Untuk menjaga daerah perbatasan Kalimantan, Skuadron Udara I Pontianak mengoperasikan jet tempur jenis Hawk. Pesawat ini siap siaga di Lanud Supadio, Pontianak, Kalimantan Barat. Hawk dapat berfungsi air to ground (serangan udara ke darat) maupun air to air combat (pertempuran udara). (Foto: detikFoto/Ramadhian Fadillah)
27 Juni 2009, Nunukan -- Percik kemelut antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia, terkait batas wilayah Blok Ambalat, Kalimantan Timur, ternyata tak dirasakan warga Indonesia yang tinggal dekat kawasan itu. Walau demikian, mereka berharap isu itu bisa meningkatkan perhatian pemerintah terhadap kondisi dan fasilitas hidup warga Indonesia di perbatasan, yang umumnya masih memprihatinkan.
Pengamatan Kompas di sekitar Ambalat, Rabu dan Kamis (25/6), aktivitas warga di Kabupaten Nunukan, Kaltim, yang berbatasan dengan Malaysia, seperti di Kecamatan Krayan dan Pulau Sebatik, tetap berjalan normal. Tak terlihat pengetatan pengamanan di perbatasan atau jalan masuk-keluar menuju kedua negara, baik oleh TNI maupun Tentara Diraja Malaysia (TDM).
Kecemasan dari orang-orang yang berada di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, terkait dengan ketegangan di Blok Ambalat, juga tidak terlihat. Pelabuhan itu adalah pintu gerbang warga Nunukan untuk pergi bekerja atau berbelanja di Tawau, Malaysia.
Warga Malaysia yang sedang menyewakan peralatannya untuk membuka jalan di Krayan juga bekerja seperti biasa. Patroli rutin bersama dan komunikasi antara TNI dan TDM dalam menjaga tapal batas di Krayan juga berlangsung normal.
”Bahkan, saya sering heran jika melihat berita di media massa tentang ketegangan di Ambalat. Suasana seperti mau perang yang muncul di berita itu tak sedikit pun kami rasakan di sini,” ujar Ari Wahyudi, warga Nunukan.
Dia mengaku sampai bosan menjelaskan kondisi Nunukan yang aman dan stabil kepada rekannya di luar Kaltim.
Warga Indonesia di Nunukan, lanjut Ari, banyak yang bekerja dan memiliki hubungan kekerabatan dengan warga Tawau. Sebagian kebutuhan warga Nunukan juga didatangkan dari Tawau. Ketegangan yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia akan merugikan warga di kedua daerah.
Meski begitu, Salmon Ating, staf Kecamatan Krayan, mengatakan, warga perbatasan akan bangkit melawan jika harga dirinya ataupun bangsa Indonesia dinjak-injak oleh pihak lain, termasuk Malaysia.
Di sela-sela kunjungan Dewan Perwakilan Daerah, anggota DPD, Parlindungan Purba, menilai, kasus Ambalat harus dijadikan momentum untuk mengintensifkan pembangunan di wilayah perbatasan.
KOMPAS
No comments:
Post a Comment