Pesawat Fokker F-27 A2780 terlihat bermanuver dan terbang rendah tak jauh dari Bandara Halim Perdanakusuma. Foto: Pasya Ekert [ Pa''e|Fotografi ] untuk TEMPO.
23 Juni 2012, Jakarta: TNI Angkatan Udara (AU) mengevaluasi keberadaan pesawat Fokker 27 pascakecelakaan pesawat jenis tersebut di kompleks Lanud Halim Perdanakusumah Jakarta (21/6).
Mulai kemarin, pesawat buatan Belanda tersebut sementara diberhentikan operasinya hingga menunggu evaluasi yang dilakukan TNI AU. Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Azman Yunus menjelaskan, pesawat tersebut sebenarnya masih layak terbang karena setiap penerbangan yang dilakukan TNI AU harus ada perilisan atau ada orang yang bertanggung jawab apakah kondisi pesawat layak terbang atau tidak.
Namun, untuk mencegah kemungkinan yang tidak diinginkan, lima pesawat Fokker yang dimiliki TNI AU sementara dihentikan operasinya. “Setelah kecelakaan ini, pesawat Fokker akan ditahan dulu untuk tidak terbang. Menunggu hasil investigasi dilihat, dievaluasi apakah layak atau tidak untuk terbang,”ujar Azman Yunus di Jakarta kemarin.
Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya TNI Dede Rusamsi membenarkan kelanjutan penerbangan Fokker akan dievaluasi lagi. Menurut dia, sejak Kamis (21/6) malam, pihaknya terus mengumpulkan data-data yang dapat menjadi bahan evaluasi, termasuk untuk mengetahui penyebab jatuhnya pesawat. “Pemeriksaan awal, penerbang dan pesawat dalam keadaan fit. Sampai saat ini penyebabnya masih dalam investigasi. Sejak tadi malam sudah mengumpulkan data yang diperkirakan tiga bulan kemudian baru diketahui,”katanya.
Pada saat kejadian diketahui pesawat tersebut memiliki 14.936 jam terbang. Dede membantah anggapan bahwa pesawat dalam keadaan tidak laik terbang dan memiliki kerusakan mesin.Diungkapkannya, setiap tiga bulan sekali, pihaknya melakukan pemeriksaan dan servis pesawat. “Jadwal pemeriksaan rutin masih ada 23 hari lagi,”imbuhnya.
Dede kemudian menuturkan, pesawat nahas yang bernomor registrasi A2708 tersebut sebenarnya akan dipensiunkan.
Sebagai gantinya, pihak TNI bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan akan mendatangkan pesawat CN295. Rencananya pesawat buatan Military Airbus yang akan diproduksi PT Dirgantara Indonesia tersebut datang secara bertahap mulai akhir tahun ini hingga 2014. “Rencananya tiba September, satu pesawat lagi Desember, sementara sisanya tahun 2014,”kata Dede.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menilai langkah TNI AU menghentikan sementara penerbangan Fokker 27 pascakecelakaan ini sudah tepat. Dalam pandangannya, walaupun selama ini pemeliharaan dan perawatan Fokker dijalankan TNI AU dengan baik, risiko penerbangan Fokker tetap tinggi.
Namun, mengingat keterbatasan pesawat, sementara kebutuhan pesawat angkut di TNI AU cukup besar, Fokker tidak bisa langsung di-grounded semua.
Menurutnya, grounded harus bertahap dan baru dilakukan secara total ketika semua pesawat CN295 sudah diterima. Dia pun menjanjikan akan mendorong Komisi I DPR mempercepat pembahasan mengenai penggantian Fokker sehingga pada 2014 bisa selesai seluruhnya sembilan unit. “Tahun ini ada dua,” sebut Mahfudz. Pesawat Fokker 27 merupakan pesawat tua dan sudah memperkuat jajaran alutsista TNI AU sejak 1977.
Dari data yang ada, prototipe pesawat bermesin turboprop ini pertama terbang pada 24 November 1955. Adapun produksi komersial pertama adalah F27- 100 pada November 1958 untuk maskapai Aer Lingus. Pesawat ini merupakan pesawat turboprop yang paling laris di dunia dengan hampir 800 juta unit dijual dari rentang tahun 1958 hingga 1986. Pada 2009 lalu, Fokker 27 yang juga milik TNI AU jatuh di Bandara Hussein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, menewaskan 24 penumpang.
TNI AU sendiri mulai mengoperasikan F27 pada 1976 melalui Skuadron 2 Wing Operasi 001 Lanud Halim Perdanakusumah. Seperti diketahui, pesawat Fokker 27 milik TNI AU jatuh saat menjalani misi pelatihan take off dan landingdi kompleks Lanud Halim Perdanakusumah, tepatnya di Jalan Branjangan II RT 011/10, mengakibatkan 11 orang tewas.Selain 7 kru pesawat,4 warga kompleks turut menjadi korban setelah rumah yang mereka huni tertimpa pesawat. TNI AU kemarin memulai investigasi penyebab jatuhnya pesawat.
Kasubdispenum Dispenau Kolonel (Pnb) Agung Sasongkojati menjelaskan, investigasi dilakukan secara internal oleh tim dari Dislambangja (Dinas Keselamatan Terbang dan Kerja) dan Komisi Penelitian Penyebab Kecelakaan Pesawat Udara (KPP-KPU). “Tim otomatis sekarang sudah berjalan,” tuturnya. Penyelidikan dipastikan tidak melibatkan pihak Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
Menurut Agung,tim KPP-KPU biasanya diisi oleh para perwira dan penerbang senior TNI AU sesuai dengan keahliannya. Lantaran ini kecelakaan pesawat Fokker, kemungkinan juga melibatkan penerbang senior Fokker. Mayor (Pnb) Rony Widodo, mantan Kepala Kelompok Instruktur Penerbang Skuadron Udara 2 Lanud Halim Perdanakusumah, mengungkapkan kepercayaannya pada kemampuan almarhum Mayor (Pnb) Heri Setiawan, pilot Fokker yang jatuh, karena telah memiliki jam terbang 3.325 jam.
Adapun untuk kopilot Lettu (Pnb) Paulus Adi Prakoso baru sekitar 128 jam dan Letda (Pnb) Ahmad Syahroni selama 87 jam. Azman Yunus memastikan bahwa pesawat tersebut tidak memiliki black box karena merupakan pesawat militer. “Jika pesawat militer menggunakan kotak hitam, itu berbahaya. Jika terjatuh di area musuh bisa dibongkar oleh musuh dan dapat diketahui datanya,”jelasnya.
Sumber: SINDO
No comments:
Post a Comment