Replika WiSE-8 dipamerkan saat acara Open House Dies Emas 50 Tahun ITB di Aula Barat, ITB, Bandung, Jawa Barat, Minggu (1/3)
4 April 2009 -- Kapal bersayap WiSE dijadwalkan diuji coba layar-terbang tahun ini di Bojonegara, Teluk Banten, Kab. Serang, Banten. “Uji coba bertujuan memastikan kemampuan terbang, jarak di air, dengan tingkat kecepatan yang lebih rendah (dari kemampuan normal)”. “Uji coba macam ini butuh kehati-hatian tinggi” ujar Hari Muhammad koordinator peneliti WiSE ITB (3/4) kepada KOMPAS.
Wahana ini sangat tepat dan prospektif sebagai sarana transportasi perairan dangkal antarpulau di Indonesia dan dapat diproduksi dengan teknologi sederhana di galangan kapal. Selain itu, lebih irit hingga 40 persen konsumsi bahan bakarnya dibandingkan alat transportasi lainnya. Memiliki kemampuan terbang dengan ketinggian 10 feet atau sama dengan tiga meter diatas permukaan laut.
Kapal WiSE (Wing in Surface Effect) yang dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya sejak tahun 2005.
Saat ini ada dua jenis WiSE, yaitu WiSE-2 berkapasitas 2 tempat duduk dan WiSE-8 8 tempat duduk. Prototipe WiSE-2 manufakturnya bekerja sama dengan PT. Carita Boat Indonesia, Banten.
Sejumlah investor dikabarkan tertarik memesan kapal bersayap ini dengan kapasitas tempat duduk lebih besar.
Prinsip Kerja WiSE
Kapal bersayap adalah pesawat terbang yang sengaja dirancang untuk terbang rendah. Tujuannya adalah untuk mendapatkan efek permukaan (ground effect) yang berguna menambah gaya angkat. Kendaran jenis ini dikenal dengan nama Wing in Ground/Surface Effect (WiGE atau WiSE).
Dibandingkan dengan kapal laut, WiSE memiliki keunggulan yaitu meniadakan gaya hambat dari air laut karena telah berada beberapa centi diatas permukaan laut dan pada akhirnya tentu saja kecepatan yang didapat lebih tinggi, waktu tempuh singkat, dan efisiensi bahan bakar yang lebih baik.
Prinsipnya, WiSE manfaatkan efek pemampatan udara permukaan yang terjadi pada objek benda yang terbang rendah. Efek tambahan gaya angkat ini dipertahankan dengan memilih kecepatan terbang yang sesuai dan bentuk aerodinamik yang sesuai pula.
Gaya angkat pada sayap terbangkit akibat adanya perbedaan tekanan dipermukaan atas dan permukaan bawah sayap akibat gerak relatif udara terhadap sayap. Namun, konsekuensi dari perbedaan tekanan ini adalah terjadinya ‘kebocoran’ tekanan di ujung tepi sayap (wing tip) dan terjadi kerugian gaya angkat. Saat terbang rendah, downwash yang tercipta di tepi sayap ini ‘terhalang’ oleh permukaan, sehingga didapatllah tambahan gaya angkat.
(dikutip: @forumsains.com/azki hakim)
Ekranoplan
Central Hydrofoil Design Bureau (CHDB) diketuai oleh Rostislav Alexeiev dengan dukungan dan sumber dana dari Kruchev, membuat kapal memanfaatkan teknologi WiSE yang disebut KM Ekranoplan. KM Ekranoplan disebut Monster Laut Kaspia mempunyai bobot 550 ton, yang digunakan AL Uni Soviet hingga tahun 1980 setelah mengalami kecelakaan saat tinggal landas.
A-90 Orlyonok (Foto: militaryphotos)
Program Ekranoplan dilanjutkan dengan membuat A-90 Orlyonok 125 ton, bertugas dijajaran AL Uni Soviet dari tahun 1979 hingga 1992. Ekranoplan Kelas Lun dibuat tahun 1987, berfungsi sebagai peluncur misil. Sedangkan Lun kedua yang diberi nama Spasatel, berfungsi sebagai kapal penolong tidak pernah selesai dibuat.
@berbagai sumber/beritahankam.blogspot
No comments:
Post a Comment