(Foto: Kemhan)
6 Januari 2012, Jakarta: TNI Angkatan Laut memerlukan 35 unit Kapal Cepat Rudal (KCR) sebagai kekuatan ideal dalam melakukan pengamanan wilayah laut Indonesia yang sangat luas. Hingga saat ini KCR yang dimiliki baru 6 unit.
"Idealnya ada 35 unit KCR, tapi hingga saat ini kami baru memiliki 6 KCR,"kata Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama Untung Suropati di Jakarta, Jumat (6/1).
Untung merinci, keenam KCR yang dimiliki TNI saat ini adalah Kapal perang Republik Indonesia (KRI) Mandau-621, KRI Rencong-622, KRI Badik-623, dan KRI Keris-624 yang semuanya buatan Korea. Dua unit lainnya merupakan hibah dari pemerintah Brunei Darussalam yaitu KRI Salawaku-642 dan KRI Badau-643.
"Sesuai MEF akan diadakan penambahan 15 unit KCR,"ujar Untung.
Rencana penambahan KCR ini baru terlaksana dengan penyerahan KRI Clurit-641 pada April 2011 lalu dan segera menyusul KRI Kujang-642 yang akan diserahkan paling lambat April mendatang. Yang membanggakan, kedua KCR ini merupakan kapal buatan dalam negeri yang diproduksi oleh PT Palindo Marine, Batam.
Dalam kunjungannya ke PT Palindo Marine Rabu (4/1) lalu, Asisten Perencanaan Kepala Staf TNI AL Laksamana Muda TNI Sumartono mengungkapkan pemerintah Indonesia menargetkan pembuatan 24 unit kapal cepat berpeluru kendali hingga 2024. Kedua puluh empat unit KCR itu akan disebar ke wilayah Barat Indonesia dan Sulawesi Utara.
Sumber: Jurnas
Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Berita Militer Negara Sahabat
Saturday, January 7, 2012
Februari, Indonesia Kirimkan 130 Teknisi Pembuat Kapal Selam
6 Januari 2011, Jakarta: Indonesia melalui Kementerian Pertahanan akan mengirimkan 130 personel ke Korea Selatan dalam rangka proyek pembuatan Kapal Selam yang disepakati kedua negara. Para personel itu berasal dari anggota TNI Angkatan Laut, ahli kapal selam PT PAL dan sejumlah akademisi dari Institus Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
“Diperkirakan berangkat Februari,” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskomblik) Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Hartind Asrin di Jakarta, Jumat (6/1).
Dalam pemberitaan jurnas.com sebelumnya, Hartind menyebut tim pembuat kapal selam Indonesia akan berangkat Januari ini. Jumlah tim yang dia sebutkan saat itu berjumlah 50 orang.
Proyek pembuatan kapal selam yang dilakukan dengan kesepakatan joint production tersebut akan dilakukan secara bertahap. Hartind menuturkan, dua dari tiga kapal selam yang dibeli Indonesia itu akan dibuat di Korea Selatan melalui perusahaan galangan Daewoo Shipbuiliding Marine Engineering (DSME). Pembuatan kapal selam pertama dilakukan selama 36 bulan. Selama itu pula teknisi dari Indonesia akan memperhatikan dengan seksama cara mereka merakit hingga akhirnya kapal selam itu selesai.
Pada pembuatan kapal selam kedua, barulah para teknisi Indonesia ikut terlibat namun, masih akan dibantu dari pihak Korea Selatan. “Separuh teknisi dari kita, separuh dari mereka,” katanya.
Pembuatan kapal selam kedua ini diperkirakan lebih singkat, yakni hanya 20 bulan. Pasalnya, pihak Korea Selatan dan Indonesia menargetkan bisa membangun dua kapal selam itu dalam kurun 56 bulan atau sekitar 4,5 tahun. “Diperkirakan dua kapal selam itu akan selesai pada pertengahan 2016,” ujar Hartind.
Dan untuk pembuatan kapal selam ketiga, pengerjaan sepenuhnya dilakukan teknisi Indonesia. Hartind mengatakan, pembuatan kapal selam ketiga ini akan dilakukan di galangan PT PAL di Surabaya. Namun begitu, pihak DSME tetap akan mengawasi pembuatannya. “Proses pembuatannya diperkirakan memakan waktu antara 24-36 bulan, diperkirakan bisa selesai sekitar 2019.” katanya.
Sumber: Jurnas
Thursday, January 5, 2012
Pangkalan Kapal Selam Dibangun di Teluk Palu
5 Januari 2012, Donggala: TNI Angkatan Laut sedang membangun sebuah pangkalan khusus untuk kapal selam dan kapal-kapal perang di Teluk Palu.
"Pembangunannya sudah dimulai tahun 2011 di dermaga Pangkalan TNI AL (Lanal) Kelurahan Loli, Kota Palu," kata Dan Lanal Palu Kolonel Laut (P) Budi Utomo kepada ANTARA di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala, sekitar 35 km utara Kota Palu, Kamis.
Menurut dia, pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemkot Palu telah membantu TNI AL berupa lahan seluas tiga hektare untuk mengembangkan Dermaga Lanal di Loli tersebut menjadi pangkalan kapal-kapal selam dan KRI.
Di atas lahan tersebut, TNI AL akan membangun berbagai sarana dan fasilitas untuk kepentingan pelayanan terhadap alutsista TNI AL itu agar bisa berfungsi maksimal sebagai tempat istirahat, perbaikan dan pengisian logistik kapal-kapal selam dan kapal perang.
Fasilitas yang sedang dan akan dibangun adalah asrama untuk awak kapal dan juga sarana dan fasilitas untuk perbaikan kapal.
"Pangkalan itu sekarang sudah bisa digunakan hanya belum maksimal. Sudah pernah diuji coba dengan kapal selam dan sudah rutin digunakan oleh KRI-KRI yang beroperasi di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) III Laut Banda," ujar Budi.
Menurut Budi, Dermaga Lanal Palu di Loli ini merupakan pangkalan kapal selam satu-satunya di luar Jawa. Teluk Palu ini dipilih karena lokasinya yang sangat strategis dan konfigurasi alur lautnya yang istimewa dan tidak terdapat di teluk lain di Indonesia bahkan mungkin di dunia.
"Alur laut teluk Palu mulai dari Laut Banda sampai Loli mencapai panjang 30 kilometer dengan lebar 10 km dan kedalaman 400 meter. Ini sangat istimewa, sehingga raksasa sekelas kapal induk Amerika Serikat pun bisa masuk di sini," ujarnya.
Lokasinya juga strategis karena jarak ke Malaysia 300 kilometer dan ke Makassar juga 300 kilometer, jadi berada di tengah-tengah dua titik penting dalam strategi pertahanan nasional.
"Kondisi perairan Teluk Palu ini pun tidak akan terpengaruh oleh kondisi cuaca dan iklim bagaimanapun yang terjadi di ALKI III. Jadi teluk ini sangat cocok untuk dijadikan tempat parade kapal perang seperti yang pernah dilaksanakan di Manado," ujarnya.
Ketika ditanya berapa dana yang dikucurkan dan kapan pembangunan pangkalan kapal selam ini selesai dan beroperasi penuh, Budi Utomo mengaku tidak tahu karena hal itu tergantung pada pendanaan dari Mabes TNI AL.
"Dana pembangunannya dikucurkan bertahap dari Mabes. Proyeknya ada di Mabes, kami hanya menerima saja," ujar Budi disela-sela acara penyerahan kapal bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada para nelayan dari lima kabupaten di Sulteng.
Ia juga tidak menyebutkan berapa kapal selam yang akan berpangkalan di Dermaga Loli ini, namun menyebut bahwa dalam waktu dekat ini, TNI AL akan membeli tiga kapal selam baru dan tidak tertutup kemungkinan kapal-kapal itu akan ditempatkan di pangkalan Loli ini.
Sumber: ANTARA News
Indonesia Terima 4 Hercules dari Australia
C-130H RAAF bersiap lepas landas. (Foto: Australia DoD)
5 Januari 2012, Jakarta: Pemerintah Indonesia akan menerima empat pesawat Hercules tipe C-130 H dari pemerintah Australia. Keempat pesawat itu akan diserahkan setelah Indonesia memiliki dana untuk melakukan perbaikan atas pesawat yang rencananya akan digunakan untuk kepentingan penanggulangan bencana dan transportasi pasukan tersebut.
"Ratusan miliar," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/1/2012) ketika ditanya mengenai besaran biayanya.
Purnomo mengatakan, anggaran perbaikan itu sudah disetujui DPR RI pada APBN 2012. Menurut Purnomo, pemberian pesawat tersebut telah dibicarakan ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Perdana Menteri Australia Julia Gillard di Bali pada East Asian Summit ke-19 di Bali. "Kita punya hubungan bilateral yang cukup baik dengan Australia," kata Menhan.
Secara terpisah, Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Muda TNI Rodi Suprasodjo mengatakan, pesawat Hercules yang dibutuhkan TNI AU saat mencapai 30 unit. Namun, TNI AU hanya memiliki 21 pesawat Hercules, sehingga masih kurang sembilan pesawat.
"Kekurangan pesawat Hercules itu akan dipenuhi dari hibah dan membeli. Ke-30 pesawat Hercules akan digunakan untuk pesawat tanki sebanyak dua unit, pesawat VIP dua unit, dan pesawat operasional dua skuadron, sebanyak 26 unit," kata Marsekal Muda Rodi.
Sumber: KOMPAS.com
5 Januari 2012, Jakarta: Pemerintah Indonesia akan menerima empat pesawat Hercules tipe C-130 H dari pemerintah Australia. Keempat pesawat itu akan diserahkan setelah Indonesia memiliki dana untuk melakukan perbaikan atas pesawat yang rencananya akan digunakan untuk kepentingan penanggulangan bencana dan transportasi pasukan tersebut.
"Ratusan miliar," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/1/2012) ketika ditanya mengenai besaran biayanya.
Purnomo mengatakan, anggaran perbaikan itu sudah disetujui DPR RI pada APBN 2012. Menurut Purnomo, pemberian pesawat tersebut telah dibicarakan ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu dengan Perdana Menteri Australia Julia Gillard di Bali pada East Asian Summit ke-19 di Bali. "Kita punya hubungan bilateral yang cukup baik dengan Australia," kata Menhan.
Secara terpisah, Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Muda TNI Rodi Suprasodjo mengatakan, pesawat Hercules yang dibutuhkan TNI AU saat mencapai 30 unit. Namun, TNI AU hanya memiliki 21 pesawat Hercules, sehingga masih kurang sembilan pesawat.
"Kekurangan pesawat Hercules itu akan dipenuhi dari hibah dan membeli. Ke-30 pesawat Hercules akan digunakan untuk pesawat tanki sebanyak dua unit, pesawat VIP dua unit, dan pesawat operasional dua skuadron, sebanyak 26 unit," kata Marsekal Muda Rodi.
Sumber: KOMPAS.com
Indonesia Dorong Percepatan Alih Teknologi Kapal Selam
Kapal selam kelas Changbogo/tipe 209 milik Angkatan Laut Korea Selatan. (Foto: ROKN)
4 Januari 2012, Batam: Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoedin, memastikan pemerintah akan mendorong percepatan alih teknologi pembuatan kapal perang dalam negeri, termasuk kapal selam.
Selama ini, kata Sjafrie di Batam, Rabu, industri kapal dalam negeri baru bisa memproduksi non-kapal perang, seperti kapal patroli dan kapal angkut.
"Sedangkan, untuk kapal selam masih mengandalkan teknologi asing. Pemerintah sudah memprioritaskan anggaran alat utama sistem persenjataan (alutsista) angkatan laut untuk transfer teknologi," ujarnya saat meninjau industri kapal.
Kementerian Pertahanan sudah menandatangani kontrak pengadaan tiga unit kapal selam dengan perusahaan galangan kapal Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME).
Menurut Sjafrie, kerja sama dilakukan dengan model produksi bersama dengan tujuan adanya alih teknologi.
Penambahan alutsista kapal selam ini diharapkan menjadi wadah penguatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) lokal dalam pembuatan kapal selam.
Ia menambahkan alih teknologi pembuatan kapal selam sudah masuk dalam kontrak pembelian tiga kapal selam itu. Berdasarkan kontrak, ketiga kapal ini menghabiskan biaya sekitar 1,80 miliar dolar AS yang diambil dari alokasi pengadaan alutsista tahun 2010-2014.
Kepala Badan Sarana Pertahanan Mayor Jenderal, Ediwan Prabowo, mengatakan, untuk menjamin terlaksananya alih teknologi, pembuatan kapal selam ketiga akan dilakukan sepenuhnya di Indonesia yakni PT PAL.
Pembuatan kapal pertama dilakukan sepenuhnya di Korea dengan mendatangkan tenaga ahli PT PAL Surabaya untuk belajar ke Daewoo.
"Mereka akan diminta belajar tahapan desain dan turut dalam tahapan persiapan pembangunan kapal selam kedua," ungkapnya.
Rencananya, dalam pembuatan kapal tahap pertama akan dikirim sekitar 30 tenaga ahli. Pada pembuatan kapal kedua pemerintah akan mengirim hingga 130 orang untuk mulai terlibat dalam praktek pembuatan kapal selam.
"Barulah nanti pembuatan kapal ketiga sepenuhnya bisa dibuat langsung di PT PAL. Kami berharap pada akhirnya SDM lokal bisa membuat kapal selam secara penuh," ujarnya.
Ediwan menuturkan pemerintah menargetkan kapal selam pertama selesai pada 2015, sedangkan kapal kedua dan ketiga berturut-turut selesai pada 2016 dan 2017.
Tiga kapal selam yang sudah dipesan ini memiliki bobot dan daya angkut yang lebih besar dengan peralatan dan persenjataan yang lebih baru.
"Dengan kehadiran tiga kapal selam baru ini, diharapkan daya tempur dan daya tangkal TNI Angkatan Laut semakin kuat," ujar Ediwan.
Sumber: ANTARA News
4 Januari 2012, Batam: Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoedin, memastikan pemerintah akan mendorong percepatan alih teknologi pembuatan kapal perang dalam negeri, termasuk kapal selam.
Selama ini, kata Sjafrie di Batam, Rabu, industri kapal dalam negeri baru bisa memproduksi non-kapal perang, seperti kapal patroli dan kapal angkut.
"Sedangkan, untuk kapal selam masih mengandalkan teknologi asing. Pemerintah sudah memprioritaskan anggaran alat utama sistem persenjataan (alutsista) angkatan laut untuk transfer teknologi," ujarnya saat meninjau industri kapal.
Kementerian Pertahanan sudah menandatangani kontrak pengadaan tiga unit kapal selam dengan perusahaan galangan kapal Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME).
Menurut Sjafrie, kerja sama dilakukan dengan model produksi bersama dengan tujuan adanya alih teknologi.
Penambahan alutsista kapal selam ini diharapkan menjadi wadah penguatan kemampuan sumber daya manusia (SDM) lokal dalam pembuatan kapal selam.
Ia menambahkan alih teknologi pembuatan kapal selam sudah masuk dalam kontrak pembelian tiga kapal selam itu. Berdasarkan kontrak, ketiga kapal ini menghabiskan biaya sekitar 1,80 miliar dolar AS yang diambil dari alokasi pengadaan alutsista tahun 2010-2014.
Kepala Badan Sarana Pertahanan Mayor Jenderal, Ediwan Prabowo, mengatakan, untuk menjamin terlaksananya alih teknologi, pembuatan kapal selam ketiga akan dilakukan sepenuhnya di Indonesia yakni PT PAL.
Pembuatan kapal pertama dilakukan sepenuhnya di Korea dengan mendatangkan tenaga ahli PT PAL Surabaya untuk belajar ke Daewoo.
"Mereka akan diminta belajar tahapan desain dan turut dalam tahapan persiapan pembangunan kapal selam kedua," ungkapnya.
Rencananya, dalam pembuatan kapal tahap pertama akan dikirim sekitar 30 tenaga ahli. Pada pembuatan kapal kedua pemerintah akan mengirim hingga 130 orang untuk mulai terlibat dalam praktek pembuatan kapal selam.
"Barulah nanti pembuatan kapal ketiga sepenuhnya bisa dibuat langsung di PT PAL. Kami berharap pada akhirnya SDM lokal bisa membuat kapal selam secara penuh," ujarnya.
Ediwan menuturkan pemerintah menargetkan kapal selam pertama selesai pada 2015, sedangkan kapal kedua dan ketiga berturut-turut selesai pada 2016 dan 2017.
Tiga kapal selam yang sudah dipesan ini memiliki bobot dan daya angkut yang lebih besar dengan peralatan dan persenjataan yang lebih baru.
"Dengan kehadiran tiga kapal selam baru ini, diharapkan daya tempur dan daya tangkal TNI Angkatan Laut semakin kuat," ujar Ediwan.
Sumber: ANTARA News
Wednesday, January 4, 2012
Swasta Cepat Kuasai Alih Teknologi Galangan Kapal
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin saat meninjau galangan kapal di Batam. (Foto: Kemhan)
4 Januari 2012, Batam: Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menilai penguasaan alih teknologi oleh perusahaan galangan kapal swasta nasional jauh lebih cepat dibandingkan perusahaan sejenis milik pemerintah.
"Kita harapkan penguasaan alih teknologi dapat cepat dilakukan oleh PT PAL, sehingga ke depan kita juga sudah memiliki teknisi-teknisi muda untuk pembuatan kapal selam," katanya di sela-sela kunjungan kerjanya di Batam, Rabu.
Ia menilai dari hasil kunjungan ke beberapa perusahaan galangan kapal swasta di Batam, diantaranya bahkan telah memiliki teknisi-teknisi muda perkapalan yang dapat diandalkan untuk memajukan industri kapal nasional.
"PT Palindo misalnya, telah memiliki teknisi muda mulai usia 20 tahunan dengan pendapatan yang bersaing. Jadi kita memiliki teknisi-teknisi muda yang siap memajukan industri perkapalan nasional, sekaligus perekonomian nasional (tenaga kerja-red)," katanya.
Sjafrie menambahkan sejumlah perusahaan galangan kapal swasta telah menjadi tempat peningkatan keahlian dari para calon teknisi perkapalan muda mulai dari tingkat STM hingga sarjana strata satu.
"Ini yang harus dilakukan PT PAL, untuk melakukan pembenahan dari sisi rekruitmen agar para teknisi muda yang disiapkan benar-benar memiliki kemampuan, keahlian dan menguasai alih teknologi untuk memandirikan industri kapal nasional," ujar Sjafrie.
Dalam kunjungannya ke Batam, Wakil Menhan melakukan kunjungan ke PT Bandar Abadi Shipyard, PT Citra Shipyard, dan PT Palindo Marine Shipyard (meninjau production line dan peninjauan KCR).
Selain itu akan pula mengunjungi Fasharkan Mentigi, Dermaga Punggur dan Puskodal TNI-AL.
Sumber: ANTARA Kepri
4 Januari 2012, Batam: Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menilai penguasaan alih teknologi oleh perusahaan galangan kapal swasta nasional jauh lebih cepat dibandingkan perusahaan sejenis milik pemerintah.
"Kita harapkan penguasaan alih teknologi dapat cepat dilakukan oleh PT PAL, sehingga ke depan kita juga sudah memiliki teknisi-teknisi muda untuk pembuatan kapal selam," katanya di sela-sela kunjungan kerjanya di Batam, Rabu.
Ia menilai dari hasil kunjungan ke beberapa perusahaan galangan kapal swasta di Batam, diantaranya bahkan telah memiliki teknisi-teknisi muda perkapalan yang dapat diandalkan untuk memajukan industri kapal nasional.
"PT Palindo misalnya, telah memiliki teknisi muda mulai usia 20 tahunan dengan pendapatan yang bersaing. Jadi kita memiliki teknisi-teknisi muda yang siap memajukan industri perkapalan nasional, sekaligus perekonomian nasional (tenaga kerja-red)," katanya.
Sjafrie menambahkan sejumlah perusahaan galangan kapal swasta telah menjadi tempat peningkatan keahlian dari para calon teknisi perkapalan muda mulai dari tingkat STM hingga sarjana strata satu.
"Ini yang harus dilakukan PT PAL, untuk melakukan pembenahan dari sisi rekruitmen agar para teknisi muda yang disiapkan benar-benar memiliki kemampuan, keahlian dan menguasai alih teknologi untuk memandirikan industri kapal nasional," ujar Sjafrie.
Dalam kunjungannya ke Batam, Wakil Menhan melakukan kunjungan ke PT Bandar Abadi Shipyard, PT Citra Shipyard, dan PT Palindo Marine Shipyard (meninjau production line dan peninjauan KCR).
Selain itu akan pula mengunjungi Fasharkan Mentigi, Dermaga Punggur dan Puskodal TNI-AL.
Sumber: ANTARA Kepri
RI Akan Punya 24 Kapal Cepat Berpeluru Kendali
KRI Clurit saat diuji coba. (Foto: fasharkan mentigi)
4 Januari 2012, Batam: Pemerintah Indonesia menargetkan pembuatan 24 unit kapal cepat berpeluru kendali hingga 2024.
Asisten Perencanaan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana Muda TNI Sumartono di Batam, Rabu mengatakan kedua puluh empat unit Kapal Cepat Rudal (KCR) itu akan disebar ke wilayah Barat Indonesia dan Sulawesi Utara.
Saat mendampingi kunjungan kerja Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, ia menambahkan,"Kapal Cepat Rudal sangat diperlukan untuk wilayah perairan yang memiliki ombak rendah atau kepulauan,".
TNI Angkatan Laut kini telah mengoperasikan Kapal Cepat Rudal (KCR) KRI Clurit-641, sedangkan satu unit lainnya yakni KRI Kujang-642 dalam tahap melengkapi peralatan dan persenjataan.
Kedua kapal buatan PT Palindo Marine memiliki panjang 43 m, lebar ,40 m, berat 250 ton, kecepatan cepat 27 knots dan akan dipersenjatai rudal C-705 dan meriam kal 30 mm enam laras dan meriam anjungan dua unit kal 20 mm.
Pada kesempatan itu, Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin menyaksikan langsung sailing pass KRI Kujang dari Batam ke Bintan dengan kecepatan 20 Knots.
PT Palindo kini sedang melakukan penyelesaian KCR ketiga dan pada 2014 diharapkan telah berhasil menyelesaikan enam KCR.
Sumber: ANTARA News
4 Januari 2012, Batam: Pemerintah Indonesia menargetkan pembuatan 24 unit kapal cepat berpeluru kendali hingga 2024.
Asisten Perencanaan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana Muda TNI Sumartono di Batam, Rabu mengatakan kedua puluh empat unit Kapal Cepat Rudal (KCR) itu akan disebar ke wilayah Barat Indonesia dan Sulawesi Utara.
Saat mendampingi kunjungan kerja Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, ia menambahkan,"Kapal Cepat Rudal sangat diperlukan untuk wilayah perairan yang memiliki ombak rendah atau kepulauan,".
TNI Angkatan Laut kini telah mengoperasikan Kapal Cepat Rudal (KCR) KRI Clurit-641, sedangkan satu unit lainnya yakni KRI Kujang-642 dalam tahap melengkapi peralatan dan persenjataan.
Kedua kapal buatan PT Palindo Marine memiliki panjang 43 m, lebar ,40 m, berat 250 ton, kecepatan cepat 27 knots dan akan dipersenjatai rudal C-705 dan meriam kal 30 mm enam laras dan meriam anjungan dua unit kal 20 mm.
Pada kesempatan itu, Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin menyaksikan langsung sailing pass KRI Kujang dari Batam ke Bintan dengan kecepatan 20 Knots.
PT Palindo kini sedang melakukan penyelesaian KCR ketiga dan pada 2014 diharapkan telah berhasil menyelesaikan enam KCR.
Sumber: ANTARA News
Wamenhan: Industri Perkapalan Nasional Harus Berdaya Saing
Peresmian KRI Clurit produksi PT Palindo Marine Shipyard, Batam. (Foto: Kemhan)
4 Januari 2012, Batam: Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin meminta industri pertahanan nasional, termasuk industri perkapalan agar membenahi sistem manajerialnya sehingga memiliki daya saing yang kuat dan sehat tidak saja di dalam tetapi juga luar negeri.
"Saya bersama tim datang untuk melihat langsung kinerja dan sistem manajerial yang dilakukan perusahaan-perusahaan kapal swasta dalam mendukung kebutuhan TNI, khususnya TNI Angkatan Laut," katanya, dalam kunjungan kerjanya di tiga perusahaan galangan kapal swasta di Batam, Rabu.
Ia menilai, perusahaan kapal swasta memiliki potensi yang besar untuk menghasilkan produk kapal yang berdaya saing tinggi, tidak saja untuk kapal niaga tetapi juga militer.
"Namun, untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai kebutuhan operasional TNI yang diperlukan, harus didukung daya mampu yang memadai secara manajerial, terutama tingkat keahlian dan kemampuan sumber daya manusianya," katanya.
Para pengusaha kapal swasta juga harus mampu berinteraksi dengan Kementerian Pertahanan/TNI untuk lebih memahami spesifikasi teknik dan kebutuhan operasional yang dibutuhkan, lanjut Sjafrie.
Hal tersebut terkait dengan kebijakan politik negara untuk membangun sistem pertahanan yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
"Dengan banyaknya perusahaan kapal baik nasional maupun swasta yang berdaya saing tinggi, maka kemampuan SDM mau tidak mau akan meningkat. Daya serap tenaga kerja pun semakin tinggi, dan ini berarti mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya.
Dari segi politik, perusahaan kapal nasional dan swasta yang berdaya saing tinggi dapat memacu kemandirian industri pertahanan nasional, yang berujung pada posisi tawar Indonesia, kata Sjafrie menambahkan.
Karena itu, pemerintah telah mencanangkan modernisasi alat utama sistem senjata selama 2009-2024 secara bertahap, terutama untuk alat utama sistem senjata bergerak seperti kendaraan tempur, pesawat tempur, dan kapal selam.
"Karena itu, saya harapkan semua perusahaan kapal di Indonesia baik nasional seperti PT PAL dan perusahaan kapal swasta dapat memperbaiki kinerja manajerialnya, kepemimpinannya, kemampuan SDM dan lainnya sehingga mampu saling bersaing secara sehat. Semua memiliki peluang sama," katanya.
Dalam kunjungannya ke Batam, Wakil Menhan melakukan kunjungan ke PT Bandar Abadi Shipyard, PT Citra Shipyard, dan PT Palindo Marine Shipyard (meninjau production line dan peninjauan KCR).
Selain itu juga akan mengunjungi Fasharkan Mentigi, Dermaga Punggur dan Puskodal TNI-AL.
Sumber: ANTARA News
4 Januari 2012, Batam: Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin meminta industri pertahanan nasional, termasuk industri perkapalan agar membenahi sistem manajerialnya sehingga memiliki daya saing yang kuat dan sehat tidak saja di dalam tetapi juga luar negeri.
"Saya bersama tim datang untuk melihat langsung kinerja dan sistem manajerial yang dilakukan perusahaan-perusahaan kapal swasta dalam mendukung kebutuhan TNI, khususnya TNI Angkatan Laut," katanya, dalam kunjungan kerjanya di tiga perusahaan galangan kapal swasta di Batam, Rabu.
Ia menilai, perusahaan kapal swasta memiliki potensi yang besar untuk menghasilkan produk kapal yang berdaya saing tinggi, tidak saja untuk kapal niaga tetapi juga militer.
"Namun, untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai kebutuhan operasional TNI yang diperlukan, harus didukung daya mampu yang memadai secara manajerial, terutama tingkat keahlian dan kemampuan sumber daya manusianya," katanya.
Para pengusaha kapal swasta juga harus mampu berinteraksi dengan Kementerian Pertahanan/TNI untuk lebih memahami spesifikasi teknik dan kebutuhan operasional yang dibutuhkan, lanjut Sjafrie.
Hal tersebut terkait dengan kebijakan politik negara untuk membangun sistem pertahanan yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
"Dengan banyaknya perusahaan kapal baik nasional maupun swasta yang berdaya saing tinggi, maka kemampuan SDM mau tidak mau akan meningkat. Daya serap tenaga kerja pun semakin tinggi, dan ini berarti mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya.
Dari segi politik, perusahaan kapal nasional dan swasta yang berdaya saing tinggi dapat memacu kemandirian industri pertahanan nasional, yang berujung pada posisi tawar Indonesia, kata Sjafrie menambahkan.
Karena itu, pemerintah telah mencanangkan modernisasi alat utama sistem senjata selama 2009-2024 secara bertahap, terutama untuk alat utama sistem senjata bergerak seperti kendaraan tempur, pesawat tempur, dan kapal selam.
"Karena itu, saya harapkan semua perusahaan kapal di Indonesia baik nasional seperti PT PAL dan perusahaan kapal swasta dapat memperbaiki kinerja manajerialnya, kepemimpinannya, kemampuan SDM dan lainnya sehingga mampu saling bersaing secara sehat. Semua memiliki peluang sama," katanya.
Dalam kunjungannya ke Batam, Wakil Menhan melakukan kunjungan ke PT Bandar Abadi Shipyard, PT Citra Shipyard, dan PT Palindo Marine Shipyard (meninjau production line dan peninjauan KCR).
Selain itu juga akan mengunjungi Fasharkan Mentigi, Dermaga Punggur dan Puskodal TNI-AL.
Sumber: ANTARA News
TNI AU Tingkatkan Jam Terbang Tanpa Perpanjang Daftar Kecelakaan Pesawat
Dua prajurit TNI AU mengamati puing pesawat latih “Wong Bee” di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Kamis (24/6). Satu dari empat pesawat latih buatan Korea itu jatuh saat melakukan “joy flight” di Bandara Ngurah Rai dan tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. (Foto: ANTARA/Nyoman Budhiana//Koz/mes/10)
4 Januari 2012, Jakarta: Dua dekade terakhir menjadi tahun suram bagi TNI Angkatan Udara (AU) karena banyak pesawatnya yang mengalami kecelakaan.Torehan ini berkebalikan dari masa sebelumnya,TNI Angkatan Udara dikenal sebagai salah satu yang terkuat di Asia- Pasifik karena memiliki sederet pesawat tempur andal.
Kecelakaan pesawat Hercules TNI AU C-130 di Condet,Jakarta Timur awal Oktober 1991,yang menewaskan sekitar 135 orang,menjadi salah satu catatan kelam sejarah TNI Angkatan Udara.Peristiwa itu terus berulang seperti pada 2001 di Lhoksumawe,2002 di Tarakan,2004 di Parung dan di Wonosobo. Kecelakaan pesawat yang terus berulang menjadi masalah tersendiri sehingga pada 2005 TNI Angkatan Udara bertekad mewujudkan zero accident.
Kala itu jabatan KSAU diemban oleh Marsekal TNI Herman Prayitno.Peta jalan menuju target tersebut pun disusun dan kualitas penerbang ditingkatkan. Kecelakaan pesawat TNI AU harus ditangani secara serius. Tahun demi tahun pascapenetapan target itu, kecelakaan pesawat masih mewarnai.Di antaranya pesawat Hawk-200 jatuh di Pekanbaru,Riau pada 2006.
Tahun berikutnya disusul OV- 10 jatuh di Lanud Abdulrahman Saleh Malang, Jawa Timur. Pada 2009 rentetan kecelakaan pesawat TNI AU juga terjadi.Di Bandung, pesawat Fokker jatuh menewaskan puluhan orang. Lebih ngeri lagi di Magetan, Jawa Timur ketika Hercules TNI jatuh dan terbakar hingga menyebabkan seratusan orang tewas terdiri atas prajurit TNI dan warga sipil.
Terbakarnya pesawat latih dan akrobatik KT-1 Wong Bee di Bali pada 2010 menambah panjang daftar kecelakaan. Adapun pada 2011,TNI Angkatan Udara mengklaim target zero accidentyang dicanangkan sejak enam tahun silam tercapai.“TNI AU telah sukses mencatat tahun tanpa kecelakaan sepanjang 2011,”kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat dalam keterangan pers kepada SINDOkemarin.
Padahal,masih belum hilang dari ingatan kita bahwa tahun itu terdapat musibah kecelakaan pesawat capung di Yogyakarta.Dua orang yakni prajurit TNI dan karbol AAU tewas dalam peristiwa di area lahan milik TNI Angkatan Udara itu. Terlepas kontroversi klaim tersebut,selama 2011 TNI AU berhasil membukukan pencapaian 48.674 jam terbang dengan tingkat kesiapan alutsista 70%.
Ini sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban atas anggaran Rp7,433 triliun kepada TNI AU. Mengawali 2012,KSAU menekankan kepada jajarannya untuk lebih jeli dalam membaca situasi nasional.Modernisasi alutsista TNI AU harus disikapi bijak sehingga membawa hasil optimal sesuai yang diharapkan.“Anggaran yang diperoleh pada 2012 akan digunakan untuk mendukung 60.000 jam terbang dan mendukung seluruh kegiatan TNI AU,” ungkapnya.
Satuan-satuan yang berkaitan langsung dengan penanganan sumber daya manusia diperintahkan untuk benar-benar mencermati dan mengerti hal-hal mendasar mengenai tuntutan reformasi birokrasi.“Sehingga TNI AU mampu membangun SDM yang tangguh dan mampu menjawab tantangan,” sebutnya. Dengan demikian,target zero accidentdiharapkan bisa dicapai pada 2012.“Target zero accident harus dicapai untuk menjadi first class air force,” kata Imam.
Sumber: SINDO
4 Januari 2012, Jakarta: Dua dekade terakhir menjadi tahun suram bagi TNI Angkatan Udara (AU) karena banyak pesawatnya yang mengalami kecelakaan.Torehan ini berkebalikan dari masa sebelumnya,TNI Angkatan Udara dikenal sebagai salah satu yang terkuat di Asia- Pasifik karena memiliki sederet pesawat tempur andal.
Kecelakaan pesawat Hercules TNI AU C-130 di Condet,Jakarta Timur awal Oktober 1991,yang menewaskan sekitar 135 orang,menjadi salah satu catatan kelam sejarah TNI Angkatan Udara.Peristiwa itu terus berulang seperti pada 2001 di Lhoksumawe,2002 di Tarakan,2004 di Parung dan di Wonosobo. Kecelakaan pesawat yang terus berulang menjadi masalah tersendiri sehingga pada 2005 TNI Angkatan Udara bertekad mewujudkan zero accident.
Kala itu jabatan KSAU diemban oleh Marsekal TNI Herman Prayitno.Peta jalan menuju target tersebut pun disusun dan kualitas penerbang ditingkatkan. Kecelakaan pesawat TNI AU harus ditangani secara serius. Tahun demi tahun pascapenetapan target itu, kecelakaan pesawat masih mewarnai.Di antaranya pesawat Hawk-200 jatuh di Pekanbaru,Riau pada 2006.
Tahun berikutnya disusul OV- 10 jatuh di Lanud Abdulrahman Saleh Malang, Jawa Timur. Pada 2009 rentetan kecelakaan pesawat TNI AU juga terjadi.Di Bandung, pesawat Fokker jatuh menewaskan puluhan orang. Lebih ngeri lagi di Magetan, Jawa Timur ketika Hercules TNI jatuh dan terbakar hingga menyebabkan seratusan orang tewas terdiri atas prajurit TNI dan warga sipil.
Terbakarnya pesawat latih dan akrobatik KT-1 Wong Bee di Bali pada 2010 menambah panjang daftar kecelakaan. Adapun pada 2011,TNI Angkatan Udara mengklaim target zero accidentyang dicanangkan sejak enam tahun silam tercapai.“TNI AU telah sukses mencatat tahun tanpa kecelakaan sepanjang 2011,”kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat dalam keterangan pers kepada SINDOkemarin.
Padahal,masih belum hilang dari ingatan kita bahwa tahun itu terdapat musibah kecelakaan pesawat capung di Yogyakarta.Dua orang yakni prajurit TNI dan karbol AAU tewas dalam peristiwa di area lahan milik TNI Angkatan Udara itu. Terlepas kontroversi klaim tersebut,selama 2011 TNI AU berhasil membukukan pencapaian 48.674 jam terbang dengan tingkat kesiapan alutsista 70%.
Ini sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban atas anggaran Rp7,433 triliun kepada TNI AU. Mengawali 2012,KSAU menekankan kepada jajarannya untuk lebih jeli dalam membaca situasi nasional.Modernisasi alutsista TNI AU harus disikapi bijak sehingga membawa hasil optimal sesuai yang diharapkan.“Anggaran yang diperoleh pada 2012 akan digunakan untuk mendukung 60.000 jam terbang dan mendukung seluruh kegiatan TNI AU,” ungkapnya.
Satuan-satuan yang berkaitan langsung dengan penanganan sumber daya manusia diperintahkan untuk benar-benar mencermati dan mengerti hal-hal mendasar mengenai tuntutan reformasi birokrasi.“Sehingga TNI AU mampu membangun SDM yang tangguh dan mampu menjawab tantangan,” sebutnya. Dengan demikian,target zero accidentdiharapkan bisa dicapai pada 2012.“Target zero accident harus dicapai untuk menjadi first class air force,” kata Imam.
Sumber: SINDO
Taifib Korps Marinir Latihan Parameter Tempur
3 Januari 2012, Surabaya: Sejumlah anggota Tim Anti Teror Pasukan Khusus Intai Amfibi-1 (Taifib-1) Marinir, melakukan latihan parameter tempur di Batalyon Taifib-1 Marinir, Karangpilang, Surabaya, Selasa (3/1). Latihan tersebut dimaksudkan untuk mengasah kemampuan prajurit sebagai pasukan khusus Korps Marinir yang mampu bertempur di darat, laut dan udara (Tri Media). (Foto: ANTARA/Eric Ireng/Koz/pd/12)
Tuesday, January 3, 2012
Australia Jadi Hibahkan Empat Hercules untuk RI
Teknisi pesawat dari No. 37 Squadron Aircraft sedang mengganti propeler C-130H Hercules A97-007. (Foto: Australia DoD)
3 Januari 2012, Jakarta: Pemerintah Australia positif menghibahkan empat unit pesawat C-130 Hercules untuk Indonesia setelah sempat tertunda prosesnya pada 2011.
"Kemungkinan kedua tim teknis dari masing-masing negara akan bertemu pada pertengahan Januari ini," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Hartind Asrin ketika dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Hartind Asrin mengatakan, dalam pertemuan itu kedua tim akan membicarakan teknis hibah yang akan dilakukan setelah sempat tertunda pada 2011.
Selain mengadakan pertemuan di Jakarta, akan dilakukan pula pertemuan di Australia untuk melihat langsung empat unit pesawat Hercules yang akan dihibahkan tersebut, lanjut Hartind.
Kepastian hibah empat unit pesawat Hercules dari Australia itu telah mendapat persetujuan dari Amerika Serikat sebagai produsen pesawat angkut berat Hercules.
"Namun teknisnya harus dibicarakan lebih lanjut antartim kedua negara. Dan itu akan segera dilakukan mulai pertengahan Januari ini," kata Hartind.
Sementara itu, Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Muda TNI Rodi Suprasodjo mengatakan pesawat Hercules yang dibutuhkan TNI AU saat ini sebanyak 30 unit. Namun, TNI AU hanya memiliki 21 pesawat Hercules, sehingga masih kurang sembilan pesawat.
"Kekurangan pesawat Hercules itu akan dipenuhi dari hibah dan membeli. Ke-30 pesawat Hercules akan digunakan untuk pesawat tanki sebanyak dua unit, pesawat VIP dua unit, dan pesawat operasional dua batalyon sebanyak 26 unit," kata Marsekal Muda Rodi.
Rodi menambahkan,"Tipe yang akan dihibahkan adalah tipe H, diremajakan kembali, dan akan digunakan TNI Angkatan Udara untuk menggantikan tipe B yang sudah sangat tua,".
Sumber: ANTARA News
3 Januari 2012, Jakarta: Pemerintah Australia positif menghibahkan empat unit pesawat C-130 Hercules untuk Indonesia setelah sempat tertunda prosesnya pada 2011.
"Kemungkinan kedua tim teknis dari masing-masing negara akan bertemu pada pertengahan Januari ini," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Hartind Asrin ketika dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Hartind Asrin mengatakan, dalam pertemuan itu kedua tim akan membicarakan teknis hibah yang akan dilakukan setelah sempat tertunda pada 2011.
Selain mengadakan pertemuan di Jakarta, akan dilakukan pula pertemuan di Australia untuk melihat langsung empat unit pesawat Hercules yang akan dihibahkan tersebut, lanjut Hartind.
Kepastian hibah empat unit pesawat Hercules dari Australia itu telah mendapat persetujuan dari Amerika Serikat sebagai produsen pesawat angkut berat Hercules.
"Namun teknisnya harus dibicarakan lebih lanjut antartim kedua negara. Dan itu akan segera dilakukan mulai pertengahan Januari ini," kata Hartind.
Sementara itu, Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Muda TNI Rodi Suprasodjo mengatakan pesawat Hercules yang dibutuhkan TNI AU saat ini sebanyak 30 unit. Namun, TNI AU hanya memiliki 21 pesawat Hercules, sehingga masih kurang sembilan pesawat.
"Kekurangan pesawat Hercules itu akan dipenuhi dari hibah dan membeli. Ke-30 pesawat Hercules akan digunakan untuk pesawat tanki sebanyak dua unit, pesawat VIP dua unit, dan pesawat operasional dua batalyon sebanyak 26 unit," kata Marsekal Muda Rodi.
Rodi menambahkan,"Tipe yang akan dihibahkan adalah tipe H, diremajakan kembali, dan akan digunakan TNI Angkatan Udara untuk menggantikan tipe B yang sudah sangat tua,".
Sumber: ANTARA News
Monday, January 2, 2012
TNI AU Sukses Capai “Zero Accident”
Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP berjabat tangan dengan para pejabat usai memimpin apel khusus di Mabesau, Cilangkap, Senin (2/1). (Foto: Dispenau)
2 Januari 2011, Jakarta: TNI AU telah sukses mencatat Tahun “Tanpa Kecelakaan” sepanjang tahun 2011. Prestasi yang disyukuri karena dengan restu Tuhan Yang Maha Esa serta upaya pencegahan kecelakaan terbang dan kerja yang intensif segenap jajaran TNI AU maka tahun 2011 dilewati dengan sukses dan aman tanpa adanya accident dalam tugas latihan dan operasional penerbangan. Dengan ini sasaran jangka pendek TNI AU yaitu “Zero Accident” yang dicanangkan awal tahun 2011 untuk menuju First Class Air Force telah berhasil diwujudkan pada tahun yang sama. Sebuah tantangan yang tidak mudah namun dengan kerja keras, kerja ikhlas dan kerja cerdas jajaran TNI AU bisa mencapai suatu tingkat keamanan operasi penerbangan yang tinggi dengan pencapaian 48.674 jam terbang serta tingkat kesiapan alutsista 70% untuk mempertanggungjawabkan total anggaran 7,433 trilyun rupiah.
Kasau menyatakan bahwa menyikapi tahun 2012, TNI AU harus jeli dalam membaca situasi nasional. Kebijakan mengenai modernisasi alusista TNI telah direalisasikan secara bertahap. Modernisasi merupakan awal kebangkitan yang harus disikapi dengan bijak karena proses penyediaan yang tengah berjalan ini mendapat perhatian dari berbagai elemen bangsa dan media massa. Demikian sambutan Kasau dalam apel khusus menyambut tahun baru 2012 yang dilaksanakan di Mabesau, Cilangkap, Senin (2/1).
“TNI AU harus mampu melaksanakan setiap amanah rakyat dengan sebaik-baiknya melalui kerja keras yang profesional. Ini harus kita terapkan secara ketat mulai dari siklus perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Kesemuanya harus dilaksanakanan dengan kejujuran serta sesuai dengan aturan main yang berlaku”, tekan Kasau.
Selain itu, kebijakan pemerintah di bidang reformasi birokrasi salah satu tujuannya adalah untuk menata sistem menajemen sumber daya manusia di lingkungan TNI AU. Kebijakan pemerintah yang menetapkan zero growth policy adalah untuk meningkatkan efisiensi anggaran TNI yang jutru dihabiskan untuk membayar gaji personel. Untuk itu, anggaran yang diperoleh pada tahun 2012 akan digunakan untuk mendukung 60.000 jam terbang dan mendukung seluruh kegiatan TNI AU.
Kasau menambahkan kepada satuan-satuan yang berkaitan langsung dengan penanganan sumber daya manusia, agar benar-benar mencermati dan mengerti hal-hal mendasar mengenai tuntutan reformasi birokrasi, sehingga TNI AU mampu membangun SDM yang tangguh dan mampu menjawab tantangan. Menjadi the right man on the right place, merit sistem, konsisten dengan kaidah, maka akan tercipta rasa keadilan yang mampu meningkatkan profesionalisme di setiap lini organisasi.
TNI AU harus mengedepankan transparansi dan ketaatan hukum saat ini dalam melaksanakan penugasan, karena hal tersebut menempati prioritas utama dalam mengukur kualitas kinerja yang baik, terukur, akuntabel yang diawaki oleh personel yang jujur dan memiliki integritas. Dengan demikian, kondisi zero accident yang telah dicapai pada 2011 dapat dipertahankan di tahun 2012 untuk menjadi First Class Air Force.
Hadir dalam apel khusus tersebut Irjen TNI Marsdya TNI Sukirno, Kabasarnas Marsdya TNI Daryatmo, Wakasau Marsdya TNI Dede Rusamsi, para pejabat di lingkungan TNI AU, perwira, bintara, tamtama, serta Pegawai Negeri Sipil.
Sumber: Dispenau
2 Januari 2011, Jakarta: TNI AU telah sukses mencatat Tahun “Tanpa Kecelakaan” sepanjang tahun 2011. Prestasi yang disyukuri karena dengan restu Tuhan Yang Maha Esa serta upaya pencegahan kecelakaan terbang dan kerja yang intensif segenap jajaran TNI AU maka tahun 2011 dilewati dengan sukses dan aman tanpa adanya accident dalam tugas latihan dan operasional penerbangan. Dengan ini sasaran jangka pendek TNI AU yaitu “Zero Accident” yang dicanangkan awal tahun 2011 untuk menuju First Class Air Force telah berhasil diwujudkan pada tahun yang sama. Sebuah tantangan yang tidak mudah namun dengan kerja keras, kerja ikhlas dan kerja cerdas jajaran TNI AU bisa mencapai suatu tingkat keamanan operasi penerbangan yang tinggi dengan pencapaian 48.674 jam terbang serta tingkat kesiapan alutsista 70% untuk mempertanggungjawabkan total anggaran 7,433 trilyun rupiah.
Kasau menyatakan bahwa menyikapi tahun 2012, TNI AU harus jeli dalam membaca situasi nasional. Kebijakan mengenai modernisasi alusista TNI telah direalisasikan secara bertahap. Modernisasi merupakan awal kebangkitan yang harus disikapi dengan bijak karena proses penyediaan yang tengah berjalan ini mendapat perhatian dari berbagai elemen bangsa dan media massa. Demikian sambutan Kasau dalam apel khusus menyambut tahun baru 2012 yang dilaksanakan di Mabesau, Cilangkap, Senin (2/1).
“TNI AU harus mampu melaksanakan setiap amanah rakyat dengan sebaik-baiknya melalui kerja keras yang profesional. Ini harus kita terapkan secara ketat mulai dari siklus perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Kesemuanya harus dilaksanakanan dengan kejujuran serta sesuai dengan aturan main yang berlaku”, tekan Kasau.
Selain itu, kebijakan pemerintah di bidang reformasi birokrasi salah satu tujuannya adalah untuk menata sistem menajemen sumber daya manusia di lingkungan TNI AU. Kebijakan pemerintah yang menetapkan zero growth policy adalah untuk meningkatkan efisiensi anggaran TNI yang jutru dihabiskan untuk membayar gaji personel. Untuk itu, anggaran yang diperoleh pada tahun 2012 akan digunakan untuk mendukung 60.000 jam terbang dan mendukung seluruh kegiatan TNI AU.
Kasau menambahkan kepada satuan-satuan yang berkaitan langsung dengan penanganan sumber daya manusia, agar benar-benar mencermati dan mengerti hal-hal mendasar mengenai tuntutan reformasi birokrasi, sehingga TNI AU mampu membangun SDM yang tangguh dan mampu menjawab tantangan. Menjadi the right man on the right place, merit sistem, konsisten dengan kaidah, maka akan tercipta rasa keadilan yang mampu meningkatkan profesionalisme di setiap lini organisasi.
TNI AU harus mengedepankan transparansi dan ketaatan hukum saat ini dalam melaksanakan penugasan, karena hal tersebut menempati prioritas utama dalam mengukur kualitas kinerja yang baik, terukur, akuntabel yang diawaki oleh personel yang jujur dan memiliki integritas. Dengan demikian, kondisi zero accident yang telah dicapai pada 2011 dapat dipertahankan di tahun 2012 untuk menjadi First Class Air Force.
Hadir dalam apel khusus tersebut Irjen TNI Marsdya TNI Sukirno, Kabasarnas Marsdya TNI Daryatmo, Wakasau Marsdya TNI Dede Rusamsi, para pejabat di lingkungan TNI AU, perwira, bintara, tamtama, serta Pegawai Negeri Sipil.
Sumber: Dispenau
KRI Teluk Manado Merapat di Dermaga Irian
2 Januari 2012, Ambon: Seorang awak KRI Teluk Manado-537 melakukan perawatan senjata yang terpasang di kapal tersebut saat merapat di Dermaga Irian, Markas Komando Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) IX/Ambon, Maluku, Senin (2/1). KRI Teluk Manado-537 adalah Kapal Perang jenis Landing Ship Tank (LST) Type Frosch, dibuat di galangan VEB Penee Werft Wolgast, Jerman Timur, pada tahun 1977 yang bertugas sebagai pengangkut personil dan logistik ke pulau-pulau perbatasan dan daerah-daerah rawan di wilayah Indonesia. (Foto: ANTARA/Izaac Mulyawan/Koz/Spt/11)
Dua personil Korps Wanita TNI Angkatan Laut (Kowal) berjalan di dekat KRI Teluk Manado-537 yang merapat di Dermaga Irian, Markas Komando Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) IX/Ambon, Maluku, Senin (2/1). (Foto: ANTARA/Izaac Mulyawan/Koz/Spt/11)
Dua personil Korps Wanita TNI Angkatan Laut (Kowal) berjalan di dekat KRI Teluk Manado-537 yang merapat di Dermaga Irian, Markas Komando Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) IX/Ambon, Maluku, Senin (2/1). (Foto: ANTARA/Izaac Mulyawan/Koz/Spt/11)
TNI AL Akan Beli 2 Frigate dan 20 Kapal Cepat
Dua kendaraan tempur amfibi melakukan pendaratan di Pantai Banongan, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (29/12). Pendaratan amfibi tersebut dalam rangka latihan Pemantapan Brigade Pendarat (Lattap Brigrat), latihan kesenjataan terpadu dan pembaretan atau pengangkatan Kasad Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo sebagai warga kehormatan Korps Marinir. (Foto: ANTARA/Seno S./Koz/mes/11)
30 Desember 2011, Jakarta: TNI AL telah melaporkan kesiapan validasi organisasi kepada komando atas dan pemerintah tentang pembentukan Komando Wilayah Laut Republik Indonesia (Kowila RI) yang membawahi 3 Armada (Barat, Tengah dan Timur), Komando Latihan Wilayah Laut (Kolatwila) Komando Pemeliharaan Material Wilayah Laut (Koharmatwila), pembentukan 3 Divisi Marinir dan perubahan Korps Marinir menjadi Kotama Operasi.
Hal tersebut dikatakan Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Soeparno dihadapan 700 Perwira Menengah (Pamen) dan Perwira Tinggi (Pati) TNI AL Wilayah Timur (Wiltim) pada olahraga bersama TNI AL Wilayah Timur di Lapangan Laut Maluku, Komando Pengembangan dan Pendidikan Angkatan Laut (Kobangdikal), Jumat (30/12).
Kemudian, lanjutnya, selain pembentukan Kowila, TNI AL memandang perlu meningkatkan Dinas Potensi Maritim menjadi Asisten Potensi Maritim, karena potmar dipandang sebagai salah satu tugas pokok TNI AL, kemudian membentuk Disopslatal, membentuk Pusat Intelejen Laut (Pusintelal) serta meningkatan Dinas Hidrooseanografi menjadi Badan Hidro Oseanografi.
Selain siap melakukan validasi organisasi, di tahun 2012 diharapkan kebijakan pemerintah dalam pembangunan kekuatan pertahanaan pada tingkat Minimum Essential Force (MEF) TNI AL dalam bidang penambahan Alat Utama Sisitem Senjata (Alutsista) dapat segera terrealisasi. Penambahan alutsista tersebut, diantaranya pembelian 3 kapal selam, 2 kapal permukaan frigate jenis Perusak Kapal Rudal (PKR) dan 20 Kapal Patroli Cepat dan Kapal Cepat Torpedo (KCT).
Menurutnya, untuk membangun kekuatan militer yang handal tidak perlu beraliansi kepada salah satu blok teknologi alutsista, tetapi mampu mengadaftasi dan mengadopsi teknologi dari berbagai blok yang diarahkan untuk meraih keunggulan sendiri. Pada konteks ini penyiapan sumber daya manusia menjadi sangat vital.
“Kita harus akui, negara kita tidak sekuat negara barat yang kuat dalam teknologi mesin perangnya, oleh karena itu kita tidak usah cari musuh, lebih baik cari teman dan tidak menggantungkan kekuatan Alut kepada salah satu blok,” terangnya.
Selain menyoroti validasi organisasi dan alutsista, orang nomor satu di TNI AL ini mengingatkan kepada para perwira dibawahnya untuk senantiasa meningkatkan kembali pelaksanaan kode etik dan etika professional serta tatakrama dalam kehidupan seorang perwira.
Seorang perwira, lanjutnya, harus mampu membangun sendi-sendi kehidupan yang berdisiplin, memiliki kepedulian dan rasa tanggung jawab yang lebih tinggi dibanding dengan prajurit yang dipimpinnya.
“Pegang teguh Sapta Marga, 8 Wajib TNI, Trisila TNI AL dan malu berbuat cela,” serunya.
Ditahun 2011, lanjutnya lagi, masih ada agenda yang belum terealisasi dan akan dilanjutkan pada 2012 nanti diantaranya Kartika Jala Krida (KJK) KRI Dewaruci ke AS. Dimana pada KJK sebelumnya tidak pernah mengikutkan Kadet (taruna AAL;Red) dari Korps Marinir, pada KJK nanti akan diikutsertakan, kemudian latihan Armada Jaya pada medio September dan Latihan Gabungan TNI pada medio November 2012.
Sementara itu pada acara olah raga bersama penutup akhir tahun yang diisi dengan senam dan jalan sehat sejauh 3 kilometer di area Kesatriaan Kobangdikal tersebut, tampak hadir para Asisten KASAL, Pangkotama TNI AL wilayah timur dan barat, seperti Dankobangdikal Laksda TNI Sadiman, SE, Pangarmatim Laksda TNI Ada Supandi, Pangarmabar, Komandan Seskoal dan para Kepala Dinas di lingkungan Mabesal, serta Pamen TNI AL se-Wilayah Timur.
Sumber: Dispenal
30 Desember 2011, Jakarta: TNI AL telah melaporkan kesiapan validasi organisasi kepada komando atas dan pemerintah tentang pembentukan Komando Wilayah Laut Republik Indonesia (Kowila RI) yang membawahi 3 Armada (Barat, Tengah dan Timur), Komando Latihan Wilayah Laut (Kolatwila) Komando Pemeliharaan Material Wilayah Laut (Koharmatwila), pembentukan 3 Divisi Marinir dan perubahan Korps Marinir menjadi Kotama Operasi.
Hal tersebut dikatakan Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Soeparno dihadapan 700 Perwira Menengah (Pamen) dan Perwira Tinggi (Pati) TNI AL Wilayah Timur (Wiltim) pada olahraga bersama TNI AL Wilayah Timur di Lapangan Laut Maluku, Komando Pengembangan dan Pendidikan Angkatan Laut (Kobangdikal), Jumat (30/12).
Kemudian, lanjutnya, selain pembentukan Kowila, TNI AL memandang perlu meningkatkan Dinas Potensi Maritim menjadi Asisten Potensi Maritim, karena potmar dipandang sebagai salah satu tugas pokok TNI AL, kemudian membentuk Disopslatal, membentuk Pusat Intelejen Laut (Pusintelal) serta meningkatan Dinas Hidrooseanografi menjadi Badan Hidro Oseanografi.
Selain siap melakukan validasi organisasi, di tahun 2012 diharapkan kebijakan pemerintah dalam pembangunan kekuatan pertahanaan pada tingkat Minimum Essential Force (MEF) TNI AL dalam bidang penambahan Alat Utama Sisitem Senjata (Alutsista) dapat segera terrealisasi. Penambahan alutsista tersebut, diantaranya pembelian 3 kapal selam, 2 kapal permukaan frigate jenis Perusak Kapal Rudal (PKR) dan 20 Kapal Patroli Cepat dan Kapal Cepat Torpedo (KCT).
Menurutnya, untuk membangun kekuatan militer yang handal tidak perlu beraliansi kepada salah satu blok teknologi alutsista, tetapi mampu mengadaftasi dan mengadopsi teknologi dari berbagai blok yang diarahkan untuk meraih keunggulan sendiri. Pada konteks ini penyiapan sumber daya manusia menjadi sangat vital.
“Kita harus akui, negara kita tidak sekuat negara barat yang kuat dalam teknologi mesin perangnya, oleh karena itu kita tidak usah cari musuh, lebih baik cari teman dan tidak menggantungkan kekuatan Alut kepada salah satu blok,” terangnya.
Selain menyoroti validasi organisasi dan alutsista, orang nomor satu di TNI AL ini mengingatkan kepada para perwira dibawahnya untuk senantiasa meningkatkan kembali pelaksanaan kode etik dan etika professional serta tatakrama dalam kehidupan seorang perwira.
Seorang perwira, lanjutnya, harus mampu membangun sendi-sendi kehidupan yang berdisiplin, memiliki kepedulian dan rasa tanggung jawab yang lebih tinggi dibanding dengan prajurit yang dipimpinnya.
“Pegang teguh Sapta Marga, 8 Wajib TNI, Trisila TNI AL dan malu berbuat cela,” serunya.
Ditahun 2011, lanjutnya lagi, masih ada agenda yang belum terealisasi dan akan dilanjutkan pada 2012 nanti diantaranya Kartika Jala Krida (KJK) KRI Dewaruci ke AS. Dimana pada KJK sebelumnya tidak pernah mengikutkan Kadet (taruna AAL;Red) dari Korps Marinir, pada KJK nanti akan diikutsertakan, kemudian latihan Armada Jaya pada medio September dan Latihan Gabungan TNI pada medio November 2012.
Sementara itu pada acara olah raga bersama penutup akhir tahun yang diisi dengan senam dan jalan sehat sejauh 3 kilometer di area Kesatriaan Kobangdikal tersebut, tampak hadir para Asisten KASAL, Pangkotama TNI AL wilayah timur dan barat, seperti Dankobangdikal Laksda TNI Sadiman, SE, Pangarmatim Laksda TNI Ada Supandi, Pangarmabar, Komandan Seskoal dan para Kepala Dinas di lingkungan Mabesal, serta Pamen TNI AL se-Wilayah Timur.
Sumber: Dispenal
2012, Menanti Kebangkitan Militer Indonesia
Penyerahan Sukhoi Su-27SKM kepada TNI AU. (Foto: Kedubes Federasi Rusia di Indonesia)
1 Januari 2011, Jakarta: Di penghujung tahun 2011, Kementerian Pertahanan dan perusahaan militer Rusia JSC Rosoboronexport melakukan penandatanganan untuk kelanjutan pengadaan enam pesawat jet tempur Sukhoi, untuk memperkuat satuan tempur TNI Angkatan Udara.
Pengadaan enam unit pesawat tempur generasi 4,5 itu melengkapi 10 pesawat sejenis yang telah dimiliki Indonesia dengan tipe SU-27SK, SU-27SKM, SU-30MK dan SU-30MK2.
Beberapa hari sebelumnya, Kementerian Pertahahan juga melakukan penandatanganan kontrak pengadaan tiga kapal selam dengan perusahaan galangan kapal Korea Selatan Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME), untuk memperkuat satuan tempur TNI Angkatan Laut.
Untuk matra darat, Pemerintah Indonesia juga sebelumnya telah mendatangkan enam helikopter Mi-17 V-5 dari Rusia. Pada 2012 bahkan mulai dijajaki sejumlah pembelian kendaraan tempur taktis dari Eropa seperti Main Battle Tank dari Belanda.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang makin membaik, maka alokasi anggaran untuk pertahanan pun lambat laun mengalami peningkatan meski masih relatif kecil dibandingkan negara-negara ASEAN lain dalam hal belanja modal persenjataan.
Untuk pertama kalinya sejak 1962, anggaran pertahanan pada 2012 menjadi nomor satu, dengan jumlah menjadi Rp64,4 triliun mengalahkan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (Rp 61,2 triliun) dan Kementerian Pendidikan Nasional (Rp 57,8 triliun). Jumlah untuk meningkat dari APBN-Perubahan 2011 yakni Rp47,5 triliun.
Tak hanya membeli persenjataan baru, Indonesia selama 2011 juga telah menjajaki dan menyepakati sejumlah hibah alat utama sistem senjata yang ditawarkan seperti pesawat tempur F-16 Fighting Falcon. Sedangkan hibah empat unit pesawat angkut C-130 Hercules dari Australia yang tertunda akan dilanjutkan pada awal 2012.
Wakil Menteri Pertahahan Sjafrie Sjamsoeddin menambahkan target modernisasi militer diprioritaskan pada alutsista yang bergerak seperti kendaraan tempur, pesawat tempur, dan kapal selam beserta persenjataannya.
Terkait itu, Indonesia tidak saja mendatangkan alat utama sistem senjata dari mancanegara melainkan juga memproduksi sendiri dalam rangka merevitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Tengoklah kapal cepat berpeluru kendali yang kini sedang dikerjakan PT Lundin Industry Invest di Banyuwangi. Kapal berbahan serat karbon itu merupakan kapal Trimaran pertama di dunia yang akan diproduksi Indonesia lengkap dengan kemampuan menghilang dari tangkapan radar lawan.
Tak hanya itu, PT Pindad pun telah memproduksi ratusan panser Anoa, empat unit panser intai yang di Eropa dikenal sebagai "Sherpa".
"Kita memang belum memberinya nama," kata Direktur PT Pindad Adik Sudarsono.
Terdapat pula enam unit panser Mortar 81 mm dan tiga unit panser recovery.
"Yang jelas jika pengadaannya dari luar, kita mensyaratkan adanya alih teknologi, sehingga suatu ketika nanti putra-putri Indonesia mampu membuat pesawat tempur dan kini yang tengah dijajaki adalah pembuatan kapal selam," kata Sjafrie.
Sebagian dari beragam kontrak pengadaan alat utama sistem senjata yang telah disepakati akan direalisasikan bertahap mulai 2012 hingga 2014 dan seterusnya. Sehingga militer Indonesia diharapkan benar-benar bangkit, besar, kuat dan profesional.
Krusial Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto menyebutkan 2012 merupakan masa peralihan yang cukup menentukan dalam keberhasilan mencapai kekuatan pokok minimum (minimum essential forces /MEF) dalam pembangunan kekuatan militer Indonesia.
"Postur anggaran 2012 memang relatif terasa dampaknya untuk pemeliharaan atau perbaikan dan pengadaan dari dalam negeri. Tapi,kalau untuk pengadaan dari luar negeri belum ada," katanya berpendapat.
Menurut Andi Widjajanto, anggaran Rp64,4 triliun yang akan dikucurkan pada 2012 menegaskan keseriusan pemerintah untuk membangun alutsista TNI yang andal. Tapi,tetap saja angka itu masih jauh dari cukup untuk bisa mengejar kekuatan pokok minimum yang ditarget hingga 2024.
Jika kondisi itu terus terjadi tiap tahunnya, Andi yakin MEF tidak akan tercapai sesuai target. Mengacu pada target 2024, maka pada 2012 mestinya tersedia alokasi Rp80 triliun.
Bahkan, kalau bisa mencapai Rp90 triliun agar pada 2014 (akhir pemerintahan SBY periode kedua) tercapai Rp120 triliun. Jadi, secara perbandingan dengan GDP,pada 2014 tercapai 1,25 persen dan 2012 sebesar satu persen.
Ia menambahkan alutsista- alutsista tua itu idealnya memang tidak dipakai lagi dan harus diganti dengan yang baru.Apalagi beban perbaikan alutsista yang sudah usang juga cukup berat.
Namun, kondisi sekarang belum memungkinkan untuk mencapai hal itu.
"Harusnya jika 10 dibuang, maka yang beli baru lagi 10. Tapi,yang terjadi sekarang adalah 10 dibuang, tapi beli barunya cuma dua, yang enam diperbaiki, empat benar-benar dibuang," tutur Andi. Andi membeberkan usia alutsista yang dipakai TNI sekarang ini banyak yang telah tua, yakni 25-40 tahun.
Bahkan dia menyebut alutsista yang telanjur uzur dan harus diganti mencapai sekitar separuh dari yang ada. Dengan kondisi tersebut, tingkat kesiapannya rata-rata hanya sekitar 40 persen. Dalam postur RAPBN 2012, Kemenhan seperti yang disampaikan Dirjen Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsda TNI Bonggas S Silaen, dari besaran alokasi sebesar Rp64,4 triliun sekitar 40,1 persennya atau Rp25,84 triliun untuk belanja, yakni alutsista. Sisanya belanja pegawai Rp27,18 triliun (42,2 persen) dan belanja barang Rp11,41 triliun (17,7 persen).
Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menuturkan, membangun militer tergantung pada dua hal, yakni seberapa besar ancaman yang ada dan bagaimana standar penangkalan yang hendak diciptakan.
Dua hal itu masih dipengaruhi kondisi keuangan negara.
"Jadi MEF itu bukan penangkalan yang levelnya rendah,tapi juga bukan yang tinggi," ungkap purnawirawan TNI itu.
Ia menilai dengan alokasi anggaran yang selama ini dikucurkan, target MEF sulit untuk dicapai sesuai rencana. ?Dengan anggaran Rp60 triliun-65 triliun per tahun, maka pada 2014 kapasitas yang tercapai baru sekitar 28 persen dari yang diinginkan,? ujarnya.
Posisi Tawar Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie menilai kekuatan militer dapat digunakan sebagai alat tawar dalam memperjuangkan pembangunan perekonomian suatu negara. Ekonomi dan militer pada dasarnya merupakan perhubungan dua variabel yang bersifat timbal-balik.Artinya, jika militer kuat, ekonominya juga akan kuat.
Bagaimana pun tak bisa dipungkiri secara geopolitik dan geostrategi, Indonesia terletak pada posisi yang strategis dan menentukan dalam tata pergaulan dunia dan kawasan. Dengan potensi ancaman yang tidak ringan serta kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam, bangsa dan negara Indonesia memerlukan kemampuan pertahanan negara yang kuat untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan NKRI.
Namun, setelah merebaknya krisis, pembangunan kemampuan pertahanan relatif terabaikan sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan pertahanan negara secara keseluruhan. Karena itu dengan kenaikan anggaran pertahahan pada 2012, diharapkan kebangkitan militer Indonesia dapat benar-benar berjalan sehingga Indonesia mampu menghadapi berbagai ancaman baik aktual maupun potensial.
Sejarah setidaknya mencatat setidaknya dua kali dalam sejarah Republik Indonesia, TNI diperhitungkan sebagai kekuatan bersenjata yang tidak bisa dipermainkan dalam pertahanan dan nyata dampaknya pada posisi tawar politik luar negeri kita.
Pertama, periode 1960-1962, ketika Presiden Soekarno mendorong Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) untuk bersiap merebut Irian Barat dengan kekuatan militer. Meskipun situasi perekonomian nasional tidak terlalu baik, Bung Karno mengizinkan pembelian persenjataan secara besar-besaran.
Dalam waktu kurang dari dua tahun, APRI menjelma menjadi kekuatan perang terbesar di bumi bagian selatan, antara lain Angkatan Laut mempunyai 12 kapal selam yang mampu berpatroli hingga ke bibir pantai barat Australia tanpa bisa di deteksi oleh negara itu.
Sementara itu, Angkatan Udara Republik Indonesia punya dua skuadron pengebom jarak jauh TU-16, yang dengan mudah mencapai seluruh wilayah Asia Tenggara dan Australia, menjatuhkan bom, serta kembali ke pangkalannya dengan selamat.
Kedua, era 1980-1988. Pada kepemimpinan Jenderal M. Jusuf (1978-1983) dan Jenderal L.B. Moerdani (1983-1988), Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dibangun menjadi institusi militer yang modern dan profesional serta tidak berpolitik. Jenderal Jusuf mengawali programnya dengan cara sederhana: membangkitkan kembali harga diri prajurit dengan meningkatkan kesejahteraan, memperbaikiasrama, serta melatih ulang pasukan yang lama mengalami proses "penghalusan" karena jarang berlatih, persenjataan ketinggalan zaman, dan terabaikan kesejahteraan mereka.
Pada era berikutnya, Jenderal Moerdani mampu dengan cerdik melihat peluang membeli alat utama sistem senjata yang tidak baru (seperti enam fregat Van Speijk dari Belanda), memperbaiki dan memodernkannya hingga bisa beroperasi penuh lagi. Pada eranya, ABRI juga membeli 10 pesawat tempur F-16 Fighting Falcon.
Kini dengan Indonesia kembali mencoba memperkuat kembali pertahanannya diharapkan posisi tawar Indonesia di segala bidang baik politik, ekonomi dan budaya dapat pula ditingkatkan.
Sumber: FaktaPos.com
1 Januari 2011, Jakarta: Di penghujung tahun 2011, Kementerian Pertahanan dan perusahaan militer Rusia JSC Rosoboronexport melakukan penandatanganan untuk kelanjutan pengadaan enam pesawat jet tempur Sukhoi, untuk memperkuat satuan tempur TNI Angkatan Udara.
Pengadaan enam unit pesawat tempur generasi 4,5 itu melengkapi 10 pesawat sejenis yang telah dimiliki Indonesia dengan tipe SU-27SK, SU-27SKM, SU-30MK dan SU-30MK2.
Beberapa hari sebelumnya, Kementerian Pertahahan juga melakukan penandatanganan kontrak pengadaan tiga kapal selam dengan perusahaan galangan kapal Korea Selatan Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME), untuk memperkuat satuan tempur TNI Angkatan Laut.
Untuk matra darat, Pemerintah Indonesia juga sebelumnya telah mendatangkan enam helikopter Mi-17 V-5 dari Rusia. Pada 2012 bahkan mulai dijajaki sejumlah pembelian kendaraan tempur taktis dari Eropa seperti Main Battle Tank dari Belanda.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan seiring dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang makin membaik, maka alokasi anggaran untuk pertahanan pun lambat laun mengalami peningkatan meski masih relatif kecil dibandingkan negara-negara ASEAN lain dalam hal belanja modal persenjataan.
Untuk pertama kalinya sejak 1962, anggaran pertahanan pada 2012 menjadi nomor satu, dengan jumlah menjadi Rp64,4 triliun mengalahkan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (Rp 61,2 triliun) dan Kementerian Pendidikan Nasional (Rp 57,8 triliun). Jumlah untuk meningkat dari APBN-Perubahan 2011 yakni Rp47,5 triliun.
Tak hanya membeli persenjataan baru, Indonesia selama 2011 juga telah menjajaki dan menyepakati sejumlah hibah alat utama sistem senjata yang ditawarkan seperti pesawat tempur F-16 Fighting Falcon. Sedangkan hibah empat unit pesawat angkut C-130 Hercules dari Australia yang tertunda akan dilanjutkan pada awal 2012.
Wakil Menteri Pertahahan Sjafrie Sjamsoeddin menambahkan target modernisasi militer diprioritaskan pada alutsista yang bergerak seperti kendaraan tempur, pesawat tempur, dan kapal selam beserta persenjataannya.
Terkait itu, Indonesia tidak saja mendatangkan alat utama sistem senjata dari mancanegara melainkan juga memproduksi sendiri dalam rangka merevitalisasi industri pertahanan dalam negeri. Tengoklah kapal cepat berpeluru kendali yang kini sedang dikerjakan PT Lundin Industry Invest di Banyuwangi. Kapal berbahan serat karbon itu merupakan kapal Trimaran pertama di dunia yang akan diproduksi Indonesia lengkap dengan kemampuan menghilang dari tangkapan radar lawan.
Tak hanya itu, PT Pindad pun telah memproduksi ratusan panser Anoa, empat unit panser intai yang di Eropa dikenal sebagai "Sherpa".
"Kita memang belum memberinya nama," kata Direktur PT Pindad Adik Sudarsono.
Terdapat pula enam unit panser Mortar 81 mm dan tiga unit panser recovery.
"Yang jelas jika pengadaannya dari luar, kita mensyaratkan adanya alih teknologi, sehingga suatu ketika nanti putra-putri Indonesia mampu membuat pesawat tempur dan kini yang tengah dijajaki adalah pembuatan kapal selam," kata Sjafrie.
Sebagian dari beragam kontrak pengadaan alat utama sistem senjata yang telah disepakati akan direalisasikan bertahap mulai 2012 hingga 2014 dan seterusnya. Sehingga militer Indonesia diharapkan benar-benar bangkit, besar, kuat dan profesional.
Krusial Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Andi Widjajanto menyebutkan 2012 merupakan masa peralihan yang cukup menentukan dalam keberhasilan mencapai kekuatan pokok minimum (minimum essential forces /MEF) dalam pembangunan kekuatan militer Indonesia.
"Postur anggaran 2012 memang relatif terasa dampaknya untuk pemeliharaan atau perbaikan dan pengadaan dari dalam negeri. Tapi,kalau untuk pengadaan dari luar negeri belum ada," katanya berpendapat.
Menurut Andi Widjajanto, anggaran Rp64,4 triliun yang akan dikucurkan pada 2012 menegaskan keseriusan pemerintah untuk membangun alutsista TNI yang andal. Tapi,tetap saja angka itu masih jauh dari cukup untuk bisa mengejar kekuatan pokok minimum yang ditarget hingga 2024.
Jika kondisi itu terus terjadi tiap tahunnya, Andi yakin MEF tidak akan tercapai sesuai target. Mengacu pada target 2024, maka pada 2012 mestinya tersedia alokasi Rp80 triliun.
Bahkan, kalau bisa mencapai Rp90 triliun agar pada 2014 (akhir pemerintahan SBY periode kedua) tercapai Rp120 triliun. Jadi, secara perbandingan dengan GDP,pada 2014 tercapai 1,25 persen dan 2012 sebesar satu persen.
Ia menambahkan alutsista- alutsista tua itu idealnya memang tidak dipakai lagi dan harus diganti dengan yang baru.Apalagi beban perbaikan alutsista yang sudah usang juga cukup berat.
Namun, kondisi sekarang belum memungkinkan untuk mencapai hal itu.
"Harusnya jika 10 dibuang, maka yang beli baru lagi 10. Tapi,yang terjadi sekarang adalah 10 dibuang, tapi beli barunya cuma dua, yang enam diperbaiki, empat benar-benar dibuang," tutur Andi. Andi membeberkan usia alutsista yang dipakai TNI sekarang ini banyak yang telah tua, yakni 25-40 tahun.
Bahkan dia menyebut alutsista yang telanjur uzur dan harus diganti mencapai sekitar separuh dari yang ada. Dengan kondisi tersebut, tingkat kesiapannya rata-rata hanya sekitar 40 persen. Dalam postur RAPBN 2012, Kemenhan seperti yang disampaikan Dirjen Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsda TNI Bonggas S Silaen, dari besaran alokasi sebesar Rp64,4 triliun sekitar 40,1 persennya atau Rp25,84 triliun untuk belanja, yakni alutsista. Sisanya belanja pegawai Rp27,18 triliun (42,2 persen) dan belanja barang Rp11,41 triliun (17,7 persen).
Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menuturkan, membangun militer tergantung pada dua hal, yakni seberapa besar ancaman yang ada dan bagaimana standar penangkalan yang hendak diciptakan.
Dua hal itu masih dipengaruhi kondisi keuangan negara.
"Jadi MEF itu bukan penangkalan yang levelnya rendah,tapi juga bukan yang tinggi," ungkap purnawirawan TNI itu.
Ia menilai dengan alokasi anggaran yang selama ini dikucurkan, target MEF sulit untuk dicapai sesuai rencana. ?Dengan anggaran Rp60 triliun-65 triliun per tahun, maka pada 2014 kapasitas yang tercapai baru sekitar 28 persen dari yang diinginkan,? ujarnya.
Posisi Tawar Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie menilai kekuatan militer dapat digunakan sebagai alat tawar dalam memperjuangkan pembangunan perekonomian suatu negara. Ekonomi dan militer pada dasarnya merupakan perhubungan dua variabel yang bersifat timbal-balik.Artinya, jika militer kuat, ekonominya juga akan kuat.
Bagaimana pun tak bisa dipungkiri secara geopolitik dan geostrategi, Indonesia terletak pada posisi yang strategis dan menentukan dalam tata pergaulan dunia dan kawasan. Dengan potensi ancaman yang tidak ringan serta kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam, bangsa dan negara Indonesia memerlukan kemampuan pertahanan negara yang kuat untuk menjamin tetap tegaknya kedaulatan NKRI.
Namun, setelah merebaknya krisis, pembangunan kemampuan pertahanan relatif terabaikan sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan pertahanan negara secara keseluruhan. Karena itu dengan kenaikan anggaran pertahahan pada 2012, diharapkan kebangkitan militer Indonesia dapat benar-benar berjalan sehingga Indonesia mampu menghadapi berbagai ancaman baik aktual maupun potensial.
Sejarah setidaknya mencatat setidaknya dua kali dalam sejarah Republik Indonesia, TNI diperhitungkan sebagai kekuatan bersenjata yang tidak bisa dipermainkan dalam pertahanan dan nyata dampaknya pada posisi tawar politik luar negeri kita.
Pertama, periode 1960-1962, ketika Presiden Soekarno mendorong Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) untuk bersiap merebut Irian Barat dengan kekuatan militer. Meskipun situasi perekonomian nasional tidak terlalu baik, Bung Karno mengizinkan pembelian persenjataan secara besar-besaran.
Dalam waktu kurang dari dua tahun, APRI menjelma menjadi kekuatan perang terbesar di bumi bagian selatan, antara lain Angkatan Laut mempunyai 12 kapal selam yang mampu berpatroli hingga ke bibir pantai barat Australia tanpa bisa di deteksi oleh negara itu.
Sementara itu, Angkatan Udara Republik Indonesia punya dua skuadron pengebom jarak jauh TU-16, yang dengan mudah mencapai seluruh wilayah Asia Tenggara dan Australia, menjatuhkan bom, serta kembali ke pangkalannya dengan selamat.
Kedua, era 1980-1988. Pada kepemimpinan Jenderal M. Jusuf (1978-1983) dan Jenderal L.B. Moerdani (1983-1988), Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dibangun menjadi institusi militer yang modern dan profesional serta tidak berpolitik. Jenderal Jusuf mengawali programnya dengan cara sederhana: membangkitkan kembali harga diri prajurit dengan meningkatkan kesejahteraan, memperbaikiasrama, serta melatih ulang pasukan yang lama mengalami proses "penghalusan" karena jarang berlatih, persenjataan ketinggalan zaman, dan terabaikan kesejahteraan mereka.
Pada era berikutnya, Jenderal Moerdani mampu dengan cerdik melihat peluang membeli alat utama sistem senjata yang tidak baru (seperti enam fregat Van Speijk dari Belanda), memperbaiki dan memodernkannya hingga bisa beroperasi penuh lagi. Pada eranya, ABRI juga membeli 10 pesawat tempur F-16 Fighting Falcon.
Kini dengan Indonesia kembali mencoba memperkuat kembali pertahanannya diharapkan posisi tawar Indonesia di segala bidang baik politik, ekonomi dan budaya dapat pula ditingkatkan.
Sumber: FaktaPos.com
Subscribe to:
Posts (Atom)