Pekerja membawa bom tipe P-100L yang baru diproduksi di industri pembuatan bom PT Sari Bahari di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (5/4). Industri itu memanfaatkan komponen dalam negeri. (Foto: KOMPAS/Dwi Ari Prastyanto)
15 April 2011, (KOMPAS): Membuat persenjataan tidak hanya dilakukan badan usaha milik negara, sejumlah pengusaha kecil dapat berkarya dalam industri pertahanan (ordinance). Pabrik bom, perahu komando, perangkat amfibi untuk helikopter, dan rantai tank dapat diproduksi oleh sejumlah industri rumahan.
Industri rumahan semacam itu bisa dilihat di Malang, Jawa Timur, dan Bogor, serta Depok, Jawa Barat.
Saat berkunjung ke Malang, Jawa Timur (5-6/4), puluhan karyawan PT Sari Bahari sibuk membubut perkakas mesin, tabung las karbit, dan menyelesaikan tabung bom latih ukuran 100 kilogram. Itulah suasana bengkel yang semula memproduksi knalpot lalu berganti membuat bom latih dan bom ledak (live bomb) yang digunakan di pesawat tempur pengebom Sukhoi 27 dan Sukhoi 30 milik TNI AU.
Bom yang digunakan pesawat canggih buatan Rusia itu, dirakit di bengkel sederhana milik Ricky H Egam yang ada di Kota Malang. Proses pencetakan (forging), penekuk pelat untuk membentuk cone (ujung runcing pada live bomb) dan sirip bom, dibuat dengan teliti menggunakan perkakas mekanik yang dibuat sendiri oleh Ricky dan pengawas tekniknya, Ahmad Hadi dan Ho Widianto.
”Kami belajar membuat bom sewaktu menjadi rekanan PT Pindad selama beberapa tahun. Kandungan lokal bom kami lebih dari 75 persen,” ujar Ricky.
Industri itu dirintis sejak tahun 2005 dengan membuat bom latih yang diuji statis dan dinamis. Secara teknis, pengembangan bom tersebut dikerjakan bersama Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI Angkatan Udara.
Ricky memilih membuat bom karena memiliki pengalaman di bidang metalurgi, dan penasaran terhadap tidak adanya persenjataan lengkap yang dimiliki jet tempur Sukhoi saat baru tiba di Indonesia.
Setelah berhasil menguji coba bom latih di tahun 2007, pengembangan dilakukan lebih lanjut membuat bom hidup. Uji coba bom hidup berhasil dilakukan dalam pengeboman di Sangatta, Kalimantan Timur, akhir tahun 2010.
Bom yang dibuat Ricky diberi alur di bagian dalam sehingga saat terjadi ledakan, serpihan (shrapnel) terukur. Kawah (crater) yang ditimbulkan oleh bom ukuran 100 kilogram (250 lbs) itu memiliki radius hingga dua puluh meter dengan kedalaman empat meter. Kerusakan tersebut memadai untuk menghancurkan landasan udara musuh dalam sebuah operasi tempur.
Ricky juga mengembangkan bom latih ukuran 250 kilogram (500 lbs). Bom lainnya seperti ranjau laut turut dikembangkan bekerja sama dengan TNI AL.
Dia mengaku ada permintaan bom itu dari sejumlah negara asing. ”Namun kami menanti izin pemerintah,” ujar Ricky.
Rantai tank
Usaha rumahan serupa juga dirintis di Kampung Sidamukti, Depok Timur, Jawa Barat. Edy Suyanto, seorang mantan pekerja pabrik ban berhasil mengembangkan rantai tank untuk varian tank AMX buatan Perancis, BTR Rusia, dan ban tahan peluru untuk kendaraan angkut personel (Armored Personnel Carrier-APC) VAB Perancis hingga panser BMP Rusia.
”Saya pernah mempelajari rantai tank M-1 Abrams saat tugas belajar di Amerika Serikat tahun 1980-an. Saat itu, saya bekerja di pabrik ban investasi Amerika Serikat di Bogor. Pengetahuan yang didapat membuat saya bisa mengembangkan rantai tank,” kata Edy.
Pembuatan rantai tank semakin serius ditekuni setelah Indonesia diembargo oleh Inggris, terkait penggunaan tank Scorpion dalam penerapan Darurat Militer di Aceh Tahun 2003.
Kini, sebuah distributor suku cadang AMX yang berbasis di Belgia sudah meminta Edy untuk memasarkan rantai tank buatannya melalui mereka.
Tidak jauh dari Depok, di kawasan Kedung Halang Talang, Kota Bogor, sebuah toko perlengkapan olahraga luar ruang (outdoor) terlihat ramai dikunjungi pembeli. Anas Ridwan, pemilik Toko Boogey memeriksa produksi perahu karet di workshop yang terletak tidak jauh dari tokonya.
Sebuah Rigid Inflatable Boat (RIB) terlihat diletakan di luar workshop. RIB jenis Sea Raider itu adalah salah satu produksi industri rumahan yang pernah digunakan dalam operasi khusus TNI AL. ”Semula kami diminta merawat Sea Raider buatan Avon dari Inggris yang lazim digunakan pasukan elite Inggris seperti SAS dan SBS. Kami kembangkan sendiri-Sea Raider-dan ternyata berhasil. Kami membuat selusin Sea Raider yang digunakan TNI AL. Kecepatan Sea Raider bisa mencapai 30 knot. Kapal jenis ini pernah digunakan dalam operasi militer di Aceh,” ujar Anas.
Selain itu, Boogey membuat perahu karet Landing Craft Rubber (LCR), perahu karet komando yang dengan mesin khusus dapat mencapai kecepatan 100 kilometer per jam, rumah sakit lapangan yang dapat digelar dalam 10 menit, dan flotation gear (alat pendarat di air) yang digunakan helikopter Super Puma. Anas Ridwan yakin pengadaan alutsista di Indonesia bisa membuat negeri ini tidak bergantung pada produksi asing.
Sumber: KOMPAS
No comments:
Post a Comment