Sejumlah anggota Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL Armada Kawasan Timur (Armatim) saat melakukan patroli laut tak jauh dari jembatan Suramadu di perairan Surabaya, Jatim, Kamis (8/3). Patroli laut tersebut merupakan serangkaian dari pengamanan laut di wilayah timur Indonesia sebagai pengawal samudera untuk antisipasi kejahatan jalur laut serta menjaga keutuhan NKRI. (Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat/Koz/mes/12)
21 Maret 2012, Jakarta: Komandan Gugus Tempur Laut Komando Armada RI Kawasan Barat, Laksamana Pertama TNI Achmad Taufiqoerrochman mengatakan salah satu prioritas ke depan adalah bagaimana membangun komando dan pengendalian (kodal).
"Komando dan pengendalian harus kita bangun. Sebab saat ini masih mengandalkan penggunaan radio. Padahal kemampuan ilmu dan teknologi (IT) berkembang begitu pesat. Ini belum dimanfaatkan dengan baik, sehingga kita masih mengandalkan untuk menggunakan radio. Oleh karena itu, saat ini sedang dipikirkan bagaimana menggunakan satelit,” kata Komandan Guspurla Koarmabar, Laksma TNI Achmad Taufiqoerrochman di kantornya di Jakarta, Rabu (21/3).
Mantan Komandan Satuan Patroli Komando Armada RI Kawasan Timur ini, menjelaskan, meski sudah ada Puskodal (Pusat Komandan dan Pengendalian) di Koarmabar, namun kemampuannya masih terbatas dimana belum tersambung sampai ke kapal. “Jika mau disambungkan ke kapal tentu membutuhkan teknologi agar kapal bisa mampu menangkap satelit. Namun tentu membutuhkan biaya yang cukup mahal,” kata Komandan Pembebasan Sandera KM Sinar Kudus di Somalia ini.
Dia menegaskan kodal itu sangat strategis. Sebab begitu kalah dalam hal kodal, kalah kita. Karena pasukan sulit dikoordinasi apabila kodal dipotong oleh lawan. “Sebab perintah komandan dari satuan-satuan yang ada pasti tidak akan jalan. Jadinya satuan bisa bingung sendiri dan keluar. Ya menyerah. Jadi di situlah peran teknologi,” katanya.
Achmad Taufiqoerrochman adalah sosok perwira tinggi TNI AL yang cerdas dan memiliki keberanian. Tidak hanya memiliki kemampuan bertempur di laut tetapi juga memiliki wawasan dan strategi dalam melihat perkembangan regional dan global. Salah satu pandangannya adalah bahwa strategi yang paling baik untuk memenangkan peperangan sebenarnya tanpa harus bertempur.
Taufiqoerrochman juga menjelaskan bahwa kemampuan dasar Gugus Tempur laut adalah bertempur di laut. Karena itu, harus mengetahui bagaimana kemampuan anti serangan udara atau serangan rudal, peperangan permukaan laut, dan peperangan kapal selam.
Menurutnya, tantangan kedepan adalah bagaimana peduli pada lingkungan maritim. Prinsipnya harus peduli pada aspek maritim karena akan berdampak kepada aspek keamanan, ekonomi dan lingkungan.
Berdasarkan pengalaman di Somalia, kata Taufiqoerrochman, ternyata pengguna laut itu mempunyai ancaman bersama yaitu aspek keamanan (perompakan) dan lingkungan hidup. Laut masih menjadi lalu lintas yang berdampak ekonomi.
Karena itu, untuk menghadapi tantangan di laut, negara-negara di dunia sudah menyadari bahwa tidak bisa sendiri tetapi perlu bekerja sama. “Ke depan perlu mempunyai jaringan untuk sharing informasi. Artinya kita mendapatkan informasi dari negara lain, sebaliknya kita menyampaikan kepada mereka,” katanya.
Taufiq yang pernah memimpin pembebasan sandera di Selat Malaka ini, menyatakan sampai saat ini selalu bertemu dengan jaringan negara-negara lain guna berkoordinasi dalam hal operasi pengamanan di wilayah laut.
Dikatakannya, isu terorisme juga menjadi perhatian Gugus Tempur Laut. Namun sejauh ini belum ada kejadian teroris melancarkan serangan melalui laut. Terkait posisi Selat Malaka, dia menilai bahwa posisi Selat Malaka tetap menjadi wilayah sangat strategis.
Sumber: Jurnas
No comments:
Post a Comment