KDB Bendhara Sakam-29, KDB Jerambak-30 dan KDB Nakhoda Ragam-28 tiga kapal perang kelas Nakhoda Ragam teronggok di Glasglow selama 10 tahun. (Foto: Jeff Thomasson)
4 September 2012, Jakarta: Program pengadaan kapal perang jenis fregat dari Brunei Darussalam diperkirakan mulai terealisasi tahun depan. Rencana pembelian itu sempat ditentang kalangan DPR karena kualitas kapal diragukan.
Meski demikian, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Soeparno memastikan bahwa kondisi kapal perang itu dalam kondisi sempurna.Tiga unit kapal buatan Inggris tersebut akan datang bertahap mulai 2013 hingga 2014. KSAL menilai Indonesia sangat beruntung mendapatkan tiga unit kapal itu. Pasalnya, kapal yang sudah dipersenjatai lengkap itu dibeli dengan harga murah.
“Hanya mengeluarkan USD380 juta untuk tiga unit.Brunei saja membeli kapal tersebut dengan harga satuan sebesar USD600 juta,” katanya di Jakarta kemarin. Menurut dia, Brunei tak jadi membeli kapal fregat dari Inggris tersebut karena merasa tak cocok secara nonteknis. “Mereka memesan kapal besar, tapi ternyata angkatan lautnya sedikit. Begitu (kapal) mau jadi, mereka bingung,” terangnya.
Di satu sisi,Indonesia tengah membutuhkan penguatan kapal perang untuk TNI Angkatan Laut. Hal ini dilihat sebagai peluang untuk mendapat tambahan kapal dengan harga murah karena Brunei sendiri tak jadi memakainya. Apalagi, kapal tersebut telah dipersenjatai lengkap. Tak hanya itu, kapal itu juga dibuat dengan spesifikasi yang tinggi.
“Saya sudah melihatnya, tidak ada kendala teknis. Alat-alatnya justru nomor satu semua karena yang memesan negara kaya,”lanjutnya. Soeparno menyebut, jika Indonesia memesan sendiri kapal jenis yang sama dengan spesifikasi serupa, tidak akan cukup anggarannya. “Kalau pesan sendiri, mana mungkin kita mendapatkan sebanyak itu,”cetus dia.
Kalangan wakil rakyat di Komisi I DPR sebelumnya mempersoalkan pembelian tiga kapal tempur berjenis Multi Role Light Fregate itu. Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menyatakan ada persoalan teknis yang membuat Brunei tak jadi membelinya. Hasanuddin menilai, ada ketidaksesuaian spesifikasi pesanan dari BAE,perusahaan pembuat kapal tersebut.“Bahkan, ada informasi bahwa spesifikasinya diturunkan sehingga Sultan Brunei tidak mau membayarnya,” tuturnya.
Akibat membatalkan pembelian secara sepihak, BAE kemudian memperkarakan Brunei ke Arbitrase Internasional pada 2007. Brunei pun terpaksa membeli. Alhasil, kapal tak terpakai dan Brunei mencoba untuk menjualnya kembali. Dalam tahap penawaran, sejumlah negara menolak, termasuk Vietnam. Pada awalnya, Indonesia sempat menolak karena kapal ini memiliki kendala teknis yakni pada stabilitas kapal.
Pada saat dipakai pada kecepatan tinggi, kapal menjadi miring. Ada informasi juga yang menyatakan bahwa meriamnya tidak bisa tepat sasaran. Karena alasan inilah kemudian pembelian itu dipertanyakan. Protes juga dilayangkan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Salim Mengga. Menurutnya, mubazir jika TNI AL justru membeli kapal dengan spesifikasi yang diragukan ketangguhannya.
Sumber: SINDO
wah..kalo kapal itu ternyata banyak kendals,kasal lah yg harus bertanggung jawab
ReplyDeleteHTTP://koleksinadine.com
sdri Nadine : saya yakin pihak TNI AL memiliki alasan memilih NR ini,dan mereka pasti telah mempertimbangkannya dengan cermat,selama ini masalah pembelian alutsista kan selalu pro dan kontra
ReplyDelete@Nadine Aulia: kapal ini sangat bagus dan harganya murah krn sebagaian harganya sudah dibayar brunai, dan kapal ini juga akan direpowering dijerman untuk perbaikan, anda tahu tidak harga sigma kita yang ini lebih murah dari harga kapal NR jadi anda pikir lebih canggih kapal ini atau sigma yg kita punya sekarang dan kapal KPR yang akan dibuat yg katanya canggih harganya cuma 200jt sama seperti kapal NR ini yg asalnya 600jt
ReplyDeletepertanyaan gw cuma satu..
ReplyDelete1) TNI AL sudah tahu belum perbedaan teknis dari spek aslinya yg bikin Brunei menolak menerima?
2) Kalau sudah tahu, apa beda spek teknis itu bakal signifikan pengaruhnya kalau dipakai oleh Indo? (ingat wilayah laut Indo jauh lebih luas dibanding brunei)
3) Brunei itu bukan negara bodoh, mereka kaya dan sanggup bayar pihak ketiga untuk lakukan pengecekan. Kalau memang mereka dengan uangnya yg banyak memilih menolak dan berperkara di arbitrase Int'l, sudah pasti ada masalah yg besar dengan kapal ini.
4) Masalah besar ini bisa jadi besar bagi brunei, tapi belum tentu besar bagi Indo. pertanyaannya TNI AL sudah selidiki/pertimbangkan ini belum??
Igat pulaaa...kita puya peminpin sennang terima barang rongsokan ,apalagi sudi silalahi ,gak mungkin kalau bennar 2semua negara menolaknya termasuk.vetname "gak mau menolak secara halus pilih pesan kerusia ,beda dengan indonesia ,hasilnya bisa di liat sennang terima hibah yg ada di sapu??!!!!
ReplyDeleteBagus! Buat mengganyang Malaysia!
ReplyDelete