Leopard 2. (Photo: KMW)
19 Juli 2012, Jakarta: The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) meminta agar pembelian 100 main battle tank (MBT) Leopard dari Jerman dibatalkan dan anggarannya dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit.
Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti menyatakan, pemerintah dan DPR harus berhati-hati dan cermat dalam menentukan alokasi anggaran untuk pertahanan.
"Pembelian alutsista (alat utama sistem senjata) harus benar-benar didasarkan atas kebutuhan objektif pertahanan Indonesia, bukan atas dasar kebutuhan politis," kata Poengky di Jakarta, Kamis (19/7).
Menurut Poengky, tidak ada urgensi pembelian Leopard saat ini. Ia menduga, rencana pembelian Leopard ditujukan untuk mencari keuntungan segelintir kelompok dan elite pemerintahan. "Transparansi dan akuntabilitas sektor pertahanan masih patut dipertanyakan," ujar Poengky.
Kendati demikian, menurut Poengky, penguatan matra darat memang tetap harus dilakukan. Namun pemerintah harus mencermati kondisi geografis, infrastruktur, strategi dan doktrin pertahanan Indonesia. Akan lebih baik jika pemerintah menambah kekuatan kavaleri TNI dengan jenis medium dan light tank.
"Ini sejalan dengan keinginan industri pertahanan di dalam negeri yang juga akan mengembangkan pembuatan tank jenis medium dan ringan bekerja sama dengan beberapa negara lain," ungkap Poengky, merujuk pada PT Pindad sebagai kekuatan industri pertahanan nasional.
Dalam pertemuan bilateral antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyno dan Kanselir Jerman, Angela Merkel, Selasa (10/7), salah satunya membahas rencana pembelian 100 MBT jenis Leopard. Presiden SBY mengatakan, selama 20 tahun Indonesia tidak pernah memodernisasi senjata dan elemen pertahanan.
Anggaran yang disiapkan untuk membeli 100 Leopard sebesar US$280 juta.
Kritik keras Imparsial terhadap rencana pembelian Leopard berbuntut panjang. Direktur Program Imparsial Al A'raf, yang selama ini menjadi dosen di Universitas Pertahanan, dilarang mengajar. Menurut Al A'raf, larangan itu diduga berkaitan dengan pemuatan tulisan di rubrik Opini salah satu media cetak nasional. Ia menuding, rencana pembelian Leopard adalah kesalahan penempatan prioritas anggaran pertahanan.
Sumber: Imparsial
Anjing mengg0ng60ng kafilah berlalu. .
ReplyDeleteLSM tidak mencerminkan dan mewakili rakyat,tp mewakili d0natur perut mereka.
Maju terus TNI.
LSM sejatinya adalah penghianat bangsa.
ReplyDeletemereka adlah yg menggerogoti bangsa ini dari dalam dg dalih HAM,mereka tidak menginginkan NKRI menjdi negara yg kuat dan mandiri,mereka adlh antek2 barat.
Bubarkan saja LSM penghianat/penggerogot keutuhan bangsa ini.
mereka harus d berantas dari NKRI karna mreka mrupakan hama bgi keutuhan negara kita.
mreka tak punya rasa Nasionalisme Indonesia,mlainkan nasionalisme barat.
JAYALAH TERUS TNI ku!!
TIDAK URGENSI????
ReplyDeleteapa ini yang namanya tidak urgensi
http://indonesiandefense.blogspot.com/2010/08/malaysia-bangun-jalan-tank-di.html
http://mik-news.blogspot.com/2012/04/pangdam-mulawarman-tank-malaysia-sudah.html
apa ini ndak urgensi???
jadi penasaran ane, pa Imparsial tau tank-tank tetangga kita???
Ilmuwan Inparsial perlu dipertanyakan keilmuannya. Ilmuwan mestinya bersikap obyektif dan tdk memihak pd kepentingan tertentu.
ReplyDeleteApakah ancaman ada di depan mata tdk bisa dilihat. Kondisi lingkungan strategis negara kita dg geliat konflik LCS, penempatan pasukan AS di darwin,arogansi malaysia thd ambalat bkn merupakan ancaman. Apakah tdk jera setelah kehilangan sipadan ligitan.
Kondisi semacam itu apa tdk urgen? Kita sudah bosan direndahkan krn alutsista kita yg usang dan radar kita yg tdk mampu mengcover nusantara, dan masih byk lagi kasus akibat lemahnya alutsista.
Ingat bong LSM, bhw perencanaan harus responsif thd lingkungan strategis. Ada perencanaan yg sifatnya normal dan darurat. Jika perencanaan menganut metode LSM, mungkin kita akan kedodoran jika menghadapi kondisi darurat.
Yg menjadi pertanyaan, metode analisa apa yg digunakan LSM hingga berani mengeluarkan statement yg dangkal.
Hubungannya dg HAM, semua jenis persenjataan mempunyai peluang yg sama utk melanggar HAM jika disalah gunakan. Jd bukan persenjataannya yg harus dikritisi, tetapi manusianya selaku pengguna yg hrs dikritisi. Pemikiran LSM teramat dangkal.
Majulah terus Indonesia dan jayalah TNI sbg pelindung NKRI
hancurkan LSM..... putuskan jaringan LSM, moderenisasi alutsista harga mati.
ReplyDeleteindonesia harus mensejahterakan warganya..itu lebih penting..kasihan kan ada warganya mati kelaparan di negara yg udah lama merdeka dan punya SDA yg melimpah tp ga bisa bg rejeki sm warganya..malu donk sma tetangga..pantesan mreka hina kita trus, pemerintahnya bego ga pinter mengurus warganya..
ReplyDeleteBAGUS...maju trus INDONESIAKU, jadilah negara yg terkuat di dunia biar martabat dan harga diri negara dan bangsa ini bisa sedikit menengadah ke atas dan tidak lagi terperunduk kebawah karena takut dan lemahnya diri, karena kita bukan lagi negara dan bangsa yang mudah di jajah seperti tempo dulu. AMIN'
ReplyDeleteMatamu Soek tdk Urgensi!!! Omonganmu yg tdk urgent, Dasar antek Asing!!
ReplyDeletekalau saat perang...LSM itu jadi apaan yaaa?
ReplyDeleteJadi pengecut kelas wahid...
Deletedasar imparSIALAN...
ReplyDelete