Prajurit TNI Angkatan Darat memperagakan keterampilan bela diri menggunakan tongkat saat peringatan acara Hari Juang Kartika di Markas Besar TNI AD, Jakarta, Selasa ( 1 5/ 1 2 ). (Foto: KOMPAS/Yuniadhi Agung)
16 Desember 2009, Jakarta -- Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Jenderal George Toisutta meminta keberanian menyampaikan pendapat di alam dan negara demokrasi bisa terus dan harus dihargai, walau diakui hal itu bisa memunculkan banyak perbedaan.
Meski begitu, diingatkan pula, perbedaan yang bermunculan jangan sampai malah dijadikan alasan pembenaran untuk membiarkan terjadinya konflik dan kekerasan.
Hal itu disampaikan George, Selasa (15/12), dalam amanat yang dibacakannya saat upacara peringatan Hari Juang Kartika Tahun 2009 di Markas Besar TNI AD, Jalan Veteran, Jakarta. Tidak hanya itu, dia juga mengingatkan jangan sampai kebebasan malah membuka peluang terjadinya konflik vertikal dan horizontal.
”Tidak menutup kemungkinan konflik vertikal dan horizontal yang terjadi justru dimanfaatkan pihak luar untuk mengintervensi sesuai kepentingan nasional mereka (pihak-pihak yang mengintervensi tadi),” ujar George.
George kemudian meminta berbagai perbedaan yang ada sebaiknya bisa dikelola dengan semangat nasionalisme sehingga bisa mempererat kebersamaan, memperkokoh kesatuan dan persatuan, dalam menyelesaikan masalah bangsa.
Hal itu, tambahnya, bisa dilakukan jika kemanunggalan TNI dan rakyat bisa terus dijaga dan ditingkatkan. Sejarah, menurut George, mencatat berbagai persoalan bangsa hanya bisa dituntaskan oleh seluruh komponen bangsa dengan semangat kebersamaan.
Lebih lanjut seusai upacara, George juga secara tak terduga melontarkan permintaan maaf kepada rakyat. Dia mengakui masih banyak terjadi perilaku prajurit TNI AD yang melukai dan menyakiti hati rakyat, baik disengaja maupun tidak.
”Kami ini berasal dan hidup bersama rakyat. Selama ini kita lihat bersama kerja sama konkret kami bersama rakyat, seperti menggelar kegiatan TNI Manunggal Membangun Desa dan dalam penanggulangan bencana alam, kami selalu hadir pertama kali,” ujar George.
Penurunan kapabilitas
Saat dihubungi terpisah, pengamat militer dan juga dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, menilai ada kesan militer, dalam hal ini TNI AD, sudah mulai memperingatkan elemen masyarakat sipil soal adanya penurunan kapabilitas dalam mengelola demokrasi, terutama di kalangan sipil sendiri.
Menurut Andi, jika dilihat dari kacamata kajian ”intervensi militer ke politik”, pernyataan KSAD seperti itu bisa menjadi semacam sinyal atau gejala awal militer mulai secara terbuka mengkritik kondisi yang tengah terjadi sekarang, di mana keterbukaan justru berpotensi dan menyebabkan konflik di masyarakat sendiri.
”Secara tidak langsung KSAD mau mengatakan, telah terjadi semacam degradasi kapasitas kalangan sipil dalam menyelenggarakan demokrasi. Kondisi seperti itu, menurut saya, tidak bagus karena pernyataan seperti itu memunculkan yang saya sebut sebagai variabel struktural bagi militer untuk mengintervensi,” ujar Andi.
Jangan sampai, kata Andi, kondisi kebebasan menyatakan pendapat, yang kemudian memunculkan banyak perbedaan tadi, benar-benar menjadi ledakan konflik seperti dicemaskan militer. Apalagi jika sampai kondisi macam itu lantas berimbas mengganggu kepentingan militer sendiri.
KOMPAS
No comments:
Post a Comment