KRI Leuser-924 kapal perang jenis tunda samudera dibangun di galangkan kapal dalam negeri. (Foto: TNI AL)
30 Januari 2010, Jakarta -- Ketua Komisi I DPR RI Kemal Azis Stamboel menyatakan, pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI bagi kepentingan memperkuat sistem pertahanan nasional harus lebih fokus dan berbasis industri domestik.
"Ini berkaitan dengan rencana Kemhan dalam pengadaan alutsista ke depan dengan fokus utama produk industri dalam negeri," tegas anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) itu di Jakarta, Sabtu (30/1), menanggapi pernyataan pihak Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang akan menyusun Rencana Induk Industri Pertahanan.
Dengan begitu, menurut Kemal Azis Stamboel, perlu upaya sungguh-sungguh untuk memperkuat industri pertahanan saat ini yakni badan-badan usaha milik negara yang bergerak di bidang industri pertahanan (BUMNIP).
"Kami berharap, secara paralel nantinya terjadi sinkronisasi seluruh kekuatan yang ada dalam rencana jangka menengah dan jangka panjang dengan pengadaan alutsista di seluruh satuan TNI," tandasnya.
Sebelumnya secara terpisah, mantan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Yusron Ihza Mahendra mengungkapkan, Indonesia harus bisa meniru kemampuan sejumlah negara, seperti India dan kini Brazil yang mampu menjadikan industri pertahanannya menjadi sumber keuntungan dan tidak semata-mata menjadi sumber pengeluaran.
"Bermula dari keberhasilan Amerika Serikat, kemudian Uni Soviet yang kemudian berubah jadi Rusia, dan sejumlah negara Eropa (Jerman, Inggeris, Perancis), terlihat industri pertahanan itu semakin potensial sebagai 'profit center'. Dengan SDM berkualitas banyak dan bahan baku yang tersedia, Indonesia juga bisa seperti itu. Tinggal kemauan dan keputusan politik serta aksi nyata," ujarnya.
Ia menilai, penguatan industri pertahanan akan berdampak signifikan kepada penyerapan lapangan kerja, menghidupkan banyak industri di depan maupun di belakangnya, serta jika kompetitif produknya dapat jadi komoditas ekspor andalan.
"Tetapi yang lebih penting, kita bisa mandiri dan berdaulat dalam soal alutsista, tidak lagi terlalu tergantung kepada pihak asing dengan segala konsekuensi terkena berbagai restriksi, termasuk embargo," ungkap Yusron Ihza lagi.
MEDIA INDONESIA
Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Berita Militer Negara Sahabat
Saturday, January 30, 2010
PAK FA Dioperasikan 2013 Oleh AU Rusia
30 Januari 2010 -- Prototipe jet tempur generasi kelima buatan Rusia membukukan penerbangan pertama selama 47 menit Jumat (29/10) di Timur Jauh dilaporkan televisi lokal.
Uji penerbangan tertunda selama 24 jam karena kondisi cuaca buruk di Komsomolsk-on-Amur tempat pengujian dilakukan.
“Hasil uji coba ini memenuhi seluruh harapan”, ungkap juru bicara Sukhoi Olga Kayukova.
Rusia telah mengembangkan jet tempur baru sejak tahun 1990-an. Jet tempur siluman Sukhoi PAK FA dilaporkan dapat menempuh jarak hingga 5500 km.
Batch pertama jet tempur PAK FA akan beroperasi 2013 dan pengiriman regular 2015 diungkapkan Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin , Jumat (29/1). Ditambahkannya, pengembangan pesawat masih berjalan serta uji penerbangan dilanjutkan.
Rusia dan India menandatangani kontrak kerjasama pengembangan jet tempur PAK FA pada Oktober tahun lalu. Hindustan Aeronautics Ltd (HAL) akan mengambil bagian 25% rancangan dan pengembangan proyek ini. HAL juga akan memodifikasi PAK FA dari kursi tunggal menjadi ganda sesuai spesifikasi AU India.
Jet tempur generasi kelima PAK-FA, prototipe sekarang disebut T-50. Merupakan salah satu dari tiga jet tempur generasi kelima di dunia, dua lainnya buatan Amerika Serikat F-22 Raptor dan F-35 Lightning II.
Fakta PAK-FA
- T-50 nama lokal untuk jet tempur generasi kelima Rusia yang telah dikembangkan menjadi Advanced Front-Line Aviation Complex (PAK FA) untuk AU Rusia.
- Proyek dimulai dikembangkan oleh biro rancang Sukhoi sejak memenangkan tender pada April 2002.
- Tikhomirov Institute of Instrument Design yang mengembangkan radar Irbis untuk Sukhoi Su-35BM Flanker, merancang radar untuk T-50. Sistem radar dan kontrol penembakan dirancang berdasarkan sistem Su-35BM.
- Desain eksterior jet tempur disetujui 10 Desember 2004.
- Musim panas lalu, disain jet tempur disetujui, cetak biru prototipe dikirimkan ke pabrik pesawat KNAAPO di Komsomolsk-on-Amur, dimana tiga jet tempur eksperimen dibuat untuk pengujian.
- Februari 2009, prototipe pertama dibuat. Setelah pesawat sukses diuji coba di landasan pacu, sebuah keputusan untuk melakukan uji penerbangan pertama dilakukan.
- Prototipe pertama T-50 melakukan uji penerbangan perdana selama 47 menit pada 29 Januari 2010 di Komsomolsk-on-Amur.
- T-50 dilengkapi mesin turbofan 117S (upgrade AL-31) buatan pabrik mesin pesawat Saturn.
- T-50 dapat membawa 8 rudal udara ke udara generasi baru R-77. Atau dua bom kendali anti kapal masing-masing berbobot 1500 kg.
- T-50 dapat juga membawa dua rudal jarak jauh yang dikembangkan biro Novator yang dapat menghantam sasaran dalam jarak 400 km.
- T-50 dapat lepas landas pada landasan hanya 300 - 400 meter dan tetap mempertahankan terbang supersonik pada kecepatan diatas 2000 km/jam, termasuk melakukan pengisian ulang bahan bakar di udara. Pesawat dapat menempuh jarak 5500 km.
- T-50 dilengkapi dengan avionik canggih dikombinasi sistem kontrol terbang automatis dan radar lokasi dengan antena phased array.
- T-50 mulai diproduksi masal Komsomolsk-on-Amur pada 2015.
RIA Novosti/@beritahankam
Pesawat Udara Nir Awak (PUNA)
PUNA tipe Wulung.
29 Januari 2009 -- Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas. Tapi wilayah yang luas itu ternyata memiliki resiko tersendiri dari segi pengamanan wilayahnya. Karena sangat luas, berarti TNI harus mengeluarkan biaya yang besar dan juga sumber daya yang banyak untuk tetap menjaga keamanan wilayah kesatuan Negara Republik Indonesia.
Dari latar belakang pengawasan keamanan tersebut, para ahli di BPPT membuat sebuah pesawat tanpa awak yang bertujuan sebagai pendukung pertahanan keamanan nasional dan pengintai teroris. Hal ini mempermudah kerja TNI dan sekaligus menghemat biaya pengawasan terhadap wilayah-wilayah Indonesia.
Ir. Djoko Purwono Soehardi, M.Eng, Direktur Pusat Teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan BPP, menyampaikan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) merupakan sebuah wahana terbang yang dikendalikan dari jarak jauh untuk melakukan misi tertentu. Dengan pengendalian dari jarak jauh, maka pesawat ini mampu mengerjakan berbagai misi tanpa terhambat oleh keterbatasan manusia, antara lain, pengoperasian pada daerah yang berbahaya bagi manusia, pengoperasian dalam jangka waktu yang sangat lama, dan pengoperasian pada kondisi terbang yang lebih murah dan minim resiko terhadap ancaman keselamatan awak.
Pengoperasian pada daerah yang berbahaya bagi manusia dapat meliputi garis depan pertempuran, daerah yang terkena bencana alam (misal. gunung berapi yang tengah aktif), daerah kebakaran hutan, daerah yang terkena kebocoran radiasi nuklir atau bahan kimia beracun, dan lain-lain. Jadi PUNA buatan BPPT ini merupakan pesawat pengintai dari udara yang dilengkapi kamera digital mini untuk memotret kejadian di lapangan (darat dan laut).
Menurut Djoko, seiring dengan pentingnya peran PUNA bagi Indonesia, maka BPPT berupaya mendorong kemandirian bangsa di bidang teknologi PUNA dengan melakukan rancang bangun PUNA. BPPT telah menghasilkan prototipe PUNA jenis Wulung, Gagak dan Pelatuk, dengan berat masing-masing 120 kg dan jangkauan ketinggian s.d 120 km. Prototipe jenis pertama dengan designasi BPPT-01A “Wulung” merupakan PUNA dengan konfigurasi Hi Rectangular-Wing, Low Boom T-Tail. Prototipe jenis kedua dengan designasi BPPT-01B “Gagak” merupakan PUNA dengan konfigurasi Lo Rectangular-Wing, Low Boom V-Tail. Prototipe jenis ketiga dengan designasi BPPT-02A “Wulung” merupakan PUNA dengan konfigurasi Hi Rectangular-Wing, Hi Boom Inverted V-Tail.
Kegiatan Rancang Bangun PUNA ini, ungkap Djoko masih dilanjutkan dengan pengembangan PUNA tipe Sriti (6,5kg) jangkauan 10km, untuk kebutuhan taktis pasukan atau jenis short range, konfigurasi Flying Wing atau Tailless Configuration. Tipe berikutnya Alap-alap dengan berat 25kg dan jangkauan 50km, untuk operasi surveillance dan reconnaissance. Jenis ini konfigurasi Low Rectangular Wing dengan Low Boom V-Tail. Pada tahun 2010 ini akan dilakukan uji sertifikasi bagi beberapa tipe Puna baik jenis Wulung maupun Sriti. Diharapkan setelah lulus uji kelaikan, direncanakan untuk masuk dalam tahap produksi komersial. Beberapa potensi user antara lain TNI, Departemen kehutanan dan departemen kelautan.
Djoko menjelaskan ada dua cara menerbangkan PUNA. Bisa dengan dikontrol oleh pilot yang sudah terlatih ada juga yang tanpa pilot, yaitu dengan katapul (bukan dengan remote control). Setelah itu pengontrolan lewat kamera yang ada di pesawat bisa dilakukan di darat. Keunggulan Puna selain untuk mengawasi kawasan wilayah Indonesia, ternyata bisa untuk membuat hujan buatan di wilayah yang sedang kekeringan. Bahkan, Puna pun bisa melihat hot spot daerah yang sedang dilanda kebakaran hutan.
Pada prinsipnya PUNA seperti layaknya pesawat komersil biasa. Hanya saja ukurannya tidak sama. Kemampuan terbang dan daya tembus PUNA terhadap cuaca buruk pun sebenarnya sama saja. Pengoperasian dalam jangka waktu yang sangat lama, kata Djoko dapat meliputi patroli rutin perbatasan negara, patroli kelautan, pengamatan lalu lintas, dll. Dengan konsumsi bahan bakar yang lebih hemat dan kebutuhan landas pacu yang lebih ringkas, maka operasional PUNA menjadi lebih murah untuk kebutuhan misi-misi tertentu, seperti pemotretan udara dan pemetaan udara. Dengan Ground Control Station (GCS), maka pilot dan awak tidak berada di pesawat udara, sehingga meminimalkan resiko yang mengancam keselamatan operator PUNA.
Saat ini kegiatan Rancang Bangun PUNA masih dilanjutkan dengan pengembangan PUNA tipe Sriti (6,5kg) jangkauan 10km, untuk kebutuhan taktis pasukan atau jenis short range, konfigurasi Flying Wing atau Tailless Configuration. Tipe berikutnya Alap-alap dengan berat 25kg dan jangkauan 50km, untuk operasi surveillance dan reconnaissance. Jenis ini konfigurasi Low Rectangular Wing dengan Low Boom V-Tail. Pada tahun 2010 akan dilakukan uji sertifikasi bagi beberapa tipe Puna baik jenis Wulung maupun Sriti. Diharapkan Djoko setelah lulus uji kelaikan maka direncanakan untuk masuk dalam tahap produksi komersial. Beberapa potensi user antara lain TNI, Departemen kehutanan dan departemen kelautan. Tidak menutup kemungkinan bagi BPPT bila ada swasta yang ingin ikut berpastisipasi dalam mengembangkan Puna ini.
RISTEK
29 Januari 2009 -- Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas. Tapi wilayah yang luas itu ternyata memiliki resiko tersendiri dari segi pengamanan wilayahnya. Karena sangat luas, berarti TNI harus mengeluarkan biaya yang besar dan juga sumber daya yang banyak untuk tetap menjaga keamanan wilayah kesatuan Negara Republik Indonesia.
Dari latar belakang pengawasan keamanan tersebut, para ahli di BPPT membuat sebuah pesawat tanpa awak yang bertujuan sebagai pendukung pertahanan keamanan nasional dan pengintai teroris. Hal ini mempermudah kerja TNI dan sekaligus menghemat biaya pengawasan terhadap wilayah-wilayah Indonesia.
Ir. Djoko Purwono Soehardi, M.Eng, Direktur Pusat Teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan BPP, menyampaikan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) merupakan sebuah wahana terbang yang dikendalikan dari jarak jauh untuk melakukan misi tertentu. Dengan pengendalian dari jarak jauh, maka pesawat ini mampu mengerjakan berbagai misi tanpa terhambat oleh keterbatasan manusia, antara lain, pengoperasian pada daerah yang berbahaya bagi manusia, pengoperasian dalam jangka waktu yang sangat lama, dan pengoperasian pada kondisi terbang yang lebih murah dan minim resiko terhadap ancaman keselamatan awak.
Pengoperasian pada daerah yang berbahaya bagi manusia dapat meliputi garis depan pertempuran, daerah yang terkena bencana alam (misal. gunung berapi yang tengah aktif), daerah kebakaran hutan, daerah yang terkena kebocoran radiasi nuklir atau bahan kimia beracun, dan lain-lain. Jadi PUNA buatan BPPT ini merupakan pesawat pengintai dari udara yang dilengkapi kamera digital mini untuk memotret kejadian di lapangan (darat dan laut).
Menurut Djoko, seiring dengan pentingnya peran PUNA bagi Indonesia, maka BPPT berupaya mendorong kemandirian bangsa di bidang teknologi PUNA dengan melakukan rancang bangun PUNA. BPPT telah menghasilkan prototipe PUNA jenis Wulung, Gagak dan Pelatuk, dengan berat masing-masing 120 kg dan jangkauan ketinggian s.d 120 km. Prototipe jenis pertama dengan designasi BPPT-01A “Wulung” merupakan PUNA dengan konfigurasi Hi Rectangular-Wing, Low Boom T-Tail. Prototipe jenis kedua dengan designasi BPPT-01B “Gagak” merupakan PUNA dengan konfigurasi Lo Rectangular-Wing, Low Boom V-Tail. Prototipe jenis ketiga dengan designasi BPPT-02A “Wulung” merupakan PUNA dengan konfigurasi Hi Rectangular-Wing, Hi Boom Inverted V-Tail.
Kegiatan Rancang Bangun PUNA ini, ungkap Djoko masih dilanjutkan dengan pengembangan PUNA tipe Sriti (6,5kg) jangkauan 10km, untuk kebutuhan taktis pasukan atau jenis short range, konfigurasi Flying Wing atau Tailless Configuration. Tipe berikutnya Alap-alap dengan berat 25kg dan jangkauan 50km, untuk operasi surveillance dan reconnaissance. Jenis ini konfigurasi Low Rectangular Wing dengan Low Boom V-Tail. Pada tahun 2010 ini akan dilakukan uji sertifikasi bagi beberapa tipe Puna baik jenis Wulung maupun Sriti. Diharapkan setelah lulus uji kelaikan, direncanakan untuk masuk dalam tahap produksi komersial. Beberapa potensi user antara lain TNI, Departemen kehutanan dan departemen kelautan.
Djoko menjelaskan ada dua cara menerbangkan PUNA. Bisa dengan dikontrol oleh pilot yang sudah terlatih ada juga yang tanpa pilot, yaitu dengan katapul (bukan dengan remote control). Setelah itu pengontrolan lewat kamera yang ada di pesawat bisa dilakukan di darat. Keunggulan Puna selain untuk mengawasi kawasan wilayah Indonesia, ternyata bisa untuk membuat hujan buatan di wilayah yang sedang kekeringan. Bahkan, Puna pun bisa melihat hot spot daerah yang sedang dilanda kebakaran hutan.
Pada prinsipnya PUNA seperti layaknya pesawat komersil biasa. Hanya saja ukurannya tidak sama. Kemampuan terbang dan daya tembus PUNA terhadap cuaca buruk pun sebenarnya sama saja. Pengoperasian dalam jangka waktu yang sangat lama, kata Djoko dapat meliputi patroli rutin perbatasan negara, patroli kelautan, pengamatan lalu lintas, dll. Dengan konsumsi bahan bakar yang lebih hemat dan kebutuhan landas pacu yang lebih ringkas, maka operasional PUNA menjadi lebih murah untuk kebutuhan misi-misi tertentu, seperti pemotretan udara dan pemetaan udara. Dengan Ground Control Station (GCS), maka pilot dan awak tidak berada di pesawat udara, sehingga meminimalkan resiko yang mengancam keselamatan operator PUNA.
Saat ini kegiatan Rancang Bangun PUNA masih dilanjutkan dengan pengembangan PUNA tipe Sriti (6,5kg) jangkauan 10km, untuk kebutuhan taktis pasukan atau jenis short range, konfigurasi Flying Wing atau Tailless Configuration. Tipe berikutnya Alap-alap dengan berat 25kg dan jangkauan 50km, untuk operasi surveillance dan reconnaissance. Jenis ini konfigurasi Low Rectangular Wing dengan Low Boom V-Tail. Pada tahun 2010 akan dilakukan uji sertifikasi bagi beberapa tipe Puna baik jenis Wulung maupun Sriti. Diharapkan Djoko setelah lulus uji kelaikan maka direncanakan untuk masuk dalam tahap produksi komersial. Beberapa potensi user antara lain TNI, Departemen kehutanan dan departemen kelautan. Tidak menutup kemungkinan bagi BPPT bila ada swasta yang ingin ikut berpastisipasi dalam mengembangkan Puna ini.
RISTEK
Ristek Selidiki Kegagalan Kinerja Sustainer Roket
Lokasi ujicoba rudal di lapangan tembak Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Lumajang. (Foto: detikFoto/Harry Purwanto)
29 Januari 2010, Jakarta -- Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) masih menyelidiki penyebab kegagalan terbang Roket Kendali Nasional (RKN) 200 double stage yang sempat mencelakai dua warga pada peluncurannya, Rabu lalu (27/1), terkait kinerja Fin, sistem separasi dan kinerja sustainer.
"Penyebab kegagalan terbang masih diselidiki, di antaranya terkait kinerja Fin (semacam sayap roket), sistem separasi dan kinerja sustainer," kata Menristek Suharna Surapranata kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Faktor tersebut cukup dimungkinkan selain faktor kecepatan angin yang tidak menentu, ujarnya yang saat itu didampingi Deputi Bidang Program Riptek, KRT, Teguh Raharjo, Deputi Teknologi Dirgantara LAPAN Soewarto Hardhienata, Direktur Teknologi dan Pengembangan Rekayasa PT Dirgantara Indonesia Andi Alisjahbana, dan Dirut PT Pindad Didik Avianto.
Suharna menyatakan pihaknya merasa prihatin atas musibah cideranya dua penduduk Dusun Rekesan, Desa Pandanwangi, Lumajang dan memohon maaf serta berjanji membantu meringankan beban korban selama di rumah sakit maupun setelah kembali.
"Musibah ini akan menjadi pelajaran sangat berharga bagi tim pengembang teknologi kedirgantaraan," ujarnya sambil meminta peristiwa nahas ini tidak menyurutkan semangat para pengembang roket untuk terus melakukan riset.
Dikatakan Menteri, pihaknya sudah meminta masyarakat agar keluar dari lokasi peluncuran yang luasnya sekitar 80 ribu hektare dengan panjang 13km dan lebar 1km, sejak sehari sebelumnya.
"Tapi rupanya kami tidak tahu kalau ternyata masih ada petani penggarap berada di sana, di salah satu saung, bukan rumah tinggal, berhubung daerah tersebut subur dan kabarnya ada yang sakit, sehingga terlewatkan untuk diungsikan," katanya.
Muhammad (60), warga Dusun Rekesan, Desa Pandan Arum, Kecamatan Tempeh mengalami luka bakar. (Foto: detikFoto/Harry Purwanto)
Suharna mengatakan, pada 27 Januari itu, untuk kedua kalinya lokasi milik TNI AU di Lumajang itu digunakan untuk uji terbang dari roket tipe RX 1210 single stage dan RX 1213/1210 double stage serta RKN 200.
Rencana awal akan dilakukan pengujian 14 roket, tetapi hanya 10 roket yang sempat diterbangkan, sembilan di antaranya berhasil terbang dengan performa sangat baik, namun untuk RKN 200 double stage kinerja terbang tak seperti diharapkan, sehingga selongsong roket jatuh menimpa rumah singgah (saung) penduduk.
Menurut Menristek, kegiatan pengembangan roket ini bukan sesuatu yang baru, tetapi merupakan agenda riset nasional dan sejak 2006 telah dibentuk konsorsium penelitian dan pengembangannya.
ANTARA News
29 Januari 2010, Jakarta -- Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) masih menyelidiki penyebab kegagalan terbang Roket Kendali Nasional (RKN) 200 double stage yang sempat mencelakai dua warga pada peluncurannya, Rabu lalu (27/1), terkait kinerja Fin, sistem separasi dan kinerja sustainer.
"Penyebab kegagalan terbang masih diselidiki, di antaranya terkait kinerja Fin (semacam sayap roket), sistem separasi dan kinerja sustainer," kata Menristek Suharna Surapranata kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Faktor tersebut cukup dimungkinkan selain faktor kecepatan angin yang tidak menentu, ujarnya yang saat itu didampingi Deputi Bidang Program Riptek, KRT, Teguh Raharjo, Deputi Teknologi Dirgantara LAPAN Soewarto Hardhienata, Direktur Teknologi dan Pengembangan Rekayasa PT Dirgantara Indonesia Andi Alisjahbana, dan Dirut PT Pindad Didik Avianto.
Suharna menyatakan pihaknya merasa prihatin atas musibah cideranya dua penduduk Dusun Rekesan, Desa Pandanwangi, Lumajang dan memohon maaf serta berjanji membantu meringankan beban korban selama di rumah sakit maupun setelah kembali.
"Musibah ini akan menjadi pelajaran sangat berharga bagi tim pengembang teknologi kedirgantaraan," ujarnya sambil meminta peristiwa nahas ini tidak menyurutkan semangat para pengembang roket untuk terus melakukan riset.
Dikatakan Menteri, pihaknya sudah meminta masyarakat agar keluar dari lokasi peluncuran yang luasnya sekitar 80 ribu hektare dengan panjang 13km dan lebar 1km, sejak sehari sebelumnya.
"Tapi rupanya kami tidak tahu kalau ternyata masih ada petani penggarap berada di sana, di salah satu saung, bukan rumah tinggal, berhubung daerah tersebut subur dan kabarnya ada yang sakit, sehingga terlewatkan untuk diungsikan," katanya.
Muhammad (60), warga Dusun Rekesan, Desa Pandan Arum, Kecamatan Tempeh mengalami luka bakar. (Foto: detikFoto/Harry Purwanto)
Suharna mengatakan, pada 27 Januari itu, untuk kedua kalinya lokasi milik TNI AU di Lumajang itu digunakan untuk uji terbang dari roket tipe RX 1210 single stage dan RX 1213/1210 double stage serta RKN 200.
Rencana awal akan dilakukan pengujian 14 roket, tetapi hanya 10 roket yang sempat diterbangkan, sembilan di antaranya berhasil terbang dengan performa sangat baik, namun untuk RKN 200 double stage kinerja terbang tak seperti diharapkan, sehingga selongsong roket jatuh menimpa rumah singgah (saung) penduduk.
Menurut Menristek, kegiatan pengembangan roket ini bukan sesuatu yang baru, tetapi merupakan agenda riset nasional dan sejak 2006 telah dibentuk konsorsium penelitian dan pengembangannya.
ANTARA News
Lapan: Pengembangan Roket Dibutuhkan Bagi Kemandirian Bangsa
29 Januari 2010, Jakarta -- Pengembangan teknologi roket sangat dibutuhkan bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemandirian dan karena itu peristiwa menyedihkan yakni cederanya dua warga desa Pandanwangi, Kabupaten Lumajang, diminta tidak menyusutkan semangat para pengembang roket.
"Teknologi roket sangat penting untuk keperluan pemantauan cuaca, pembawa satelit dan pertahanan negara, karena itulah mengapa Indonesia harus menguasai teknologi ini," kata Deputi Teknologi Dirgantara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Soewarto Hardhienata di Jakarta, Jumat.
Apalagi, lanjut dia, teknologi roket sangat tertutup sehingga hampir tidak ada alih teknologi dari satu negara ke negara lain sehingga konsekuensinya Indonesia harus mengembangkan sendiri teknologi ini.
"Bahan baku teknologi roket ini juga mudah untuk diembargo, sehingga kemandirian dalam pengembangannya mulai dari bahan baku hingga teknologi jadi sangat diperlukan," katanya.
Menurut Dirut PT Pindad Didik Avianto, sebuah roket selain dimuati GPS dan sensor akselerasi serta kamera. bisa dimuati berbagai peralatan untuk keperluan tertentu.
"Jika untuk keperluan pemantauan cuaca, kamera yang dibawa, untuk keperluan peluncuran satelit, maka satelit yang dibawa, demikian juga jika dibutuhkan untuk keperluan militer bisa dimuati dengan yang sesuai dengan itu," katanya.
Roket Kendali Nasional (RKN) yang dibiayai sistem insentif ristek tersebut merupakan program Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) bekerja sama dengan LAPAN, PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad.
Pada 27 Januari itu, untuk kedua kalinya lokasi milik TNI AU yang luasnya sekitar 80 ribu hektare dengan panjang 13km dan lebar 1km di Lumajang itu digunakan untuk uji terbang dari roket tipe RX 1210 single stage dan RX 1213/1210 double stage serta RKN 200.
Rencana awal akan dilakukan pengujian 14 roket, tetapi hanya 10 roket yang sempat diterbangkan, sembilan di antaranya berhasil terbang dengan performa sangat baik, namun untuk RKN 200 double stage kinerja terbang tak seperti diharapkan, sehingga selongsong roket jatuh menimpa rumah singgah (saung) penduduk.
Satu roket lainnya jatuh di tambak karena melebihi sasaran, namun tidak mengenai warga.
ANTARA News
Rencana Induk Penggunaan Produk Industri Pertahanan Disusun
29 Januari 2010, Jakarta -- Kementerian Pertahanan (Kemhan) segera menyusun master plan (rencana induk) penggunaan produk-produk industri pertahanan dalam negeri oleh TNI, menyusul kebijakan pemerintah tentang revitalisasi industri pertahanan nasional.
"Kita akan segera susun master plan yang sifatnya memaksa TNI untuk memetakan kebutuhan persenjataan dan perlengkapannya yang dapat dipenuhi oleh industri pertahanan dalam negeri," kata Dirjen Sarana Pertahanan Kemhan Laksamana Muda TNI Gunadi di Jakarta, Jumat (29/1).
Ia mengakui daya serap TNI untuk menggunakan produk-produk industri pertahanan dalam negeri masih sangat rendah. Penyebabnya karena berbagai persoalan, antara lain mutu, batas waktu penyelesaian, serta harga yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan produk luar negeri.
"Tetapi, bagaimana pun kita harus dorong agar kini mulai lebih intensif menggunakan produk-produk dalam negeri. Mahal sedikit tidak apa, mutunya kurang tidak apa, yang penting kita berupaya untuk memberdayakan industri pertahanan dalam negeri demi kemajuan bangsa," ujar Gunadi.
Pada kesempatan terpisah, Markas Besar TNI menyatakan hampir sekitar 70% persenjataannya sudah berusia di atas 20 tahun. "Namun begitu, apakah seluruh persenjataan itu akan langsung dikandangkan dan tidak digunakan lagi, itu perlu kajian dan penelitian lebih lanjut," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen.
MEDIA INDONESIA
Kasad: Kawasan Perbatasan Cerminan Wajah Indonesia
29 Januari 2010, Pontianak -- Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI George Toisutta mengatakan, kawasan perbatasan adalah cerminan wajah Indonesia sehingga ke depannya menjadi prioritas pembangunan termasuk pengamanan dari gangguan musuh.
"Kawasan perbatasan seperti Kalbar - Malaysia, halaman depan rumah kita sehingga menjadi prioritas dari segala hal termasuk pengamanan," kata George Toisutta pada acara silaturahmi dengan pemuka masyarakat Kalimantan Barat di Pontianak, Jumat malam.
Kunjungan Kerja (Kunker) Kasad ke Kalbar dalam rangka melakukan silaturahmi dengan pemuka masyarakat serta meninjau lokasi pembentukan Komando Daerah Militer (Kodam) di Kalbar yang rencananya akan diresmikan April 2010.
George menyatakan, TNI siap menjaga kawasan perbatasan dari ancaman musuh baik dari luar maupun dari dalam.
Panglima Kodam VI Tanjungpura Mayor Jenderal TNI Tono Suratman, menyatakan, secara umum keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di Kalbar dan Pulau Kalimantan aman dan kondusif.
"Terciptanya suasana aman dan kondusif tidak terlepas dari peran serta masyarakat Kalbar sendiri dalam menciptakan suasana tersebut," katanya.
Dalam pengamanan di sepanjang perbatasan Kalimantan - Malaysia Timur, Kodam VI Tanjungpura telah mendirikan sebanyak 54 pos pengamanan dan telah membentuk lima Komando Kewilayahan TNI Angkatan Darat.
Untuk perbatasan Kalbar - Malaysia Timur sepanjang 857 kilometer saja sebanyak 31 pos pengamanan telah didirikan, kata Tono Suratman.
Ia mengatakan, pembentukan Kodam di Kalbar sangat diperlukan mengingat panjangnya perbatasan dan besarnya peluang terjadinya tindakan melanggar hukum disepanjang perbatasan itu, seperti pembalakan liar, perdagangan manusia dan lain-lain.
Sementara itu, Gubernur Kalbar Cornelis, menyambut baik akan dibentuknya Kodam di provinsi itu. "Kodam memang sudah layak dibentuk, mengingat luas dan tingginya ancaman musuh dari darat dan laut," ujarnya.
Ia menambahkan, malah Pulau Kalimantan setidaknya butuh empat Kodam atau satu Kodam satu provinsi. "Di Pulau Jawa saja yang jauh lebih kecil dari Kalimantan ada empat Kodam apalagi Kalimantan," kata Cornelis.
ANTARA News
Friday, January 29, 2010
Sukhoi PAK FA Diuji Coba Pertama Kali Jumat Ini
29 Januari 2010 -- Rusia akan melakukan pengujian pertama jet tempur generasi kelima pada Jumat (29/1) menurut sumber di perusahaan Gargarin KNAAPO kepada RIA Novosti.
Pada awalnya uji terbang dijadwalkan dilakukan pada Kamis (28/1) tetapi ditunda, ditambahkan sumber tersebut.
Saat ini jet tempur generasi kelima hanya Sukhoi PAK FA, buatan Amerika Serikat F-22 Raptor dan F-35 Lightning II yang belum beroperasi.
India melalui perusahaan Hindustan Aeronautics Ltd (HAL) diberitakan bergabung mengembangkan jet tempur ini. Serta melakukan modifikasi sesuai keinginan AU India dari kursi tunggal menjadi kursi ganda.
PAK FA dipersenjatai rudal udara ke udara, udara ke permukaan , dan udara ke kapal generasi baru, serta dilengkapi kanon 30 mm.
Prototipe pertama siap tinggal landas dari landasan pabrik pesawat di Komsomolsk-on-Amur di Timur Jauh Rusia.
RIA Novosti/@beritahankam
Sebagian Besar Alutsista Koarmabar Sudah Tua
KRI Siliman eks HMAS Archer P86 diluncurkan dari galangan kapal Walkers Limited di Maryborough, Queensland 2 Desember 1967. KRI Siliman salah satu KRI yang dibina oleh Armada RI Kawasan Barat. (Foto: Armabar)
28 Januari 2010, Jakarta -- Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar), Laksamana Muda TNI Marsetio, MM membuka Rapat Staf dan Komando (Rasko) di jajaran Koarmabar, Kamis (28/1). Rasko yang dilaksanakan ini merupakan kelanjutan dari Rapat Pimpinan (Rapim) TNI dan Rapim TNI AL tahun 2010.
Pangarmabar dalam amanatnya mengatakan, Penyelenggaraan rasko tahun 2010 kali ini, merupakan momentum yang sangat strategis bagi seluruh jajaran Koarmabar. Melalui forum ini seluruh jajaran Koarmabar mendapat manfaat ganda, di satu sisi Pangarmabar dapat menyampaikan program kegiatan yang akan dilaksanakan, di sisi lain dapat diperoleh masukan perkembangan terbaru situasi di lapangan dan ide-ide segar dari kesatuan bawah sebagai bahan pertimbangan penentuan program Koarmabar mendatang.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa, Tahun 2010, Pemerintah melalui Kementrian Pertahanan menetapkan kebijakan untuk membangun kekuatan pertahanan menuju kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Force (MEF) dengan konsep Tri Matra Terpadu. Salah satu “nafas” dan hakekat dari Tri Matra Terpadu adalah koordinasi dan sinkronisasi sejak tahap perencanaan dan perumusan, sampai dengan proses pengadaan atau pembelian dan penggunaannya.
Selain itu kebijakan pertahanan diarahkan menuju sistem pertahanan negara yang “pro kesejahteraan”, dengan mengoptimalkan perhatian terhadap kebijakan petahanan negara, mengintensifkan peran industri pertahanan dalam negeri, memantapkan soliditas kerja sama Dephan dan TNI, dan mengembangkan pola pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar.
Dihadapkan pada perkembangan lingkungan strategis, Koarmabar masih menghadapi berbagai kendala dalam upaya pembinaan kemampuan, kekuatan dan gelar operasi. Kendala-kendala tersebut antara lain, sebagian besar Alutsista di jajaran Koarmabar berusia tua sehingga berpengaruh terhadap kemampuan tempur dan dapat membahayakan bagi keselamatan personel dan material itu sendiri, keterbatasan alokasi BBM untuk mendukung pelaksanaan operasi, kualitas personel pengawak serta sarana prasarana pendukung unsur jajaran Koarmabar dirasakan belum memadai dan kemampuan pangkalan jajaran Koarmabar belum sesuai dengan standarisasi pangkalan sehingga berpengaruh pada kemampuan dukungan untuk ketahanlamaan gelar satuan operasi Koarmaabar.
Dengan adanya kendala-kendala tersebut, maka tantangan tugas Koarmabar ke depan semakin berat. Untuk itu, seluruh jajaran Koarmabar harus mampu mengembangkan kreatifitas dan inovasi serta melakukan upaya-upaya cerdas dan nyata, dalam meminimalkan kendala-kendala yang terjadi, ujar Pangarmabar.
Hadir pada acara pembukaan Rasko tersebut Kepala Staf Koarmabar Laksamana Pertama TNI Hari Bowo, Komandan Guspurlabar, Komandan Guskamlabar, Komandan Lantamal I, II, III dan IV serta seluruh pejabat teras di jajaran Koarmabar.
KRI Imam Bonjol Ikut Satgas Milan 2010 di India
KRI Iman Bonjol. (Foto: ANTARA)
Salah satu unsur Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar), yang tergabung dalam Satuan Kapal Eskorta yakni KRI Imam Bonjol-383 bertolak ke India dalam rangka melaksanakan kegiatan yang dikemas dalam sandi Satgas Milan 2010.
Kepala Dinas Penerangan Armabar, Letkol Laut (KH) Drs. Supriyono, mengatakan itu di Markas Komando Armabar Jalan Gunung Sahari No 67 Jakarta Pusat, Selasa (23/1). Menurutnya, kegiatan KRI Imam Bonjol-383 yang diberi sandi Satuan Tugas (Satgas) “MILAN 2010” ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kerjasama dan mempererat hubungan baik Angkatan Laut India dan Angkatan Laut Indonesia, maupun kedua negara, sekaligus juga memenuhi undangan Kepala Staf Angkatan Laut India untuk berpartisipasi pada kegiatan “MILAN 2010” di Port Blair India pada 3 hingga 8 Pebruari 2010 ini.
Sebagai duta bangsa Satgas “MILAN 2010” di bawa pimpinan Kolonel Laut (P) I Wayan Suarjaya, S. Sos, juga membawa misi untuk mempromosikan kebudayaan Indonesia kepada dunia Internasional melalui negara-negara peserta MILAN 2010.
Rencanannya selama berada di India, Satgas “MILAN 2010” akan melaksanakan beberapa kegiatan diantaranya seminar tentang penanggulangan bencana alam, diskusi dan latihan bersama Angkatan Laut India (Table Top Exercise), olah raga bersama, cocktail party, atraksi kebudayaan dan kirab kota dan Passex.
Dispenarmabar/POS KOTA
28 Januari 2010, Jakarta -- Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar), Laksamana Muda TNI Marsetio, MM membuka Rapat Staf dan Komando (Rasko) di jajaran Koarmabar, Kamis (28/1). Rasko yang dilaksanakan ini merupakan kelanjutan dari Rapat Pimpinan (Rapim) TNI dan Rapim TNI AL tahun 2010.
Pangarmabar dalam amanatnya mengatakan, Penyelenggaraan rasko tahun 2010 kali ini, merupakan momentum yang sangat strategis bagi seluruh jajaran Koarmabar. Melalui forum ini seluruh jajaran Koarmabar mendapat manfaat ganda, di satu sisi Pangarmabar dapat menyampaikan program kegiatan yang akan dilaksanakan, di sisi lain dapat diperoleh masukan perkembangan terbaru situasi di lapangan dan ide-ide segar dari kesatuan bawah sebagai bahan pertimbangan penentuan program Koarmabar mendatang.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa, Tahun 2010, Pemerintah melalui Kementrian Pertahanan menetapkan kebijakan untuk membangun kekuatan pertahanan menuju kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Force (MEF) dengan konsep Tri Matra Terpadu. Salah satu “nafas” dan hakekat dari Tri Matra Terpadu adalah koordinasi dan sinkronisasi sejak tahap perencanaan dan perumusan, sampai dengan proses pengadaan atau pembelian dan penggunaannya.
Selain itu kebijakan pertahanan diarahkan menuju sistem pertahanan negara yang “pro kesejahteraan”, dengan mengoptimalkan perhatian terhadap kebijakan petahanan negara, mengintensifkan peran industri pertahanan dalam negeri, memantapkan soliditas kerja sama Dephan dan TNI, dan mengembangkan pola pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar.
Dihadapkan pada perkembangan lingkungan strategis, Koarmabar masih menghadapi berbagai kendala dalam upaya pembinaan kemampuan, kekuatan dan gelar operasi. Kendala-kendala tersebut antara lain, sebagian besar Alutsista di jajaran Koarmabar berusia tua sehingga berpengaruh terhadap kemampuan tempur dan dapat membahayakan bagi keselamatan personel dan material itu sendiri, keterbatasan alokasi BBM untuk mendukung pelaksanaan operasi, kualitas personel pengawak serta sarana prasarana pendukung unsur jajaran Koarmabar dirasakan belum memadai dan kemampuan pangkalan jajaran Koarmabar belum sesuai dengan standarisasi pangkalan sehingga berpengaruh pada kemampuan dukungan untuk ketahanlamaan gelar satuan operasi Koarmaabar.
Dengan adanya kendala-kendala tersebut, maka tantangan tugas Koarmabar ke depan semakin berat. Untuk itu, seluruh jajaran Koarmabar harus mampu mengembangkan kreatifitas dan inovasi serta melakukan upaya-upaya cerdas dan nyata, dalam meminimalkan kendala-kendala yang terjadi, ujar Pangarmabar.
Hadir pada acara pembukaan Rasko tersebut Kepala Staf Koarmabar Laksamana Pertama TNI Hari Bowo, Komandan Guspurlabar, Komandan Guskamlabar, Komandan Lantamal I, II, III dan IV serta seluruh pejabat teras di jajaran Koarmabar.
KRI Imam Bonjol Ikut Satgas Milan 2010 di India
KRI Iman Bonjol. (Foto: ANTARA)
Salah satu unsur Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar), yang tergabung dalam Satuan Kapal Eskorta yakni KRI Imam Bonjol-383 bertolak ke India dalam rangka melaksanakan kegiatan yang dikemas dalam sandi Satgas Milan 2010.
Kepala Dinas Penerangan Armabar, Letkol Laut (KH) Drs. Supriyono, mengatakan itu di Markas Komando Armabar Jalan Gunung Sahari No 67 Jakarta Pusat, Selasa (23/1). Menurutnya, kegiatan KRI Imam Bonjol-383 yang diberi sandi Satuan Tugas (Satgas) “MILAN 2010” ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kerjasama dan mempererat hubungan baik Angkatan Laut India dan Angkatan Laut Indonesia, maupun kedua negara, sekaligus juga memenuhi undangan Kepala Staf Angkatan Laut India untuk berpartisipasi pada kegiatan “MILAN 2010” di Port Blair India pada 3 hingga 8 Pebruari 2010 ini.
Sebagai duta bangsa Satgas “MILAN 2010” di bawa pimpinan Kolonel Laut (P) I Wayan Suarjaya, S. Sos, juga membawa misi untuk mempromosikan kebudayaan Indonesia kepada dunia Internasional melalui negara-negara peserta MILAN 2010.
Rencanannya selama berada di India, Satgas “MILAN 2010” akan melaksanakan beberapa kegiatan diantaranya seminar tentang penanggulangan bencana alam, diskusi dan latihan bersama Angkatan Laut India (Table Top Exercise), olah raga bersama, cocktail party, atraksi kebudayaan dan kirab kota dan Passex.
Dispenarmabar/POS KOTA
Peningkatan Kemandirian Penguasaan Teknologi Dirgantara
28 Januari 2010, Jakarta -- Pada tanggal 27 Januari 2010 untuk kesekian kalinya konsorsium riset yang terdiri dari lembaga riset LPNK, perguruan tinggi dan industri strategis seperti PT. DI, PT. PINDAD dan PT. LEN telah melakukan uji terbang roket un-guide D-230 sebanyak 10 roket dengan tipe RX 1210 sebanyak 8 roket dari rencana awal 12 roket (jangkauan 11-12 km), RX 1210/1213 double stage 1 roket (jangkauan 18 km), dan RKX 200 1 roket (jangkauan max. 20-30 km).
Pelaksanaan uji terbang dipilih di Dusun Rekesan, Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Lumajang yang merupakan lapangan tembak TNI-AU. Lapangan tembak ini dibandingkan dengan lapangan tembak TNI-AD di Ambal Jawa Tengah, maupun Pamengpeuk Jawa Barat yang panjang maupun luas lahannya terbatas. Panjang lapangan tembak Pandanwangi mempunyai sekitar 13 km dan lebar lebih dari 1 km. Hal ini sangat ideal untuk melakukan validasi titik jatuh roket yang dikembangkan meskipun kelemahannya adalah dekat rumah, sawah serta tambak-tambah masyarakat dalam lokasi latihan tembak tersebut.
Dalam uji coba ini bertujuan untuk memvalidasi kinerja terbang roket seperti jangkauan, aerodinamika, target sasaran dan lain-lain, disamping itu juga untuk mengetahui kinerja propelan, material, dan struktur folded/fix fin. Pada akhir Agustus 2009, ditempat yang sama telah juga dilakukan uji terbang tipe roket RX 1210 sebanyak 6 roket dengan menggunakan multi launcher dan RKX 1210/1213 sebanyak 1 roket, dengan hasil kinerja terbang roket dibawah target yaitu rata-rata sekitar 6-7 km dan 1 roket gagal terbang karena masalah sistim firing.
Sedangkan Roket yang diterbangkan pada uji coba ini adalah penyempurnaan dari roket-roket terdahulu untuk mencapai target sesuai dari target yang diharapkan melebihi dari 10 Km. Pada pelaksanaan persiapan lapangan telah dilakukan dengan koordinasi dengan Kalatbak ASR Pandawangi, Danramil 0821/10, Kapolsek dan camat Tempeh.
Disamping itu juga telah dilakukan koordinasi persiapan peluncuran seperti SOP peluncuran (arah peluncuran, bendera-bendera merah batas daerah aman terpasang, frekuensi komunikasi, radio dan lain-lain), SOP pemantauan lokasi jatuh roket, SOP bila ada kecelakaan pada tanggal 26 Januari 2010. Masyarakat sekitar juga sudah dilakukan sosialisasi dan pemberitahuan secara jelas kepada masyarakat disekitar lokasi agar tidak memasuki arena peluncuran roket serta tempat-tempat tertentu dijaga dan diberi tanda peringatan.
Hasil akhir dari uji Peluncuran roket, dari roket pertama pada jam 7:30 WIB tipe RX 1210 dengan elevasi (sudut tembak) 60º dan berhasil menjangkau jarak lebih dari 12 km. Peluncuran roket ke-2 hingga ke-6 tipe RX 1210 dengan elevasi 65º berhasil terbang sejauh 10.8 km, 11 km, 11.98 km, 12.29 km dan 12.3 km. Roket ke-7 tipe double stage RX 1210/1213 elevasi 60º diarahkan ke laut dan berhasil terbang dengan baik. Roket ke-8 tipe RX 1210 elevasi 40º berhasil terbang sejauh 13 km.
Pada jam 12:30 terjadi penundaan peluncuran karena kecepatan angin bertiup sekitar 20 knot. Peluncuran ke-9 tipe RX 1210 elevasi 65º dilanjutkan setelah kecepatan angin normal, dan roket berhasil terbang sejauh 12 km. Peluncuran roket ke-10 tipe RKN 200 yang terdiri dari 2 bagian diarahkan ke laut dengan elevasi 60º dilakukan pada jam 15:00 dan roket terbang tidak seperti yang diharapkan dan jatuh pada jarak 1.13 km.
Uji coba roket tersebut merupakan bagian dari program 100 hari Kementerian Riset dan Teknologi dari hasil kerja konsorsium riset. Hadir pada peluncuruna roket ini antara lain Menteri Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata, para pejabat Litbang TNI dan Polri, para Pejabat KRT, Industri Strategis dan Pejabat Muspida setempat.
RISTEK
Uji Coba Angkut Roket RM70 Grad
28 Januari 2010 -- Sejumlah prajurit Korps Marinir bersiap melakukan uji coba pengangkutan roket multi laras RM 70 Grad di atas Landing Craft Utility (LCU) milik KRI Surabaya-591 di Dermaga Ujung Koarmatim Surabaya, Kamis (28/1). Uji coba tersebut dilakukan untuk mendukung setiap latihan maupun operasi pendaratan amfibi oleh Korps Marinir TNI AL. (Foto: ANTARA/Serda Mar Kuwadi/EI/ed/pd/10)
Sejumlah prajurit Korps Marinir dan ABK kapal perang, melakukan uji coba pengangkutan roket multi laras RM 70 Grad di atas Landing Craft Utility (LCU) milik KRI Surabaya-591. (Foto: ANTARA/Serda Mar Kuwadi/EI/ed/pd/10)
Sejumlah prajurit Korps Marinir dan ABK kapal perang, melakukan uji coba pengangkutan roket multi laras RM 70 Grad di atas Landing Craft Utility (LCU) milik KRI Surabaya-591. (Foto: ANTARA/Serda Mar Kuwadi/EI/ed/pd/10)
Thursday, January 28, 2010
TNI AD Sempurnakan Beberapa Piranti Lunak
Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso (2 kiri) didampingi (dari kiri) KASAD Jenderal TNI George Toisutta, KASAL Laksamana Madya TNI Agus Suhartono dan KASAU Marsekal Madya TNI Imam Sufaat memberikan keterangan pers terkait hasil Rapat Pimpinan TNI tahun 2010 di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (26/1). Panglima TNI mengatakan selain melanjutkan dan meningkatkan pencapaian hasil berdasarkan Pancatunggal kebijakan tahun 2009, terdapat dua aspek yang dinilai sangat strategis untuk tahun 2010 yaitu pengawasan dan optimalisasi peran TNI. (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf/ss/mes/10)
28 Januari 2010, Jakarta -- Saat ini TNI Angkatan Darat sedang melakukan penyempurnaan beberapa peranti lunak, yang akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan tugas ke depan.
Hal itu dikatakan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI George Toisutta dalam amanatnya ketika membuka Rapim TNI Angkatan Darat tahun 2010 di Aula AH Nasution, Mabesad, Jakarta, Rabu (27/1).
Rapat yang berlangsung satu hari diikuti 114 pejabat dan dihadiri Wakasad Letjen TNI J Suryo Prabowo serta para Asisten Kasad dan pejabat teras Mabesad.
Penyempurnaan piranti lunak itu dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh lingkungan strategis, yang memerlukan penyesuaian terhadap perkembangan organisasi dan hasil evaluasi keberadaannya selama ini. Selain itu adanya perubahan yang signifikan, baik ditinjau dari tugas pokok maupun fungsi TNI Angkatan Darat, seperti tertuang dalam Undang Undang RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, kata jenderal bintang empat lulusan Akabri 1976 itu.
Oleh karena itu, perlu penyempurnaan Doktrin, Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur, Pendidikan dan Latihan, serta hal-hal lainnya.
Semua ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan profesionalisme sumber daya prajurit dan satuan jajaran TNI Angkatan Darat, dalam menghadapi tugas yang semakin kompleks di masa yang akan datang.
Kita semua tentunya berharap, agar penyempurnaan peranti lunak tersebut dapat segera diselesaikan dan dioperasionalkan, agar tujuan yang ingin dicapai dapat direalisasikan, kata Kasad Jenderal TNI George Toisutta.
PELITA
28 Januari 2010, Jakarta -- Saat ini TNI Angkatan Darat sedang melakukan penyempurnaan beberapa peranti lunak, yang akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan tugas ke depan.
Hal itu dikatakan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI George Toisutta dalam amanatnya ketika membuka Rapim TNI Angkatan Darat tahun 2010 di Aula AH Nasution, Mabesad, Jakarta, Rabu (27/1).
Rapat yang berlangsung satu hari diikuti 114 pejabat dan dihadiri Wakasad Letjen TNI J Suryo Prabowo serta para Asisten Kasad dan pejabat teras Mabesad.
Penyempurnaan piranti lunak itu dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruh lingkungan strategis, yang memerlukan penyesuaian terhadap perkembangan organisasi dan hasil evaluasi keberadaannya selama ini. Selain itu adanya perubahan yang signifikan, baik ditinjau dari tugas pokok maupun fungsi TNI Angkatan Darat, seperti tertuang dalam Undang Undang RI Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, kata jenderal bintang empat lulusan Akabri 1976 itu.
Oleh karena itu, perlu penyempurnaan Doktrin, Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur, Pendidikan dan Latihan, serta hal-hal lainnya.
Semua ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan profesionalisme sumber daya prajurit dan satuan jajaran TNI Angkatan Darat, dalam menghadapi tugas yang semakin kompleks di masa yang akan datang.
Kita semua tentunya berharap, agar penyempurnaan peranti lunak tersebut dapat segera diselesaikan dan dioperasionalkan, agar tujuan yang ingin dicapai dapat direalisasikan, kata Kasad Jenderal TNI George Toisutta.
PELITA
Kemajuan Program 100 hari Kementerian Pertahanan
26 Januari 2009, Jakarta -- Laporan kemajuan program 100 hari Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada posisi tanggal 19 Januari 2010 (hari ke 90), yaitu Pertama, menyusun konsep kebijakan khusus penetapan wilayah perbatasan dan pulau terluar. Kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain melanjutkan pengumpulan data, melanjutkan penyusunan Position Paper, pelaksanaan pertemuan Indonesia-Malaysia Technical Meeting (IMT) ke-39 di Manado tanggal 11-13 Januari 2010, melanjutkan Penggambaran Peta/skala batas darat RI-PNG, melanjutkan Exercise batas laut territorial, Selat Malaka, Selat Singapura dan perairan P.Sebatik, melanjutkan Exercise batas ZEE serta LK Laut Sulawesi dan melanjutkan Exercise Extended LK Samudra Pasifik. Kendala yang dihadapi dalam penyusunan ini adalah tidak semua data primer dan sekunder dapat ditemukan sehingga penyusunan draft Position Paper berdasarkan data yang tersedia. Prosentase kemajuan dalam hal ini telah mencapai 90%.
Kedua, merumuskan Remunerasi prajurit, dengan melakukan kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain memonitor perkembangan surat yang masih dalam kajian Tim Reformasi Birokrasi (TRB) Ditjen Anggaran Kemkeu serta koordinasi dengan Staf Ditjen Anggaran Kemkeu dan Staf Kempan tentang usulan Remunerasi Kemhan, pembentukan Tim Pengarah dan penyiapan konsep Keputusan Presiden. Prosentase kemajuan dalam hal ini telah mencapai 85 %.
Ketiga, merumuskan tindak lanjut proses pengalihan bisnis TNI, dengan melakukan kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain memonitor penyusunan Permenkeu, melaksanakan rapat lengkap Tim Pengendalian Pengambilalihan Aktivitas Bisnis TNI untuk persiapan pelaksanaan pengendalian pengambilalihan aktivitas bisnis TNI dan mengajukan permohonan audit Koperasi dan Yayasan kepada Panglima TNI. Prosentasi kemajuan dalam hal ini telah mencapai 99 %.
Keempat, memantapkan perumusan legislasi yang telah ditetapkan dalam prolegnas, dengan melakukan kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain menyiapkan rapat berikutnya dalam rangka penyempurnaan draft versi pemerintah, menyiapkan rapat pembahasan konsep jawaban atas pernyataan Dewan Pers, menyampaikan RUU tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara yang telah selesai di paraf oleh 3 Menteri ke Menteri Sekretaris Negara dalam rangka pembuatan surat Presiden kepada DPR RI dan menyiapkan rapat pembahasan naskah awal tentang Terminologi Keamanan Negara dan Keamanan Nasional. Prosentase kemajuan dalam hal ini telah mencapai 89 %.
Kelima, memantapkan kebijakan khusus di wilayah perbatasan, terdepan dan terluar melalui pemberian tunjangan khusus bagi penjaga perbatasan sebelum Januari 2010, dengan melakukan kegiatan yang telah dilaksanakan adalah mengajukan Surat Ijin Prinsip ke Kempan dan Reformasi Birokrasi. Prosentase kemajuan dalam hal ini telah mencapai 90 %.
Keenam, revitalisasi industri pertahanan, dengan melakukan kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain mengirim / mengajukan konsep Perpres tentang Revitalisasi Indhan dan konsep Keppres tentang KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) ke Sekab dan pendistribusian MoU ke Kementerian Lembaga terkait serta ke Industri Pertahanan/produsen. Prosentase kemajuan dalam ha ini telah mencapai 95 %.
Dari keenam kegiatan yang dilaksanakan Kementerian Pertahanan dalam pelaksanaan 100 hari Kementerian Pertahanan, rata-rata prosentase kemajuan mencapai 91,3 %.
DMC
Tiga Angkatan TNI Adakan Rapim Serentak
Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso (2 kiri) melakukan salam komando dengan (dari kiri) KASAD Jenderal TNI George Toisutta, KASAL Laksamana Madya TNI Agus Suhartono dan KASAU Marsekal Madya TNI Imam Sufaat seusai memberikan keterangan pers terkait hasil Rapat Pimpinan TNI tahun 2010 di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (26/1). Panglima TNI mengatakan selain melanjutkan dan meningkatkan pencapaian hasil berdasarkan Pancatunggal kebijakan tahun 2009, terdapat dua aspek yang dinilai sangat strategis untuk tahun 2010 yaitu pengawasan dan optimalisasi peran TNI. (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf/ss/mes/10)
27 Januari 2009, Yogyakarta -- Tiga angkatan Tentara Nasional Indonesia (TNI), yakni TNI Angkatan Udara (AU), Angkatan Darat (AD), dan Angkatan Laut (AL) melakukan Rapat Pimpinan (Rapim) secara serentak, kemarin (27/1). Rapim TNI AU dilakukan di Yogyakarta, sedangkan TNI AD dan AL dikalukan di Jakarta.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya TNI Imam Sufaat mengungkapkan, tujuan Rapim untuk menyamakan pemahaman Panglima TNI dan KSAU untuk menghadapi tugas, termasuk memantapkan visi, persepsi, dan interprestasi TNI AU dalam menghadapi perkembangan lingkungan yang dinamis.
"Sekitar 14 program yang ingin disosialisasikan untuk menyamakan visi dan persepsi seluruh jajaran TNI AU. Ini tindak lanjut dari Rapim TNI terkait dengan rencana strategi program pembangunan kekuatan TNI tahun 2010-2014," kata Imam Sufaat.
"Rencana kesiapan Alutsista TNI AU tahun 2010 membutuhkan jam terbang sebanyak 55.252 jam yang digunakan untuk mendukung kesiapan operasi dan latihan antara lain untuk operasi dan latihan awak pesawat, pendidikan, penanggulangan bencana dan kegiatan lainnya, serta membutuhkan jam operasional radar sebanyak 18 jam per hari secara bergantian," katanya.
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Madya TNI Agus Suhartono mengatakan, TNI AL akan mengutamakan penggunaan Alutsista produk dalam negeri. Dia juga menyatakan, pembangunan kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force) sejalan dengan konsep Tri Matra Terpadu serta dalam pemenuhannya melibatkan industri pertahanan dalam negeri.
"Untuk mencapai sasaran Program Pertahanan 2010 menuju Sistem Pertahanan Negara yang Pro Kesejahteraan akan lebih mengoptimalkan perhatian terhadap perumusan dan implementasi berbagai kebijakan pertahanan negara, mengintensifkan peran industri pertahanan, memantapkan soliditas kerja sama Dephan dan TNI, mengembangkan pola pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar," katanya.
Sedangkan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) George Toisutta mengatakan bahwa TNI AD menetapkan prioritas kebijakan pada pembinaan kemampuan intelijen, tempur, Binter, dan kemampuan dukungan.
Peningkatan kemampuan tempur, menurut KSAD, ditujukan untuk mewujudkan kemampuan pemukul strategis guna menghancurkan ancaman strategis pada dua daerah trouble spot secara bersamaan dan membantu pertahanan wilayah.
Sedangkan kemampuan Binter ditujukan untuk mewujudkan kemampuan prajurit, baik perorangan maupun satuan. "Dan kemampuan dukungan meliputi kemampuan diplomasi militer, penguasaan teknologi industri militer, kemampuan manajemen, kemampuan Komando Kendali Komunikasi Komputerisasi dan Informasi, kemampuan bantuan operasi kemanusiaan dan penanggulangan akibat bencana alam, kemampuan melaksanakan bantuan kepada Pemda dan Polri, serta kemampuan mewujudkan perdamaian dunia," katanya.
JURNAL NASIONAL
27 Januari 2009, Yogyakarta -- Tiga angkatan Tentara Nasional Indonesia (TNI), yakni TNI Angkatan Udara (AU), Angkatan Darat (AD), dan Angkatan Laut (AL) melakukan Rapat Pimpinan (Rapim) secara serentak, kemarin (27/1). Rapim TNI AU dilakukan di Yogyakarta, sedangkan TNI AD dan AL dikalukan di Jakarta.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya TNI Imam Sufaat mengungkapkan, tujuan Rapim untuk menyamakan pemahaman Panglima TNI dan KSAU untuk menghadapi tugas, termasuk memantapkan visi, persepsi, dan interprestasi TNI AU dalam menghadapi perkembangan lingkungan yang dinamis.
"Sekitar 14 program yang ingin disosialisasikan untuk menyamakan visi dan persepsi seluruh jajaran TNI AU. Ini tindak lanjut dari Rapim TNI terkait dengan rencana strategi program pembangunan kekuatan TNI tahun 2010-2014," kata Imam Sufaat.
"Rencana kesiapan Alutsista TNI AU tahun 2010 membutuhkan jam terbang sebanyak 55.252 jam yang digunakan untuk mendukung kesiapan operasi dan latihan antara lain untuk operasi dan latihan awak pesawat, pendidikan, penanggulangan bencana dan kegiatan lainnya, serta membutuhkan jam operasional radar sebanyak 18 jam per hari secara bergantian," katanya.
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Madya TNI Agus Suhartono mengatakan, TNI AL akan mengutamakan penggunaan Alutsista produk dalam negeri. Dia juga menyatakan, pembangunan kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Force) sejalan dengan konsep Tri Matra Terpadu serta dalam pemenuhannya melibatkan industri pertahanan dalam negeri.
"Untuk mencapai sasaran Program Pertahanan 2010 menuju Sistem Pertahanan Negara yang Pro Kesejahteraan akan lebih mengoptimalkan perhatian terhadap perumusan dan implementasi berbagai kebijakan pertahanan negara, mengintensifkan peran industri pertahanan, memantapkan soliditas kerja sama Dephan dan TNI, mengembangkan pola pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar," katanya.
Sedangkan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) George Toisutta mengatakan bahwa TNI AD menetapkan prioritas kebijakan pada pembinaan kemampuan intelijen, tempur, Binter, dan kemampuan dukungan.
Peningkatan kemampuan tempur, menurut KSAD, ditujukan untuk mewujudkan kemampuan pemukul strategis guna menghancurkan ancaman strategis pada dua daerah trouble spot secara bersamaan dan membantu pertahanan wilayah.
Sedangkan kemampuan Binter ditujukan untuk mewujudkan kemampuan prajurit, baik perorangan maupun satuan. "Dan kemampuan dukungan meliputi kemampuan diplomasi militer, penguasaan teknologi industri militer, kemampuan manajemen, kemampuan Komando Kendali Komunikasi Komputerisasi dan Informasi, kemampuan bantuan operasi kemanusiaan dan penanggulangan akibat bencana alam, kemampuan melaksanakan bantuan kepada Pemda dan Polri, serta kemampuan mewujudkan perdamaian dunia," katanya.
JURNAL NASIONAL
PTDI Tawarkan Helikopter Pengganti Super Puma TNI AU
Helikopter EC 725 Cougar. (Foto: airforce-technology)
27 Januari 2010, Bandung -- PT Dirgantara Indonesia menawarkan pembuatan helikopter EC 725 dan EC 225 untuk menggantikan helikopter super puma yang dipakai TNI Angkatan Udara."Tahun 2011 kita masih harus meyelasaikan tiga pesanan pesawat super puma untuk AU, setelah itu kami akan tawarkan heli tipe lain." kata Budi Santosa, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia ketika meresmikan pembuatan komponen helikopter EC 725 dan EC 225 di Bandung, Rabu (27/1)
Menurut Budi, PT Dirgantara Indonesia sebenarnya bisa merakit seluruh pesawat heli super puma dan bell yang selama ini dirakit didalam negeri."Tapi kalau pesananya banyak, tidak satu dua tentu ada batas minilanya." ujarnya.
Sejauh ini, sudah banyak yang yang memesan. Meski begitu, Budi enggan menjelaskan biaya satu pesawat helikopter pengganti super puma yang akan ditawarkan ke Departemen Pertahanan."Tahun ini kita menargetkan proyek sebesar Rp 1,6 triliun." ujarnya. "2010 negara tetangga juga merencanakan untuk memasan pesawat."
Henry Stell Direktur Utama Eurocopter Indonesia enggan menjelaskan berapa harga yang ditawarkan dan kontrak kerjasama untuk pembuatan satu pesawat helicopter tipe CEC 723 dan EC 225 militari."Kita memberikan harga yang kompetetif, kami percaya dengan komitemen kualitas yang diberikan PT DI, kalau tidak kami tidak akan di sini," ujarnya.
TEMPO Interaktif
27 Januari 2010, Bandung -- PT Dirgantara Indonesia menawarkan pembuatan helikopter EC 725 dan EC 225 untuk menggantikan helikopter super puma yang dipakai TNI Angkatan Udara."Tahun 2011 kita masih harus meyelasaikan tiga pesanan pesawat super puma untuk AU, setelah itu kami akan tawarkan heli tipe lain." kata Budi Santosa, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia ketika meresmikan pembuatan komponen helikopter EC 725 dan EC 225 di Bandung, Rabu (27/1)
Menurut Budi, PT Dirgantara Indonesia sebenarnya bisa merakit seluruh pesawat heli super puma dan bell yang selama ini dirakit didalam negeri."Tapi kalau pesananya banyak, tidak satu dua tentu ada batas minilanya." ujarnya.
Sejauh ini, sudah banyak yang yang memesan. Meski begitu, Budi enggan menjelaskan biaya satu pesawat helikopter pengganti super puma yang akan ditawarkan ke Departemen Pertahanan."Tahun ini kita menargetkan proyek sebesar Rp 1,6 triliun." ujarnya. "2010 negara tetangga juga merencanakan untuk memasan pesawat."
Henry Stell Direktur Utama Eurocopter Indonesia enggan menjelaskan berapa harga yang ditawarkan dan kontrak kerjasama untuk pembuatan satu pesawat helicopter tipe CEC 723 dan EC 225 militari."Kita memberikan harga yang kompetetif, kami percaya dengan komitemen kualitas yang diberikan PT DI, kalau tidak kami tidak akan di sini," ujarnya.
TEMPO Interaktif
Kasal: TNI AL Utamakan Industri Pertahanan DN
Kapal perang ini dipesan dari Dae Sun Shipbuilding, Korea Selatan. Namun pengerjaannya dilakukan oleh PT PAL. (Foto: detikFoto/Imam Wahyudiyanta)
28 Januari 2010, Jakarta -- Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana Madya TNI Agus Suhartono, SE, mengatakan tahun 2010 merupakan tahun pertama dari Renstra 2010-2014.
Untuk mencapai sasaran Program Pertahanan 2010, sesuai arah kebijakan Menhan menuju Sistem Pertahanan Negara yang pro kesejahteraan, akan lebih mengoptimalkan perhatian terhadap perumusan dan implementasi berbagai kebijakan pertahanan negara, mengintensifkan peran industri pertahanan, memantapkan soliditas kerjasama Kemenhan dan TNI, mengembangkan pola pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, tegas Kasal dalam sambutannya pada acara pembukaan Rapat Pimpinan TNI Angkatan Laut Tahun 2010 di Mabes TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (27/1).
Menurut Kadispen Laksma TNI Iskandar Sitompul, Rapim TNI AL ini dihadiri Kasum TNI Laksdya TNI Y Didik Heru Purnomo, Wakasal Laksdya TNI Moekhlas Sidik, MPA; Kalakhar Bakorkamla Laksdya TNI Budhi Hardjo, para pejabat teras Mabes TNI AL, para pemimpin Kotama TNI AL dan para peserta Rapim sebanyak 161 orang. Tema Rapim TNI AL Tahun 2010 adalah Dengan Membangun Kekuatan Pokok Minimum (MEF) yang Berorientasi pada Konsep Tri Matra Terpadu, TNI Angkatan Laut Siap Melaksanakan Tugas.
Pada kesempatan tersebut, Kasal juga menyampaikan Pokok-pokok Kebijakan Panglima TNI Tahun 2010 meliputi pembinaan dan penggunaan kekuatan, antara lain aspek Operasi Militer Perang dan Operasi Militer Selain Perang.
Dengan berpedoman kepada kebijakan Kemenhan tentang Sistem Pertahanan Negara yang pro kesejahteraan dan Panglima TNI tentang Pembangunan Kekuatan TNI menuju MEF dengan konsep Tri Matra Terpadu; Kasal Laksdya TNI Agus Suhartono, SE, memberikan pengarahan tentang langkah-langkah nyata dan komitmen yang perlu diambil oleh jajaran TNI AL dalam rangka membangun TNI AL menuju Kekuatan Pokok Minimum, antara lain pengadaan Alutsista dengan mengutamakan pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional, peningkatan kemampuan dan pengalihan fungsi beberapa Alutsista, serta penghapusan Alutsista yang sudah tidak efektif sehingga tidak membebani dari segi anggaran.
Pada Rapim TNI AL ini juga dilaporkan hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan oleh Irjenal, laporan komando Pangarmatim dan Pangarmabar, Pangkolinlamil, Komandan Korps Marinir, Komandan Kobangdikal, Gubernur AAL, serta Komandan Seskoal.
PELITA
28 Januari 2010, Jakarta -- Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana Madya TNI Agus Suhartono, SE, mengatakan tahun 2010 merupakan tahun pertama dari Renstra 2010-2014.
Untuk mencapai sasaran Program Pertahanan 2010, sesuai arah kebijakan Menhan menuju Sistem Pertahanan Negara yang pro kesejahteraan, akan lebih mengoptimalkan perhatian terhadap perumusan dan implementasi berbagai kebijakan pertahanan negara, mengintensifkan peran industri pertahanan, memantapkan soliditas kerjasama Kemenhan dan TNI, mengembangkan pola pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, tegas Kasal dalam sambutannya pada acara pembukaan Rapat Pimpinan TNI Angkatan Laut Tahun 2010 di Mabes TNI AL, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (27/1).
Menurut Kadispen Laksma TNI Iskandar Sitompul, Rapim TNI AL ini dihadiri Kasum TNI Laksdya TNI Y Didik Heru Purnomo, Wakasal Laksdya TNI Moekhlas Sidik, MPA; Kalakhar Bakorkamla Laksdya TNI Budhi Hardjo, para pejabat teras Mabes TNI AL, para pemimpin Kotama TNI AL dan para peserta Rapim sebanyak 161 orang. Tema Rapim TNI AL Tahun 2010 adalah Dengan Membangun Kekuatan Pokok Minimum (MEF) yang Berorientasi pada Konsep Tri Matra Terpadu, TNI Angkatan Laut Siap Melaksanakan Tugas.
Pada kesempatan tersebut, Kasal juga menyampaikan Pokok-pokok Kebijakan Panglima TNI Tahun 2010 meliputi pembinaan dan penggunaan kekuatan, antara lain aspek Operasi Militer Perang dan Operasi Militer Selain Perang.
Dengan berpedoman kepada kebijakan Kemenhan tentang Sistem Pertahanan Negara yang pro kesejahteraan dan Panglima TNI tentang Pembangunan Kekuatan TNI menuju MEF dengan konsep Tri Matra Terpadu; Kasal Laksdya TNI Agus Suhartono, SE, memberikan pengarahan tentang langkah-langkah nyata dan komitmen yang perlu diambil oleh jajaran TNI AL dalam rangka membangun TNI AL menuju Kekuatan Pokok Minimum, antara lain pengadaan Alutsista dengan mengutamakan pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional, peningkatan kemampuan dan pengalihan fungsi beberapa Alutsista, serta penghapusan Alutsista yang sudah tidak efektif sehingga tidak membebani dari segi anggaran.
Pada Rapim TNI AL ini juga dilaporkan hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan oleh Irjenal, laporan komando Pangarmatim dan Pangarmabar, Pangkolinlamil, Komandan Korps Marinir, Komandan Kobangdikal, Gubernur AAL, serta Komandan Seskoal.
PELITA
KRI Teluk Amboina-503 Geser Pasukan Marinir ke Lampung
28 Januari 2010. Jakarta -- Salah satu unsur Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) jenis Landing Ship Tank (LST), KRI Teluk Amboina-503 melaksanakan pergeseran pasukan Marinir dari kesatuan Pasmar II Jakarta menuju Lampung untuk mengikuti Latihan Pemantapan Terpadu Korps Marinir tahun 2010, Selasa (26/1).
Kapal perang dengan Komandan Letkol Laut (P) Joko Sumitro ini mengangkut lebih dari satu batalyon prajurit Pasmar II Jakarta beserta sejumlah kendaraan tempur untuk bergabung dengan lebih kurang 5.000 prajurit Marinir dalam latihan yang diadakan di Piyabung, Lampung; jelas Kadispen Kolinlamil Letkol Laut (Kh) Drs Agus Cahyono.
Hari ini KRI Teluk Amboina-503 berada di dermaga Panjang Lampung setelah mengadakan debarkasi pasukan Marinir dan sejumlah kendaraan tempur untuk diikutsertakan dalam latihan tersebut diantaranya dua unit Tank BVP, empat unit Howitzer, tiga unit Kappa, serta dua unit RM 70 GRAD.
Sementara itu unsur kapal perang Kolinlamil lainnya yaitu KRI Mentawai-959 dengan Komandan Mayor Laut (P) Lukman Kharis bertolak dari Pangkalan Jakarta guna melaksanakan pergeseran logistik Mabes TNI ke wilayah Indonesia bagian barat, diantaranya ke Malahayati, Mentigi, Belawan, dan Uleu-leuh Aceh dengan mengangkut alat-alat dan perlengkapan TNI untuk didistribusikan ke satuan-satuan TNI di daerah tersebut.
Melaksanakan pergeseran pasukan dan material merupakan salah satu tugas dan fungsi Kolinlamil sebagai pembina kemampuan sistem angkutan laut militer, dengan menyelenggarakan pergeseran pasukan TNI dan Polri yang meliputi personel, peralatan, dan perbekalan; baik yang bersifat administratif maupun taktis strategis.
PELITA
Rumah Negara Kemhan/TNI Kurang 159.704 Unit
Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera), Suharso Monoarfa bersama KSAD Jendral TNI George Toisutta meresmikan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) di Kompleks Kodam V/Brawijaya di Jalan Perwira, Surabaya, Rabu (23/12). Rusunawa ini di bangun di atas lahan 4.200 meter persegi. (Foto: detikSurabaya/Zainal Effendi)
28 Januari 2010, Jakarta -- Secara ideal, Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia memiliki 357.874 rumah negara. Namun, yang tersedia baru 198.170 unit. Artinya, masih kurang 159.704 unit atau 44,63 persen. Dari 198.170 unit tersebut, sebanyak 39.509 unit atau 19,92 persen masih dihuni oleh purnawirawan TNI.
”Kami berharap rumah-rumah yang ditempati purnawirawan tersebut dapat ditempati prajurit aktif,” kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Kementerian Pertahanan (Kemhan), Jakarta, Rabu (27/1).
Sjafrie menjelaskan, terhadap rumah negara yang dihuni purnawirawan, Panglima TNI memberi kebijakan dengan menerbitkan surat izin penghunian (SIP) bagi istri purnawirawan. SIP tersebut harus diperbarui setiap tiga tahun sekali. Namun, penghuni harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan, air, dan listrik. ”Namun, kalau sudah bayar PBB, air, dan listrik, bukan berarti rumah lalu milik pribadi,” tutur Sjafrie. Setelah istri meninggal, rumah harus dikembalikan kepada negara.
Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menyatakan, penertiban rumah negara sudah semestinya dilakukan. ”Itu barang milik negara,” kata Djoko.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal George Toisutta menambahkan, rumah dinas yang ditertibkan adalah rumah dinas yang sudah tidak ditinggali oleh purnawirawan dimaksud.
Namun, di lapangan, warga berkata lain. Didit, wakil warga Kompleks Bulak Rantai, Jakarta Timur, misalnya, menjelaskan, kompleks seluas 18 hektar lebih ini dibeli Sekretariat Negara pada tahun 1964. Pemerintah kemudian membangun 50 rumah.
Pada tahun 1968, pemerintah kembali membangun 42 rumah yang dananya disisihkan dari uang saku para perwira. ”Jadi, bukan aset TNI AD atau Kodam Jaya,” ujar Didit.
KOMPAS
28 Januari 2010, Jakarta -- Secara ideal, Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia memiliki 357.874 rumah negara. Namun, yang tersedia baru 198.170 unit. Artinya, masih kurang 159.704 unit atau 44,63 persen. Dari 198.170 unit tersebut, sebanyak 39.509 unit atau 19,92 persen masih dihuni oleh purnawirawan TNI.
”Kami berharap rumah-rumah yang ditempati purnawirawan tersebut dapat ditempati prajurit aktif,” kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di Kementerian Pertahanan (Kemhan), Jakarta, Rabu (27/1).
Sjafrie menjelaskan, terhadap rumah negara yang dihuni purnawirawan, Panglima TNI memberi kebijakan dengan menerbitkan surat izin penghunian (SIP) bagi istri purnawirawan. SIP tersebut harus diperbarui setiap tiga tahun sekali. Namun, penghuni harus membayar Pajak Bumi dan Bangunan, air, dan listrik. ”Namun, kalau sudah bayar PBB, air, dan listrik, bukan berarti rumah lalu milik pribadi,” tutur Sjafrie. Setelah istri meninggal, rumah harus dikembalikan kepada negara.
Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menyatakan, penertiban rumah negara sudah semestinya dilakukan. ”Itu barang milik negara,” kata Djoko.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal George Toisutta menambahkan, rumah dinas yang ditertibkan adalah rumah dinas yang sudah tidak ditinggali oleh purnawirawan dimaksud.
Namun, di lapangan, warga berkata lain. Didit, wakil warga Kompleks Bulak Rantai, Jakarta Timur, misalnya, menjelaskan, kompleks seluas 18 hektar lebih ini dibeli Sekretariat Negara pada tahun 1964. Pemerintah kemudian membangun 50 rumah.
Pada tahun 1968, pemerintah kembali membangun 42 rumah yang dananya disisihkan dari uang saku para perwira. ”Jadi, bukan aset TNI AD atau Kodam Jaya,” ujar Didit.
KOMPAS
Selongsong Rudal Nyasar Disebabkan Terjangan Angin 20 Knot
Lokasi ujicoba rudal di lapangan tembak Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Lumajang. (Foto: Harry Purwanto)
28 Januari 2010, Lumajang -- Hembusan angin dengan kecepatan 20 knot menjadi penyebab selongsong rudal yang diujicoba PT Pindad Malang berbalik arah dan jatuh di gubuk milik warga. Akibat kejadian ini, dua penghuninya mengalami luka.
Hal tersebut disampaikan Asisiten Deputi Menristek bagian Riset, Teknologi dan Ekonomi, Gunawan, pada sejumlah wartawan di Hotel Aloha, Jalan Ahmad Yani, Lumajang, Rabu (27/01/2010) malam.
"Hasil kajian dan evaluasi kami, Pada saat diluncurkan, angin mendadak bertiup kencang hingga 20 knot," kata Gunawan.
Menurut dia, dengan hembusan angin yang sangat kencang menyebabkan arah rudal yang diluncurkan menyimpang. Sehingga rudal yang memiliki daya jangkau 11 Kilometer berbalik arah menghantam gubuk.
"Dugaan kami, yang terkena hembusan angin yang kencang dibagian belakang rudal, sehingga berbelok," tutur Gunawan.
Selongsong rudal yang memakan korban dua warga merupakan type RX1210, memiliki berat 45 kg, panjang 3 meter, gaya dorong 1.000 Kilogram dan memiliki jangkuan 11 km.
Gunawan menambahkan, untuk biaya perawatan dan pengobatan dua korban akan ditanggung oleh pihak PT Pindan Malang dan Kemeterian Riset dan Teknologi. Bahkan rumah tinggal korban juga akan diperbaiki.
"Pokoknya segala sesuatu yang diakibatnya uji coba rudal, biayanya kami tanggung semua," jelas Gunawan.
detikSurabaya
28 Januari 2010, Lumajang -- Hembusan angin dengan kecepatan 20 knot menjadi penyebab selongsong rudal yang diujicoba PT Pindad Malang berbalik arah dan jatuh di gubuk milik warga. Akibat kejadian ini, dua penghuninya mengalami luka.
Hal tersebut disampaikan Asisiten Deputi Menristek bagian Riset, Teknologi dan Ekonomi, Gunawan, pada sejumlah wartawan di Hotel Aloha, Jalan Ahmad Yani, Lumajang, Rabu (27/01/2010) malam.
"Hasil kajian dan evaluasi kami, Pada saat diluncurkan, angin mendadak bertiup kencang hingga 20 knot," kata Gunawan.
Menurut dia, dengan hembusan angin yang sangat kencang menyebabkan arah rudal yang diluncurkan menyimpang. Sehingga rudal yang memiliki daya jangkau 11 Kilometer berbalik arah menghantam gubuk.
"Dugaan kami, yang terkena hembusan angin yang kencang dibagian belakang rudal, sehingga berbelok," tutur Gunawan.
Selongsong rudal yang memakan korban dua warga merupakan type RX1210, memiliki berat 45 kg, panjang 3 meter, gaya dorong 1.000 Kilogram dan memiliki jangkuan 11 km.
Gunawan menambahkan, untuk biaya perawatan dan pengobatan dua korban akan ditanggung oleh pihak PT Pindan Malang dan Kemeterian Riset dan Teknologi. Bahkan rumah tinggal korban juga akan diperbaiki.
"Pokoknya segala sesuatu yang diakibatnya uji coba rudal, biayanya kami tanggung semua," jelas Gunawan.
detikSurabaya
TNI AU Alokasikan 55.252 Jam Terbang untuk Penanggulangan Bencana
Armada Hercules TNI AU menjadi andalan dalam menyalurkan bantuan bencana alam. (Foto: TNI AU)
27 Januari 2010, Yogyakarta -- TNI AU mengalokasikan 55.252 jam terbang untuk penanggulangan bencana di Indonesia.
Hal tersebut tertuang dalam rencana kesiapan alutsita tahun anggaran 2010 yang disampaikan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya TNI Imam Sufaat di sela-sela Rapat Pimpinan TNI AU sekaligus Apel Komandan Satuan Tahun 2010 di Akademi Angkatan Udata Yogyakarta, Rabu (27/1).
Jam terbang yang disiapkan tersebut juga untuk memenuhi kebutuhan latihan awak pesawat, operasi, pendidikan dan kegiatan lainnya, � katanya seraya menambahkan bahwa untuk operasional radar sebanyak 18 jam per hari.
Imam menambahkan, saat ini posko siaga bencana dipusatkan di dua daerah, yaitu di Jakarta dan Malang, Jawa Timur.
Ia juga mengungkapkan, pada tahun ini pihaknya sudah menyiapkan beberapa sasaran pembinaan yang harus diketahui dan dijiwai oleh setiap insan TNI AU. Sasaran pembinaan yang dimaksud adalah sasaran pembinaan jangka pendek yaitu tidak terjadinya insiden dalam satu tahun kedepan.
Sedangkan sasaran jangka panjangnya adalah menjadikan TNI Angkatan Udara sebagai The First Class of Air Force.
Sementara itu, untuk meningkatkan postur yang tangguh, kemampuan dan profesionalisme dalam mengemban tugas pokok, TNI AU akan berupaya maksimal dalam membangun kekuatan dan memodernisasi serta meregenerasi alutsita yang dimiliki.
MEDIA INDONESIA
27 Januari 2010, Yogyakarta -- TNI AU mengalokasikan 55.252 jam terbang untuk penanggulangan bencana di Indonesia.
Hal tersebut tertuang dalam rencana kesiapan alutsita tahun anggaran 2010 yang disampaikan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya TNI Imam Sufaat di sela-sela Rapat Pimpinan TNI AU sekaligus Apel Komandan Satuan Tahun 2010 di Akademi Angkatan Udata Yogyakarta, Rabu (27/1).
Jam terbang yang disiapkan tersebut juga untuk memenuhi kebutuhan latihan awak pesawat, operasi, pendidikan dan kegiatan lainnya, � katanya seraya menambahkan bahwa untuk operasional radar sebanyak 18 jam per hari.
Imam menambahkan, saat ini posko siaga bencana dipusatkan di dua daerah, yaitu di Jakarta dan Malang, Jawa Timur.
Ia juga mengungkapkan, pada tahun ini pihaknya sudah menyiapkan beberapa sasaran pembinaan yang harus diketahui dan dijiwai oleh setiap insan TNI AU. Sasaran pembinaan yang dimaksud adalah sasaran pembinaan jangka pendek yaitu tidak terjadinya insiden dalam satu tahun kedepan.
Sedangkan sasaran jangka panjangnya adalah menjadikan TNI Angkatan Udara sebagai The First Class of Air Force.
Sementara itu, untuk meningkatkan postur yang tangguh, kemampuan dan profesionalisme dalam mengemban tugas pokok, TNI AU akan berupaya maksimal dalam membangun kekuatan dan memodernisasi serta meregenerasi alutsita yang dimiliki.
MEDIA INDONESIA
BPPT Ikuti Pameran Alat Peralatan Pertahanan 2010
27 Januari 2010, Jakarta -- Alat Peralatan Pertahanan (Alpalhan), adalah salah satu faktor pendukung utama bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menjalankan tugasnya, untuk senantiasa melindungi masyarakat dan negara serta menciptakan situasi dan kondisi yang aman, tertib dan tenteram. Untuk tahun 2010, bertepatan dengan dilaksanakannya Rapat Pimpinan (Rapim) TNI, diselenggarakan juga Pameran Alpalhan yang diikuti oleh industri dan lembaga pengembang alat pertahanan di Markas Besar TNI, Cilangkap. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, berkesempatan turut mengunjungi dan menyaksikan demo alpalhan (25/01).
“Dalam Pameran Alpalhan 2010 ini, BPPT menampilkan tiga jenis produk yaitu pertama Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) dengan tiga tipe berbeda, kedua adalah pangan yang berupa makanan dan minuman untuk para prajurit, dan produk ketiga ialah Sistem Informasi Keamanan dan Pertahanan (SIKP), ungkap Direktur Pusat Tenologi Industri Pertahanan dan Keamanan (PTIPK) BPPT, Joko Purwono yang hadir dalam pameran tersebut.
Joko mengatakan, keikutsertaan BPPT dalam pameran ini adalah salah satu upaya BPPT dalam mempromosikan hasil pengembangan yang telah BPPT kerjakan. “Tentunya kita juga mengharapkan adanya masukan dari pihak TNI sebagai pengguna, agar produk-produk yang kita hasilkan tepat guna dan benar-benar dirasakan manfaatnya”, lanjutnya.
Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Kepala Progam PUNA, Akhmad Rivai. “Kita mencoba memenuhi kebutuhan pihak pengguna dengan mengembangkan berbagai tipe PUNA yang berbeda. Tipe pertama adalah close range, digunakan untuk survailance dengan jangkauan 5-10 km. Kedua medium range dengan jangkauan sekitar 30 km, dan terakhir tipe long range untuk jangkauan 200 km”, ujarnya.
Rivai menambahkan, selain dipergunakan untuk membantu tugas TNI, PUNA ini juga bisa digunakan untuk keperluan lainnya. “Melihat titik api di hutan-hutan pedalaman, mengawasi kawasan perbatasan, mencegah terjadinya illegal fishing, mengetahui kebocoran listrik pada SUTET, merupakan contoh-contoh lain dari manfaat PUNA”, jelasnya.
Dikesempatan yang sama, Kepala Balai Jaringan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BPPT Hammam Riza, menilai bahwa ketersediaan sistem informasi dan komunikasi yang cepat, tepat dan akurat, berperan besar dalam mendukung pertahanan dan keamanan negara. “Peran teknologi informasi dan komunikasi sangat dibutuhkan, terlebih lagi di era saat ini”, katanya.
“Sistem Informasi Keamanan dan Pertahanan (SIKP) yang telah kita siapkan ini, diharapkan dapat mendukung para pengambil keputusan dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mengintegerasikan berbagai informasi dan data yang tersebar kedalam satu sistem, tentunya akan sangat memudahkan kegiatan pengolahan data dan informasi”, jelas Hammam.
Selain peralatan, BPPT juga menampilkan produk pangan pengembangan Pusat Teknologi Bioindustri. “Produk ini, dapat memenuhi kebutuhan kalori prajurit setiap harinya. Dengan kemasan yang simple dan compact, tentunya akan sangat berguna sekali, terlebih lagi bagi prajurit yang sedang bertugas”, kata Kepala Bidang Teknologi Pangan Fungsional Pusat Teknologi Bioindustri Esti Wijayanti.
Menurut Esti, produk-produk ini dapat di sesuaikan dengan kebutuhan pengguna. “Misalnya, ada permintaan untuk mengurangi kandungan lemak, atau di buat lebih padat lagi kandungan gizi dan kalorinya, jadi hanya perlu dua kali mengkonsumsi, kandungan gizi dan kalori per hari sudah terpenuhi. Itu semua pada dasarnya bisa dilakukan. Terlebih lagi produk ini 100% menggunakan bahan lokal, jadi kita juga mensupport diversifikasi pangan nasional. Selain itu, produk ini juga sangat bermanfaat dalam keadaan darurat, seperti apabila terjadi bencana alam”, ungkapnya.
Selain produk BPPT, di tampilkan pula dalam pameran produk Air Defense Battle Training System, Radar Indera, Sistem Monitoring Wilayah Perbatasan, dan produk-produk lainnya.
BPPT
Rudal D230 Buatan PT Pindad Diuji Menristek
27 Januar 2010, Lumajang -- Sejumlah teknisi LAPAN menjaga hulu roket kendali tipe Lapan RKN 200 saat menanti giliran.untuk diluncurkan, Rabu (27/1) di Lapangan tempur desa Pandang wangi, kecamatan Tempeh, kabupaten Lumajang Jawa timur. Roket ini memilik daya jelajah sejauh 30 sampai 50 kilometer. (Foto: ANTARA/CUCUK DONARTONO/ED/nz/10)
27 Januari 2010, Lumajang -- Menristek Suharna Suryapranata melakukan uji coba rudal D230 buatan PT Pindad Malang. Dalam uji coba ini, rudal buatan dalam negeri ini mampu melesak sejauh 10 hingga 20 kilometer.
Rudak berkaliber 122 milimeter ini diuji coba di lapangan tembak Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Lumajang, Rabu (27/1/2010).
"Dengan uji rudal D230 buatan asli Indonesia, saya harapkan bisa memenuhi kebutuhan TNI dalam menjaga NKRI," kata Suharna Suryapranata pada sejumlah wartawan di lokasi uji coba.
Rudal D230 yang diuji coba ada 2 type, yakni RX1210 yang memilik berat 45 Kg, panjang 3 Meter, gaya dorong 1.000 Kilogram dan memiliki jangkuan 11 Km. Serta rudal Double Stage miliki berat 87 kilogram, panjang 4 meter, daya dorong 1.000-1.500 kg dan memiliki jangkuan 18 km.
Sementara, Dirut Pindad Malang, Adik Alfianto Sudarsono, mengatakan uji coba rudal ini dimaksudakan sekedar untuk kajian. Apabila hasilnya baik akan dilakukan produksi massal dan dijual.
"Semoga rudal D230 bisa menjadi senjata andalan TNI ke depan," ungkapnya.
Saat ini, PT Pindad Malang baru membuat 70 buah rudal D230. Jika dalam uji coba sudah baik, dan memenuhi kriteria, maka akan diprosuksi massal.
"Yang berminat rudal D230 masih TNI AL dan AD saja," ungkap Adik Alfianto.
detikSurabaya
27 Januari 2010, Lumajang -- Menristek Suharna Suryapranata melakukan uji coba rudal D230 buatan PT Pindad Malang. Dalam uji coba ini, rudal buatan dalam negeri ini mampu melesak sejauh 10 hingga 20 kilometer.
Rudak berkaliber 122 milimeter ini diuji coba di lapangan tembak Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh, Lumajang, Rabu (27/1/2010).
"Dengan uji rudal D230 buatan asli Indonesia, saya harapkan bisa memenuhi kebutuhan TNI dalam menjaga NKRI," kata Suharna Suryapranata pada sejumlah wartawan di lokasi uji coba.
Rudal D230 yang diuji coba ada 2 type, yakni RX1210 yang memilik berat 45 Kg, panjang 3 Meter, gaya dorong 1.000 Kilogram dan memiliki jangkuan 11 Km. Serta rudal Double Stage miliki berat 87 kilogram, panjang 4 meter, daya dorong 1.000-1.500 kg dan memiliki jangkuan 18 km.
Sementara, Dirut Pindad Malang, Adik Alfianto Sudarsono, mengatakan uji coba rudal ini dimaksudakan sekedar untuk kajian. Apabila hasilnya baik akan dilakukan produksi massal dan dijual.
"Semoga rudal D230 bisa menjadi senjata andalan TNI ke depan," ungkapnya.
Saat ini, PT Pindad Malang baru membuat 70 buah rudal D230. Jika dalam uji coba sudah baik, dan memenuhi kriteria, maka akan diprosuksi massal.
"Yang berminat rudal D230 masih TNI AL dan AD saja," ungkap Adik Alfianto.
detikSurabaya
TNI AU Tambah Alutsista Senilai 90 Juta Dolar
TNI AU diberitakan tertarik membeli sejumlah F-16 C/D serta mengupgrade F-16 A/B yang dimiliki.
27 Januari 2010, Yogyakarta -- TNI AU akan menambah alat utama sistem persenjataan (alutsista) berupa senjata dan amunisi udara senilai 90 juta dolar AS untuk sejumlah pesawat tempur seperti F-16 dan Sukhoi pada 2010.
"Kami akan mendatangkan senjata dan amunisi udara besar itu dari AS dan Rusia," kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya (Marsdya) TNI Imam Sufaat di Gedung Sabang Merauke, Kompleks Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, usai membuka Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AU dan Apel Komandan Satuan (Dansat) 2010, untuk pembelian amunisi dari AS dialokasikan dana sebesar 36 juta dolar AS, sedangkan dari Rusia dianggarkan 54 juta dolar AS.
"Kami membeli senjata dan amunisi dari dua negara tersebut karena TNI AU saat ini memiliki pesawat tempur buatan AS dan Rusia. Langkah itu ditempuh karena senjata dan amunisi buatan negara Barat dan Timur itu berbeda spesifikasinya," katanya.
Ia mengatakan, untuk penambahan senjata dan amunisi udara tersebut ada alokasi dana yang disisihkan dari anggaran 2010, dan TNI AU telah mengajukan anggaran yang dibutuhkan untuk pembelian alutsista itu kepada Menteri Pertahanan dan Markas Besar (Mabes) TNI.
"Dalam rencana strategis (renstra) pembangunan TNI AU 2010-2014 telah direncanakan untuk menambah dan mengganti alutsista yang telah tua dan tidak layak pakai. Upaya itu untuk mendukung kelancaran tugas operasional TNI AU, karena saat ini alutsista yang dimiliki masih kurang," katanya.
Terkait dengan jumlah personel, KSAU mengatakan, saat ini total personel TNI AU berjumlah 37.000 orang yang terdiri atas 31.000 personel militer dan 6.000 pegawai negeri sipil (PNS).
Jumlah personel tersebut mencukupi untuk melaksanakan tugas TNI AU sehingga belum ada rencana menambah personel dalam waktu dekat.
Menurut dia, jumlah personel akan ditambah jika alutsista bertambah, karena pengembangan organisasi diikuti oleh pengembangan orang.
"Misalnya, jika ada penambahan radar, akan menambah 60 personel untuk mengoperasikannya. Jika ada skuadron tempur baru akan menambah 150 personel," katanya.
Berdasarkan kesiapan alutsista pada 2010, rencana kebutuhan jam terbang sebanyak 55.252 jam yang digunakan untuk mendukung kesiagaan penanggulangan bencana, memenuhi kebutuhan latihan awak pesawat, operasi, pendidikan, dan kegiatan lain. Untuk radar membutuhkan jam operasional sebanyak 18 jam per hari, katanya.
ANTARA News
27 Januari 2010, Yogyakarta -- TNI AU akan menambah alat utama sistem persenjataan (alutsista) berupa senjata dan amunisi udara senilai 90 juta dolar AS untuk sejumlah pesawat tempur seperti F-16 dan Sukhoi pada 2010.
"Kami akan mendatangkan senjata dan amunisi udara besar itu dari AS dan Rusia," kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya (Marsdya) TNI Imam Sufaat di Gedung Sabang Merauke, Kompleks Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, usai membuka Rapat Pimpinan (Rapim) TNI AU dan Apel Komandan Satuan (Dansat) 2010, untuk pembelian amunisi dari AS dialokasikan dana sebesar 36 juta dolar AS, sedangkan dari Rusia dianggarkan 54 juta dolar AS.
"Kami membeli senjata dan amunisi dari dua negara tersebut karena TNI AU saat ini memiliki pesawat tempur buatan AS dan Rusia. Langkah itu ditempuh karena senjata dan amunisi buatan negara Barat dan Timur itu berbeda spesifikasinya," katanya.
Ia mengatakan, untuk penambahan senjata dan amunisi udara tersebut ada alokasi dana yang disisihkan dari anggaran 2010, dan TNI AU telah mengajukan anggaran yang dibutuhkan untuk pembelian alutsista itu kepada Menteri Pertahanan dan Markas Besar (Mabes) TNI.
"Dalam rencana strategis (renstra) pembangunan TNI AU 2010-2014 telah direncanakan untuk menambah dan mengganti alutsista yang telah tua dan tidak layak pakai. Upaya itu untuk mendukung kelancaran tugas operasional TNI AU, karena saat ini alutsista yang dimiliki masih kurang," katanya.
Terkait dengan jumlah personel, KSAU mengatakan, saat ini total personel TNI AU berjumlah 37.000 orang yang terdiri atas 31.000 personel militer dan 6.000 pegawai negeri sipil (PNS).
Jumlah personel tersebut mencukupi untuk melaksanakan tugas TNI AU sehingga belum ada rencana menambah personel dalam waktu dekat.
Menurut dia, jumlah personel akan ditambah jika alutsista bertambah, karena pengembangan organisasi diikuti oleh pengembangan orang.
"Misalnya, jika ada penambahan radar, akan menambah 60 personel untuk mengoperasikannya. Jika ada skuadron tempur baru akan menambah 150 personel," katanya.
Berdasarkan kesiapan alutsista pada 2010, rencana kebutuhan jam terbang sebanyak 55.252 jam yang digunakan untuk mendukung kesiagaan penanggulangan bencana, memenuhi kebutuhan latihan awak pesawat, operasi, pendidikan, dan kegiatan lain. Untuk radar membutuhkan jam operasional sebanyak 18 jam per hari, katanya.
ANTARA News
Tuesday, January 26, 2010
Keahlian di Balik Sayap F-16
(Foto: KOMPAS/Letkol (Pnb) Fajar "Redwolf" Adriyanto)
26 Januari 2010 -- Keputusan jitu yang diambil dalam sepersekian detik di udara membutuhkan persiapan berjam-jam dan latihan bertahun-tahun. Di samping kemampuan fisik yang dijaga setiap hari, ada ratusan orang di belakang sebuah pesawat yang menjaga kelaikan pesawat itu agar bisa terbang dengan aman dan maksimal.
Seperti hari itu, 30 Desember, hari terakhir latihan pada 2009. Misi hari itu disebut Redwolf Flight, sesuai dengan nama pemimpinnya, Fajar ”Redwolf” Adriyanto, yang didampingi Mayor Yulmaizir, adalah latihan air surface attack di kawasan Lumajang. Skenario latihan, ada target yang harus dihancurkan di jarak 1.000 kilometer dari pangkalan. Lettu Pandu Eka dan Kapten Bambang Apriyanto sudah mempersiapkan diri sejak malam sebelumnya.
Ada dua pesawat yang dikerahkan untuk misi hari itu. Awalnya, kedua pesawat itu akan terbang di ketinggian normal, yaitu 25.000 kaki. Mendekati sasaran, untuk menghindari radar, ketinggian diubah hanya 500 kaki di atas tanah. Radar memang dapat dihindari, tetapi ada bukit-bukit yang menjadi halangan. Sementara sasaran harus secepat mungkin dibereskan.
”Pagi-pagi kami brifing dengan tutor, secara rinci manuver-manuver seperti apa yang harus dilakukan,” cerita Kapten Bambang Apriyanto. Sebelum bertemu tutor, ada brifing pangkalan untuk mengetahui jadwal latihan hari itu serta kondisi cuaca dan arahan dari Komandan Lanud Iswahjudi Marsekal Pertama TNI Bambang Samoedro.
Tes kesehatan
(Foto: KOMPAS/Riza Fathoni)
Sementara mereka berdiskusi, para teknisi sudah mempersiapkan pesawat. Ada sekitar 180 orang di Skuadron Udara 3 yang menjadi sistem pendukung dari para pilot itu. Diperlukan kira-kira satu setengah jam untuk before flight inspection dan preflight inspection.
Setelah brifing, saatnya cek kesehatan. Dokter jaga mengukur denyut nada dan tekanan darah serta mengajukan pertanyaan, mulai dari soal ”apakah sedang batuk atau pilek” hingga ”apakah sedang bermasalah dengan pasangan”. ”Kalau tidak memenuhi syarat kesehatan, ya tidak boleh terbang,” kata Kapten (Kes) dr Tri Supriyanto.
Tes kesehatan harian sama wajibnya dengan tes indoktrinasi latihan aerofisiologi (ILA) yang diadakan dua tahun sekali. Penerbang dimasukan ke ruang tertutup yang kondisinya sama seperti di ketinggian 25.000 kaki. Tes ini untuk melihat batas ketahanan akan hipoksia, yaitu keadaan di mana tubuh kekurangan oksigen akibat perubahan ketinggian. ”Kita disuruh menghitung dan simulasi gerakan pesawat, sampai di mana pikiran kita masih bisa mengambil keputusan,” cerita Letkol Fajar ”Redwolf” Adriyanto.
Seusai tes kesehatan, para pilot masuk ke ruang peralatan. Masing-masing memiliki helm yang memang dicetak khusus agar cocok dengan bentuk kepala pilot. Suhu di ruang peralatan ini sekitar 20 derajat celsius agar segala peralatan tetap kering. Di sinilah tersimpan G-suit serta tas berisi perlengkapan, seperti helm, sarung tangan, dan check list kondisi darurat. Dari sini, mereka telah siap berjalan ke hanggar tempat F-16 telah disiapkan.
Di hanggar, setelah menerima laporan dari penerbangan selanjutnya, lagi-lagi dilakukan cek terhadap pesawat. Selain cek instrumen, pesawat F-16 ini juga diraba dengan jari seluruh permukaan tubuhnya. Alasannya, agar bisa dengan mudah mendeteksi kebocoran.
Kalau semuanya beres, barulah mesin dinyalakan. Pada saat yang sama, di dispatch ada pilot lain yang memantau perkembangan. Pilot jaga ini minimal sudah mencapai posisi wingman agar bisa memberi masukan sesuai manual. Sebagai catatan, salah satu perbedaan penting antara Sukhoi dan F-16, pesawat asal AS ini memiliki buku manual yang lengkap, sementara Sukhoi semuanya ada di kepala perwakilannya sehingga ilmu itu baru keluar saat ditanyakan.
Penuh tekanan
(Foto: KOMPAS/Riza Fathoni)
Setelah semuanya siap, pesawat pun mengangkasa. Sekembalinya dari misi, para pilot beristirahat di Dragon Nest sambil makan siang. Sore hari, para dragon ini telah ada di ruang kebugaran dan bergantian mengangkat beban.
Tugas mereka memang penuh tekanan. Seperti yang diceritakan Mayor Setiawan ”Gryphon” yang mulai jadi pilot F-16 pada 1997. ”Kekhawatiran pasti ada, pernah saya mau terbang tiba-tiba ada masalah. Akan tetapi, yang penting semuanya kita harus siapkan dengan teliti,” katanya.
Salah satu keandalan F-16 adalah dalam pertempuran jarak dekat. Untuk itu, diperlukan keterampilan pesawat bermanuver. Secanggih apa pun pesawatnya, manusia tetap menjadi unsur terpenting. Dalam berbagai latihan dengan negara tetangga, Fajar memuji pilot-pilot dari Singapura yang disebutnya sangat profesional dalam segi keamanan dan brifing yang rinci. Ada cerita tentang pilot-pilot negara tetangga lain yang memiliki pesawat dengan kelas yang lebih tinggi dari F-16 Indonesia, sayangnya mereka minimalis dan tidak ingin mengeksplorasi kemampuan pesawatnya.
Sayangnya, kemampuan dan semangat juang di Indonesia sering tidak berbanding lurus dengan pendapatan. Letkol Fajar, misalnya, setelah sekitar 15 tahun menjadi pilot pesawat tempur, sesuai dengan pangkatnya, kira-kira mendapatkan gaji sebesar Rp 5 juta per bulan. Ada pendapatan tambahan sekitar Rp 400.000 per bulan karena ia memiliki brevet penerbang.
Coba bandingkan dengan nasib pilot tempur di Singapura yang menurut www.mindef.gov.sg mendapatkan gaji sekitar Rp 50 juta. Itu belum termasuk tabungan dan bonus dari negara. ”Ini pekerjaan berisiko tinggi. Memang terkadang kami merasa tidak terperhatikan oleh negara. Akan tetapi, sebagai prajurit kami tetap laksanakan tugas,” kata Fajar.
KOMPAS
26 Januari 2010 -- Keputusan jitu yang diambil dalam sepersekian detik di udara membutuhkan persiapan berjam-jam dan latihan bertahun-tahun. Di samping kemampuan fisik yang dijaga setiap hari, ada ratusan orang di belakang sebuah pesawat yang menjaga kelaikan pesawat itu agar bisa terbang dengan aman dan maksimal.
Seperti hari itu, 30 Desember, hari terakhir latihan pada 2009. Misi hari itu disebut Redwolf Flight, sesuai dengan nama pemimpinnya, Fajar ”Redwolf” Adriyanto, yang didampingi Mayor Yulmaizir, adalah latihan air surface attack di kawasan Lumajang. Skenario latihan, ada target yang harus dihancurkan di jarak 1.000 kilometer dari pangkalan. Lettu Pandu Eka dan Kapten Bambang Apriyanto sudah mempersiapkan diri sejak malam sebelumnya.
Ada dua pesawat yang dikerahkan untuk misi hari itu. Awalnya, kedua pesawat itu akan terbang di ketinggian normal, yaitu 25.000 kaki. Mendekati sasaran, untuk menghindari radar, ketinggian diubah hanya 500 kaki di atas tanah. Radar memang dapat dihindari, tetapi ada bukit-bukit yang menjadi halangan. Sementara sasaran harus secepat mungkin dibereskan.
”Pagi-pagi kami brifing dengan tutor, secara rinci manuver-manuver seperti apa yang harus dilakukan,” cerita Kapten Bambang Apriyanto. Sebelum bertemu tutor, ada brifing pangkalan untuk mengetahui jadwal latihan hari itu serta kondisi cuaca dan arahan dari Komandan Lanud Iswahjudi Marsekal Pertama TNI Bambang Samoedro.
Tes kesehatan
(Foto: KOMPAS/Riza Fathoni)
Sementara mereka berdiskusi, para teknisi sudah mempersiapkan pesawat. Ada sekitar 180 orang di Skuadron Udara 3 yang menjadi sistem pendukung dari para pilot itu. Diperlukan kira-kira satu setengah jam untuk before flight inspection dan preflight inspection.
Setelah brifing, saatnya cek kesehatan. Dokter jaga mengukur denyut nada dan tekanan darah serta mengajukan pertanyaan, mulai dari soal ”apakah sedang batuk atau pilek” hingga ”apakah sedang bermasalah dengan pasangan”. ”Kalau tidak memenuhi syarat kesehatan, ya tidak boleh terbang,” kata Kapten (Kes) dr Tri Supriyanto.
Tes kesehatan harian sama wajibnya dengan tes indoktrinasi latihan aerofisiologi (ILA) yang diadakan dua tahun sekali. Penerbang dimasukan ke ruang tertutup yang kondisinya sama seperti di ketinggian 25.000 kaki. Tes ini untuk melihat batas ketahanan akan hipoksia, yaitu keadaan di mana tubuh kekurangan oksigen akibat perubahan ketinggian. ”Kita disuruh menghitung dan simulasi gerakan pesawat, sampai di mana pikiran kita masih bisa mengambil keputusan,” cerita Letkol Fajar ”Redwolf” Adriyanto.
Seusai tes kesehatan, para pilot masuk ke ruang peralatan. Masing-masing memiliki helm yang memang dicetak khusus agar cocok dengan bentuk kepala pilot. Suhu di ruang peralatan ini sekitar 20 derajat celsius agar segala peralatan tetap kering. Di sinilah tersimpan G-suit serta tas berisi perlengkapan, seperti helm, sarung tangan, dan check list kondisi darurat. Dari sini, mereka telah siap berjalan ke hanggar tempat F-16 telah disiapkan.
Di hanggar, setelah menerima laporan dari penerbangan selanjutnya, lagi-lagi dilakukan cek terhadap pesawat. Selain cek instrumen, pesawat F-16 ini juga diraba dengan jari seluruh permukaan tubuhnya. Alasannya, agar bisa dengan mudah mendeteksi kebocoran.
Kalau semuanya beres, barulah mesin dinyalakan. Pada saat yang sama, di dispatch ada pilot lain yang memantau perkembangan. Pilot jaga ini minimal sudah mencapai posisi wingman agar bisa memberi masukan sesuai manual. Sebagai catatan, salah satu perbedaan penting antara Sukhoi dan F-16, pesawat asal AS ini memiliki buku manual yang lengkap, sementara Sukhoi semuanya ada di kepala perwakilannya sehingga ilmu itu baru keluar saat ditanyakan.
Penuh tekanan
(Foto: KOMPAS/Riza Fathoni)
Setelah semuanya siap, pesawat pun mengangkasa. Sekembalinya dari misi, para pilot beristirahat di Dragon Nest sambil makan siang. Sore hari, para dragon ini telah ada di ruang kebugaran dan bergantian mengangkat beban.
Tugas mereka memang penuh tekanan. Seperti yang diceritakan Mayor Setiawan ”Gryphon” yang mulai jadi pilot F-16 pada 1997. ”Kekhawatiran pasti ada, pernah saya mau terbang tiba-tiba ada masalah. Akan tetapi, yang penting semuanya kita harus siapkan dengan teliti,” katanya.
Salah satu keandalan F-16 adalah dalam pertempuran jarak dekat. Untuk itu, diperlukan keterampilan pesawat bermanuver. Secanggih apa pun pesawatnya, manusia tetap menjadi unsur terpenting. Dalam berbagai latihan dengan negara tetangga, Fajar memuji pilot-pilot dari Singapura yang disebutnya sangat profesional dalam segi keamanan dan brifing yang rinci. Ada cerita tentang pilot-pilot negara tetangga lain yang memiliki pesawat dengan kelas yang lebih tinggi dari F-16 Indonesia, sayangnya mereka minimalis dan tidak ingin mengeksplorasi kemampuan pesawatnya.
Sayangnya, kemampuan dan semangat juang di Indonesia sering tidak berbanding lurus dengan pendapatan. Letkol Fajar, misalnya, setelah sekitar 15 tahun menjadi pilot pesawat tempur, sesuai dengan pangkatnya, kira-kira mendapatkan gaji sebesar Rp 5 juta per bulan. Ada pendapatan tambahan sekitar Rp 400.000 per bulan karena ia memiliki brevet penerbang.
Coba bandingkan dengan nasib pilot tempur di Singapura yang menurut www.mindef.gov.sg mendapatkan gaji sekitar Rp 50 juta. Itu belum termasuk tabungan dan bonus dari negara. ”Ini pekerjaan berisiko tinggi. Memang terkadang kami merasa tidak terperhatikan oleh negara. Akan tetapi, sebagai prajurit kami tetap laksanakan tugas,” kata Fajar.
KOMPAS
12 Pulau Terluar Butuh Perhatian Khusus
Tim Eskpedisi Garis Depan Nusantara (GDN) melakukan persiapan untuk pemancangan tugu prasasti NKRI di Pulau Karaweira kecil, Kabupaten Kepulauan Aru, akhir minggu lalu. Karaweira merupakan pulau ke-77 yang dipasang tanda NKRI oleh tim ekspedisi dari 92 pulau terdepan nusantara. (Foto: ANTARA/Daniel Leonard/ss/nz/10)
25 Januari 2009, Yogyakarta -- Sebanyak 12 pulau terluar yang berada dalam wilayah NKRI perlu perhatian khusus karena rawan konflik kepemilikan dan konflik perbatasan. Pulau tersebut antara lain: Rondo di Nangroe Aceh Darussalam, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Nipa dan Sekatung di Riau, Marore, Miangas dan Maranpit di Sulawesi Utara, Pulau Fani, Fanildo dan Bras di Papua serta Pulau Batek dan Dana di NTT
"Pengelolaan dan perhatian khusus perlu dilakukan karena di sana rawan. Baik kegiatan aksi teror maupun tindak kejahatan lain termasuk titik kegiatan ilegal," kata Kolonel Laut Rusdi Ridwan, Kepala Bidang Kerjasama Pertahanan Kementerian Polhukam RI di Yogyakarta, Sabtu (23/1).
Di dalam seminar nasional dengan tema "Manajemen Pulau-Pulau Terluar NKRI" di Fakultas Geografi UGM terungkap juga ada 92 pulau terluar yang sekitar 67 di antaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Profesor Riset Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Aris Pobniman Kertopermono menyatakan, manajemen pulau terluar penting dijalankan. Apalagi belajar dari lepasnya dua pulau yaitu Sipadan dan Ligitan yang memberi kesadaran betapa pentingnya manajemen pulau terluar.
"Pulau terluar jadi titik dasar batas laut teritorial negara kepulauan seperti Indonesia," kata Aris.
Inventarisasi pulau seluruh Indonesia disebutkan selesai dilaksanakan dan kini pemerintah dalam waktu dekat segera menerbitkan peraturan pemerintah tentang jumlah, dan nama pulau di seluruh Indonesia.
Inventarisasi dilakukan melalui identifikasi peta yang tersedia, penafsiran citra penginderaan jauh, survei lapangan dan wawancara dengan penduduk setempat, termasuk verifikasi dengan camat dan kepala desa.
"Kami juga lakukan validasi oleh tim Pembakuan nama-nama pulau Indonesia. Pulau Rondo, di Provinsi NAD, merupakan pulau paling barat wilayah NKRI sedangkan Pulau Dana di provinsi NTT merupakan pulau paling selatan," kata Aris.
JURNAL NASIONAL
25 Januari 2009, Yogyakarta -- Sebanyak 12 pulau terluar yang berada dalam wilayah NKRI perlu perhatian khusus karena rawan konflik kepemilikan dan konflik perbatasan. Pulau tersebut antara lain: Rondo di Nangroe Aceh Darussalam, Pulau Berhala di Sumatera Utara, Nipa dan Sekatung di Riau, Marore, Miangas dan Maranpit di Sulawesi Utara, Pulau Fani, Fanildo dan Bras di Papua serta Pulau Batek dan Dana di NTT
"Pengelolaan dan perhatian khusus perlu dilakukan karena di sana rawan. Baik kegiatan aksi teror maupun tindak kejahatan lain termasuk titik kegiatan ilegal," kata Kolonel Laut Rusdi Ridwan, Kepala Bidang Kerjasama Pertahanan Kementerian Polhukam RI di Yogyakarta, Sabtu (23/1).
Di dalam seminar nasional dengan tema "Manajemen Pulau-Pulau Terluar NKRI" di Fakultas Geografi UGM terungkap juga ada 92 pulau terluar yang sekitar 67 di antaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Profesor Riset Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Aris Pobniman Kertopermono menyatakan, manajemen pulau terluar penting dijalankan. Apalagi belajar dari lepasnya dua pulau yaitu Sipadan dan Ligitan yang memberi kesadaran betapa pentingnya manajemen pulau terluar.
"Pulau terluar jadi titik dasar batas laut teritorial negara kepulauan seperti Indonesia," kata Aris.
Inventarisasi pulau seluruh Indonesia disebutkan selesai dilaksanakan dan kini pemerintah dalam waktu dekat segera menerbitkan peraturan pemerintah tentang jumlah, dan nama pulau di seluruh Indonesia.
Inventarisasi dilakukan melalui identifikasi peta yang tersedia, penafsiran citra penginderaan jauh, survei lapangan dan wawancara dengan penduduk setempat, termasuk verifikasi dengan camat dan kepala desa.
"Kami juga lakukan validasi oleh tim Pembakuan nama-nama pulau Indonesia. Pulau Rondo, di Provinsi NAD, merupakan pulau paling barat wilayah NKRI sedangkan Pulau Dana di provinsi NTT merupakan pulau paling selatan," kata Aris.
JURNAL NASIONAL
TNI Optimalisasikan Tugas OMSP
Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso (tengah) didampingi KSAU Marsekal Madya Imam Sufaat, KSAD Jenderal George Toisutta , Kepala Staf Umum TNI Laksamana Madya Didik Heru Purnomo, KSAL Laksamana Madya Agus Suhartono (kiri-kanan) saat Rapat Pimpinan (Rapim) TNI 2010 di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Senin (25/1). Rapim membahas mengenai program kerja TNI pada tahun 2010. (Foto: ANTARA/Prasetyo Utomo/mes/10)
26 Januari 2009, Jakarta -- Belajar dari pengalaman sepanjang tahun 2009, baik yang berdimensi politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan, serta antisipasi terhadap tantangan dan kerawanan pada tahun 2010 ke depan, mendekatkan pemikiran TNI untuk lebih meningkatkan atau mengoptimalisasikan tugas TNI di bidang OMSP (operasi militer selain perang).
Hal itu sejalan dengan kebijakan Presiden di bidang Politik Luar Negeri dengan prinsip seribu sahabat tanpa musuh atau seribu kawan terlalu sedikit, seorang musuh terlalu banyak. Untuk itu Presiden akan lebih mengedepankan upaya diplomasi dalam menyelesaikan persoalan bilateral atau multilateral, sebelum menentukan cara-cara yang lain.
Hal itu dikatakan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso dalam amanatnya pada Pembukaan Rapim TNI 2010, di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (25/1).
Rapim yang diikuti 150 lebih Perwira Tinggi TNI, kemarin diisi dengan pembekalan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dilanjutkan oleh Menhan Purnomo Yusgiantoro. Sedangkan pelaksanaan Rapim dilakukan hari Selasa (26/1) ini.
Di hadapan para peserta Rapim TNI, Panglima TNI mengemukakan dalam mendukung kebijakan politik luar negeri tersebut, TNI harus lebih mengoptimalkan tugas OMSP, melalui peningkatan kerjasama militer atau pertahanan, serta lebih banyak terlibat dalam tugas-tugas pemeliharaan perdamaian dunia, sebagaimana yang diamanatkan oleh Konstitusi kita, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sedangkan dalam konteks dengan kehidupan dalam negeri, OMSP perlu kita optimalisasikan melalui tugas-tugas perbantuan TNI, baik kepada pihak Kepolisian dan Pemerintah Daerah maupun kepada institusi atau lembaga lain yang memintanya, sesuai kemampuan dan batas kemampuan TNI sendiri, kata jenderal bintang empat itu.
Terkait dengan optimalisasi tugas OMSP, TNI telah membentuk Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (PRCPB). Pasukan yang memiliki kemampuan dan kesiapsiagaan penuh, sehingga dalam tempo 24 jam dapat dikerahkan untuk menanggulangi bencana yang terjadi di seluruh penjuru Tanah-Air, jelasnya.
Kepada seluruh Kotama Operasional TNI, khususnya Komando Kewilayahan (Darat, Laut, dan Udara); kata Jenderal TNI Djoko Santoso agar senantiasa berupaya mengoptimalkan OMSP, melalui peran aktif TNI dalam berbagai bidang pembangunan, seperti Gerakan Indonesia Kreatif, Gerakan Menanam Semiliar Pohon, dan lain-lain.
Di samping itu, saya juga berharap agar dioptimalkan tugas perbantuan kepada Polri dan Pemerintah Daerah, khususnya daerah yang berada di wilayah perbatasan, pulau-pulau terdepan, daerah rawan konflik, rawan sosial, rawan bencana, daerah terpencil, terbelakang, dan lain-lain, ucap Panglima TNI lagi.
PELITA
26 Januari 2009, Jakarta -- Belajar dari pengalaman sepanjang tahun 2009, baik yang berdimensi politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan, serta antisipasi terhadap tantangan dan kerawanan pada tahun 2010 ke depan, mendekatkan pemikiran TNI untuk lebih meningkatkan atau mengoptimalisasikan tugas TNI di bidang OMSP (operasi militer selain perang).
Hal itu sejalan dengan kebijakan Presiden di bidang Politik Luar Negeri dengan prinsip seribu sahabat tanpa musuh atau seribu kawan terlalu sedikit, seorang musuh terlalu banyak. Untuk itu Presiden akan lebih mengedepankan upaya diplomasi dalam menyelesaikan persoalan bilateral atau multilateral, sebelum menentukan cara-cara yang lain.
Hal itu dikatakan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso dalam amanatnya pada Pembukaan Rapim TNI 2010, di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (25/1).
Rapim yang diikuti 150 lebih Perwira Tinggi TNI, kemarin diisi dengan pembekalan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dilanjutkan oleh Menhan Purnomo Yusgiantoro. Sedangkan pelaksanaan Rapim dilakukan hari Selasa (26/1) ini.
Di hadapan para peserta Rapim TNI, Panglima TNI mengemukakan dalam mendukung kebijakan politik luar negeri tersebut, TNI harus lebih mengoptimalkan tugas OMSP, melalui peningkatan kerjasama militer atau pertahanan, serta lebih banyak terlibat dalam tugas-tugas pemeliharaan perdamaian dunia, sebagaimana yang diamanatkan oleh Konstitusi kita, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sedangkan dalam konteks dengan kehidupan dalam negeri, OMSP perlu kita optimalisasikan melalui tugas-tugas perbantuan TNI, baik kepada pihak Kepolisian dan Pemerintah Daerah maupun kepada institusi atau lembaga lain yang memintanya, sesuai kemampuan dan batas kemampuan TNI sendiri, kata jenderal bintang empat itu.
Terkait dengan optimalisasi tugas OMSP, TNI telah membentuk Pasukan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (PRCPB). Pasukan yang memiliki kemampuan dan kesiapsiagaan penuh, sehingga dalam tempo 24 jam dapat dikerahkan untuk menanggulangi bencana yang terjadi di seluruh penjuru Tanah-Air, jelasnya.
Kepada seluruh Kotama Operasional TNI, khususnya Komando Kewilayahan (Darat, Laut, dan Udara); kata Jenderal TNI Djoko Santoso agar senantiasa berupaya mengoptimalkan OMSP, melalui peran aktif TNI dalam berbagai bidang pembangunan, seperti Gerakan Indonesia Kreatif, Gerakan Menanam Semiliar Pohon, dan lain-lain.
Di samping itu, saya juga berharap agar dioptimalkan tugas perbantuan kepada Polri dan Pemerintah Daerah, khususnya daerah yang berada di wilayah perbatasan, pulau-pulau terdepan, daerah rawan konflik, rawan sosial, rawan bencana, daerah terpencil, terbelakang, dan lain-lain, ucap Panglima TNI lagi.
PELITA
Subscribe to:
Posts (Atom)