Friday, July 3, 2009

Diplomasi Ekonomi Harus Jadi Prioritas


3 Juli 2009, Jakarta -- Krisis ekonomi dan keuangan global harus dijadikan tantangan baru bagi negara-negara yang terkena krisis, termasuk Indonesia. Tantangan baru tersebut adalah bagaimana menciptakan ketahanan ekonomi yang lebih kuat dari tahun-tahun sebelumnya.

Untuk menciptakan ekonomi dengan ketahanan yang kuat diperlukan dukungan diplomasi ekonomi yang kuat. Karena itu, sudah saatnya diplomasi ekonomi diberi tempat dan prioritas dalam politik luar negeri (polurgi) Indonesia.

"Menghadapi tantangan krisis keuangan global tersebut, Indonesia perlu memperkuat diplomasi ekonomi dan harus dipandang sebagai prioritas baru dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia".

Hal itu dikatakan pengamat ekonomi internasional, Mantan Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Makarim Wibisono dalam diskusi bertajuk Global Economic Crisis: Opportunities, Policy and Diplomacy Response, di Jakarta, Kamis (2/7).

Menurut Makarim, diplomasi ekonomi bukan hanya diplomasi perdagangan, melainkan diplomasi yang lebih proaktif untuk mencari informasi dan peluang di berbagai bidang, seperti investasi, perdagangan, keuangan, dan pariwisata.

"Kebijakan dan strategi ekonomi yang terpadu dan terencana itu akan menentukan arah pelaksanaan dan efektivitas diplomasi Indonesia," ujarnya. Diplomasi ekonomi, kata Makarim, membutuhkan penyesuaian dalam tiga hal, yaitu penyesuaian dalam memahami diplomasi yang lintas perdagangan, penyesuaian struktural, dan penyesuaian kultural.

Khusus dalam hal penyesuaian struktur, Makarim menawarkan beberapa model pendekatan baru dalam upaya meningkatkan diplomasi ekonomi. Pertama, menggunakan pendekatan model Australia dan Kanada. Negara tersebut menggabungkan Departemen Luar Negeri dan Departemen Perdagangan Luar Negeri. Dalam model ini, yang ada adalah Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Luar Negeri, sementara Departemen Luar Negeri ditiadakan. Kedua adalah model Inggris, yaitu dengan membentuk badan besar di Departemen Luar Negeri yang dikelola oleh Departemen Perdagangan dan Perindustrian secara bersama-sama di Departemen Luar Negeri. Ketiga, model Singapura, yaitu dengan membuat semacam Economic and Trade Board. Semua departemen mendukung kegiatan yang ada di dalam badan tersebut. Otoritas ada di badan tersebut, bukan di departemen.

Deputi Menteri Perekonomian, Mahendra Siregar mengatakan, Indonesia telah menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Hal ini dibuktikan dari masuknya Indonesia dalam anggota G-20 (organisasi kelompok negara-negara industri). Diihat dari gross domestic product (GDP) posisi Indonesia saat ini berada pada jajaran 15 atau 16 besar ekonomi terbesar dunia. "Itulah yang menyebabkan Indonesia masuk G-20. Bahkan, lebih besar dari Australia, Saudi Arabia dan Mesir," ujar Mahendra.

Mahendra mengatakan, ekonomi Indonesia dinilai memiliki daya tahan yang cukup kuat. Penilaian tersebut dilihat dari adanya daya tahan pemerintah yang kuat (government resilient). Daya tahan pemerintah yang kuat tercapai karena reformasi yang dilakukan pascakrisis tahun 1998.

"Indonesia relatif lebih baik karena perubahan dan reformasi pascakrisis moneter dilakukan secara menyeluruh dan konsisten. Sehingga ekonomi, keuangan dan politik Indonesia lebih baik," ujarnya.

JURNAL INDONESIA

No comments:

Post a Comment