Rudal permukaan-ke-udara Starstreak akan memperkuat satuan arhanud. (Foto: 123people)
8 November 2012, Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Najib berharap, tercapainya nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) peningkatan kerja sama bidang pertahanan RI-Inggris mampu meningkatkan kemampuan industri pertahanan dalam negeri, sehingga alutsista yang dimiliki RI menyerupai atau bahkan sama dengan alutsista yang dimiliki Inggris.
Menurut Najib, perlu upaya negosiasi untuk transfer teknologi alutsista secara serius dengan Inggris. Kata Najib, bingkai UU sudah ada yakni UU Industri Pertahanan. Lalu, industri pertahanan dalam negeri sudah siap. "Tinggal pejabat kita mengoptimalkan negosiasi dengan negara partner. Nah, apa yang dilakukan presiden adalah payung hukumnya. Yang lebih penting adalah praktik lapangannya," ujar Najib kepada Jurnalparlemen.com, Kamis (8/11).
Kata Najib, untuk mencapai hal itu, ada dua tantangan yang harus dihadapi. Pertama, bagi Kementerian Pertahanan, termasuk juga TNI, memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi dalam menggunakan alutsista produksi dalam negeri. Juga perlu mengalokasikan anggaran sebesar-besarnya kepada industri pertahanan dalam negeri.
Kedua, kemampuan pemerintah untuk melakukan negosiasi dengan pihak asing. Karena, pihak asing pasti tidak akan memberi banyak soal transfer teknologi.
"Sementara kita ingin sebanyak-banyak dilakukan transfer teknologi. Nah, kalau kita kurang pintar dan kurang gigih, ya kita hanya dikasih porsi sedikit saja. Tetapi kalau kita pintar, kita gigih, maka kita akan mendapatkan banyak. Jadi saya kira payung hukum, tugas presiden itu adalah kita pandang adalah satu sinergitas. Cuma yang lebih penting adalah nanti pada praktik lapangannya," ujarnya.
Najib menegaskan, jangan sampai broker diberikan ruang terlalu besar dalam implementasi di lapangan terkait pengadaan alutsista dari Inggris atau dari negara lain. Karena bisa jadi mereka bermain dan berusaha mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengabaikan kedaulatan bangsa. "Karena itu Komisi I mendorong agar kerja sama itu dilakukan government to government sehingga ruang para pengusaha ini dipersempit dan mereka akan mengikuti irama kebijakan nasional kita untuk menghidupkan industri pertahanan," kata Najib.
Terkait pengalaman sebelumnya, atas kebijakan Inggris yang pernah melakukan embargo senjata ke RI, Najib mengatakan hal itu tidak perlu dikhawatirkan kembali, seiring dengan terus berkembangnya kemampuan industri pertahanan dalam negeri saat ini. Sehingga dalam kerja sama pertahanan dengan Inggris, RI tidak perlu lagi minta jaminan soal tidak ada embargo senjata. "Menurut saya, meminta jaminan itu justru merendahkan diri kita sendiri. Itu termasuk rasa tidak percaya diri sendiri," tegasnya.
Justru, kata politisi PAN ini, yang kita harus lakukan negosiasi mengenai komponen-komponen apa yang substansial. Jadi, kalau suatu saat misalnya diembargo, kita masih survive karena bisa produksi sendiri. "Sehingga negara lain akan sia-sia saja kalau mau embargo kita," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden SBY dan PM Inggris David Cameron menandatangani nota kesepahaman peningkatan kerja sama bidang pertahanan. Kerja sama itu berupa bantuan peningkatan kapasitas bagi TNI di Pusat Studi Perdamaian dan Keamanan dalam bentuk peralatan audio visual untuk pelatihan bahasa, juga menyediakan kursus-kursus dan seminar bagi anggota pasukan perdamaian. Selain itu, kontrak penjualan alat-alat pertahanan kepada AU, AD, dan AL Indonesia. Peralatan itu di antaranya peluru kendali starstreak, senapan sniper, kapal perang kecil multiguna (Multi Roles Light Frigate), dan suku cadang untuk pesawat tempur Hawk 109/209.
Inggris Diskon Frigate Ringan Kelas Ragam 20%
Indonesia bakal memiliki tiga kapal perang canggih jenis multi role light Frigate dari Inggris. Dengan tambahan kapal ini, TNI kini memiliki alutsista yang bisa diandalkan untuk menjaga setiap jengkal wilayah NKRI dari ancaman musuh. Tiga Frigate itu dibeli Indonesia sebesar 20% dari harga jual.
“Inggris mendukung penuh upaya Indonesia menjaga keamanan dan memperkuat pertahanan,” kata Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro kepada Investor Daily di London, Jumat (2/11).
Sehari sebelumnya, Menhan Indonesia dan koleganya Menhan Inggris Philip Hammond menandatangani nota kesepahaman bidang pertahanan di kediaman Perdana Menteri Inggris David Cameron di Downing Street No 10, London, Inggris.
Penandatanganan itu disaksikan oleh Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Nota kesepahaman itu merupakan sinyal semangat dan keinginan kedua pihak untuk mengembangkan kerja sama keamanan dan pertahanan di masa akan datang. Kerja sama Indonesia-Inggris telah dimulai sejak 1997 saat keduanya berjanji untuk mempererat kerja sama.
Kapal multi role light Frigate yang akan dibeli dari Inggris, kata Purnomo, awalnya hendak dibeli Brunei Darussalam. Namun, negara kecil itu kemudian membatalkan pembelian dengan alasan tidak terlalu dibutuhkan. “Kita beruntung bisa membeli Frigate itu karena harganya hanya 20% dari harga jual kepada Brunei,” kata Purnomo.
Sumber: Jurnal Parlemen/Investor Daily
dasar DPR orang2 munafik.maling teriak maling,padahal anggota dewan itu sendiri yang jadi Broker.apalagi yang nama'nya TB Hasanudin,katanya Jendral tp otaknya lebih goblok dari Hansip.....
ReplyDeletetau tu.... Tebe
ReplyDeletegimana TNI mau maju kalao kayak gini ...?
ReplyDelete