Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kiri) didampingi Dirut PT. Pindad (Persero), Adik A. Soedarsono (kedua kiri) memeriksa senjata laras panjang jenis SS2-V1 buatan Pindad pada pameran acara puncak peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2009 di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Kompleks Kampus ITB, Bandung, Jawa Barat, Selasa (26/5). Dalam kesempatan tersebut, Kepala Negara memberikan pujian atas sejumlah senjata buatan PT Pindad yang tidak kalah bersaing dengan senjata buatan luar negeri. (Foto: *BO/Widodo S. Jusuf/ant)
5 Februari 2010, Jakarta -- Kaji ulang strategis pertahanan (Strategic Defence Review/SDR) merupakan satu bagian dari upaya pengelolaan pertahanan negara yang dimaksudkan untuk mengkaji ulang aspek –aspek strategis dari pertahanan negara, antara lain aspek regulasi, struktur organisasi, sumber daya, postur, strategi, doktrin dan anggaran.
Sejak tahun 2003 produk SDR difokuskan pada aspek-aspek strategis yang berbeda-beda, sebagai contoh SDR tahun 2008 mengenai Instansi Vertikal Dephan/ PTF yang segera akan diimplementasikan pembangunannya pada tahun ini.
Untuk SDR tahun 2009 fokus kajian adalah pada perwujudan Minimum Essential Forces (MEF) Komponen Utama sebagai bagian dari pembangunan postur pertahanan negara dan kepentingan politik pertahanan terhadap DPR.
Pembahasan MEF hanya dibatasi pada lingkup Komponen Utama (TNI) saja mengingat Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung sebagai kekuatan pengganda tidak dapat dilihat sebagai kekuatan pokok / essential yang dibutuhkan pada ukuran minimum untuk menghadapi ancaman aktual, disamping itu untuk Komcad dan Komduk masih dalam tahap pengajuan legislasi, sehingga jelas payung hukumnya.
MEF Komponen Utama dimaksudkan untuk mengakomodir berbagai kepentingan terkait penyelenggaraan pertahanan negara, diantaranya efektivitas daya tangkal dari postur TNI dihadapkan pada ancaman aktual dan anggaran yang terbatas, kepentingan diplomasi pertahanan, dan kepentingan manajemen pertahanan, khususnya dalam merumuskan kebijakan dasar bagi perumusan Rencana Strategis Pembangunan Pertahanan Negara (Renstra Bang Hanneg).
Kepentingan Kekuatan Pokok Minimum dalam sektor pertahanan tidak terlepas dari sistem manajemen pertahanan negara yang tertata dengan tataran kewenangan. Adapun unsur - unsurnya terdiri dari: (1) unsur sumber daya manusia, (2) unsur materi / Alutsista (alat utama sistem senjata) TNI, (3) sumber daya alam dan sumber daya buatan, (4) unsur sarana Pangkalan, Sarana daerah latihan serta Prasarana nasional, (5) unsur industri pertahanan, (6) unsur wilayah pertahanan negara dan (7) unsur anggaran. Ketujuh unsur dalam sistem manajemen pertahanan merupakan anatomi MEF dalam pertahanan negara yang dapat dijadikan formula pertimbangan dalam menentukan kekuatan TNI di masa depan.
Perumusan MEF terbagi menjadi 3 Renstra dimulai tahun 2010 sampai tahun 2024, proses pencapaian dimulai dari Realitas menuju MEF yang diharapkan tahun 2024 menuju ke Postur Ideal. Perwujudannya dikembangkan melalui empat strategis yang sangat mungkin untuk bisa diimplementasikan dalam skala perencanaan bertahap melalui strategi Rematerialisasi, Revitalisasi, Relokasi dan Pengadaan.
MEF merupakan suatu standar kekuatan pokok dan minimum TNI yang mutlak disiapkan sebagai prasyarat utama serta mendasar bagi terlaksananya secara efektif tugas pokok dan fungsi TNI dalam menghadapi kepentingan mendesak, bukan semata mata ditujukan untuk perang melainkan juga untuk mewujudkan perdamaian demi terjaminnya pembangunan nasional dalam rangka kersejahteraan.
Kebutuhan dasar pembangunan Alutsista dalam Konsep Dasar Pembangunan Kekuatan Alutsista merupakan adjustment dalam menghasilkan resultatnte antara Strategi pertahanan, Ketersediaan anggaran terwujudnya Kapabilitas pertahanan dihadapkan Ancaman mendesak.
Sasaran Kebijakan yang ditempuh dalam mewujudkan MEF tahun 2010-2024 : Pertama, pembangunan Alutsista diarahkan pada meningkatnya kuantitas, kualitas dan kapabilitas untuk OMP dan OMSP. Kedua, Pemeliharaan dan perawatan; diarahkan untuk kesiapan operasional Alutsista beserta sarana prasarana dan fasilitas pangkalan militer. Ketiga, Operasional diarahkan untuk kesiapsiagaan pengerahan pasukan pemukul dan pasukan siaga dalam rangka OMP maupun OMSP guna mengamankan dan menjaga wilayah yurisdiksi nasional. Keempat, pembangunan SDM diarahkan terlaksananya pendidikan dan rekruitmen prajurit dan PNS untuk meningkatkan profesionalisme prajurit TNI melalui pembinaan, pendidikan dan latihan.
Terwujudnya pembangunan kekuatan pokok minimal tentunya akan melibatkan stakeholder lain: Departemen Keuangan, Kementerian BUMN, LIPI dan sektor perbankan serta industri pertahanan, seiring dengan tahun kebangkitan Industri Pertahanan 2010, MEF memberikan pasar bagi industri pertahanan untuk dapat memproduksinya sesuai spesifikasi teknis sebagai persyaratan yang ditentukan.
DMC
Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Berita Militer Negara Sahabat
Saturday, February 6, 2010
Implementasi MoU Revitalisasi Industri Pertahanan Masih Nihil
6 Februari 2010, Jakarta -- MoU revitalisasi industri pertahanan yang ditandatangani Desember 2009, hingga kini masih nihil implementasi. Hal ini disampaikan Direktur Utama PT Pindad Adik Avianto Sudarsono saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, Sabtu (6/2).
"MoU yang itu masih wacana yang sifatnya baru kebijakan umum. Padahal kalau mau kerja kan harus ada kontrak kerja," kata Adik.
Ia menambahkan gaung kencang untuk revitalisasi industri pertahanan belum diikuti perubahan nyata dalam bisnis. Bisnis, sahut dia, masih berjalan seperti biasa dimana pihaknya tidak mempunyai kejelasan atas produk yang harus dibuat.
"Bisnis berjalan as usual. Kita harus intip, menebak-nebak, baru kita siapkan. Tidak seperti pesanan panser yang sudah dinyatakan di depan. Belum seperti itu," jelasnya.
Volume pesanan alutsista kepada PT Pindad juga tidak jauh berbeda seperti tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, pesanan 750 buah kendaraan taktis untuk dipergunakan di teritorial dari TNI. Hal itu, kata dia, akan dibahas dalam rapat koordinasi teknis yang diselenggarakan di Kemenhan Selasa mendatang di Jakarta.
Sementara Dirjen Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksda Gunadi menyatakan MoU tersebut ditujukan untuk jangka panjang. Sementara penuangannya dalam bentuk kontrak akan melalui tahapan berbeda. Ia menyatakan pemerintah siap mengucurkan dana jika seluruh tahapan kontrak sudah dipenuhi.
"Kalau DIPA sudah disetujui DPR, kita baru bisa buat kontrak. DIPA ini sudah disetujui, tapi masing-masing angkatan kan harus membuat operasional requirement dan spesifikasi teknisnya dulu sebelum kemudian BUMNIP ini diundang untuk presentasi dan membuat kontrak. Kalau sekarang sudah siap, itu bisa langsung dilakukan," tegasnya.
MEDIA INDONESIA
Presiden Tinjau Latihan Tempur Marinir di Lampung
Sejumlah prajurit Marinir memasukan roket jenis RM.70 grad untuk di tembakan kearah sasaran saat berlangsungnnya Latihan Pemantapan Terpadu Korps Marinir 2010 di Pantai Caligi, Lampung, Provinsi lampung, Sabtu (6/2). Roket RM.70.grad merupakan senjata yang dapat menembakan 40 misil dalam waktu kurang dari 5 menit yang dimiliki Korps Marinir. (Foto: ANTARA/Prabu Pandya/ss/nz/10)
6 Februari 2010, Merak -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sabtu (6/2) petang, tiba di Pelabuhan Merak, Banten, untuk meninjau latihan tempur pasukan Korps Marinir yang akan berlangsung Minggu (7/2) di Teluk Ratai, Provinsi Lampung.
Dari Pelabuhan Merak Presiden akan menggunakan kapal perang KRI Surabaya-591 menuju Teluk Rantai, dan melakukan rapat terbatas di atas kapal bersama sejumlah menteri membahas masalah alutsista TNI.
Tiba di perairan Teluk Rantai, pada pukul 06.55 WIB Presiden akan membuka Latihan Pemantapan Pasukan Marinir dengan memberikan taklimat kepada Pasukan Korps Marinir, berupa kalimat 'Daratkan Pasukan Pendarat'.
Dari perairan itu, Presiden akan menuju Pantai Caligi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, dengan menggunakan kendaraan tempur LVT-7 yang sudah dipasangi papan nomor Indonesia 1 berwarna merah.
Sejumlah kendaraan tempur milik Korps Marinir melakukan penembakan dengan menggunakan Roket RM.70 Grad. (Foto: ANTARA/Prabu Pandya/ss/nz/10)
Sejumlah Prajurit Marinir bersiap diatas kendaraan tempur taktis untuk pelaksanaan gladi saat berlangsungnnya Latihan Pemantapan Terpadu Korps Marinir 2010 di Pantai Caligi, Lampung, Provinsi lampung, Sabtu (6/2). Sejumlah peralatan alutsista digunakan untuk mendukung latihan akbar Korps Marinir tersebut. (Foto: ANTARA/Prabu Pandya/ss/nz/10)
Di pantai itu, Presiden akan menyaksikan pendaratan pasukan Marinir serta demonstrasi tempur pertama berupa penembakan oleh tiga tankfib PT-76, penembakan dua BVP-2, penembakan dua howitser 105 dan penembakan dua buah RM 70 Grad.
Presiden juga akan menyaksikan demonstrasi tempur kedua berupa penembakan di atas pohon, penembakan reaksi, penembakan mortir 81 dan river crossing.
Presiden yang dalam kunjungan kerja kali ini tidak didampingi Ibu Ani Yudhoyono juga akan melihat demonstrasi penembakan Dopper. Usai acara itu, Kepala Negara menuju Markas Komando Batalyon Infanteri-9 Marinir Beruang Hitam untuk menerima Jajar Kehormatan dan Valreep, serta meninjau pameran produk Bio-Marine dan penanaman pohon.
Setelah itu, Presiden dan rombongan akan menuju Pantai Klara untuk meninjau Bakti Sosial Kes Yala dan menyaksikan Demonstrasi Rubber Duck Operation. Selanjutnya, Presiden akan kembali ke Jakarta dengan pesawat Kepresiden melalui Bandara Radin Inten Lampung.
MEDIA INDONESIA
6 Februari 2010, Merak -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sabtu (6/2) petang, tiba di Pelabuhan Merak, Banten, untuk meninjau latihan tempur pasukan Korps Marinir yang akan berlangsung Minggu (7/2) di Teluk Ratai, Provinsi Lampung.
Dari Pelabuhan Merak Presiden akan menggunakan kapal perang KRI Surabaya-591 menuju Teluk Rantai, dan melakukan rapat terbatas di atas kapal bersama sejumlah menteri membahas masalah alutsista TNI.
Tiba di perairan Teluk Rantai, pada pukul 06.55 WIB Presiden akan membuka Latihan Pemantapan Pasukan Marinir dengan memberikan taklimat kepada Pasukan Korps Marinir, berupa kalimat 'Daratkan Pasukan Pendarat'.
Dari perairan itu, Presiden akan menuju Pantai Caligi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, dengan menggunakan kendaraan tempur LVT-7 yang sudah dipasangi papan nomor Indonesia 1 berwarna merah.
Sejumlah kendaraan tempur milik Korps Marinir melakukan penembakan dengan menggunakan Roket RM.70 Grad. (Foto: ANTARA/Prabu Pandya/ss/nz/10)
Sejumlah Prajurit Marinir bersiap diatas kendaraan tempur taktis untuk pelaksanaan gladi saat berlangsungnnya Latihan Pemantapan Terpadu Korps Marinir 2010 di Pantai Caligi, Lampung, Provinsi lampung, Sabtu (6/2). Sejumlah peralatan alutsista digunakan untuk mendukung latihan akbar Korps Marinir tersebut. (Foto: ANTARA/Prabu Pandya/ss/nz/10)
Di pantai itu, Presiden akan menyaksikan pendaratan pasukan Marinir serta demonstrasi tempur pertama berupa penembakan oleh tiga tankfib PT-76, penembakan dua BVP-2, penembakan dua howitser 105 dan penembakan dua buah RM 70 Grad.
Presiden juga akan menyaksikan demonstrasi tempur kedua berupa penembakan di atas pohon, penembakan reaksi, penembakan mortir 81 dan river crossing.
Presiden yang dalam kunjungan kerja kali ini tidak didampingi Ibu Ani Yudhoyono juga akan melihat demonstrasi penembakan Dopper. Usai acara itu, Kepala Negara menuju Markas Komando Batalyon Infanteri-9 Marinir Beruang Hitam untuk menerima Jajar Kehormatan dan Valreep, serta meninjau pameran produk Bio-Marine dan penanaman pohon.
Setelah itu, Presiden dan rombongan akan menuju Pantai Klara untuk meninjau Bakti Sosial Kes Yala dan menyaksikan Demonstrasi Rubber Duck Operation. Selanjutnya, Presiden akan kembali ke Jakarta dengan pesawat Kepresiden melalui Bandara Radin Inten Lampung.
MEDIA INDONESIA
Panglima Tinjau Geladak Heli KRI Surabaya 591
6 Februari 2010, Jakarta -- Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar) Laksamana Muda TNI Marsetio, M.M meninjau geladak heli KRI Surabaya-591 yang sedang sandar di dermaga ASDP Merak, Banten.
Peninjauan panglima itu untuk melihat langsung kesiapan unsur-unsur yang terlibat dalam Satuan Tugas Laut (Satgasla) dalam mendukung Latihan Pemantapan Marinir.
Pada kesempatan tersebut Pangarmabar didampingi Komandan Satuan Tugas Laut (Dansatgasla) Kolonel Laut (P) Didin Sainal Abidin, S.Sos, M.M, Komandan Pangkalan Angkatan Laut Banten Kolonel Laut (P) S. Irawan dan Komandan KRI Surabaya-591 Letkol Laut (P) OC. Budi Susanto.
Dispen Koarmabar/POS KOTA
Tontaikam Brigif-1 Pik/JS Kodam Jaya Latihan Penanggulangan Teroris
6 Februari 2010, Jakarta -- Komandan Brigade Infanteri-1 Pik/Jaya Sakti Kolonel Inf Joni Supriyanto memimpin kegiatan latihan Penanggulangan Aksi Teroris yang dilaksanakan Satuan Peleton Pengintai dan Keamanan (Tontaikam) Brigif-1 Pik/JS Kodam Jaya, bertempat di Markas Brigade Infanteri-1 Pik/JS, Jalan Raya Kalisari, Jakarta Timur, Kamis (4/2).
Sesuai dengan UU No 34 tahun 2004 diantaranya adanya tugas untuk mengatasi aksi terorisme. Satuan Brigade Infanteri-1 Pik/Jaya Sakti merupakan satuan pengaman Ibukota Jakarta yang mempunyai tugas untuk melaksanakan penanggulangan aksi terorisme. Satuan yang ada pada Brigade Infanteri-1 Pik/Jaya Sakti untuk mengatasi aksi tersebut disebut Peleton Pengintai Keamanan (Tontaikam) yang khusus personelnya disiapkan dengan berbagai kemampuan mengatasi aksi terorisme.
Untuk selalu terampil dan kemampuannya terpelihara, maka Komandan Brigade Infanteri-1 Pik/Jaya Sakti Kodam Jaya membuat program pelatihan secara terus menerus sehingga Peleton Pengintai Keamanan selalu siap untuk digerakkan, jelas Kapendam Jaya Letkol Inf Drs Ruminta.
Saat ini pasukan elite Kodam Jaya disiapkan untuk melaksanakan latihan gabungan penangulangan aksi teroris dengan satuan Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Polri di wilayah Ibukota Jakarta. Dengan adanya kegiatan tersebut, Satuan Tontaikam haruslah disiapkan dengan baik sehingga pelaksanaannya dapat berhasil sesuai dengan keinginan.
Satuan Peleton Pengintai Keamanan Brigade Infanteri-1 Pik/Jaya Sakti yang menjabat sebagai Komandan Peletonnya adalah Letnan Satu Inf Emik Chandra Nasution dengan jumlah personel 46 orang. Satuan ini disiapkan dengan segala kemampuannya untuk mengatasi aksi teroris. Dalam latihan yang dilaksanakan dengan materi adalah cara mengamankan pejabat yang disandera oleh kelompok teroris dengan menggunakan pesawat helikopter, dan melaksanakan latihan refling dari gedung yang disimulasikan dengan menara.
Hadir dalam kegiatan latihan tersebut para Komandan Batalyon Infanteri jajaran Brigif-1 Pik/JS, Kapendam Jaya, dan para Kasi Brigif-1 Pik/JS.
PELITA
Sesuai dengan UU No 34 tahun 2004 diantaranya adanya tugas untuk mengatasi aksi terorisme. Satuan Brigade Infanteri-1 Pik/Jaya Sakti merupakan satuan pengaman Ibukota Jakarta yang mempunyai tugas untuk melaksanakan penanggulangan aksi terorisme. Satuan yang ada pada Brigade Infanteri-1 Pik/Jaya Sakti untuk mengatasi aksi tersebut disebut Peleton Pengintai Keamanan (Tontaikam) yang khusus personelnya disiapkan dengan berbagai kemampuan mengatasi aksi terorisme.
Untuk selalu terampil dan kemampuannya terpelihara, maka Komandan Brigade Infanteri-1 Pik/Jaya Sakti Kodam Jaya membuat program pelatihan secara terus menerus sehingga Peleton Pengintai Keamanan selalu siap untuk digerakkan, jelas Kapendam Jaya Letkol Inf Drs Ruminta.
Saat ini pasukan elite Kodam Jaya disiapkan untuk melaksanakan latihan gabungan penangulangan aksi teroris dengan satuan Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Polri di wilayah Ibukota Jakarta. Dengan adanya kegiatan tersebut, Satuan Tontaikam haruslah disiapkan dengan baik sehingga pelaksanaannya dapat berhasil sesuai dengan keinginan.
Satuan Peleton Pengintai Keamanan Brigade Infanteri-1 Pik/Jaya Sakti yang menjabat sebagai Komandan Peletonnya adalah Letnan Satu Inf Emik Chandra Nasution dengan jumlah personel 46 orang. Satuan ini disiapkan dengan segala kemampuannya untuk mengatasi aksi teroris. Dalam latihan yang dilaksanakan dengan materi adalah cara mengamankan pejabat yang disandera oleh kelompok teroris dengan menggunakan pesawat helikopter, dan melaksanakan latihan refling dari gedung yang disimulasikan dengan menara.
Hadir dalam kegiatan latihan tersebut para Komandan Batalyon Infanteri jajaran Brigif-1 Pik/JS, Kapendam Jaya, dan para Kasi Brigif-1 Pik/JS.
PELITA
Menhan Buka-Bukaan Soal Keterkaitan Perang dan Energi
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menaiki salah satu pesawat TNI AU. (Foto: detikFoto/E Mei Amelia R)
5 Pebruari 2010, Jakarta -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro berbicara "blak-blakan" dengan sejumlah pimpian media massa nasional soal keterkaitan perang dengan perebutan sumber daya alam, termasuk soal pemilihan dirinya untuk menduduki jabatan menteri pertahanan yang sebelumnya menjabat sebagai menteri energi dan sumber daya mineral.
"Bicara soal perang dan perebutan dalam pengelolaan sumber daya alam memang terkait. Presiden dalam salah satu acara bahkan menekankan ancaman keamanan masa depan adalah perang non-konvensional," katanya dalam tatap muka dengan pimpinan media massa di Jakarta, Jumat.
Ia lantas menyebutkan ancaman non-perang seperti, perang yang terkait dengan energi, terorisme, perdagangan manusia, perubahan iklim dan pembalakan liar.
Purnomo kemudian menceritakan pengalamannya semasa menjabat menteri energi dan sumber daya mineral, tatkala salah satu perusahaan minyak multinasional hendak mengekspolrasi di perairan Ambalat melalui perusahaan minyak Malaysia.
"Pola yang dipakai sama persis seperti yang digunakan terhadap Brunei yaitu memunculkan kawasan yang disengketakan namun menawarkan kerjasama untuk melakukan kegiatan eksplorasi bersama," katanya.
Indonesia, katanya, tidak mau dan tetap bersikukuh untuk menyelesaikan dulu persoalan perbatasannya baru kemudian berbicara soal kerjasama. Kalau mengikuti keinginan tersebut, maka selamanya akan tetap menjadi kawasan sengketa sementara kekayaan alamnya sudah tergali lebih dulu.
Pada pertemuan itu, pemimpin redaksi media massa menyingung berbagai persoalan mulai dari polemik rumah dinas TNI yang ditempati purnawirawan dan rakyat umum lainnya, hingga daerah perbatasan yang memerlukan pengawalan patroli secara rutin.
"Untuk perumahan dinas TNI, kalau berdasarkan peraturan yang ada maka hal itu merupakan aset negara yang memprioritaskan kepada prajurit aktif. Namun kita juga memiliki toleransi. Toleransi inilah yang perlu disosialisasikan," katanya.
Mengenai konsep keamanan Indonesia yang ideal, ia mengatakan bahwa untuk saat ini yang terbaik adalah berupaya mewujudkan sistem kekuatan minimum yang "multi-purpose", yakni memiliki kemampuan berperang (strike force function) sekaligus non-perang (non strike function) secara memadai.
Menhan mengemukakan hal itu juga terkait dengan program seratus hari Kementrian Pertahanan.
"Kita memang tidak muluk-muluk membangun kekuatan pertahanan besar dengan kondisi saat ini. Namun kita tetap menyadari bahwa jika ingin ada perdamaian kita juga memerlukan kesiapan untuk berperang," katanya.
Kementrian pertahanan, katanya, memahami bahwa perlu ongkos yang sangat besar untuk memenuhi tuntutan ideal akan kebutuhan pertahanan yang bisa menjaga kedaulatan Negara kesatuan Indonesia secara maksimal.
Mantan Wakil Gubernur lemhannas itu kemuadian memberikan perbandingan mengenai anggaran pertahanan di negara-negara Asia Tenggara yang rata-rata mencapai satu-dua persen dari Gross Domestic Product (GDP). Sedangkan TNI baru bisa memenuhi 0,6 persen dari GDP-nya.
"Untuk itulah kementrian pertahanan mewujudkan konsep sistem keamanan yang pro kesejahteraan bagi prajuritnya lebih dulu," katanya.
ANTARA News
5 Pebruari 2010, Jakarta -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro berbicara "blak-blakan" dengan sejumlah pimpian media massa nasional soal keterkaitan perang dengan perebutan sumber daya alam, termasuk soal pemilihan dirinya untuk menduduki jabatan menteri pertahanan yang sebelumnya menjabat sebagai menteri energi dan sumber daya mineral.
"Bicara soal perang dan perebutan dalam pengelolaan sumber daya alam memang terkait. Presiden dalam salah satu acara bahkan menekankan ancaman keamanan masa depan adalah perang non-konvensional," katanya dalam tatap muka dengan pimpinan media massa di Jakarta, Jumat.
Ia lantas menyebutkan ancaman non-perang seperti, perang yang terkait dengan energi, terorisme, perdagangan manusia, perubahan iklim dan pembalakan liar.
Purnomo kemudian menceritakan pengalamannya semasa menjabat menteri energi dan sumber daya mineral, tatkala salah satu perusahaan minyak multinasional hendak mengekspolrasi di perairan Ambalat melalui perusahaan minyak Malaysia.
"Pola yang dipakai sama persis seperti yang digunakan terhadap Brunei yaitu memunculkan kawasan yang disengketakan namun menawarkan kerjasama untuk melakukan kegiatan eksplorasi bersama," katanya.
Indonesia, katanya, tidak mau dan tetap bersikukuh untuk menyelesaikan dulu persoalan perbatasannya baru kemudian berbicara soal kerjasama. Kalau mengikuti keinginan tersebut, maka selamanya akan tetap menjadi kawasan sengketa sementara kekayaan alamnya sudah tergali lebih dulu.
Pada pertemuan itu, pemimpin redaksi media massa menyingung berbagai persoalan mulai dari polemik rumah dinas TNI yang ditempati purnawirawan dan rakyat umum lainnya, hingga daerah perbatasan yang memerlukan pengawalan patroli secara rutin.
"Untuk perumahan dinas TNI, kalau berdasarkan peraturan yang ada maka hal itu merupakan aset negara yang memprioritaskan kepada prajurit aktif. Namun kita juga memiliki toleransi. Toleransi inilah yang perlu disosialisasikan," katanya.
Mengenai konsep keamanan Indonesia yang ideal, ia mengatakan bahwa untuk saat ini yang terbaik adalah berupaya mewujudkan sistem kekuatan minimum yang "multi-purpose", yakni memiliki kemampuan berperang (strike force function) sekaligus non-perang (non strike function) secara memadai.
Menhan mengemukakan hal itu juga terkait dengan program seratus hari Kementrian Pertahanan.
"Kita memang tidak muluk-muluk membangun kekuatan pertahanan besar dengan kondisi saat ini. Namun kita tetap menyadari bahwa jika ingin ada perdamaian kita juga memerlukan kesiapan untuk berperang," katanya.
Kementrian pertahanan, katanya, memahami bahwa perlu ongkos yang sangat besar untuk memenuhi tuntutan ideal akan kebutuhan pertahanan yang bisa menjaga kedaulatan Negara kesatuan Indonesia secara maksimal.
Mantan Wakil Gubernur lemhannas itu kemuadian memberikan perbandingan mengenai anggaran pertahanan di negara-negara Asia Tenggara yang rata-rata mencapai satu-dua persen dari Gross Domestic Product (GDP). Sedangkan TNI baru bisa memenuhi 0,6 persen dari GDP-nya.
"Untuk itulah kementrian pertahanan mewujudkan konsep sistem keamanan yang pro kesejahteraan bagi prajuritnya lebih dulu," katanya.
ANTARA News
Friday, February 5, 2010
Batas dengan 10 Negara Belum Selesai
5 Februari 2010, Jakarta -- Banyak masalah perbatasan hingga kini belum selesai. Hal itu menyangkut perbedaan persepsi yang kompleks sehingga membutuhkan pembicaraan lebih lanjut. Karena itu, masalah perbatasan menjadi bahan kajian utama Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan tahun 2010.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Strategi Pertahanan (Strahan) Kemhan Syarifudin, Kamis (4/2). Salah satu yang menjadi prioritas adalah masalah perbatasan darat antara Malaysia dan Indonesia yang tersebar di sepuluh segmen antara Sebatik dan Tanjung Datu. Hingga kini ada sekitar 39 kali perundingan untuk membahas rentang wilayah yang melewati kawasan Sungai Sinapat dan Gunung Raya.
Syarifudin menggarisbawahi, masalah perbatasan tidak disebabkan patok hilang atau bergeser. Sebab, perbatasan ditentukan berdasarkan koordinat. Permasalahan yang ada justru berkaitan dengan penegasan perbatasan yang sudah ditetapkan. ”Peta Malaysia berasal dari Inggris, peta Indonesia dari Belanda, jadi pasti ada perbedaan persepsi,” kata Syarifudin.
Berkaitan dengan perbatasan di wilayah Ambalat, Direktur Wilayah Pertahanan Ditjen Strahan TH Soesetyo mengatakan, pihaknya tidak bisa menentukan kapan masalah Ambalat selesai. Hingga saat ini ada sekitar 18 kali perundingan. Malaysia sering melakukan tindakan yang dinilai Indonesia mengulur-ulur waktu.
Menanggapi hal itu, Syarifudin menekankan, sebagai negara yang berdaulat, tentunya Indonesia membutuhkan kekuatan militer sebagai posisi tawar di balik perundingan-perundingan tersebut. ”Oleh karena itu, kami menyusun MEF (minimum essential force) yang merupakan posisi tawar kita untuk negosiasi,” kata Syarifudin.
Ibnu Wahyutomo, Kepala Subdirektorat Perjanjian Politik Keamanan dan Kewilayahan Kementerian Luar Negeri, mengatakan, selama ini yang menjadi kendala perundingan adalah masalah internal negara. Misalnya, Palau, negara kepulauan di Samudra Pasifik, yang tidak memiliki uang untuk berunding di luar negaranya. Saat ini, Indonesia masih memiliki agenda perundingan perbatasan dengan sepuluh negara untuk masalah perbatasan di laut.
Syarifudin mengatakan, yang perlu didorong adalah realisasi dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan yang memiliki otoritas.
Perpres Tunjangan Prajurit di Perbatasan belum Tuntas
Masalah perbatasan belum dituntaskan hingga seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu II berlalu. Draf peraturan presiden tentang tunjangan prajurit di perbatasan belum juga dikeluarkan oleh pemerintah.
"Itu program seratus hari Kementerian Pertahanan sudah selesai, tapi pengeluaran pepres kan sekretaris kabinet," kata Wakil Menhan Letjen Sjafrie Sjamsoeddin kepada wartawan seusai rapat tertutup bersama DPR di Jakarta, Kamis (4/2).
Ia berharap perpres tersebut dapat keluar dalam waktu dekat. Sementara itu, pihaknya juga meyakinkan jika aplikasi perpres itu segera dilakukan saat perpres keluar. Pihaknya telah mengajukan besaran anggaran untuk itu dan Kementerian Keuangan sudah mengalokasikan anggaran sebagai persiapan menunggunya perpres. "Perpres itu legalitasnya. Jadi, kita tunggu legalitasnya," sahutnya.
Besaran untuk tunjangan prajurit perbatasan, sambung dia, adalah sebesar 150 persen dari gaji pokok. Perinciannya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor S-15/MK.02/2010 terbagi tiga. Pertama, prajurit TNI dan PNS yang bertugas dan tinggal di wilayah pulau-pulau kecil terluar tanpa penduduk ditingkatkan sebesar 150 persen dari gaji pokok.
Kedua, prajurit TNI dan PNS yang bertugas dan tinggal di wilayah pulau-pulau kecil terluar berpenduduk ditingkatkan sebesar 100 persen dari gaji pokok dan 75 persen bagi prajurit TNI dan PNS yang bertugas dan tinggal di wilayah perbatasan. Ketiga, prajurit TNI dan PNS yang bertugas di wilayah udara dan laut perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar sebesar 50 persen dari gaji pokok.
KOMPAS/MEDIA INDONESIA
Kemenhan Ingin Perkuat Inteligen di Perbatasan
Pulau Marore salah satu pulau terluar NKRI.
4 Pebruari 2010, Jakarta -- Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengusulkan Direktorat Analisa Lingkungan Strategi (Ditanglistra) dikonversi menjadi Direktorat Intelijen Pertahanan, terkait optimalisasi pengamanan perbatasan.
"Umumnya, keberadaan direktorat intelijen itu untuk memperkuat sistem intelijen nasional," kata Dirjen Strategi Pertahanan Mayjen TNI Syarifuddin Tippe usai Rakornis Ditjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, eksistensi wilayah perbatasan mencerminkan kondisi umum kedaulatan bangsa dan negara Indonesia yang memiliki 10 batas laut dengan negara tetangga dan tiga perbatasan darat dengan negara tetangga.
Selama ini Ditangalistra lebih bersifat hanya menganalisis lingkungan strategi, sedangkan penyelesaian masalah perbatasan bukan perkara mudah, sangat kompleks.
"Tidak saja masalah politik, tetapi juga ekonomi. Tidak hanya menyangkut satu negara, tetapi beberapa negara. Jadi, perlu penanganan yang komprehensif melibatkan banyak pemangku kepentingan," katanya.
Dalam memperkuat pengelolaan wilayah perbatasan, diperlukan penguatan di semua lini termasuk intelijen, kata Syarifuddin.
Dalam jangka pendek, lanjut dia, perlu melakukan koordinasi dengan organisasi-organisasi intelijen yang ada, serta mendidik, dan menyiapkan personel Ditanglistra di bidang intelijen di Lembaga Pendidikan Intelijen yang ada.
Dijelaskannya, dalam bidang Kebijakan Strategi termasuk pengelolaan perbatasan perlu komitmen dan kesadaran yang tinggi dari semua pemangku kepentingan terkait dalam mengimplementasikan Minimum Essential Force (MEF) yang sudah menjadi keputusan politik pemerintah sebagai blue print pertahanan negara.
"Di samping itu juga pembangunan pertahanan nirmiliter perlu mendapat perhatian serius dari semua stakeholder terkait di luar Kementerian Pertahanan dan TNI," ungkap Syarifuddin.
ANTARA News
4 Pebruari 2010, Jakarta -- Kementerian Pertahanan (Kemhan) mengusulkan Direktorat Analisa Lingkungan Strategi (Ditanglistra) dikonversi menjadi Direktorat Intelijen Pertahanan, terkait optimalisasi pengamanan perbatasan.
"Umumnya, keberadaan direktorat intelijen itu untuk memperkuat sistem intelijen nasional," kata Dirjen Strategi Pertahanan Mayjen TNI Syarifuddin Tippe usai Rakornis Ditjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, eksistensi wilayah perbatasan mencerminkan kondisi umum kedaulatan bangsa dan negara Indonesia yang memiliki 10 batas laut dengan negara tetangga dan tiga perbatasan darat dengan negara tetangga.
Selama ini Ditangalistra lebih bersifat hanya menganalisis lingkungan strategi, sedangkan penyelesaian masalah perbatasan bukan perkara mudah, sangat kompleks.
"Tidak saja masalah politik, tetapi juga ekonomi. Tidak hanya menyangkut satu negara, tetapi beberapa negara. Jadi, perlu penanganan yang komprehensif melibatkan banyak pemangku kepentingan," katanya.
Dalam memperkuat pengelolaan wilayah perbatasan, diperlukan penguatan di semua lini termasuk intelijen, kata Syarifuddin.
Dalam jangka pendek, lanjut dia, perlu melakukan koordinasi dengan organisasi-organisasi intelijen yang ada, serta mendidik, dan menyiapkan personel Ditanglistra di bidang intelijen di Lembaga Pendidikan Intelijen yang ada.
Dijelaskannya, dalam bidang Kebijakan Strategi termasuk pengelolaan perbatasan perlu komitmen dan kesadaran yang tinggi dari semua pemangku kepentingan terkait dalam mengimplementasikan Minimum Essential Force (MEF) yang sudah menjadi keputusan politik pemerintah sebagai blue print pertahanan negara.
"Di samping itu juga pembangunan pertahanan nirmiliter perlu mendapat perhatian serius dari semua stakeholder terkait di luar Kementerian Pertahanan dan TNI," ungkap Syarifuddin.
ANTARA News
Pengembangan Jet Tempur F-35 Diteruskan
Para pengunjung melihat dari dekat pesawat tempur F-35 buatan Lockheed Martin yang dipamerkan di Pameran Dirgantara Singapura 2010, Selasa (2/2). Pesawat ini belum dioperasikan dan masih dalam tahap uji coba. Jenis pesawat ini bisa mengelabui radar musuh dan memiliki berbagai kelebihan dari semua pesawat tempur generasi sebelumnya. (Foto: APF/Roslan Rahman)
5 Februari 2010, Washington -- Program pengadaan pesawat jet tempur canggih dan berbiaya lebih murah, F-35, tetap diteruskan. Dalam prosesnya ternyata pesawat yang diproduksi Lockheed Martin itu tidak semurah seperti yang direncanakan. Waktu pembuatannya juga molor dari jadwal yang direncanakan.
Menteri Pertahanan AS Robert Gates, Rabu (3/2), menegaskan komitmen pelanjutan program pengadaan pesawat tempur gabungan F-35 itu. Perusahaan Boeing berusaha memanfaatkan sejumlah kelemahan program F-35. Boeing menawarkan perpanjangan kontrak pengadaan pesawat tempur F/A-18.
Untuk menggerakkan kembali program F-35 sesuai yang direncanakan, Gates memecat seorang jenderal yang menjabat senior manajer program F-35. Bonus sebesar 614 juta dollar AS yang dijanjikan kepada para petinggi Lockheed Martin juga dibatalkan karena buruknya kinerja program F-35.
Keputusan itu mempermalukan para pejabat Lockheed Martin, kontraktor militer terbesar AS. Meski demikian, para pejabat Pentagon mengatakan, mereka ingin memastikan program itu tidak mati. Hal ini pernah terjadi pada program persenjataan lainnya yang kemudian rontok di tengah jalan.
2.400 pesawat
Harian AS The New York Times menyebutkan, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Marinir AS berencana membeli lebih dari 2.400 pesawat F-35.
Akan tetapi, keterlambatan dalam produksi bisa membuat mereka harus menghabiskan miliaran dollar AS untuk membeli pesawat tempur lain yang kurang mutakhir. Hal ini sekaligus bisa mengurangi jumlah pesanan untuk F-35, pesawat generasi kelima dengan sebuah kursi.
F-35 diproyeksikan akan menggantikan pesawat tempur F-16 dan pesawat-pesawat tempur lainnya yang sudah tua.
Lockheed Martin sebenarnya telah memproduksi model F-35, tetapi baru dua persen dari program uji terbang yang telah dilakukan.
Pada hari Selasa (2/2), produksi F-35 kelima menjalani uji terbang untuk pertama kali. Selain dibuat untuk model lepas landas secara horizontal (konvensional), F-35 juga dibuat untuk model lepas landas dengan landasan pacu yang pendek dan model pendaratan vertikal.
Kongres AS kerap mempertanyakan program F-35. Gates dan Kepala Staf Angkatan Laut yang juga Kepala Staf Gabungan Admiral Mike Mullen mengakui program F-35 bermasalah. Namun, dengan upaya restrukturisasi yang dipimpin Pentagon, program F-35 itu diyakini bisa berjalan lancar.
Mullen mengatakan, Pentagon akan memulai pelatihan F-35 pada 2011. Harga satu unit pesawat F-35 sekitar 122 juta dollar AS, jauh lebih murah dari pesawat tempur canggih F-22 yang berharga 350 juta dollar AS. Sampai saat ini, hanya 187 unit F-22 yang sudah diproduksi.
Menurut situs Lockheedmartin.com, F-35 dirancang sebagai pesawat tempur yang lebih lincah saat mendarat dan lepas landas dengan kecepatan melebihi kecepatan suara dan susah dideteksi musuh. Pesawat juga dirancang untuk bisa lebih dekat ke sasaran dan bisa menerjang multisasaran dalam sekali pukul.
KOMPAS
5 Februari 2010, Washington -- Program pengadaan pesawat jet tempur canggih dan berbiaya lebih murah, F-35, tetap diteruskan. Dalam prosesnya ternyata pesawat yang diproduksi Lockheed Martin itu tidak semurah seperti yang direncanakan. Waktu pembuatannya juga molor dari jadwal yang direncanakan.
Menteri Pertahanan AS Robert Gates, Rabu (3/2), menegaskan komitmen pelanjutan program pengadaan pesawat tempur gabungan F-35 itu. Perusahaan Boeing berusaha memanfaatkan sejumlah kelemahan program F-35. Boeing menawarkan perpanjangan kontrak pengadaan pesawat tempur F/A-18.
Untuk menggerakkan kembali program F-35 sesuai yang direncanakan, Gates memecat seorang jenderal yang menjabat senior manajer program F-35. Bonus sebesar 614 juta dollar AS yang dijanjikan kepada para petinggi Lockheed Martin juga dibatalkan karena buruknya kinerja program F-35.
Keputusan itu mempermalukan para pejabat Lockheed Martin, kontraktor militer terbesar AS. Meski demikian, para pejabat Pentagon mengatakan, mereka ingin memastikan program itu tidak mati. Hal ini pernah terjadi pada program persenjataan lainnya yang kemudian rontok di tengah jalan.
2.400 pesawat
Harian AS The New York Times menyebutkan, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Marinir AS berencana membeli lebih dari 2.400 pesawat F-35.
Akan tetapi, keterlambatan dalam produksi bisa membuat mereka harus menghabiskan miliaran dollar AS untuk membeli pesawat tempur lain yang kurang mutakhir. Hal ini sekaligus bisa mengurangi jumlah pesanan untuk F-35, pesawat generasi kelima dengan sebuah kursi.
F-35 diproyeksikan akan menggantikan pesawat tempur F-16 dan pesawat-pesawat tempur lainnya yang sudah tua.
Lockheed Martin sebenarnya telah memproduksi model F-35, tetapi baru dua persen dari program uji terbang yang telah dilakukan.
Pada hari Selasa (2/2), produksi F-35 kelima menjalani uji terbang untuk pertama kali. Selain dibuat untuk model lepas landas secara horizontal (konvensional), F-35 juga dibuat untuk model lepas landas dengan landasan pacu yang pendek dan model pendaratan vertikal.
Kongres AS kerap mempertanyakan program F-35. Gates dan Kepala Staf Angkatan Laut yang juga Kepala Staf Gabungan Admiral Mike Mullen mengakui program F-35 bermasalah. Namun, dengan upaya restrukturisasi yang dipimpin Pentagon, program F-35 itu diyakini bisa berjalan lancar.
Mullen mengatakan, Pentagon akan memulai pelatihan F-35 pada 2011. Harga satu unit pesawat F-35 sekitar 122 juta dollar AS, jauh lebih murah dari pesawat tempur canggih F-22 yang berharga 350 juta dollar AS. Sampai saat ini, hanya 187 unit F-22 yang sudah diproduksi.
Menurut situs Lockheedmartin.com, F-35 dirancang sebagai pesawat tempur yang lebih lincah saat mendarat dan lepas landas dengan kecepatan melebihi kecepatan suara dan susah dideteksi musuh. Pesawat juga dirancang untuk bisa lebih dekat ke sasaran dan bisa menerjang multisasaran dalam sekali pukul.
KOMPAS
Thursday, February 4, 2010
Irjen AU Periksa Lanud Sultan Hasanuddin
3 Februari 2010, Makassar -- Tim Itjen AU yang dipimpin langsung oleh Irjen TNI Angkatan Udara, Marsekal Muda TNI Ir K Inugroho, MM ,mengadakan wasrik (pengawasan dan pemeriksaan) di Lanud Sultan Hasanuddin
Pengawasan dan pemeriksaan diawali dengan entry briefing dilanjutkan paparan Komandan Lanud Sultan Hasanuddin, Marsekal Pertama TNI IB. Putu Dunia, Rabu (3/2) di ruang rapat yang dihadiri oleh tim Itjenau, Komandan Wing 5, para kepala dinas serta pejabat Staf Lanud Sultan Hasanuddin.
Komandan Lanud Sultan Hasanuddin menyatakan, kehadiran Tim Itjen AU merupakan kehormatan. Dengan kemampuan Lanud Hasanudin berusaha berbuat yang terbaik untuk kemajuan TNI Angkatan Udara, namun kita sadari bahwa masih banyak kekurangan disana-sini , baik itu karena kemampuan kami-kami secara pribadi , maupun kendala –kendala yang ada di luar kemampuan kami sebagai warga Lanud Sultan Hasanuddin.
Diharapkannya kegiatan pengawasan dan pemeriksaan di Lanud Sultan Hasanuddin ini membawa kemajuan, dan apa yang menjadi temuan dapat kita atasi bersama.
Kepada para pejabat Lanud Sultan Hasanuddin, Komandan menegaskan untuk dapat bekerjasama serta berkoordinasi dengan Tim Itjenau selama pelaksanaan pemeriksaan sesuai bidang tugas masing-masing.
Usai mendengarkan paparan yang disampaikan oleh Komandan Lanud Sultan Hasanuddin, dilanjutkan dengan melaksanakan melaksanakan pendalaman di satuan-satuan jajaran Lanud Sultan Hasanuddin , pengawasan dan pemeriksaan terkait bidang logistik, operasi, administrasi , personil dan keuangan serta hukum.
PENTAK/POS KOTA
Maksimalkan Lambangja, wujudkan “Zero Accident”
Kasi Lambangja Lanud Iswahjudi, Mayor Pnb Wastum saat menyampaikan fungsi Lambangja di setiap Skadron Udara pada Briefing Pagi sebelum penerbangan rutin, Rabu (2/3). (Foto: Pentak Lanud Iswahjudi)
3 Februari 2010, Madiun -- Untuk lebih memaksimalkan fungsi Lambangja demi terwujudnya Zero Accident dalam setiap pelaksanaan tugas, dipandang perlu dalam setiap Skadron Udara terdapat satu Seksi Lambangja, disamping Seksi Operasi. Demikian disampaikan oleh Mayor Pnb Wastum, dalam Briefing Pagi sebelum penerbangan rutin di Ruang Teddy Kustari, Rabu (2/3).
Hal ini dikarenakan fungsi Seksi Operasi di Skadron Udara lebih mengarah pada upaya untuk mewujudkan kemampuan daya tempur yang optimal dalam setiap pelaksanaan tugas operasi. Sementara Seksi Lambangja lebih mengarah kepada upaya untuk mencermati sisi-sisi kelemahan yang ada dalam suatu pelaksanaan tugas. Sehingga dengan adanya Seksi Lambangja di setiap Skadron Udara akan terdeteksi sejak dini jika dalam pelaksanaan tugas operasi udara terdapat kekurangan-kekurangan yang mengarah pada terjadinya accident maupun incident.
Menurut Mayor Pnb Wastum yang juga penerbang F-16 bahwa setiap terjadi incident maupun accident, maka Kasi Lambangja segera menuju lokasi kejadian untuk melihat secara langsung incident maupun accident yang terjadi, kemudian membuat laporan awal (ditandatangani Komandan Lanud ) untuk dilaporkan kepada Komando Atas secepat mungkin, sehingga dalam waktu singkat pimpinan Komando Atas segera mengetahui peristiwa yang terjadi. Selanjutnya dibuat pula laporan khusus yang berisikan kronologis kejadian secara detail dan ditandatangani oleh Komandan Lanud pula.
Mayor Pnb Wastum yang keseharianya menjabat selaku Kasi Lambangja Lanud Iswahjudi senantiasa mengedepankan falsafah “Safety” : “Kecelakaan pesawat bukan suatu nasib di era modern, kecelakaan pesawat merupakan kecelakaan yang dapat dicegah”. Hal ini dimaksudkan karena Mayor Wastum sangat antusias untuk mewujudkan “Zero Accident” dilingkungan tugasnya.
Zerro Accident adalah tujuan yang tidak dapat dicapai karena kekhilafan merupakan sifat manusia, akan tetapi menurut Mayor Pnb Wastum Zero Accident merupakan suatu tujuan yang dapat dicapai dalam suatu dekade bila didukung dengan program Safety secara berkelanjutan.
PENTAK LANUD ISWAHJUDI
3 Februari 2010, Madiun -- Untuk lebih memaksimalkan fungsi Lambangja demi terwujudnya Zero Accident dalam setiap pelaksanaan tugas, dipandang perlu dalam setiap Skadron Udara terdapat satu Seksi Lambangja, disamping Seksi Operasi. Demikian disampaikan oleh Mayor Pnb Wastum, dalam Briefing Pagi sebelum penerbangan rutin di Ruang Teddy Kustari, Rabu (2/3).
Hal ini dikarenakan fungsi Seksi Operasi di Skadron Udara lebih mengarah pada upaya untuk mewujudkan kemampuan daya tempur yang optimal dalam setiap pelaksanaan tugas operasi. Sementara Seksi Lambangja lebih mengarah kepada upaya untuk mencermati sisi-sisi kelemahan yang ada dalam suatu pelaksanaan tugas. Sehingga dengan adanya Seksi Lambangja di setiap Skadron Udara akan terdeteksi sejak dini jika dalam pelaksanaan tugas operasi udara terdapat kekurangan-kekurangan yang mengarah pada terjadinya accident maupun incident.
Menurut Mayor Pnb Wastum yang juga penerbang F-16 bahwa setiap terjadi incident maupun accident, maka Kasi Lambangja segera menuju lokasi kejadian untuk melihat secara langsung incident maupun accident yang terjadi, kemudian membuat laporan awal (ditandatangani Komandan Lanud ) untuk dilaporkan kepada Komando Atas secepat mungkin, sehingga dalam waktu singkat pimpinan Komando Atas segera mengetahui peristiwa yang terjadi. Selanjutnya dibuat pula laporan khusus yang berisikan kronologis kejadian secara detail dan ditandatangani oleh Komandan Lanud pula.
Mayor Pnb Wastum yang keseharianya menjabat selaku Kasi Lambangja Lanud Iswahjudi senantiasa mengedepankan falsafah “Safety” : “Kecelakaan pesawat bukan suatu nasib di era modern, kecelakaan pesawat merupakan kecelakaan yang dapat dicegah”. Hal ini dimaksudkan karena Mayor Wastum sangat antusias untuk mewujudkan “Zero Accident” dilingkungan tugasnya.
Zerro Accident adalah tujuan yang tidak dapat dicapai karena kekhilafan merupakan sifat manusia, akan tetapi menurut Mayor Pnb Wastum Zero Accident merupakan suatu tujuan yang dapat dicapai dalam suatu dekade bila didukung dengan program Safety secara berkelanjutan.
PENTAK LANUD ISWAHJUDI
Singapore Air Show 2010
3 Februari 2010, Singapura -- Sebuah atraksi terbang yang menampilkan sebuah pesawat tempur F-16 "mengawal" sebuah helikopter Boeing AH-64 Apache saat terbang melintasi arena pameran dirgantara Singapura Air Show 2010 di kawasan bandara Changi Singapura, Rabu (3/2). Pameran yang diikuti oleh sejumlah produsen dan pelaku bisnis industri pesawat terbang terkemuka di dunia itu akan berlangsung hingga tanggal 7 Februari mendatang. (Foto: ANTARA/Zarqoni Maksum/NZ/10)
Sebuah atraksi terbang yang menampilkan sebuah pesawat tempur F-16 "mengawal" sebuah helikopter Boeing AH-64 Apache saat terbang melintasi arena pameran dirgantara Singapura Air Show 2010. (Foto: ANTARA/Zarqoni Maksum/NZ/10)
Sejumlah pengunjung memperhatikan pesawat helikopter angkut militer yang di gelar. (Foto: ANTARA/Zarqoni Maksum/NZ/10)
Sebuah atraksi terbang yang menampilkan sebuah pesawat tempur F-16 "mengawal" sebuah helikopter Boeing AH-64 Apache saat terbang melintasi arena pameran dirgantara Singapura Air Show 2010. (Foto: ANTARA/Zarqoni Maksum/NZ/10)
Sejumlah pengunjung memperhatikan pesawat helikopter angkut militer yang di gelar. (Foto: ANTARA/Zarqoni Maksum/NZ/10)
Wednesday, February 3, 2010
TNI Targetkan Pesan Dua Kapal Selam
3 Februari 2010, Jakarta -- Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut berencana memesan dua kapal selam dalam proses seleksi pengadaan tahun 2010. Menurut Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Agus Suhartono, penambahan itu ditujukan untuk menambah kekuatan TNI AL di laut.
“Kami sudah punya dua kapal selam, sekarang akan menambah dua lagi,” kata Agus usai penandatanganan nota kesepahaman mengenai pengawasan distibusi bahan bakar minyak dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi di atas Kapal Tanjung Nusanive, di Kolinlamil AL, Tanjung Priok, Rabu (3/2).
Saat ini, kata Agus, rencana pembelian kapal selam masih dalam tahap pembahasan TNI AL. Dalam pembahasan itu, TNI AL mempertimbangkan pemesanan kapal selam dengan mengedepankan spesifikasi kemampuan ketahananan selamnya dan kesesuaian kapal selam tersebut dengan alat utama sistem senjata yang dimiliki TNI AL. “Pemesanan juga harus disesuaikan dengan anggaran pemerintah,” ujar dia.
Agus menyatakan bila pembahasan rencana pembelian kapal selam itu telah mencapai penyusunan persyaratan teknik dan operasional kapal selam tersebut. Namun dia belum dapat memastikan apakah TNI AL akan melakukan pemesanan kapal ke Korea Selatan atau negara lainnya. “Negara mana yang akan memenuhi pemesanan kapal selam itu akan kami bahas lagi,” kata dia.
Hasil pembahasan itu nantinya akan dilaporkan ke Departemen Pertahanan untuk dibuka kepada publik
TEMPO Interaktif
Pemerintah Diminta Utamakan Produk Alutsista BUMN
Kapal cepat produksi industri kapal dalam negeri.
3 Februari 2010, Jakarta -- Anggota Komisi I DPR RI Enggartiasto Lukita mengharapkan pemerintah konsisten untuk memajukan industri pertahanan domestik dengan mengutamakan produk BUMN industri strategis dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) bagi TNI.
"Kami harapkan pemerintah tegas, konsisten dan berkomitmen untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri, dengan tidak lagi membeli produk-produk alutsista dari luar negeri yang sudah bisa diproduksi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang industri strategis," katanya di Jakarta, Rabu (3/2).
Anggota Fraksi Partai Golkar DPR itu menyatakan hal tersebut untuk merespons pernyataan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang akan menyusun Rencana Induk Industri Petahanan (RIIP). Enggartiasto menegaskan, kalau masih ada alutsista yang belum bisa dibuat di Indonesia, dipersyaratkan agar perusahaan asing itu bekerja sama dengan BUMN industri strategis di Indonesia. "Yakni dengan cara perjanjian kerja sama dan menetapkan penggunaan bahan-bahan lokalnya," ujarnya.
Untuk itu, menurut dia, anggaran alutsista haruslah multi years dan juga volume dan jumlahnya untuk lima tahun sudah bisa ditetapkan. "Selanjutnya, harus dilakukan pembenahan secara korporasi dan restrukturisasi BUMN bidang industri strategis, sehingga secara finansial mereka mampu untuk bekerja," katanya.
Caranya, kata Enggartiasto, pertama dengan penambahan modal, baik secara tunai maupun mengkonversikan utang BUMN tersebut ke pemerintah (jika ada). Kemudian dilakukan evaluasi aset kembali. "Kedua, jaminan pembayaran semacam 'letter of comfort' dari pemerintah," katanya.
MEDIA INDONESIA
3 Februari 2010, Jakarta -- Anggota Komisi I DPR RI Enggartiasto Lukita mengharapkan pemerintah konsisten untuk memajukan industri pertahanan domestik dengan mengutamakan produk BUMN industri strategis dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) bagi TNI.
"Kami harapkan pemerintah tegas, konsisten dan berkomitmen untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri, dengan tidak lagi membeli produk-produk alutsista dari luar negeri yang sudah bisa diproduksi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang industri strategis," katanya di Jakarta, Rabu (3/2).
Anggota Fraksi Partai Golkar DPR itu menyatakan hal tersebut untuk merespons pernyataan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang akan menyusun Rencana Induk Industri Petahanan (RIIP). Enggartiasto menegaskan, kalau masih ada alutsista yang belum bisa dibuat di Indonesia, dipersyaratkan agar perusahaan asing itu bekerja sama dengan BUMN industri strategis di Indonesia. "Yakni dengan cara perjanjian kerja sama dan menetapkan penggunaan bahan-bahan lokalnya," ujarnya.
Untuk itu, menurut dia, anggaran alutsista haruslah multi years dan juga volume dan jumlahnya untuk lima tahun sudah bisa ditetapkan. "Selanjutnya, harus dilakukan pembenahan secara korporasi dan restrukturisasi BUMN bidang industri strategis, sehingga secara finansial mereka mampu untuk bekerja," katanya.
Caranya, kata Enggartiasto, pertama dengan penambahan modal, baik secara tunai maupun mengkonversikan utang BUMN tersebut ke pemerintah (jika ada). Kemudian dilakukan evaluasi aset kembali. "Kedua, jaminan pembayaran semacam 'letter of comfort' dari pemerintah," katanya.
MEDIA INDONESIA
Indonesia Air Show Digelar pada 2013
A-4 Skyhawk TT-0414 TNI AU dipamerkan di ajang Indonesia Air Show June 1986 di Kemayoran, Jakarta. (Foto: indoflyer.net)
3 Februari 2010, Singapura -- Keberhasilan negara tetangga menggelar pameran pesawat terbang berskala internasional membuat Indonesia berniat menggelar kegiatan serupa pada tahun 2013.
"Rencana tahun 2013 kemungkinan Indonesia akan menggelar air show," ujar Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Herry Bhakti kepada wartawan di sela-sela Singapore Air Show 2010, Selasa (3/2/2010).
Menurut Herry, rencana mengelar pameran, saat ini sedang diusahakan oleh beberapa kelompok yang sebelumnya sudah memiliki pengalaman menggelar pameran di indonesia.
"Sekarang sedang difasilitasi oleh kelompok yang dulu pernah menggarap Indonesia Air Show," terangnya.
Jika teraliasasi, pameran ini akan digelar 2 tahun sekali sama seperti di Singapura.
"Ini untuk menunjukkan industri dirgantara Indonesia di dunia Internasional," tandasnya.
detiknews
3 Februari 2010, Singapura -- Keberhasilan negara tetangga menggelar pameran pesawat terbang berskala internasional membuat Indonesia berniat menggelar kegiatan serupa pada tahun 2013.
"Rencana tahun 2013 kemungkinan Indonesia akan menggelar air show," ujar Dirjen Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Herry Bhakti kepada wartawan di sela-sela Singapore Air Show 2010, Selasa (3/2/2010).
Menurut Herry, rencana mengelar pameran, saat ini sedang diusahakan oleh beberapa kelompok yang sebelumnya sudah memiliki pengalaman menggelar pameran di indonesia.
"Sekarang sedang difasilitasi oleh kelompok yang dulu pernah menggarap Indonesia Air Show," terangnya.
Jika teraliasasi, pameran ini akan digelar 2 tahun sekali sama seperti di Singapura.
"Ini untuk menunjukkan industri dirgantara Indonesia di dunia Internasional," tandasnya.
detiknews
Penyusunan Kualifikasi Kapal Selam TNI AL Selesai
Kapal selam kelas U-214 buatan HDW Jerman salah satu kandidat kapal selam yang akan diakuisisi TNI AL. U-214 memenuhi kualifikasi menyelam minimal dua minggu, kompatibel dengan alutsista TNI AL yang dimiliki, sepadan dengan kapal selam dengan negara tetangga. Jerman telah melakukan "ToT" U-214 dengan sejumlah negara. Harga salah satu kelemahannya. (Foto: HDW)
3 Februari 2010, Jakarta -- Rencana pembelian kapal selam oleh TNI AL sudah menyelesaikan tahap penyusunan permintaan spesifikasi dan teknis. Hasil penyusunan akan segera dipaparkan dalam pertemuan dengan Kementerian Pertahanan, Rabu siang (3/2), Jakarta.
"Spesifik requirement dan technical requirement sudah selesai kami susun," kata KSAL Laksamana Madya Agus Suhartono kepada wartawan di Jakarta, Rabu (3/2). Kualifikasi kapal selam tersebut terdiri dari kemampuan ketahanan menyelam, kompatibel dengan alutsista yang dimiliki, dan sesuai dengan anggaran pemerintah yang ada.
Detail kualifikasinya, sambung dia, tidak berbeda jauh dengan susunan terdahulu namun terdapat penekanan lebih terhadap ketahanan menyelam. Ia beberapa waktu lalu mengatakan bahwa ketahanan menyelam minimal setidaknya dua minggu sekali operasi. Jika kurang, operasi penyelaman tentu tak bisa berjalan optimal.
"Kebutuhan kapal selam baru dua unit. Kenapa lambat? Itu karena perlu peninjauan kembali," sahutnya.
Ia menyatakan bahwa pembukaan secara luas atas kebutuhan itu akan dilakukan oleh Kemenhan. Sebelumnya, pihaknya akan membahas rinciannya kebutuhan kapal selam siang ini. "Nanti siang, kami ke Dephan akan membahas minimum essential force, berapa kekuatan yang kita butuhkan. Lebih khusus lagi berapa kapal selam yang kita butuhkan," tandasnya.
MEDIA INDONESIA
3 Februari 2010, Jakarta -- Rencana pembelian kapal selam oleh TNI AL sudah menyelesaikan tahap penyusunan permintaan spesifikasi dan teknis. Hasil penyusunan akan segera dipaparkan dalam pertemuan dengan Kementerian Pertahanan, Rabu siang (3/2), Jakarta.
"Spesifik requirement dan technical requirement sudah selesai kami susun," kata KSAL Laksamana Madya Agus Suhartono kepada wartawan di Jakarta, Rabu (3/2). Kualifikasi kapal selam tersebut terdiri dari kemampuan ketahanan menyelam, kompatibel dengan alutsista yang dimiliki, dan sesuai dengan anggaran pemerintah yang ada.
Detail kualifikasinya, sambung dia, tidak berbeda jauh dengan susunan terdahulu namun terdapat penekanan lebih terhadap ketahanan menyelam. Ia beberapa waktu lalu mengatakan bahwa ketahanan menyelam minimal setidaknya dua minggu sekali operasi. Jika kurang, operasi penyelaman tentu tak bisa berjalan optimal.
"Kebutuhan kapal selam baru dua unit. Kenapa lambat? Itu karena perlu peninjauan kembali," sahutnya.
Ia menyatakan bahwa pembukaan secara luas atas kebutuhan itu akan dilakukan oleh Kemenhan. Sebelumnya, pihaknya akan membahas rinciannya kebutuhan kapal selam siang ini. "Nanti siang, kami ke Dephan akan membahas minimum essential force, berapa kekuatan yang kita butuhkan. Lebih khusus lagi berapa kapal selam yang kita butuhkan," tandasnya.
MEDIA INDONESIA
TNI AL - BPH Migas Sepakati Pengawasan Distribusi BBM
3 Februari 2010, Jakarta -- TNI Angkatan Laut dan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas menyepakati pengawasan kegiatan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) di wilayah yurisdiksi nasional Indonesia.
Kesepakatan itu dituangkan dalam nota kesepakatan bersama yang ditandatangani Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Agus Suhartono dan Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Evita Herawati Legowo di KRI Nusanive-973, di Dermaga Komando Lintas Laut Militer Tanjung Priok, Jakarta, Rabu.
Nota kesepahaman itu mencakup pelatihan terpadu untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan pengawasan, penyelidikan dan penyidikan terkait penyediaan serta pendistribusian BBM di wilayah yurisdiksi nasional Indonesia, secara terkoordinasi.
Selain itu kedua pihak sepakat untuk melaksanakan pertukaran data dan informasi untuk kepentingan bersama dengan tetap memperhatikan kerahasiaan bagi kepentingan nasional.
Nota kesepahaman juga mencakup penyediaan sarana prasarana serta dukungan anggaran sesuai peraturan perundang-undangan.
Kesepakatan itu berlaku selama tiga tahun terhitung sejak ditandatangani nota kesepahaman dan akan dievaluasi satu tahun sekali untuk menilai kinerja.
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Agus Suhartono mengatakan, kerja sama dengan BPH Migas dilatarbelakangi terbatasnya sarana penegakkan hukum yang tidak sebanding dengan makin tingginya kejahatan serta pelanggaran hukum di laut.
"Salah satu pelanggaran dan kejahatan di laut adalah penyalahgunaan saat penyediaan, pendistribusian, pengangkutan BBM di wilayah perairan yurisdiksi nasional, mengingat BBM adalah bahan strategis," katanya.
Sementara itu, Kepala BPH Migas Tubagus mengatakan, tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dan BBM komersial menjadikan barang itu rawan diselewengkan oleh pihak-pihak tertentu, terutama dalam penyediaan dan pendistribusian.
"Penyelewengan itu dapat terjadi di darat maupun di laut. Namun, untuk penanganan di laut BPH Migas masih belum optimal karena keterbatasan sarana, fasilitas dan personel di laut maka perlu dilakukan kerja sama dengan TNI Angkatan Laut," katanya.
Ia menjelaskan, TNI Angkatan Laut memiliki sarana dan personel yang memadai untuk mengawasi penyediaan dan pendistribusian BBM di wilayah perairan yurisdiksi nasional, mengingat TNI Angkatan Laut mempunyai wewenang penegakan hukum di laut.
ANTARA News
Dengan Radar Amati Pesisir
Monitor INDRA. (Foto:beritahankam)
3 Februari 2010 -- Memiliki garis pantai sepanjang 81.000 kilometer tidak mudah bagi Indonesia mengawasi aksi ilegal dan terjadinya kecelakaan serta pencemaran laut. Dengan mengoperasikan radar, petugas patroli dan pengawas pantai dapat mengamati dan kemudian mengatasi masalah tersebut dengan cepat.
Keberadaan sistem radar dalam memantau kondisi lalu lintas laut dan udara memang sangat penting untuk menekan kasus kecelakaan di sektor transportasi. Kecelakaan di laut berpotensi menimbulkan pencemaran akibat tumpahan minyak dari kapal. Apalagi, jika kecelakaan menimpa kapal tanker seperti yang pernah terjadi di Selat Malaka dan Pelabuhan Cilacap beberapa tahun lalu.
Sayangnya, radar yang digunakan untuk pemantauan lalu lintas pelayaran saat ini telah ketinggalan zaman. Selain itu, jumlah dan kemampuannya juga amat terbatas. Maka, untuk memantau wilayah Indonesia yang berbatasan dengan negara tetangga, misalnya Singapura, pihak Indonesia mengandalkan sarana pemantau milik negara tetangga ini.
Saat ini dengan meningkatnya arus lalu lintas kapal laut di wilayah jalur pelayaran yang padat di Indonesia, dukungan sistem pengawas dan pemantau lalu lintas tidak hanya perlu ditingkatkan jumlahnya, tetapi juga kemampuannya.
Menurut Syahrul Aiman, Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, kebutuhan radar di Indonesia mulai dari 800 hingga 900 buah, tetapi jumlah yang terpasang saat ini masih di bawah angka 30 dan semuanya buatan asing. Di antaranya adalah delapan radar buatan AS yang dipasang di sepanjang Selat Malaka. Harganya per unit 8 miliar dollar AS.
Karena fungsi radar sangat penting untuk transportasi laut dan udara, tambah Syahrul, perlu dilakukan pengembangan kemampuan dalam negeri Indonesia sendiri untuk penyediaan radar secara mandiri.
Selama ini ia melihat prosedur pembelian radar dari luar negeri sulit karena bersifat strategis, selain harganya yang mahal. Hal ini menjadi hambatan bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan peralatan radar. Hal inilah yang mendorong LIPI mengembangkan prototipe radar sendiri untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Radar modern
Melakukan penelitian, rancang bangun sejak tahun 2006, Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI berhasil menciptakan radar pengawas pantai.
Radar ini menggunakan teknologi modern, yaitu frequency- modulated continuous wave (FM-CW) sehingga konsumsi daya dan ukuran radar menjadi lebih kecil dibandingkan dengan tipe yang konvensional, tanpa mengurangi kinerja standarnya.
Mashury Wahab, Koordinator Peneliti Radar LIPI, menjelaskan, radar yang dapat memantau hingga radius 64 kilometer ini hanya menggunakan daya 2 watt, sedangkan sistem yang lama yang menggunakan tabung magnetron memerlukan daya hingga 10 megawatt.
Pembuatan radar ini melibatkan pihak TU Delf Belanda dalam desain dan teknisnya, tetapi peranti lunaknya dikembangkan sendiri oleh peneliti LIPI. Sistem karya LIPI ini memiliki kandungan lokal 40 persen. Dengan memanfaatkan potensi lokal, harga radar yang bisa mencapai lebih dari 8 miliar rupiah itu dapat direduksi hingga 40 persen, jelas Mashury, doktor bidang pemroses sinyal dari Curtin University of Technology Australia.
Prototipe tersebut, yang dikembangkan sejak tahun 2006, awal Mei ini mulai diuji coba di Bandung dan di Pelabuhan Merak Banten untuk memantau lalu lintas kapal. Ketika itu hasilnya menunjukkan bahwa alat tersebut masih memerlukan penyempurnaan dalam hal tampilan dan peranti lunaknya. Setelah mendapat perbaikan pada uji coba di Pantai Anyer pada Desember 2009, hasilnya baik.
Radar pantai buatan LIPI tersebut memiliki daya jangkau hingga 60 kilometer. Namun karena faktor kelengkungan horizon, radar itu hanya dapat melihat kawasan sejauh 30 kilometer, tambah Hiskia Sirait, Kepala Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI.
Jejaring radar
Pengembangan sistem radar di dalam negeri, lanjut Syahrul, memungkinkan pengembangan jejaring radar di Indonesia dapat ”berkomunikasi” karena menggunakan sistem yang sama. Hingga tahun 2014, LIPI akan mengembangkan jejaring radar pengamat pantai dengan sistem tersebut.
Untuk fabrikasi karya inovasi ini, telah ada beberapa industri nasional yang berminat. Selain itu, saat ini juga telah ada permintaan nonformal dari pihak terkait, seperti TNI AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi Keamanan Laut, serta Kementerian Perhubungan.
Selain LIPI, sesungguhnya ada Divisi Radio & Communications System (RCS) dari PT Solusi 247 yang melibatkan peneliti lulusan ITB dan Universitas di Belanda yang juga berhasil mengembangkan radar navigasi kapal. Untuk ini, RCS juga menerapkan FM-CW pada radar tersebut. Pembuatan radar ini juga melibatkan peneliti LIPI dalam pengukuran dan pembangunan konstruksinya. (Yuni Ikawati)
KOMPAS
3 Februari 2010 -- Memiliki garis pantai sepanjang 81.000 kilometer tidak mudah bagi Indonesia mengawasi aksi ilegal dan terjadinya kecelakaan serta pencemaran laut. Dengan mengoperasikan radar, petugas patroli dan pengawas pantai dapat mengamati dan kemudian mengatasi masalah tersebut dengan cepat.
Keberadaan sistem radar dalam memantau kondisi lalu lintas laut dan udara memang sangat penting untuk menekan kasus kecelakaan di sektor transportasi. Kecelakaan di laut berpotensi menimbulkan pencemaran akibat tumpahan minyak dari kapal. Apalagi, jika kecelakaan menimpa kapal tanker seperti yang pernah terjadi di Selat Malaka dan Pelabuhan Cilacap beberapa tahun lalu.
Sayangnya, radar yang digunakan untuk pemantauan lalu lintas pelayaran saat ini telah ketinggalan zaman. Selain itu, jumlah dan kemampuannya juga amat terbatas. Maka, untuk memantau wilayah Indonesia yang berbatasan dengan negara tetangga, misalnya Singapura, pihak Indonesia mengandalkan sarana pemantau milik negara tetangga ini.
Saat ini dengan meningkatnya arus lalu lintas kapal laut di wilayah jalur pelayaran yang padat di Indonesia, dukungan sistem pengawas dan pemantau lalu lintas tidak hanya perlu ditingkatkan jumlahnya, tetapi juga kemampuannya.
Menurut Syahrul Aiman, Deputi Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI, kebutuhan radar di Indonesia mulai dari 800 hingga 900 buah, tetapi jumlah yang terpasang saat ini masih di bawah angka 30 dan semuanya buatan asing. Di antaranya adalah delapan radar buatan AS yang dipasang di sepanjang Selat Malaka. Harganya per unit 8 miliar dollar AS.
Karena fungsi radar sangat penting untuk transportasi laut dan udara, tambah Syahrul, perlu dilakukan pengembangan kemampuan dalam negeri Indonesia sendiri untuk penyediaan radar secara mandiri.
Selama ini ia melihat prosedur pembelian radar dari luar negeri sulit karena bersifat strategis, selain harganya yang mahal. Hal ini menjadi hambatan bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan peralatan radar. Hal inilah yang mendorong LIPI mengembangkan prototipe radar sendiri untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.
Radar modern
Melakukan penelitian, rancang bangun sejak tahun 2006, Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI berhasil menciptakan radar pengawas pantai.
Radar ini menggunakan teknologi modern, yaitu frequency- modulated continuous wave (FM-CW) sehingga konsumsi daya dan ukuran radar menjadi lebih kecil dibandingkan dengan tipe yang konvensional, tanpa mengurangi kinerja standarnya.
Mashury Wahab, Koordinator Peneliti Radar LIPI, menjelaskan, radar yang dapat memantau hingga radius 64 kilometer ini hanya menggunakan daya 2 watt, sedangkan sistem yang lama yang menggunakan tabung magnetron memerlukan daya hingga 10 megawatt.
Pembuatan radar ini melibatkan pihak TU Delf Belanda dalam desain dan teknisnya, tetapi peranti lunaknya dikembangkan sendiri oleh peneliti LIPI. Sistem karya LIPI ini memiliki kandungan lokal 40 persen. Dengan memanfaatkan potensi lokal, harga radar yang bisa mencapai lebih dari 8 miliar rupiah itu dapat direduksi hingga 40 persen, jelas Mashury, doktor bidang pemroses sinyal dari Curtin University of Technology Australia.
Prototipe tersebut, yang dikembangkan sejak tahun 2006, awal Mei ini mulai diuji coba di Bandung dan di Pelabuhan Merak Banten untuk memantau lalu lintas kapal. Ketika itu hasilnya menunjukkan bahwa alat tersebut masih memerlukan penyempurnaan dalam hal tampilan dan peranti lunaknya. Setelah mendapat perbaikan pada uji coba di Pantai Anyer pada Desember 2009, hasilnya baik.
Radar pantai buatan LIPI tersebut memiliki daya jangkau hingga 60 kilometer. Namun karena faktor kelengkungan horizon, radar itu hanya dapat melihat kawasan sejauh 30 kilometer, tambah Hiskia Sirait, Kepala Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI.
Jejaring radar
Pengembangan sistem radar di dalam negeri, lanjut Syahrul, memungkinkan pengembangan jejaring radar di Indonesia dapat ”berkomunikasi” karena menggunakan sistem yang sama. Hingga tahun 2014, LIPI akan mengembangkan jejaring radar pengamat pantai dengan sistem tersebut.
Untuk fabrikasi karya inovasi ini, telah ada beberapa industri nasional yang berminat. Selain itu, saat ini juga telah ada permintaan nonformal dari pihak terkait, seperti TNI AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi Keamanan Laut, serta Kementerian Perhubungan.
Selain LIPI, sesungguhnya ada Divisi Radio & Communications System (RCS) dari PT Solusi 247 yang melibatkan peneliti lulusan ITB dan Universitas di Belanda yang juga berhasil mengembangkan radar navigasi kapal. Untuk ini, RCS juga menerapkan FM-CW pada radar tersebut. Pembuatan radar ini juga melibatkan peneliti LIPI dalam pengukuran dan pembangunan konstruksinya. (Yuni Ikawati)
KOMPAS
Delegasi TNI AL Menuju Milan 2010
KRI Imam Bonjol-383.
3 Februari 2010, Jakarta -- Komandan Gugus Tempur Laut (Danguspurla) Armabar Laksamana Pertama TNI Didit Herdiawan, MPA, MBA selaku Delegasi TNI AL pada kegiatan Milan 2010, Selasa (2/2) memberikan briefing kepada Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Milan 2010 Kolonel Laut (P) I Wayan Suarjaya, SSos didampingi Komandan Lanal Sabang Kolonel Laut (E) Yanuar Handiwiono sesaat sebelum bertolak dari Dermaga Sabang menuju ke Port Blair India dengan menggunakan KRI Imam Bonjol-383.
Menurut Kadispen Koarmabar Letkol Laut (Kh) Drs Supriyono, KRI Imam Bonjol-383 dari satuan kapal eskorta Armabar dikomandani Mayor Laut (P) Johanes Djanarko Wibowo.
Selain meningkatkan kerjasama dan mempererat hubungan baik Angkatan Laut India dan Angkatan Laut Indonesia maupun kedua negara, Satgas Milan 2010 ini selama berada di India akan melaksanakan beberapa kegiatan diantaranya seminar tentang penanggulangan bencana alam, diskusi dan latihan bersama Angkatan Laut India (Table Top Exercise), olahraga bersama, cocktail party, atraksi kebudayaan dan kirab kota, dan Passex.
PELITA
3 Februari 2010, Jakarta -- Komandan Gugus Tempur Laut (Danguspurla) Armabar Laksamana Pertama TNI Didit Herdiawan, MPA, MBA selaku Delegasi TNI AL pada kegiatan Milan 2010, Selasa (2/2) memberikan briefing kepada Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Milan 2010 Kolonel Laut (P) I Wayan Suarjaya, SSos didampingi Komandan Lanal Sabang Kolonel Laut (E) Yanuar Handiwiono sesaat sebelum bertolak dari Dermaga Sabang menuju ke Port Blair India dengan menggunakan KRI Imam Bonjol-383.
Menurut Kadispen Koarmabar Letkol Laut (Kh) Drs Supriyono, KRI Imam Bonjol-383 dari satuan kapal eskorta Armabar dikomandani Mayor Laut (P) Johanes Djanarko Wibowo.
Selain meningkatkan kerjasama dan mempererat hubungan baik Angkatan Laut India dan Angkatan Laut Indonesia maupun kedua negara, Satgas Milan 2010 ini selama berada di India akan melaksanakan beberapa kegiatan diantaranya seminar tentang penanggulangan bencana alam, diskusi dan latihan bersama Angkatan Laut India (Table Top Exercise), olahraga bersama, cocktail party, atraksi kebudayaan dan kirab kota, dan Passex.
PELITA
Kerja Sama Militer RI-Rusia
Tiga unit pesawat Sukhoi SU-30MK2 TNI AU. (Foto: TNI AU)
3 Februari 2010 -- Oleh Hubungan diplomatik RI-Rusia dimulai 3 Februari 1950. Rusia kala itu bernama Uni Soviet, merupakan sponsor diterimanya Indonesia menjadi anggota PBB dan telah mengakui Indonesia sejak tahun 1948. Selama ini Rusia belum pernah memberikan persenjataan bekas, justru alat perang yang diserahkan adalah terbaik di zamannya, terakhir Su-27 SK dan Su-30 MK, jenis yang belum dipakai di negaranya.
Dalam perjalanan yang berliku selama 60 tahun (1950–2010) sebagai sahabat dan teman malah sempat mencapai titik nadir manakala ada perintah dari ”penguasa” untuk mengisi tangki bahan bakar TU-16 milik AURI dengan air pascatragedi G-30S. Padahal, beberapa tahun sebelumnya pembom jarak jauh jenis TU-16 sempat memperkuat armada Angkatan Udara untuk menjadi yang terkuat di belahan bumi selatan.
Bukan hanya 26 unit bomber TU-16 yang dimiliki Angkatan Udara saat itu, lebih dari 100 unit pesawat tempur (MiG-15/17 19/21), dua lusin unit pembom taktis Ilyusin-28, dan puluhan unit helikopter termasuk helly terbesar di dunia jenis Mi-6 juga didatangkan dalam kurun waktu lima tahun. Dalam waktu yang sama Angkatan Laut juga memperoleh 104 unit kapal perang berbagai jenis termasuk 10 kapal selam kelas Whisky dan juga kapal penjelajah kelas Swerdlov yang dinamakan RI Irian, menjadikan armada Indonesia kekuatan terbesar Angkatan Laut di Asia setelah China.
Lapis kedua juga penuh persenjataan dari Rusia, termasuk puluhan pesawat angkut berat Antonov-12 dan Ilyusin 14 Avia, satu di antaranya dinamakan Dolok Martimbang sebagai pesawat Kepresidenan. Sementara arsenal militer kita dijejali senjata yang hanya dimiliki Uni Soviet, yaitu peluru kendali SA-75 untuk sasaran udara, peluru kendali sasaran permukaan jenis KC-1 Kometa, torpedo jenis SEAT-50 yang dapat mencari sasaran sendiri serta berbagai bom dan ranjau laut terbaik di zamannya, serta senapan legendaris AK-47.
Gejolak politik antara Rusia- Indonesia ikut memengaruhi kemampuan persenjataan militer kita. Meskipun sebelumnya Indonesia merupakan operator kedua semua jenis senjata ampuh keluaran Soviet, kali ini tidak. Pasca-G-30S semua alutsista eks Rusia dikandangkan, pengadaan suku cadang dibatalkan. Meskipun terseok, kedua negara tetap menjalin persahabatan lewat jalur diplomatik. Bahkan, Uni Soviet pada 9 Januari 1967 memutihkan sisa utang Indonesia sebesar 700 juta dollar AS, suatu keputusan yang sangat membantu di tengah kesulitan keuangan kala itu.
Era baru semangat lama
Selama kepemimpinan Bung Karno, tiga kali beliau berkunjung ke Rusia dalam periode 1956-1964, dibalas kunjungan Nikita Khrushchev pada tahun 1957. Dalam pemerintahan Orde Baru, Pak Harto berkunjung pada tahun 1989 yang meletakkan dasar persahabatan baru. Tiga hari pasca-runtuhnya Uni Soviet pada tanggal 25 Desember 1991, kedua pemerintah bersepakat untuk tetap melanjutkan persahabatan, bila mungkin ditingkatkan. Kali ini Indonesia tanpa beban selepas bayang-bayang paham komunis yang menjadi resistensi.
Tonggak sejarah penting saat Bu Megawati pada bulan April 2003 berkunjung ke Rusia. Kali ini Indonesia mendapat empat unit Sukhoi terbaru, konon jenis yang belum dioperasikan oleh Angkatan Udara Rusia. Adapun SBY pada Desember 2006 juga melawat ke Rusia, sinyal yang baik dan disambut positif oleh Rusia. Kunjungan balasan Vladimir Putin ke Indonesia (September 2007) dengan membawa pinjaman lunak satu miliar dollar AS ditandatangani kedua kepala negara untuk pembelian persenjataan saja. Bantuan yang sangat besar dan belum direalisasi hingga kini, perbedaan sistem menjadi kendala.
Sahabat lama ini memang mempunyai sistem perawatan pesawat yang sangat unik dan tidak cocok bila diterapkan dengan sistem Barat yang kita kenal selama ini. Sistem kita menyebutkan bahwa harus ada pengajuan suku cadang yang rusak, lalu dianggarkan dan ditenderkan, baru dibeli bila sudah ada alokasi dana. Butuh waktu dan birokrasi, kita menyebutnya lead time yang berlangsung sekitar dua tahun. Rusia mengenal direct maintenance system serta penyediaan ”apotek”, semua suku cadang tinggal ambil di apotek dan dibayar sesuai penggunaan, mudah disebut, tetapi sulit dijabarkan di lapangan.
Akibatnya, saat ini, hanya karena kekurangan satu suku cadang yang bernama KBY (time delay unit 0,5 detik), ada pesawat Sukhoi kita tidak laik terbang. Suku cadang seharga 5.000 dollar AS sebesar kelingking baru pada tahap UP (usulan pemesanan), jadi masih butuh waktu dua tahun lagi. Kalau saja sistem ”apotek” diberlakukan, besok pagi pesawat Sukhoi sudah dalam status laik terbang lagi.
Persahabatan selama 60 tahun cukup waktu untuk memahami keduanya kalau kita ingat pepatah Rusia yang menyatakan ”Net druga-ishi, a nashol-beregi” yang bermakna ”tak kenal, maka tak sayang”. (F Djoko Poerwoko)
KOMPAS
3 Februari 2010 -- Oleh Hubungan diplomatik RI-Rusia dimulai 3 Februari 1950. Rusia kala itu bernama Uni Soviet, merupakan sponsor diterimanya Indonesia menjadi anggota PBB dan telah mengakui Indonesia sejak tahun 1948. Selama ini Rusia belum pernah memberikan persenjataan bekas, justru alat perang yang diserahkan adalah terbaik di zamannya, terakhir Su-27 SK dan Su-30 MK, jenis yang belum dipakai di negaranya.
Dalam perjalanan yang berliku selama 60 tahun (1950–2010) sebagai sahabat dan teman malah sempat mencapai titik nadir manakala ada perintah dari ”penguasa” untuk mengisi tangki bahan bakar TU-16 milik AURI dengan air pascatragedi G-30S. Padahal, beberapa tahun sebelumnya pembom jarak jauh jenis TU-16 sempat memperkuat armada Angkatan Udara untuk menjadi yang terkuat di belahan bumi selatan.
Bukan hanya 26 unit bomber TU-16 yang dimiliki Angkatan Udara saat itu, lebih dari 100 unit pesawat tempur (MiG-15/17 19/21), dua lusin unit pembom taktis Ilyusin-28, dan puluhan unit helikopter termasuk helly terbesar di dunia jenis Mi-6 juga didatangkan dalam kurun waktu lima tahun. Dalam waktu yang sama Angkatan Laut juga memperoleh 104 unit kapal perang berbagai jenis termasuk 10 kapal selam kelas Whisky dan juga kapal penjelajah kelas Swerdlov yang dinamakan RI Irian, menjadikan armada Indonesia kekuatan terbesar Angkatan Laut di Asia setelah China.
Lapis kedua juga penuh persenjataan dari Rusia, termasuk puluhan pesawat angkut berat Antonov-12 dan Ilyusin 14 Avia, satu di antaranya dinamakan Dolok Martimbang sebagai pesawat Kepresidenan. Sementara arsenal militer kita dijejali senjata yang hanya dimiliki Uni Soviet, yaitu peluru kendali SA-75 untuk sasaran udara, peluru kendali sasaran permukaan jenis KC-1 Kometa, torpedo jenis SEAT-50 yang dapat mencari sasaran sendiri serta berbagai bom dan ranjau laut terbaik di zamannya, serta senapan legendaris AK-47.
Gejolak politik antara Rusia- Indonesia ikut memengaruhi kemampuan persenjataan militer kita. Meskipun sebelumnya Indonesia merupakan operator kedua semua jenis senjata ampuh keluaran Soviet, kali ini tidak. Pasca-G-30S semua alutsista eks Rusia dikandangkan, pengadaan suku cadang dibatalkan. Meskipun terseok, kedua negara tetap menjalin persahabatan lewat jalur diplomatik. Bahkan, Uni Soviet pada 9 Januari 1967 memutihkan sisa utang Indonesia sebesar 700 juta dollar AS, suatu keputusan yang sangat membantu di tengah kesulitan keuangan kala itu.
Era baru semangat lama
Selama kepemimpinan Bung Karno, tiga kali beliau berkunjung ke Rusia dalam periode 1956-1964, dibalas kunjungan Nikita Khrushchev pada tahun 1957. Dalam pemerintahan Orde Baru, Pak Harto berkunjung pada tahun 1989 yang meletakkan dasar persahabatan baru. Tiga hari pasca-runtuhnya Uni Soviet pada tanggal 25 Desember 1991, kedua pemerintah bersepakat untuk tetap melanjutkan persahabatan, bila mungkin ditingkatkan. Kali ini Indonesia tanpa beban selepas bayang-bayang paham komunis yang menjadi resistensi.
Tonggak sejarah penting saat Bu Megawati pada bulan April 2003 berkunjung ke Rusia. Kali ini Indonesia mendapat empat unit Sukhoi terbaru, konon jenis yang belum dioperasikan oleh Angkatan Udara Rusia. Adapun SBY pada Desember 2006 juga melawat ke Rusia, sinyal yang baik dan disambut positif oleh Rusia. Kunjungan balasan Vladimir Putin ke Indonesia (September 2007) dengan membawa pinjaman lunak satu miliar dollar AS ditandatangani kedua kepala negara untuk pembelian persenjataan saja. Bantuan yang sangat besar dan belum direalisasi hingga kini, perbedaan sistem menjadi kendala.
Sahabat lama ini memang mempunyai sistem perawatan pesawat yang sangat unik dan tidak cocok bila diterapkan dengan sistem Barat yang kita kenal selama ini. Sistem kita menyebutkan bahwa harus ada pengajuan suku cadang yang rusak, lalu dianggarkan dan ditenderkan, baru dibeli bila sudah ada alokasi dana. Butuh waktu dan birokrasi, kita menyebutnya lead time yang berlangsung sekitar dua tahun. Rusia mengenal direct maintenance system serta penyediaan ”apotek”, semua suku cadang tinggal ambil di apotek dan dibayar sesuai penggunaan, mudah disebut, tetapi sulit dijabarkan di lapangan.
Akibatnya, saat ini, hanya karena kekurangan satu suku cadang yang bernama KBY (time delay unit 0,5 detik), ada pesawat Sukhoi kita tidak laik terbang. Suku cadang seharga 5.000 dollar AS sebesar kelingking baru pada tahap UP (usulan pemesanan), jadi masih butuh waktu dua tahun lagi. Kalau saja sistem ”apotek” diberlakukan, besok pagi pesawat Sukhoi sudah dalam status laik terbang lagi.
Persahabatan selama 60 tahun cukup waktu untuk memahami keduanya kalau kita ingat pepatah Rusia yang menyatakan ”Net druga-ishi, a nashol-beregi” yang bermakna ”tak kenal, maka tak sayang”. (F Djoko Poerwoko)
KOMPAS
AU Sudan Tambah MiG-29
3 Februari 2010 -- Sudan menerima pesawat militer dari Rusia untuk digunakan melawan pemberontak di Darfur, diberitakan sebuah surat kabar.
Angkatan Udara Sudan telah mengoperasikan pesawat sayap tetap dan rotari untuk perang konvensional maupun anti gerilya, menurut worldtribune.com .
AU Sudan mengoperasikan empat helikopter tempur Mi-35 digunakan menyerang pemberontak di provinsi Darfur, serta delapan jet tempur Su-25 Frogfoot dioperasikan sejak 2009, ditempatkan di pangkalan militer Seidna.
Sudan akan menerima tambahan jet tempur MiG-29 dari Rusia berdasarkan kontrak yang ditandatangani November 2008.
Armada MiG-29 AU Sudan terdiri dari 10 MiG-29SE dan dua MiG-29UB yang diterima pada 2004.
Brahmand/@beritahankam
Tuesday, February 2, 2010
KRI Kerapu Gagalkan Penyelundupan Kayu Hitam dari Nunukan ke Tawau Malaysia
2 Februari 2010, Nunukan -- KRI Kerapu berhasil menggagalkan penyelundupan 20 meter kubik kayu hitam dari Nunukan ke Tawau Malayasi Minggu malam lalu (31/1). Komandan KRI Kerapu Mayor Laut (P) Donny Suharto menjelaskan, anak buahnya menangkap sembilan ABK dari dua kapal motor yang hendak menyelundupkan kayu-kayu itu.
Donny menjelaskan, penangkapan tersebut dilakukan sekitar pukul 20.30 Wita. Saat itu, KRI Kerapu sedang berpatroli rutin di perairan perbatasan Karang Unarang. Tiba-tiba sinyal KRI bernomor lambung 802 itu menemukan dua dua kapal motor kayu.
KRI Kerapu 812. (Foto: Koarmabar)
Karena curiga, KRI Kerapu mendekati dua kapal yang belakangan diketahui bernama KM Azizah dan KM Harapan Baru itu. Kecurigaan KRI Kerapu bertambah lantaran KM Azizah dan KM Harapan Baru tiba-tiba menambah kecepatan menuju ke arah utara perairan berbatasan Karang Unarang.
JAWA POS
Program 100 Hari Kemhan Mencapai Target 100 Persen
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
2 Februari 2010, Jakarta -- Kementerian Pertahanan RI (Kemhan) memastikan program 100 hari telah mencapai 100 persen dan berjalan sesuai yang diharapkan pada 28 Januari 2010 bertepatan dengan 100 hari berjalan Kabinet Indonesia Bersatu ke II. Dari keenam program 100 hari Kemhan yang telah direncanakan, dapat terpenuhi sesuai dengan target - target yang ditetapkan.
Keenam program Kemhan tersebut meliputi, penyusunan konsep kebijakan khusus penetapan wilayah perbatasan dan pulau terluar, merumuskan remunerasi prajurit, merumuskan tindak lanjut proses pengalihan bisnis TNI, memantapkan perumusan legislasi yang telah ditetapkan dalam prolegnas, memantapkan kebijakan khusus di wilayah perbatasan, terdepan dan terluar melalui pemberian tunjangan khusus bagi penjaga perbatasan dan revitalisasi industri pertahanan.
Pada program pertama, Kemhan telah menyusun konsep kebijakan khusus penetapan wilayah perbatasan dan pulau terluar melalui kegiatan yang telah dilaksanakan yaitu rapat interdept dan dalam hal ini telah tercapai 100%. Kemudian program kedua yaitu merumuskan Remunerasi prajurit melalui kegiatan yang telah dilaksanakan yaitu proses pelaporan Reformasi Birokrasi Kemhan mencapai final dan dalam hal ini telah tercapai 100 %.
Sedangkan program yang ketiga, yaitu merumuskan tindak lanjut proses pengalihan bisnis TNI melalui kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain posisi Permenkeu saat ini sudah final di Menkeu dan dalam hal ini telah tercapai 100 %.
Keempat, memantapkan perumusan legislasi yang telah ditetapkan dalam prolegnas melalui kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain telah diselesaikannya penyempurnaan draft RUU tentang Peradilan Militer versi pemerintah, telah dilaksanakan rapat antardep dalam rangka membahas konsep jawaban atas pernyataan Dewan Pers, telah diterbitkan Surat Presiden kepada DPR Nomor : R-5/Pres/ 1/2010 untuk keperluan pembahasan RUU tentang Komponen Cadangan Negara di DPR RI guna mendapatkan persetujuan bersama Surat Presiden Nomor: B-104-M. Sesneg/D-4/01/2010 tentang penunjukan wakil untuk membahas RUU tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara dan terselenggaranya koordinasi dengan instansi terkait mengenai eksistensi RUU tentang Keamanan Nasional. dan dalam hal ini telah tercapai 100 %.
Sementara itu pada program yang kelima, memantapkan kebijakan khusus di wilayah perbatasan, terdepan dan terluar melalui pemberian tunjangan khusus bagi penjaga perbatasan sebelum Januari 2010 melalui kegiatan yang telah dilaksanakan adalah penandatanganan Surat Izin Prinsip oleh Menkeu dengan nomor : S-5/MK.02/2010 tanggal 19 Januari 2010 selanjutnya naskah Perpres akan diajukan ke Presiden dengan surat Menpan nomor B/228/M-PAN-RB/1/2010 tanggal 26 Januari 2010. dan dalam program ini telah tercapai 100 %.
Dan terakhir yang keenam, adalah revitalisasi industri pertahanan melalui kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain penyusunan Perpres KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan), penyusunan Master Plan Industri Pertahanan TA. 2010-2025 dan pembuatan Prosiding Workshop Nasional. Dalam hal ini telah tercapai 100 %.
DMC
2 Februari 2010, Jakarta -- Kementerian Pertahanan RI (Kemhan) memastikan program 100 hari telah mencapai 100 persen dan berjalan sesuai yang diharapkan pada 28 Januari 2010 bertepatan dengan 100 hari berjalan Kabinet Indonesia Bersatu ke II. Dari keenam program 100 hari Kemhan yang telah direncanakan, dapat terpenuhi sesuai dengan target - target yang ditetapkan.
Keenam program Kemhan tersebut meliputi, penyusunan konsep kebijakan khusus penetapan wilayah perbatasan dan pulau terluar, merumuskan remunerasi prajurit, merumuskan tindak lanjut proses pengalihan bisnis TNI, memantapkan perumusan legislasi yang telah ditetapkan dalam prolegnas, memantapkan kebijakan khusus di wilayah perbatasan, terdepan dan terluar melalui pemberian tunjangan khusus bagi penjaga perbatasan dan revitalisasi industri pertahanan.
Pada program pertama, Kemhan telah menyusun konsep kebijakan khusus penetapan wilayah perbatasan dan pulau terluar melalui kegiatan yang telah dilaksanakan yaitu rapat interdept dan dalam hal ini telah tercapai 100%. Kemudian program kedua yaitu merumuskan Remunerasi prajurit melalui kegiatan yang telah dilaksanakan yaitu proses pelaporan Reformasi Birokrasi Kemhan mencapai final dan dalam hal ini telah tercapai 100 %.
Sedangkan program yang ketiga, yaitu merumuskan tindak lanjut proses pengalihan bisnis TNI melalui kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain posisi Permenkeu saat ini sudah final di Menkeu dan dalam hal ini telah tercapai 100 %.
Keempat, memantapkan perumusan legislasi yang telah ditetapkan dalam prolegnas melalui kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain telah diselesaikannya penyempurnaan draft RUU tentang Peradilan Militer versi pemerintah, telah dilaksanakan rapat antardep dalam rangka membahas konsep jawaban atas pernyataan Dewan Pers, telah diterbitkan Surat Presiden kepada DPR Nomor : R-5/Pres/ 1/2010 untuk keperluan pembahasan RUU tentang Komponen Cadangan Negara di DPR RI guna mendapatkan persetujuan bersama Surat Presiden Nomor: B-104-M. Sesneg/D-4/01/2010 tentang penunjukan wakil untuk membahas RUU tentang Komponen Cadangan Pertahanan Negara dan terselenggaranya koordinasi dengan instansi terkait mengenai eksistensi RUU tentang Keamanan Nasional. dan dalam hal ini telah tercapai 100 %.
Sementara itu pada program yang kelima, memantapkan kebijakan khusus di wilayah perbatasan, terdepan dan terluar melalui pemberian tunjangan khusus bagi penjaga perbatasan sebelum Januari 2010 melalui kegiatan yang telah dilaksanakan adalah penandatanganan Surat Izin Prinsip oleh Menkeu dengan nomor : S-5/MK.02/2010 tanggal 19 Januari 2010 selanjutnya naskah Perpres akan diajukan ke Presiden dengan surat Menpan nomor B/228/M-PAN-RB/1/2010 tanggal 26 Januari 2010. dan dalam program ini telah tercapai 100 %.
Dan terakhir yang keenam, adalah revitalisasi industri pertahanan melalui kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain penyusunan Perpres KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan), penyusunan Master Plan Industri Pertahanan TA. 2010-2025 dan pembuatan Prosiding Workshop Nasional. Dalam hal ini telah tercapai 100 %.
DMC
BPPT Dukung Kemandirian Bangsa Dalam Alutsista
2 Februari 2010, Jakarta -- Perkembangan alutsista (alat utama sistem persenjataan) Indonesia saat ini sudah menunjukan prestasi yang menggembirakan, terlebih lagi untuk alutsista buatan dalam negeri, seperti Panser Anoa 6x6 produksi PT Pindad. Keberhasilan tersebut, tidak terlepas dari kerjasama yang terbentuk antara PT Pindad dan BPPT.
“Prototipe pertama dari panser anoa 6x6 ini adalah panser yang kita beri nama APS P1 (Alat angkut Personil Sedang), yang kita bangun bersama dengan PT Pindad”, ungkap Kepala BPPT Marzan A Iskandar diruang kerjanya saat wawancara, Senin kemarin (01/2). “Mulai dari perencanaan, detil desain, perancangan, sampai pada pengujian prototipe, kita lakukan bersama-sama (BPPT-PT Pindad, red)”, lanjut Marzan.
Marzan menambahkan, paser anoa 6x6 ini dibuat berdasarkan masukan dan keinginan dari pihak TNI. “Jadi kita tidak sembarangan memasukan spesifikasi-spesifikasi”, jelasnya. Panser ini, menurut Marzan, memiliki banyak kelebihan-kelebihan, seperti faktor kenyamanan dan reliability yang sangat diperhatikan, daya angkut yang lebih banyak, menggunakan sistem penggerak roda 6x6 yang menjadikan panser ini dapat mengatasi berbagai kendala alam, serta jangkauan tempuh hingga 600 kilometer. “Yang terpenting lagi, panser ini dibuat didalam negeri, hasil karya anak bangsa. Tentunya ini menjadikan capaian luar biasa bagi Indonesia”, kata Marzan.
Berbicara mengenai kemungkinan adanya negara lain yang berkeinginan memesan panser anoa 6x6, Marzan berpendapat bahwa ini menunjukan adanya penghargaan dari negara lain terhadap produk buatan Indonesia. “Kita ditantang untuk meningkatkan kualitas pekerjaan”, katanya.
“BPPT secara bertahap, mendukung terciptanya kemandirian bangsa dalam bidang alutsista. Untuk itu, diperlukan adanya master plan alutsista nasional untuk mempersiapkan secara terinci kebutuhan-kebutuhan akan teknologi, alat dan peralatan yang dibutuhkan dimasa mendatang”, tutur Marzan.
Marzan juga menilai, diperlukan adanya policy dari pemerintah, agar semua komponen-komponen dalam proses menuju terwujudnya kemandirian bangsa dapat berjalan dengan baik. “Misalnya seperti pemberlakuan tarif khusus bagi produk impor, adanya insentif bagi pengusaha dalam negeri, serta adanya keberpihakan terhadap produk lokal”, katanya.
“Kita di BPPT, sangat terbuka untuk menjalin networking dengan instansi-instansi lain, baik itu lembaga penelitian pemerintah atau swasta. Kerjasama lintas instansi ini akan mempunyai dampak yang besar terhadap perkembangan teknologi di Indonesia, yang akhirnya akan meningkatkan produksi dan daya saing nasional. BPPT siap membantu mewujudkannya”, tutup Mazan.
BPPT
Latgab Cobra Gold 2010 Terbesar di Asia
2 Februari 2010, Rayong -- Lima negara Asia Tenggara dan Asia Timur melakukan latihan militer bersama dengan militer AS di wilayah perairan Pasifik, Senin (1/2). Latihan bersama yang diberi sandi ”Cobra Gold 2010” itu merupakan latihan gabungan tahunan, dan tahun ini adalah tahun ke-29.
Enam negara yang melakukan latihan militer bersama itu adalah Thailand, Jepang, Indonesia, Singapura, Korea Selatan, dan AS tanpa China. Latihan tahun ini dibuka di Provinsi Rayong, Thailand, dan akan berlangsung sampai 11 Februari. Latihan diikuti para pelaut, marinir, pasukan darat, dan pasukan udara.
”AS memandang penting latihan utama kami di Thailand. Hal ini merupakan simbol penting komitmen militer AS untuk memelihara perdamaian dan keamanan di Asia,” ungkap Duta Besar AS untuk Thailand Eric G John di Bangkok, Senin (2/1).
Dubes AS itu menyambut keikutsertaan Korea Selatan kali ini. Fokus latihan kali ini adalah melakukan operasi bersama pemeliharaan perdamaian serta respons bencana dan bantuan kemanusiaan.
”Adalah keharusan bahwa militer kita yang terpisah belajar untuk bekerja satu untuk suatu hari di mana peran mereka diperlukan, menjawab panggilan bantuan,” kata John.
Dubes AS itu menambahkan, Cobra Gold adalah latihan militer AS terbesar di wilayah Pasifik dan Asia. Selain keenam negara tersebut, wakil-wakil dari 20 negara akan berpartisipasi, mengamati atau mendukung latihan bersama itu.
Angkatan Darat AS wilayah Pasifik dalam pernyataan tertulisnya menjelaskan, ribuan prajurit AS dari empat cabang militer AS ikut serta dalam latihan bersama, yaitu Angkatan Laut wilayah Pasifik yang terdiri dari Komandan Gugus Tugas 76, kapal-kapal AL-AS USS Essex, USS Harpers Ferry, USS Denver, USS Patriot, USS Shiloh, Batalion 40 Konstruksi Bergerak AL 40, Batalion 1 Penanganan Kargo AS, dan banyak lagi unit-unit militer AS lainnya.
Dijelaskan, tujuan utama Cobra Gold 2010 adalah meningkatkan pergelaran cepat gugus tugas gabungan komando Pasifik, dan berkoordinasi dengan pasukan dari negara-negara anggota PBB di kawasan.
Pilihan fokus itu diambil untuk mengantisipasi terjadinya kembali bencana alam besar di kawasan ini, seperti gempa bumi dan tsunami tahun 2004.
Latihan itu juga bermakna untuk mengakrabkan para pemimpin militer sehingga mempermudah jika mereka berbagi tugas pada operasi pemberian bantuan kemanusiaan dan operasi kontraterorisme.
Latihan itu juga akan diisi dengan proyek-proyek pembangunan dan bantuan medis di beberapa kota di Thailand.
Tak otomatis akrab
Meski kembali mengikuti latihan bersama dengan militer AS, harian Thailand The Nation menilai latihan itu tidak otomatis mengakrabkan kembali hubungan militer Thailand-AS yang dulu sangat erat.
Hubungan militer kedua negara mulai ”retak” setelah kudeta militer di Thailand tahun 2006 yang kemudian berlanjut dengan gonjang-ganjing politik di negara itu. Renggangnya hubungan militer kedua negara membuat Thailand mengalihkan pembelian perlengkapan militernya ke negara lain.
The Nation menulis, AS mungkin menganggap Thailand sebagai negara yang gagal melaksanakan kesepakatan-kesepakatan politik. Kritikan pedas pun kerap disampaikan anggota parlemen AS atas pelaksanaan demokrasi di Thailand.
Hubungan kompleks
Latihan itu tidak mengikutsertakan China. Namun, faktor ancaman dari China sama sekali tidak disinggung terkait dengan latihan itu. Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Kawasan Asia Pasifik Wallace Gregson menegaskan soal hubungan yang kompleks antara AS dan China.
Isu terbaru yang membuat hubungan AS-China menegang adalah penjualan senjata AS ke Taiwan. ”AS wajib membantu persenjataan Taiwan dan bantuan itu akan dilanjutkan,” kata Gregson di Tokyo, Senin.
”Kami memiliki hubungan yang sangat kompleks dengan China. Tujuan kami adalah memiliki hubungan yang baik dengan China. Namun, jelas ada beberapa faktor yang membuat kami tidak bersepakat.”
Media-media di China menuduh AS arogan dan menerapkan standar ganda dengan komitmen AS untuk menjual senjata ke Taiwan. China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya.
KOMPAS
KSAD: Yonif 734 Segera Dibentuk
2 Pebruari 2010, Ambon -- Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta mengatakan bataliyon infantri(Yonif) 734 segera dibentuk guna mengamankan wilayah Maluku bagian Selatan yang secara geografis berbatasan langsung dengan Timor Leste dan Australia.
"Saya segera merealisasi pembentukkan Yonif 734 untuk mengamankan wilayah di kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Maluku Barat Daya (MBD), Kepulauan Aru, Maluku Tenggara dan kota Tual," katanya, di Ambon, Selasa.
Sebelumnya telah dibentuk Yonif 731/ Kabaressy berkedudukan di kota Masohi, kabupten Maluku Tengah, Yonif 732/ Banau di Ternate, provinsi Maluku Utara dan Yonif731/ Masariku dengan markasnya di desa Waiheru, kecamatan Baguala, kota Ambon.
"Bayangkan dengan pulau yang 1.000-an buah, dibandingkan dengan personil TNI -AD, maka satu pulau hanya ada enam orang tentara," ujarnya.
ANTARA News
Monday, February 1, 2010
Kemhan dan Stake Holder Rancang Master Plan Revitalisasi industri pertahanan
29 Januari 2010, Jakarta -- Agar tercapai kepastian dalam hal pengadaan peralatan pertahanan dari dalam negeri, pihak pemerintah dalam hal ini Kemhan / TNI beserta stake holder lainnya tengah merancang Master Plan tentang Revitalisasi industri pertahanan. Adapun Master Plan ini adalah untuk mengatur segala rencana strategis dalam hal pengadaan alutsista untuk beberapa tahun kedepan.
Demikian disampaikan Dirjen Ranahan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Laksda TNI Gunadi M.DA, Jumat (29/1) pada konfrensi pers usai membuka Rapat pembahasan penyusunan Master Plan tentang Revitalisasi Industri Pertahanan, di Kantor Ranahan Kemhan, Jakarta.
Dirjen Ranahan mengatakan, pada awalnya industri dalam negeri tidak berkembang dikarenakan beberapa hal, diantaranya, adanya skala prioriatas pengadaan alutsista dari luar negeri yang tinggi dibandingkan produksi dalam negeri, sehingga pada akhirnya pihak industri pertahanan dalam negeri tidak mempunyai kepastian akan arah pemasaran produk.
Dijelaskan Dirjen, sebelumnya pemerintah dan para stake holder banyak mengalami beberapa kendala untuk merealisasikan revitalisasi industri dalam negeri, khususnya terkait masalah kurangnya kemampuan dari pihak produsen untuk mendukung pengadaan alat pertahanan sepenuhnya dan masalah anggaran guna membiayai program pengembangan industri dalam negeri tersebut.
“Pada waktu dulu kita sangat suka membeli produk pertahanan dari luar negeri karena industri dalam negeri belum mampu menyediakan peralatan yang kita butuhkan, dan sementara industri dalam negeri kurang mampu karena pihak pemerintah tidak mencoba memberdayakan, sehingga tidak adanya kepastian dalam hal pembelian dari dalam negeri” ungkap Dirjen
Ditambahkan Dirjen Ranahan, untuk itu Kemhan merancang suatu Master Plan yang secara garis besar akan mengarah kepada rencana pengadaan alat pertahanan selama tiga Renstra kedepan. Dengan demikian nantinya masing-masing perusahaan dan Industri pertahanan akan mendapat pembagian pengadaan alat pertahanan secara jelas dan akuntabel.
“Master plan itu sifatnya memaksa, artinya jika antara PT. Pindad dan TNI AD diadakan rencana pembelian Panser dan mengenai kemampuan produksi, jumlah pesananan sudah jelas maka itu harus dilaksanakan, jangan sampai tidak dan kalau bisa tidak boleh mengadakan dari luar negeri lagi sehingga tidak merugikan industri dalam negeri ,” tegas Dirjen Ranahan.
Sementara itu menyangkut kendala lainnya seperti anggaran, DIrjen Ranahan menilai terdapat suatu signal dari Pemerintah untuk mendukung. Karena semenjak disampaikan oleh Presiden dalam rangka menambah alutsista pemerintah tengah berupaya untuk menambah anggaran di bidang pertahanan setiap tahunnya secara signifikan.
Ditambahkan Dirjen Ranahan, jika sudah terdapat komitmen dari pemerintah bersama jajaran dari perbangkan untuk mendukung pembiayaan produksi alat pertahanan, nantinya pemerintah akan mengurangi pemakaian fasilitas kredit ekspor dari negara-negara produsen.
“ Kemarin Menhan bersama para Dirut Perbankan bertemu Menteri Keuangan, guna membahas upaya untuk menggantikan fasilitas kredit ekspor luar negeri menjadi kredit dalam negeri, sehingga dapat memberdayakan perbankan dan perindustrian dalam negeri sekaligus“ Kata Dirjen.
Dirjen Ranahan menilai, penggunaan Kredit ekspor dari negara lain ini memiliki beberapa faktor yang dapat merugikan pemerintah, diantaranya, adanya keinginan dari penerbit Kredit Ekspor untuk menentukan waktu pengadaan yang panjang dan harga pembiyaan produk yang cukup tinggi.
Dengan demikian Dirjen Ranahan berharap, dengan adanya program Master Plan Revitalisasi Industri Pertahanan, seluruh pihak bisa memberdayakan industri dalam negeri, tingkat deterrence bisa lebih ditingkatkan lagi, dan pemerintah tidak akan mengalami kerugian yang cukup besar dalam hal pembiyaan alat pertahanan ini.
“Mudah-mudahan dengan adanya master plan ini kita punya kepastian untuk membeli produk pertahanan dari dalam negeri, dan pemerintah dapat mengurangi utang luar negeri, sehingga anggaran pemerintah dapat meningkat dan industri dapat berkembang, serta daya deterrence dari TNI kita dapat ditingkatkan,” harap Dirjen Ranahan
Gambaran secara umum program Master Plan industri pertahanan ini merupakan embrio untuk lahirnya Road Map tentang produk industri pertahanan secara komprehensif, berkesinambungan dan terintegrasi sehingga sasaran, tahapan, metode dan penyiapan SDM dapat lebih optimal.
DMC
Sengketa Batas Wilayah Tuntas 2014
Perbatasan Indonesia - Timor Leste di Motaain.
1 Februari 2010, Jakarta -- Kementrian Dalam Negeri menargetkan sengketa batas wilayah antardaerah otonom tuntas 2014. Pada 2010 ditargetkan akan terselesaikan sekitar 94 sengketa segmen batas wilayah dari 794 segmen yang belum terselesaikan hingga sekarang. Selama 100 hari kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II Kementerian Dalam Negeri telah menyelesaikan sekitar 99 sengketa segmen batas wilayah.
"Masih ada sekitar 800 segmen lagi yang harus diselesaikan, baik batas antarkota maupun batas antarprovinsi," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi kepada wartawan di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jumat (29/1).
Tekad pemerintah menuntaskan sengketa segmen batas wilayah ini telah disampaikan kepada DPR dalam rapat konsultasi DPR dengan Mendagri di kantor Kementerian Dalam Negeri, Kamis (28/1). Diharapkan, selama proses penyelesaian sengketa segmen batas oleh pemerintah hingga 2014 tidak ada lagi penambahan kasus sengketa segmen batas dari daerah.
"Mudah-mudahan tidak bertambah, kalau tidak bertambah kita berharap 2014 akan selesai yang 800 segmen tadi itu," kata Gamawan Fauzi. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang mengatakan selama ini terdapat sekitar 946 sengketa segmen batas wilayah di tanah air.
Pada 2010 akan di luar program 100 hari akan diselesaikan sekitar 94 sengketa segmen batas wilayah. Pada 2011 ditargetkan selesai sekitar 100 segmen batas, 2012 sekitar 150 segmen batas, 2013 sekitar 200 segmen batas, dan pada 2014 sekitar 250 segmen batas.
Penetapan dan penegasan segmen batas daerah yang ada di sejumlah daerah sekarang, dinilai mengandung potensi kerawanan dan permasalahan sehingga perlu diprioritaskan penyelesaiannya. Potensi rawan itu antara lain konflik batas antardaerah akibat perebutan sumber daya alam yang terdapat di sekitar wilayah segmen batas, persoalan pendaftaran pemilih dalam rangka pemilu, ketidakjelasan pengeluaran perijinan pengelolaan sumber daya alam, surat keterangan hak bukti atas tanah di wilayah perbatasan, dan persoalan tata ruang.
Pangkal sengketa antara lain karena tiadanya ketegasan batas di lapangan secara normatif, termasuk ketegasan UU terkait batas wilayah dalam UU pemekaran sebuah daerah serta kondisi sosial masyarakat setempat.
JURNAL NASIONAL
1 Februari 2010, Jakarta -- Kementrian Dalam Negeri menargetkan sengketa batas wilayah antardaerah otonom tuntas 2014. Pada 2010 ditargetkan akan terselesaikan sekitar 94 sengketa segmen batas wilayah dari 794 segmen yang belum terselesaikan hingga sekarang. Selama 100 hari kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II Kementerian Dalam Negeri telah menyelesaikan sekitar 99 sengketa segmen batas wilayah.
"Masih ada sekitar 800 segmen lagi yang harus diselesaikan, baik batas antarkota maupun batas antarprovinsi," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi kepada wartawan di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jumat (29/1).
Tekad pemerintah menuntaskan sengketa segmen batas wilayah ini telah disampaikan kepada DPR dalam rapat konsultasi DPR dengan Mendagri di kantor Kementerian Dalam Negeri, Kamis (28/1). Diharapkan, selama proses penyelesaian sengketa segmen batas oleh pemerintah hingga 2014 tidak ada lagi penambahan kasus sengketa segmen batas dari daerah.
"Mudah-mudahan tidak bertambah, kalau tidak bertambah kita berharap 2014 akan selesai yang 800 segmen tadi itu," kata Gamawan Fauzi. Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang mengatakan selama ini terdapat sekitar 946 sengketa segmen batas wilayah di tanah air.
Pada 2010 akan di luar program 100 hari akan diselesaikan sekitar 94 sengketa segmen batas wilayah. Pada 2011 ditargetkan selesai sekitar 100 segmen batas, 2012 sekitar 150 segmen batas, 2013 sekitar 200 segmen batas, dan pada 2014 sekitar 250 segmen batas.
Penetapan dan penegasan segmen batas daerah yang ada di sejumlah daerah sekarang, dinilai mengandung potensi kerawanan dan permasalahan sehingga perlu diprioritaskan penyelesaiannya. Potensi rawan itu antara lain konflik batas antardaerah akibat perebutan sumber daya alam yang terdapat di sekitar wilayah segmen batas, persoalan pendaftaran pemilih dalam rangka pemilu, ketidakjelasan pengeluaran perijinan pengelolaan sumber daya alam, surat keterangan hak bukti atas tanah di wilayah perbatasan, dan persoalan tata ruang.
Pangkal sengketa antara lain karena tiadanya ketegasan batas di lapangan secara normatif, termasuk ketegasan UU terkait batas wilayah dalam UU pemekaran sebuah daerah serta kondisi sosial masyarakat setempat.
JURNAL NASIONAL
Menhan Undang Industri Pertahanan Inggris Ikut Serta Dalam IndoDefence
29 Januari 2010, Jakarta -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Jumat (29/1), mengundang para pengusaha terutama industri pertahanan Inggris untuk berpartisipasi dalam Indo Defence yang akan diselenggarakan akhir tahun 2010 ini.
Demikian dikatakannya saat menerima kunjungan kehormatan British Senior Cabinet Minister Lord Powell, di Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta. Kunjungannya kali ini didampingi oleh Duta Besar Inggris untuk Indonesia Martin Hatfull dan Country Chairman Jardine, Jonathan Chang. Menhan juga berharap industri pertahanan terutama industri penerbangan Inggris mau bekerjasama dengan PT DI agar dapat kembali menggerakkan roda industri pertahanan Indonesia.
Menurut Menhan, saat ini setelah Revolution in the Military Affair (RMA), Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan perjanjian Goverment To Goverment (antar pemerintahan) dalam upaya pemenuhan alutsista. Pemerintah saat ini sedang berfikir untuk meng-up grade pesawat tempur Hawk yang akan bekerjasama dengan perusahanan Inggris.
Menhan berharap, pengadaan alutsista luar negeri, yang awalnya mungkin murni dilakukan di luar negeri, diharapkan untuk pengadaan berikutnya dilakukan di dalam negeri dengan alih teknologi karena Indonesia ingin mengembangkan industri pertahanan dalam negeri.
Sementara itu, Lord Powell menjelaskan baru saja menghadiri pertemuan dengan para pengusaha Inggris yang ada di Indonesia. Lord Powell kagum atas kemajuan perekonomian dan demokrasi di Indonesia. Lord Powell juga berjanji akan membicarakan dengan pengusaha industri pertahanan Inggris atas keinginan-keinginan Menhan Purnomo dalam kerjasama pengadaan dan overhaul alutsista.
DMC
PT DI Kembangkan Kendaraan Amfibi Hovercraft
1 Februari 2010, Bandung -- Tak hanya fokus pada pengerjaan dan pembuatan komponen pesawat terbang, PT Dirgantara Indonesia (DI) juga mulai fokus menggarap varian kendaraan multiguna. Sekitar dua tahun, BUMN strategis itu tekun mewujudkan hovercraft, sebuah kendaraan amfibi yang dinilai dibutuhkan di Indonesia berdasarkan karakteristiknya.
Kebutuhan akan kendaraan multiguna itu seolah semakin bermakna ketika hovercraft milik Amerika Serikat menembus langsung dari laut dengan membawa sejumlah alat berat dan kebutuhan logistik di Pantai Meulaboh saat Tsunami Aceh terjadi pada lima tahun lalu.
Kejadian itu pula yang tampaknya mengilhami kelahiran hovercraft buatan dalam negeri tersebut. Ini pun diakui oleh Jubir PT DI, Rakhendi Triyatna. Menurut dia, satu unit prototype sudah diselesaikan.
"Saat ini, kami tengah mengerjakan dua unit pesanan TNI AD," jelasnya di Bandung, Senin (2/1).
Dijelaskan Rakhendi, rancang bangun dan penguasaan teknologinya tidak terlepas dari kemampuan ahli dan karyawan PT DI. Dimensi hovercraft buatan pabrik pesawat terbang plat merah itu mempunyai panjang 22 meter dengan lebar 11 meter. Tinggi struktur secara keseluruhan mencapai 5,7 meter.
Kendaraan yang dinamakan Landing Hovercraft Utility (LHU) IHOV-20 TM itu mampu mengeluarkan lesatan hingga 40 knots. Dalam beroperasi, hovercraft dari perusahaan yang berpusat di Bandung itu bisa pula digeber selama 5,2 jam. Untuk itu, asupan bahan bakarnya mencapai 313 liter per jam. Mesin yang menunjangnya adalah 2 X Marine Diesel Engine 1.550 HP.
Kendaraan di luar bisnis utama PT DI itu bisa mengangkut beban hingga 20 ton. Itu artinya IHOV-20 TM sanggup dimuati alat berat semacam backhoe 15 ton bagi penanganan bencana misalnya, apalagi di kawasan kepulauan.
Untuk menunjang pertempuran sebagai bagian dari alutsista, hovercraft juga siap diandalkan. Bidang muat di bagian tengah hovercraft mampu memarkirkan satu unit Tank AM atau Tank Scorpion 90. Jika pun tidak, bidang itu terbuka bagi pemuatan satu unit truk dan juga dua kendaraan taktis. Seratus pasukan siap pula diangkut kendaraan segala medan itu.
Menurut Rakhendi, pihaknya melepas LHU itu seharga 5 Juta US Dollar. Diharapkan inovasi itu bisa menjawab kebutuhan pasar tak hanya sebatas kepentingan militer. Pasalnya, hovercraft memang dihadirkan untuk menjawab kondisi medan di Tanah Air.
SUARA MERDEKA
Subscribe to:
Posts (Atom)