(Foto: Ristek)
8 Agustus 2012, Bandung: Peluang penggunaan material lokal untuk komponen alat utama sistem pertahanan (Alutsista) menjadi salah satu topik menarik dalam Fokus Grup Diskusi pengembangan Kapal Perang, Radar dan Roket yang digelar di PT Pindad (Persero) Bandung, Rabu.
"Komponen lokal untuk mendukung pengembangan kapal perang sangat memungkinkan dilakukan, cukup banyak material yang bisa diperoleh dari sumber daya alam (SDA) kita, salah satunya material untuk anti radar," kata Ketua Konsorsium Pengembangan Kapal Perang dari ITS Dr Mochamad Zainuri dalam fokus grup diskusi itu, Rabu.
Sejumlah industri penunjang untuk pengembangan produk alat perang, menurut Mochamad Zainuri bisa dilakukan optimaliasi produknya sehingga bisa memenuhi kriteria dan standar material untuk alat perang.
Diskusi yang digelar oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek) dalam rangka Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas) ke-17 yang dipusatkan di Bandung itu, juga menghadirkan seluruh stake holder yakni peneliti dari perguruan tinggi, Batan, LIPI, TNI, Polri, Pindad, Len Industri, Pindad, PTDI, PT PAL serta dari sejumlah institusi terkait lainnya.
Diskusi yang dibagi dua kelompok yakni kapal perang dan radar nasional serta kelompok diskusi roket nasional.
Kegiatan yang dibuka oleh Deputi Relevansi dan Produk Iptek Kementerian Riset dan Teknologi Dr Teguh Raharjo itu juga dihadiri oleh Kepala Badan Kesbang Litbang Kemenhan, Prof Eddy Siradz, Direktur Teknologi dan Indutri Kemenhan Brigjen Agus Suyarso, para Kepala Dinas Litbang TNI serta lainnya.
"Sukses story kebangkitan teknologi yang ditandai dengan penerbangan perdana pesawat N-250 tahun 1995 diharapkan terus berlanjut ke depan, dimana anak bangsa bisa membuat pesawat, kapal perang, radar dan peluru kendali untuk memenuhi kebutuhan pertahanan negara," kata Dr Teguh Raharjo.
Pada kesempatan itu, Teguh menyebutkan perlunya semangat kolektivitas dan sinergitas antar industri strategis di Indonesia dalam pengembangan produk.
"Mustahil satu lembaga dapat mengembangkan produk besar dari hulu sampai hilir sekaligus, jelas itu perlu dilakukan bersama-sama melalui sinergitas," katanya.
Dan Indonesia, kata dia memiliki persyaratan itu yakni dengan kehadiran PTDI, Pindad, Len, Inti, PAL serta lainnya yang harus didukung oleh elemen lainnya para periset baik dari perguruan tinggi maupun dari badan-badang dan lembaga periset pemerintah.
Sementara itu dalam diskusi tersebut, konsorsium pengembangan kapal perang yang dimotori ITS, radar elektronik dan telekomunikasi yang dimotori LIPI, LEN dan ITB serta Roket yang di motori Batan dipertemukan dengan para 'user' atau pengguna teknologi seperti TNI-AU dan AL, PT PAL dan lainnya.
Forum tersebut menjadi ajang diskusi dan sinergitas antara periset bidang pertahanan dengan para pengguna, termasuk menampung masukan-masukan untuk pengembangan riset yang tengah dilakukan selama ini.
Sementara itu Kepala Badan Kesbang Litbang Kemenhan, Prof Eddy Siradz meminta para periset untuk fokus pada bidang pengembangan teknologi yang dikembangkannya.
"Dalam pengembangan kapal perang, konsorsium fokus dulu pada pengembangan dan teknologi. Jangan dulu ke persenjataan karena itu butuh biaya cukup besar, komponen persenjataan itu sekitar 60 persen dari kapal perang," katanya.
Eddy mengapresiasi hasil penelitian konsorsium yang berasal dari sejumlah perguruan tinggi. Ia meminta agar penelitiannya itu disinergiskan dengan pengembangan yang tengah dilakukan di lembaga lainnya sehingga bisa lebih efektif.
Sumber: ANTARA Jawa Barat
No comments:
Post a Comment