Tank Scorpion buatan Alvis Vehicle Limited (AVL). (Foto: detikFoto/Zainal Effendi)
9 Oktober 2009, Jakarta -- Departemen Pertahanan menyatakan bahwa KPK bisa terlibat dalam pengadaan alutsista jika terjadi penyimpangan dalam prosesnya. Dephan sendiri menggalakkan inspektorat untuk meningkatkan pencegahan penyimpangan.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dephan Sjafrie Sjamsuddin kepada wartawan di Jakarta, Jumat (9/10).
"KPK hanya jika ada kasus. Kita juga jangan ajak orang bekerja di luar otoritasnya. Kalau ada laporan bernuansa penyimpangan meningkat ke penyalahgunaan lalu meningkat ke pelanggaran hukum, baru lapor ke KPK. Tidak serta merta," terangnya.
Ia menerangkan bahwa dalam proses pengadaan alutsista, Dephan dan TNI punya instrumen yang dinamakan inspektorat. Menjadi tugas Dephan dan TNI untuk mendorong peran aktif dari inspektorat tersebut. Jika biasanya dia bekerja saat kegiatan pengadaan berlangsung, lima tahun kebelakang para inspektorat diminta bekerja saat perencanaan. Itu, terangnya, merupakan bagian dari usaha prevensi dan monitoring.
"Setelah lima tahun, kerjanya dimajukan. Mulai dari perencanaan untuk prevensi dan monitoring," ucapnya.
Perpres Segera Keluar, Permen Menyusul
Peraturan presiden tentang alih bisnis TNI segera keluar setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani dikabarkan telah menandatangani draf perpres tersebut. Peraturan menteri sudah siap untuk dikeluarkan jika perpres tersebut keluar.
Hal itu disampaikan oleh Sekjen Dephan Letjen Sjafrie Sjamsuddin kepada wartawan di Jakarta, Jumat (9/10). "Kabarnya, dia (Menkeu) sudah paraf. Maka, lengkaplah lima menteri itu, Presiden tinggal tandatangan," kata dia.
Perpres, ujar Sjafie, merupakan payung hukum dalam pelaksanaan undang-undang. Sementara, permen berisi aturan teknis terkait pengalihan bisnis. "Perpres itu payung hukum pelaksanaan UU. Permen sendiri mengarah teknis. Permenhan akan menjadi regulator didalam mengendalikan pengalihan bisnis itu, sementara permenkeu ada berhubungan dengan domain PNBP," jelasnya.
Imparsial Desak Pemerintah Rinci Bisnis TNI yang Akan Diatur Perpres
Imparsial mendesak pemerintah untuk bersikap transparan terkait bisnis yang dikelola TNI. Pemerintah semestinya menjabarkan rinci jenis bisnis TNI yang akan dialihkan sebelum peraturan presiden tentang alih bisnis TNI dikeluarkan 16 Oktober mendatang.
"Sebelum keluarkan perpres, pemerintah harus jelaskan audit finansial dari bisnis TNI sehingga ada waktu buat publik untuk menguji," kata Peneliti Imparsial Al Araf kepada wartawan di Jakarta, Jumat (9/10).
Menurutnya, Senin atau Selasa pekan depan merupakan waktu yang tepat untuk mengungkapkan itu sebelum perpres dikeluarkan. Dengan adanya penjelasan, ia menyatakan masyarakat masih bisa memberi masukan kepada pemerintah.
"Sebenarnya, kita ragu dengan komitmen pemerintah terkait pengambilalihan ini, lima tahun berjalan belum tuntas. Proses ini tidak berjalan optimal dilakukan oleh pmerintah dan tim. Tiga atau empat tahun sebenarnya sudah bisa," sambungnya.
Ke depan, ia berharap agar pengelolaan bisnis TNI diserahkan sepenuhnya pada Meneg BUMN. Ini menjadi bagian solusi untuk menjawab keraguan publik terkait niat pemerintah untuk mengalihkan bisnis TNI. TNI pun dimintanya agar tidak lagi ikut campur terhadap bisnis yang sudah dialihkan ke pemerintah.
"Perpres harus tegas, koperasi dan yayasan yang berorientasi bisnis tidak boleh lagi dikelola dan digunakan oleh TNIuntuk yg orientasi bisnis. Kalau otoritas, sesuaikan saja dengan bentuknya. Kalau di Dephan banyak yang ragu, biar BUMN yang kelola," imbuhnya.
MEDIA INDONESIA
No comments:
Post a Comment