16 unit pesawat tempur latih ringan T50 Golden Eagle bersama 16 EMB-314 Super Tucano, 30 F-16 Fighting Falcon dan enam Sukhoi Su-27/30 MKI Flanker akan memperkuat TNI AU. (Foto: KAI)
3 September 2011, Jakarta (TEMPO Interaktif): TNI Angkatan Udara bakal menambah jumlah pangkalan udara dan skuadron. Penambahan itu dilakukan bersamaan dengan rencana pembelian pesawat baru. Direktur Jenderal Rencana Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsekal Muda Bonggas S. Silaen mengatakan penambahan skuadron udara tersebut di wilayah-wilayah terluar Indonesia.
Beberapa lokasi yang akan dikembangkan menjadi skuadron baru misalnya di Biak, Merauke, dan Timika untuk Papua; Manado untuk Sulawesi; serta Morotai untuk wilayah Maluku. "Bandara atau pangkalannya sudah ada. Konsepnya pun sudah ada. Tinggal menunggu pesawat," ujar Bonggas.
Pemerintah berencana menambah pesawat untuk TNI Angkatan Udara secara bertahap beberapa tahun mendatang. Tahun ini enam unit Sukhoi Su-27/30 MKI Flanker didatangkan dari Rusia. Tahun depan 16 unit pesawat serang ringan buatan Brasil, EMB-314 Super Tucano, akan tiba menggantikan pesawat OV-10 Bronco yang sudah harus dipensiunkan. Pemerintah juga sudah meneken kerja sama pembelian 16 unit pesawat tempur latih ringan T50 Golden Eagle dari Korea Selatan.
TNI Angkatan Udara saat ini memiliki 41 pangkalan. Namun tidak semua pangkalan ini dipenuhi dengan skuadron tempur. Beberapa pangkalan tidak memiliki pesawat tempur. Soalnya pangkalan untuk pesawat tempur minimal harus memiliki runway (landasan) sepanjang 3.000 meter, lengkap dengan perangkat pendukung.
Silaen mengatakan meski tahun depan anggaran pertahanan mengalami peningkatan, jika dibandingkan dengan kebutuhan pengadaan peralatan tetap masih kurang. Komponen peningkatan anggaran rata-rata seimbang antara belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal. Namun peningkatan paling besar tercatat untuk belanja modal.
Dari Wates, Jawa Tengah, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaatmengatakan akan mempercepat pengadaan berbagai perangkat pertahanan dalam jangka waktu lima tahun mendatang. Hal ini, menurut Imam, sekaligus harapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Jadi, saat masa jabatan Presiden berakhir, TNI AU sudah kuat," ujar Imam, dua hari yang lalu.
Sumber: TEMPO Interaktif
Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Berita Militer Negara Sahabat
Saturday, September 3, 2011
Brunei Akan Beli 15 Panser Anoa Buatan Pindad
Prajurit AD Brunei selesao mengujicoba panser Anoa di Brunei. (Foto: Kemhan)
2 September 2011, Jakarta (TEMPO Interaktif): Brunei Darussalam akan membeli panser buatan PT Pindad. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) akan dilakukan tahun ini juga.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Hartind Asrin mengatakan Brunei tertarik membeli panser Anoa 6 x 6 buatan PT Pindad dan sudah melakukan uji coba terhadap kemampuan panser itu.
"Pembelian pertama satu kompi sebanyak 15 unit," katanya kepada Tempo, pekan lalu.
Hartind mengatakan ini merupakan rencana pertama dari pembelian sebanyak satu batalion atau total 35 unit panser.
Brunei sudah menguji coba ketahanan kendaraan jenis angkutan personel sedang (Armoured Personnel Carrier/APC) itu. Brunei tertarik karena penser bermesin Renault ini sudah mendapat pengakuan standardisasi dari PBB. Anoa juga digunakan TNI dalam misi perdamaian di Libanon.
"Sudah lama Brunei tertarik, tapi Sultan (Brunei) ingin uji jalan dulu. Ingin yang lebih susah. Kemarin dicoba jalan 100 kilometer untuk melihat panas nggak mesinnya," kata Hartind.
Selain panser, Brunei juga berencana membeli senapan serbu atau SS2. Senjata ini juga buatan PT Pindad.
Sumber: TEMPO Interaktif
2 September 2011, Jakarta (TEMPO Interaktif): Brunei Darussalam akan membeli panser buatan PT Pindad. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) akan dilakukan tahun ini juga.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Hartind Asrin mengatakan Brunei tertarik membeli panser Anoa 6 x 6 buatan PT Pindad dan sudah melakukan uji coba terhadap kemampuan panser itu.
"Pembelian pertama satu kompi sebanyak 15 unit," katanya kepada Tempo, pekan lalu.
Hartind mengatakan ini merupakan rencana pertama dari pembelian sebanyak satu batalion atau total 35 unit panser.
Brunei sudah menguji coba ketahanan kendaraan jenis angkutan personel sedang (Armoured Personnel Carrier/APC) itu. Brunei tertarik karena penser bermesin Renault ini sudah mendapat pengakuan standardisasi dari PBB. Anoa juga digunakan TNI dalam misi perdamaian di Libanon.
"Sudah lama Brunei tertarik, tapi Sultan (Brunei) ingin uji jalan dulu. Ingin yang lebih susah. Kemarin dicoba jalan 100 kilometer untuk melihat panas nggak mesinnya," kata Hartind.
Selain panser, Brunei juga berencana membeli senapan serbu atau SS2. Senjata ini juga buatan PT Pindad.
Sumber: TEMPO Interaktif
Thursday, September 1, 2011
TNI Percepat Pengadaan Alutsista Hingga 2014
T-50 Golden Eagle. (Foto: KAI)
1 September 2011, Kulon Progo (ANTARA News): TNI-AU mempercepat pengadaan berbagai arsenal dan sistem pendukungnya yang diprogramkan untuk kurun 2010-2014 pada jangka waktu lima tahun ke depan.
Jadi pesan tegas kepada negara-negara yang mau main-main dengan kita: jangan coba teruskan niat itu kalau tidak mau berhadapan dengan militer dan seluruh rakyat Indonesia.
Kepala Staf TNI-AU, Marsekal TNI Imam Sufaat, di Wates, Kamis, mengatakan, "Presiden SBY berharap sebelum beliau masa jabatannya berakhir ada percepatan pengadaan arsenal ini. Sehingga saat masa jabatan beliau berakhir, TNI dalam hal ini TNI-AU sudah kuat."
Dengan begitu, penguatan arsenal matra udara TNI bersesanti Swabhuwana Pakca atau Sayap Tanah Air itu sesuai harapan Yudhoyono. Pada dasawarsa '60-an, AURI menjadi kekuatan udara terkuat di belahan selatan dunia. Saat itu, pemerintahan Bung Karno mengerahkan 29 persen APBN Indonesia untuk belanja militer.
Untuk ukuran saat ini, jumlah, jenis, dan tipe arsenal yang akan dibeli dengan berbagai skema pengadaan itu sungguh beragam. Mulai dari EMB-314 Super Tucano dari Brazil, jet latih lanjut-serang ringan T-50 Eagle dari Korea Utara, enam Sukhoi Su-27/30 MKI Flanker yang juga dilengkapi sistem kesenjataan dan avionikanya.
Rusia memang unik dalam menjual persenjataannya. Mereka jarang menempuh cara satu paket utuh; mereka menjual senjata dari satu fase ke fase berikutnya. Jadi kalau membeli Su-27 Flanker, mereka terlebih dahulu menjual pesawat terbang secara standar dan pelatihan pilotnya.
Untuk kelengkapan avionika dan sistem pendukung lain agar bisa memaksimalkan kemampuan dan persenjataan, itu hal lain yang perlu dirundingkan lebih lanjut. Produknya memang sangat andal, tapi berurusan dengan mereka cukup "ribet".
Masih ada bonus dari sikap Indonesia yang dinilai baik di mata Amerika Serikat. Itu adalah "kebaikan hati" pemerintah dan Kongres Amerika Serikat untuk menghibahkan 30 F-16 blok 32 Fighting Falcon.
Sudah cukupkah? Ternyata masih ada lagi, yaitu tidak tertutup kemungkinan ke-30 F-16 bekas pakai National Guard Air Force Reserve itu ditingkatkan lagi ke blok 52 sehingga setara dengan F-16 yang dimiliki sekutu-sekutu Amerika Serikat, di antaranya Singapura, Saudi Arabia, dan Belanda.
Tentang yang terakhir ini, Sufaat berkata, "Selain itu, Konggres Amerika pada 15 Agustus baru saja menyetujui bantuan pengadaan pesawat F-16 sebanyak 30 unit. Bagi kami, 24 untuk operasional pengaman dan enam lainnya sebagai cadangan. Kerjasama ini perjanjian pemerintah dengan pemerintah."
Langkah lebih ambisius juga telah digariskan Markas Besar TNI-AU di Cilangkap, Jakarta Timur. Itu berupa kerjasama dengan Angkatan Udara Korea Selatan (ROKAF) membuat pesawat yang lebih canggih dibandingkan dengan pesawat F-16.
"Kerjasama dengan Korea tersebut, diharapkan hingga pada 2020, Indonesia kembali memiliki tambahan 50 unit pesawat yang memiliki kecanggihan di atas F-16," katanya. Dalam "peta silsilah" penerbangan tempur, F-16 yang sekelas dengan Mirage 2000, sedikit di bawah Eurofighter Typhoon dan Mikoyan-Gurevich MiG-29, berada pada jajaran generasi keempat pesawat tempur.
Kalau uang menjadi pembatas, maka hubungan baik bisa menjadi obat mujarab. Sufaat menyatakan, TNI-AU juga sedang menunggu pengadaan pesawat C-130 Hercules dari Angkatan Udara Australia, yang juga sangat berfungsi vital sebagai pesawat untuk penanganan bencana alam dan operasi kemanusiaan lain.
"Kami masih menunggu dari Australia seperti pengadaan pesawat Hercules untuk pengananan bencana. Sehingga jika terjadi bencana, dapat digunakan untuk membantu menangani seperti penyaluran bahan makanan atau untuk menyelamatkan korban bencana," katanya.
Menurut dia, banyak pesawat yang sudah ada perlu segara diganti karena usianya rata-rata mencapai 30 tahun baik buatan Rusia seperti Sukhoi dan pesawat F-16 dari Amerika.
"Satu skuadron perlu segara diganti, kalau tidak diganti biaya perawatannya sangat tinggi. Selain itu, ada beberapa suku cadangan pesawat sudah tidak dibuat lagi karena pabrik yang membuat pesawat sudah tidak beroperasi," katanya.
Walau demikian, kata dia, meski beberapa pesawat sudah tidak dapat berfungsi secara maksimal, TNI-AU akan memaksimalkan operasionalisasi pesawat tempur untuk mengamankan wilayah kedaulatan Indonesia dari ancaman negara-negara lain.
Paling tidak, ada Malaysia, negara dalam ASEAN yang menunjukkan indikasi pemilikan terhadap Blok Ambalat. Walau perundingan petinggi militer Indonesia dan Malaysia --selalu mengklaim diri the Truly Asia-- menyatakan tidak akan ada aksi militer, mereka tidak malu-malu lagi meluncurkan unit-unit "patroli militer" di perairan itu.
Kalau kekuatan militer Indonesia sudah lebih kuat, ditunjang elan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, bisa diramalkan Malaysia dan negara-negara lain mengurungkan niat mengutik-utik keutuhan wilayah kedaulatan Indonesia.
Sumber: ANTARA News
1 September 2011, Kulon Progo (ANTARA News): TNI-AU mempercepat pengadaan berbagai arsenal dan sistem pendukungnya yang diprogramkan untuk kurun 2010-2014 pada jangka waktu lima tahun ke depan.
Jadi pesan tegas kepada negara-negara yang mau main-main dengan kita: jangan coba teruskan niat itu kalau tidak mau berhadapan dengan militer dan seluruh rakyat Indonesia.
Kepala Staf TNI-AU, Marsekal TNI Imam Sufaat, di Wates, Kamis, mengatakan, "Presiden SBY berharap sebelum beliau masa jabatannya berakhir ada percepatan pengadaan arsenal ini. Sehingga saat masa jabatan beliau berakhir, TNI dalam hal ini TNI-AU sudah kuat."
Dengan begitu, penguatan arsenal matra udara TNI bersesanti Swabhuwana Pakca atau Sayap Tanah Air itu sesuai harapan Yudhoyono. Pada dasawarsa '60-an, AURI menjadi kekuatan udara terkuat di belahan selatan dunia. Saat itu, pemerintahan Bung Karno mengerahkan 29 persen APBN Indonesia untuk belanja militer.
Untuk ukuran saat ini, jumlah, jenis, dan tipe arsenal yang akan dibeli dengan berbagai skema pengadaan itu sungguh beragam. Mulai dari EMB-314 Super Tucano dari Brazil, jet latih lanjut-serang ringan T-50 Eagle dari Korea Utara, enam Sukhoi Su-27/30 MKI Flanker yang juga dilengkapi sistem kesenjataan dan avionikanya.
Rusia memang unik dalam menjual persenjataannya. Mereka jarang menempuh cara satu paket utuh; mereka menjual senjata dari satu fase ke fase berikutnya. Jadi kalau membeli Su-27 Flanker, mereka terlebih dahulu menjual pesawat terbang secara standar dan pelatihan pilotnya.
Untuk kelengkapan avionika dan sistem pendukung lain agar bisa memaksimalkan kemampuan dan persenjataan, itu hal lain yang perlu dirundingkan lebih lanjut. Produknya memang sangat andal, tapi berurusan dengan mereka cukup "ribet".
Masih ada bonus dari sikap Indonesia yang dinilai baik di mata Amerika Serikat. Itu adalah "kebaikan hati" pemerintah dan Kongres Amerika Serikat untuk menghibahkan 30 F-16 blok 32 Fighting Falcon.
Sudah cukupkah? Ternyata masih ada lagi, yaitu tidak tertutup kemungkinan ke-30 F-16 bekas pakai National Guard Air Force Reserve itu ditingkatkan lagi ke blok 52 sehingga setara dengan F-16 yang dimiliki sekutu-sekutu Amerika Serikat, di antaranya Singapura, Saudi Arabia, dan Belanda.
Tentang yang terakhir ini, Sufaat berkata, "Selain itu, Konggres Amerika pada 15 Agustus baru saja menyetujui bantuan pengadaan pesawat F-16 sebanyak 30 unit. Bagi kami, 24 untuk operasional pengaman dan enam lainnya sebagai cadangan. Kerjasama ini perjanjian pemerintah dengan pemerintah."
Langkah lebih ambisius juga telah digariskan Markas Besar TNI-AU di Cilangkap, Jakarta Timur. Itu berupa kerjasama dengan Angkatan Udara Korea Selatan (ROKAF) membuat pesawat yang lebih canggih dibandingkan dengan pesawat F-16.
"Kerjasama dengan Korea tersebut, diharapkan hingga pada 2020, Indonesia kembali memiliki tambahan 50 unit pesawat yang memiliki kecanggihan di atas F-16," katanya. Dalam "peta silsilah" penerbangan tempur, F-16 yang sekelas dengan Mirage 2000, sedikit di bawah Eurofighter Typhoon dan Mikoyan-Gurevich MiG-29, berada pada jajaran generasi keempat pesawat tempur.
Kalau uang menjadi pembatas, maka hubungan baik bisa menjadi obat mujarab. Sufaat menyatakan, TNI-AU juga sedang menunggu pengadaan pesawat C-130 Hercules dari Angkatan Udara Australia, yang juga sangat berfungsi vital sebagai pesawat untuk penanganan bencana alam dan operasi kemanusiaan lain.
"Kami masih menunggu dari Australia seperti pengadaan pesawat Hercules untuk pengananan bencana. Sehingga jika terjadi bencana, dapat digunakan untuk membantu menangani seperti penyaluran bahan makanan atau untuk menyelamatkan korban bencana," katanya.
Menurut dia, banyak pesawat yang sudah ada perlu segara diganti karena usianya rata-rata mencapai 30 tahun baik buatan Rusia seperti Sukhoi dan pesawat F-16 dari Amerika.
"Satu skuadron perlu segara diganti, kalau tidak diganti biaya perawatannya sangat tinggi. Selain itu, ada beberapa suku cadangan pesawat sudah tidak dibuat lagi karena pabrik yang membuat pesawat sudah tidak beroperasi," katanya.
Walau demikian, kata dia, meski beberapa pesawat sudah tidak dapat berfungsi secara maksimal, TNI-AU akan memaksimalkan operasionalisasi pesawat tempur untuk mengamankan wilayah kedaulatan Indonesia dari ancaman negara-negara lain.
Paling tidak, ada Malaysia, negara dalam ASEAN yang menunjukkan indikasi pemilikan terhadap Blok Ambalat. Walau perundingan petinggi militer Indonesia dan Malaysia --selalu mengklaim diri the Truly Asia-- menyatakan tidak akan ada aksi militer, mereka tidak malu-malu lagi meluncurkan unit-unit "patroli militer" di perairan itu.
Kalau kekuatan militer Indonesia sudah lebih kuat, ditunjang elan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, bisa diramalkan Malaysia dan negara-negara lain mengurungkan niat mengutik-utik keutuhan wilayah kedaulatan Indonesia.
Sumber: ANTARA News
Iran Kembali Kirim Kapal Selam ke Perairan Internasional
Kapal selam IRINS Younes Kelas Kilo Project 877 EKM.
1 September 2011, Tehran (Berita HanKam): Iran akan mengirimkan Armada ke-15 ke Laut Merah dan Teluk Aden selama 90 hari diungkapkan KASAL Iran Rear Admiral Habibollah Sayyari, Selasa (30/8) dikutip Kantor Berita IRIB.
Kasal menambahkan Armada terdiri dari satu unit kapal selam dan satu unit kapal perang dimana akan melakukan patrol di laut lepas dan menunjukan kemampuan yang tinggi Republik Islam Iran.
Iran sebelumnya telah mengirimkan kapal selam IRINS Younes dan dua unit kapal perang dari Armada ke-14, kapal perbekalan IRINS Bandar Abbas (AORLH 421) dan korvet IRINS Naghdi (FS82) ke Laut Merah dan Teluk Aden.
Pengerahan kapal selam IRINS Younes ke perairan internasional pertama kalinya dilakukan AL Iran. Kapal selam berada di perairan internasional selama 68 hari.
Sumber: IRIB
1 September 2011, Tehran (Berita HanKam): Iran akan mengirimkan Armada ke-15 ke Laut Merah dan Teluk Aden selama 90 hari diungkapkan KASAL Iran Rear Admiral Habibollah Sayyari, Selasa (30/8) dikutip Kantor Berita IRIB.
Kasal menambahkan Armada terdiri dari satu unit kapal selam dan satu unit kapal perang dimana akan melakukan patrol di laut lepas dan menunjukan kemampuan yang tinggi Republik Islam Iran.
Iran sebelumnya telah mengirimkan kapal selam IRINS Younes dan dua unit kapal perang dari Armada ke-14, kapal perbekalan IRINS Bandar Abbas (AORLH 421) dan korvet IRINS Naghdi (FS82) ke Laut Merah dan Teluk Aden.
Pengerahan kapal selam IRINS Younes ke perairan internasional pertama kalinya dilakukan AL Iran. Kapal selam berada di perairan internasional selama 68 hari.
Sumber: IRIB
Tuesday, August 30, 2011
Iran Produksi Massal Rudal Anti Tank
30 Agustus 2011, Tehran (Berita HanKam): Kementrian Pertahanan Iran mulai memproduksi massal rudal anti-tank 73 mm, Senin (29/8), peresmian dihadiri Menteri Pertahanan Iran Brigadir Jenderal Ahmad Vahidi.
Rudal memiliki hulu ledak khusus dimana dapat menembus sasaran sedalam 300 milimeter dan menghancurkannya, diungkapkan Menhan Vahidi, dalam sambutannya.
Rudal dapat menghancurkan sasaran berupa tank, ranpur pengangkut pasukan, ranpur ringan dan gudang senjata.
Rudal dapat dibawa kendaraan maupun prajurit dan mampu menjangkau sasaran sejauh 1300 meter.
Sumber: Mehr
Subscribe to:
Posts (Atom)