.
"Jadi keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu juga didukung dengan peningkatan dari polkam. Tapi, saya ingin garis bawahi polkam ini tidak menjadi serta merta tanggung jawab Dephan. Ada juga dari kpolisian. Ada juga dari politisi. Jadi, ini harus imbang dalam pelaksanaannya," sahutnya.
MEDIA INDONESIA
12 Januari 2009, Jakarta -- Rencana pembentukan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan yang dikemukakan oleh Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dinilai tak menyelesaikan permasalahan mendasar. Semestinya, pemerintah meningkatkan efektifitas lembaga yang sudah ada.
Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi I DPR RI dari FPG Enggartiasto Lukito di Jakarta, Selasa (12/1). "Saya pikir (BNPP) tidak usah ada. Paling tidak, saya lihat itu overlap (tumpang tindih) dan menambah beban anggaran. Gunakan saja yang sudah ada," kata dia.
Masalah perbatasan yang terkait dengan Kementerian Pertahanan, semestinya menyelesaikan kesejahteraan para prajurit penjaga. Berdasarkan kunjungan kerja yang dilakukan ke daerah perbatasan, ia menemukan kondisi yang memprihatinkan yang dialami para prajurit. Padahal, cerita tersebut sudah lama ia dengar. Maka itu, kewajiban pemerintah untuk segera menyelesaikannya.
"Setidaknya, pemerintah bisa memasukkan pemenuhan kebutuhan minimal prajurit yang bertugas di perbatasan dalam mata anggaran APBN perubahan pada Bulan Maret mendatang. Itu yang paling mungkin," usulnya.
Tidak hanya menambah uang lauk pauk, prajurit juga semestinya diberikan insentif yang lebih menarik ketika ditugaskan di perbatasan. Selain itu, pemerintah juga bertanggungjawab untuk membangun barak yang sesuai standar.
"Seperti halnya detasering. Jadi, ketika ada orang ditugaskan keluar kota, ada uang jalannya seperti itu. Jangan bicara keterbatasan anggaran, itu tugas kita semua bagaimana memenuhinya," sahut dia.
Konflik Perbatasan masih Jadi Ancaman
Marinir bertugas ke Ambalat diangkut dengan kapal perang indonesia jenis LST. (Foto: detikSurabaya)
Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso memprediksi konflik perbatasan masih menjadi ancaman bagi keamanan di tahun 2010. Selain itu, konflik horizontal akan juga tetap mengemuka.
Hal ini disampaikannya dalam jumpa pers di Kementerian Pertahanan di Jakarta, Selasa (12/1). "Dari kondisi perkembangan lingkungan strategis dimana terjadi konflik permanen di Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara dan Afrika, maka bisa dikonfigurasikan ancaman dan tantangan itu adalah perang terbatas akibat adanya konflik di daerah perbatasan," terang Panglima TNI.
Ia juga memperkirakan ancaman dari dalam negeri masih seputar benturan-benturan kepentingan yang menimbulkan konflik horizontal dan separatis yang berujung anarkis. Misalnya, persoalan konflik antar suku yang belum dapat ditangani di Papua. Belum lagi, persoalan penegakan hukum di laut dan udara.
"Untuk menghadapi itu, bagaimana TNI dan Dephan membangun kekuatan TNI, kekuatan pendukung dan cadangan untuk mampu melaksanakan tugas pokoknya," sahutnya.
Menhan Purnomo Yusgiantoro menanggapi hal tersebut. Menurutnya, pembangunan kekuatan untuk suatu operasi militer dan non militer memang diperlukan dalam menghadapi ancaman. Pihaknya menjabarkan kebutuhan pembangunan kekuatan tersebut dalam level kekuatan minimal karena untuk membangun kekuatan cukup besar tak bisa hanya mengandalkan anggaran saat ini. Itu harus dilakukan secara bertahap.
"Untuk membangun kekuatan cukup besar, kita harus tingkatkan tiga kali lipat untuk alutsista. Dan itu tidak mungkin dalam anggaran. Kita akan lakukan secara bertahap," tukasnya.
Anggaran yang bertahap, sambung dia, tentu bisa dicapai dengan peningkatan ekonomi. Dan jika berbicara hal itu, tidak terlepas dari kondisi keamanan dan politik yang mendukung. Ia mengibaratkannya seperti dua sisi mata uang.
"Jadi keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu juga didukung dengan peningkatan dari polkam. Tapi, saya ingin garis bawahi polkam ini tidak menjadi serta merta tanggung jawab Dephan. Ada juga dari kpolisian. Ada juga dari politisi. Jadi, ini harus imbang dalam pelaksanaannya," sahutnya.
MEDIA INDONESIA
Mendagri Pimpin Badan Perbatasan
Pulau Berhala. (Foto: panoramio/taufiktmg)
13 Januari 2010, Jakarta -- Pemerintah membentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan sebagai solusi atas kompleksitas dan tantangan yang dihadapi. Badan yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri ini mengurus tidak hanya garis batas, tetapi juga dengan kawasannya.
”Perbatasan dan pulau-pulau terluar menjadi perhatian kita. Kita gembira karena wilayah perbatasan tidak semata-mata merupakan tanggung jawab Kementerian Pertahanan dan TNI,” kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, didampingi Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, di Jakarta, Selasa (12/1).
Permasalahan perbatasan saat ini, menurut Purnomo, memang belum selesai. Saat ini, upaya penyelesaian dilakukan lewat perundingan yang merupakan tanggung jawab Kementerian Luar Negeri.
Kementerian Pertahanan, termasuk TNI, memberikan dukungan sejauh diperlukan, termasuk dengan data yang berkaitan dengan perbatasan dan dalam perundingan itu sendiri.
Saat ini, lanjut dia, sebenarnya sudah ada perbatasan yang dimiliki oleh setiap negara. Namun, permasalahan yang ada, selain versi yang berbeda-beda, juga sering ada perubahan seperti patok yang bergeser.
Menurut Purnomo, dibutuhkan pemantauan perbatasan yang intensif seperti di Pulau Kalimantan. ”Caranya dengan membangun pos perbatasan karena perbatasan kita di Kalimantan luas sekali,” katanya.
Tambah kodam
Panglima TNI Djoko Santoso mengatakan, untuk perbatasan Kalimantan, rentang kendalinya mencapai 2.004 kilometer. Oleh karena itu, bukan cuma dibutuhkan tambahan pos, tetapi rentang kendali perlu dibagi.
Berkaitan dengan itu, Markas Besar TNI dan TNI AD tengah mengkaji agar komando daerah militer (kodam) di Kalimantan jadi dua sehingga rentang kendali tidak lebar. ”Sebagai perbandingan, panjang perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan itu cuma 400 km,” kata Djoko.
KOMPAS
13 Januari 2010, Jakarta -- Pemerintah membentuk Badan Nasional Pengelola Perbatasan sebagai solusi atas kompleksitas dan tantangan yang dihadapi. Badan yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri ini mengurus tidak hanya garis batas, tetapi juga dengan kawasannya.
”Perbatasan dan pulau-pulau terluar menjadi perhatian kita. Kita gembira karena wilayah perbatasan tidak semata-mata merupakan tanggung jawab Kementerian Pertahanan dan TNI,” kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, didampingi Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, di Jakarta, Selasa (12/1).
Permasalahan perbatasan saat ini, menurut Purnomo, memang belum selesai. Saat ini, upaya penyelesaian dilakukan lewat perundingan yang merupakan tanggung jawab Kementerian Luar Negeri.
Kementerian Pertahanan, termasuk TNI, memberikan dukungan sejauh diperlukan, termasuk dengan data yang berkaitan dengan perbatasan dan dalam perundingan itu sendiri.
Saat ini, lanjut dia, sebenarnya sudah ada perbatasan yang dimiliki oleh setiap negara. Namun, permasalahan yang ada, selain versi yang berbeda-beda, juga sering ada perubahan seperti patok yang bergeser.
Menurut Purnomo, dibutuhkan pemantauan perbatasan yang intensif seperti di Pulau Kalimantan. ”Caranya dengan membangun pos perbatasan karena perbatasan kita di Kalimantan luas sekali,” katanya.
Tambah kodam
Panglima TNI Djoko Santoso mengatakan, untuk perbatasan Kalimantan, rentang kendalinya mencapai 2.004 kilometer. Oleh karena itu, bukan cuma dibutuhkan tambahan pos, tetapi rentang kendali perlu dibagi.
Berkaitan dengan itu, Markas Besar TNI dan TNI AD tengah mengkaji agar komando daerah militer (kodam) di Kalimantan jadi dua sehingga rentang kendali tidak lebar. ”Sebagai perbandingan, panjang perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan itu cuma 400 km,” kata Djoko.
KOMPAS
KSAD Kaji Korem dan Kodim
KSAD Jenderal TNI George Toisutta (kiri) menyerahkan pataka kesatuan Kodam IV/Diponegoro "Sirnaning Yakso Katon Gapuraning Ratu" kepada pejabat baru Pangdam IV/Diponegoro, Mayjen TNI Budiman (tengah), disaksikan pejabat lama Pangdam IV/Diponegoro, Mayjen TNI Haryadi Soetanto (kanan), pada upacara sertijab Pangdam IV/Diponegoro di lapangan parade Kodam IV/Diponegoro, di Semarang, Jateng, Selasa (12/1). Mayjen TNI Budiman sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Militer Kepresidenan, sementara Mayjen TNI Haryadi Soetanto selanjutnya akan menempati jabatan barunya sebagai Asisten Operasi KSAD. (Foto: ANTARA/R. Rekotomo/Koz/hp/10)
12 Januari 2009, Semarang -- Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta menyatakan penambahan Korem dan Kodim di jajaran Kodam IV Diponegoro akan terus dilakukan pengkajian.
Langkah itu diambil untuk memastikan apakah keberadaannya saat ini sudah cukup atau perlu dibentuk lagi. Menurut Goerge,setelah dilakukan pengkajian secara mendalam, hasilnya kemudian akan diserahkan kepada masyarakat. “Jadi masyarakat yang menentukan,bukan kami,”ungkapnya usai memimpin serah terima jabatan Pangdam IV/Diponegoro dari Mayjen TNI Haryadi Soetanto kepada Mayjen TNI Budiman, di lapangan Makodam IV/Diponegoro Semarang,kemarin. Jenderal bintang empat ini menambahkan, pada tahun 2010 ini akan segera dibentuk Kodam di Provinsi Kalimantan Barat.
Menurut dia,pembentukan Kodam itu juga berdasarkan permintaan masyarakat dan hasil kajian secara menyeluruh oleh TNI Angkatan Darat.“Untuk pembentukan Kodam di wilayah lain, juga masih terus dikaji termasuk di wilayah Papua,”terangnya. Dalam sertijab itu,George juga memaparkan,Kodam IV/Diponegoro mengemban tugas dan fungsi yang penting dan strategis terkait pengembangan dan pemantapan potensi pertahanan di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Dua provinsi ini memiliki suatu kekhasan yang harus dipertimbangkan dalam penyelenggaraan pembinaan potensi pertahanan agar menjadi kekuatan yang setiap saat, siap sedia menangkal ancaman dari dalam maupun luar negeri,”ujarnya. Atas dasar itu,Goerge juga meminta jajaran Kodam IV Diponegoro untuk terus membangun dialog, berinteraksi serta berkomunikasi yang lebih baik dengan semua lapisan masyarakat.“Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta hubungan yang sinergi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat,”terangnya.
Mayjen TNI Haryadi Soetanto dipromosikan menjadi pejabat Asisten Operasi KSAD.Sementara penggantinya Mayjen TNI Budiman, sebelumnya bertugas sebagai Sekretaris Militer Kepresidenan. Dalam kesempatan itu, Haryadi juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat, selama dirinya meminpin Pangdam IV Diponegoro.“Karena tanpa adanya dukungan masyarakat, tugas kita tidak akan maksimal,” ujarnya.
Acara kemarin juga dimeriahkan aksi demontrasi bela diri dari berbagai jajaran Kodam IV/Diponegoro. Acara ditutup dengan defile pasukan dan kendaraan peserta upacara.
SEPUTAR INDONESIA
12 Januari 2009, Semarang -- Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta menyatakan penambahan Korem dan Kodim di jajaran Kodam IV Diponegoro akan terus dilakukan pengkajian.
Langkah itu diambil untuk memastikan apakah keberadaannya saat ini sudah cukup atau perlu dibentuk lagi. Menurut Goerge,setelah dilakukan pengkajian secara mendalam, hasilnya kemudian akan diserahkan kepada masyarakat. “Jadi masyarakat yang menentukan,bukan kami,”ungkapnya usai memimpin serah terima jabatan Pangdam IV/Diponegoro dari Mayjen TNI Haryadi Soetanto kepada Mayjen TNI Budiman, di lapangan Makodam IV/Diponegoro Semarang,kemarin. Jenderal bintang empat ini menambahkan, pada tahun 2010 ini akan segera dibentuk Kodam di Provinsi Kalimantan Barat.
Menurut dia,pembentukan Kodam itu juga berdasarkan permintaan masyarakat dan hasil kajian secara menyeluruh oleh TNI Angkatan Darat.“Untuk pembentukan Kodam di wilayah lain, juga masih terus dikaji termasuk di wilayah Papua,”terangnya. Dalam sertijab itu,George juga memaparkan,Kodam IV/Diponegoro mengemban tugas dan fungsi yang penting dan strategis terkait pengembangan dan pemantapan potensi pertahanan di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Dua provinsi ini memiliki suatu kekhasan yang harus dipertimbangkan dalam penyelenggaraan pembinaan potensi pertahanan agar menjadi kekuatan yang setiap saat, siap sedia menangkal ancaman dari dalam maupun luar negeri,”ujarnya. Atas dasar itu,Goerge juga meminta jajaran Kodam IV Diponegoro untuk terus membangun dialog, berinteraksi serta berkomunikasi yang lebih baik dengan semua lapisan masyarakat.“Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta hubungan yang sinergi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat,”terangnya.
Mayjen TNI Haryadi Soetanto dipromosikan menjadi pejabat Asisten Operasi KSAD.Sementara penggantinya Mayjen TNI Budiman, sebelumnya bertugas sebagai Sekretaris Militer Kepresidenan. Dalam kesempatan itu, Haryadi juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat, selama dirinya meminpin Pangdam IV Diponegoro.“Karena tanpa adanya dukungan masyarakat, tugas kita tidak akan maksimal,” ujarnya.
Acara kemarin juga dimeriahkan aksi demontrasi bela diri dari berbagai jajaran Kodam IV/Diponegoro. Acara ditutup dengan defile pasukan dan kendaraan peserta upacara.
SEPUTAR INDONESIA
Subscribe to:
Posts (Atom)