Peserta Latma Rajawali Ausindo berfoto bersama dilatarbelakangi Hercules TNI AU dan RAAF. (Foto: Australia DoD)
28 Agustus 2010 -- Awak pesawat angkut militer C-130 Hercules TNI AU dan RAAF melakukan latihan bersama di pangkalan udara RAAF Darwin, dilaksanakan 9-13 Agustus 2010. Peserta latihan sejumlah aktivitas diantara misi bantuan udara yang melibatkan beberapa pesawat Hercules. TNI AU diwakili Skuadron 32 sedangkan RAAF Skuadron 37.
Anggota TNI-AU mendiskusikan rencana penerbangan pertama dalam latihan Rajawali Ausindo saat Flying Officer David Svarc anggota No. 37 Squadron (37SQN) RAAF menyelesaikan kertas kerjanya. (Foto: Australia DoD)
Pilot TNI AU dari Skuadron 32 memperhatikan awak pesawat Australia dari 37SQN yang menerbangkan Hercules RAAF saat latma Rajawali Ausindo. (Foto: Australia DoD)
Hercules TNI AU dan RAAF diparkir berdampingan di pangkalan udara RAAF Darwin. (Foto: Australia DoD)
Anggota 37SQN RAAF menyiapkan C-130H Hercules dini hari sebelum melakukan penerbangan pertama dalam latma Rajawali Ausindo. (Foto: Australia DoD)
C-130 Hercules TNI AU dan RAAF diparkir di pangkalan udara Australia di Darwin. (Foto: Australia DoD)
Australia DoD/Berita HanKam
Berita Pertahanan dan Keamanan, Industri Militer Indonesia dan Dunia, Wilayah Kedaulatan NKRI serta Berita Militer Negara Sahabat
Saturday, August 28, 2010
Latihan Maritim Kakadu 2010
Kapal perusak JS Akebono, frigate HMAS Toowoomba dan kapal bantu HMAS Sirius dalam latihan KAKADU 2010. (Foto: Australia DoD)
28 Agustus 2010 -- Latihan KAKADU 2010 merupakan latihan maritim internasional terbesar di Australia pada tahun ini. KAKADU pertama kali diadakan 1993, bertujuan membangun interoperability dan operasi internasional antara angkatan laut. Latihan berlangsung di Darwin mulai 16 Agustus sampai 3 September 2010.
KAKADU 2010 melibatkan lebih dari 3000 personil dari angkatan laut dan udara Australia, Selandia Baru, Singapura, Thailand dan Jepang. Sejumlah negara mengirimkan perwakilannya sebagai observer, India, Indonesia, Papua New Guinea, Filipina, Perancis dan Korea Selatan.
RAN menyertakan dua kapal bantu HMAS Sirius dan HMAS Success, tiga frigate kelas ANZAC HMAS Arunta, HMAS Warramunga, dan HMAS Toowoomba, dua kapal selam kelas Collins HMAS Dechaineaux dan HMAS Collins serta satu kapal patroli kelas Armidale HMAS Albany. Australia melibatkan juga pesawat tempur RAAF, pesawat intai PC-3 Orion, jet serang Hawk dan pembom F-111.
RSN mengirimakn dua kapal perangnya frigate kelas Formidable RSS Tenacious dan korvet rudal kelas Victory RSS Vigour.
Pasukan Bela Diri Jepang menurunkan kapal perusak kelas Murasame JS Akebono serta dua pesawat intai PC-3 Orion sedangkan Selandia Baru menyertakan pesawat intai P3-K Orion.
Frigate kelas ANZAC HMAS Toowoomba saat mengikuti latihan KAKADU 2010. HMAS Toowoomba dan HMAS Arunta akan berlayar ke Asia Tenggara setelah menyelesaikan latihan KAKADU. Kedua frigate akan berlabuh di Singapura, Malaysia dan Indonesia serta melakukan latihan maritim. (Foto: Australia DoD)
JS Akebono. (Foto: Australia DoD)
Kapal bantu HMAS Sirius sedang mengirimkan bahan bakar ke frigate HMAS Toowoomba. (Foto: Australia DoD)
Australian DoD/Berita HanKam
28 Agustus 2010 -- Latihan KAKADU 2010 merupakan latihan maritim internasional terbesar di Australia pada tahun ini. KAKADU pertama kali diadakan 1993, bertujuan membangun interoperability dan operasi internasional antara angkatan laut. Latihan berlangsung di Darwin mulai 16 Agustus sampai 3 September 2010.
KAKADU 2010 melibatkan lebih dari 3000 personil dari angkatan laut dan udara Australia, Selandia Baru, Singapura, Thailand dan Jepang. Sejumlah negara mengirimkan perwakilannya sebagai observer, India, Indonesia, Papua New Guinea, Filipina, Perancis dan Korea Selatan.
RAN menyertakan dua kapal bantu HMAS Sirius dan HMAS Success, tiga frigate kelas ANZAC HMAS Arunta, HMAS Warramunga, dan HMAS Toowoomba, dua kapal selam kelas Collins HMAS Dechaineaux dan HMAS Collins serta satu kapal patroli kelas Armidale HMAS Albany. Australia melibatkan juga pesawat tempur RAAF, pesawat intai PC-3 Orion, jet serang Hawk dan pembom F-111.
RSN mengirimakn dua kapal perangnya frigate kelas Formidable RSS Tenacious dan korvet rudal kelas Victory RSS Vigour.
Pasukan Bela Diri Jepang menurunkan kapal perusak kelas Murasame JS Akebono serta dua pesawat intai PC-3 Orion sedangkan Selandia Baru menyertakan pesawat intai P3-K Orion.
Frigate kelas ANZAC HMAS Toowoomba saat mengikuti latihan KAKADU 2010. HMAS Toowoomba dan HMAS Arunta akan berlayar ke Asia Tenggara setelah menyelesaikan latihan KAKADU. Kedua frigate akan berlabuh di Singapura, Malaysia dan Indonesia serta melakukan latihan maritim. (Foto: Australia DoD)
JS Akebono. (Foto: Australia DoD)
Kapal bantu HMAS Sirius sedang mengirimkan bahan bakar ke frigate HMAS Toowoomba. (Foto: Australia DoD)
Australian DoD/Berita HanKam
Badai Semalam yang Bikin Porak Poranda
Kadet dan semua awak KRI Dewaruci memberikan salam perpisahan, Senin (23/8), saat meninggalkan Amsterdam, Belanda. Suasana haru menyelimuti perpisahan Dewaruci dengan sahabat-sahabatnya dari sejumlah negara yang hadir dalam Sail Amsterdam 2010. (Foto: KOMPAS/C Wahyu Haryo PS)
28 Agustus 2010 -- Pelayaran dari Amsterdam, Belanda, ke Bremerhaven, Jerman, sejauh 240 mil memang hanya membutuhkan waktu dua hari (Senin-Selasa, 23-24/8). Namun, pelayaran yang relatif singkat itu pasti tidak akan terlupakan bagi semua awak KRI Dewaruci. Dalam pelayaran itulah kami mengalami badai terbesar dalam sejarah perjalanan KRI Dewaruci sepanjang tahun 2010.
Hujan yang turun sejak Senin pagi seolah menangisi kepergian KRI Dewaruci saat meninggalkan Amsterdam. Sejumlah sahabat KRI Dewaruci dari sejumlah negara yang telanjur jatuh cinta dengan KRI Dewaruci juga menangis, enggan melepas kepergian kapal kesayangannya.
Duta Besar RI untuk Belanda JE Habibie beserta staf dan Gubernur Akademi Angkatan Laut Laksamana Muda Hari Bowo berada di antara sahabat yang melepas KRI Dewaruci di dermaga Noord, Amsterdam. Mereka melambaikan tangan sebagai salam perpisahan.
Yah, apa boleh buat. The show must go on, pelayaran harus tetap berlanjut. KRI Dewaruci pun membalas lambaian tangan mereka dengan salam penghormatan kebanggaannya selama ini, yakni dengan formasi parade roll. Puluhan taruna berdiri di tiang layar, diiringi musik drum band yang mengalunkan lagu ”Old Shine”.
Melambaikan tangan
Hampir di sepanjang perjalanan menyusuri kanal Het Ij sejauh 10 mil menuju laut lepas, warga juga melambaikan tangan menandai kepergian KRI Dewaruci. Kapal-kapal yang kami lewati membunyikan sirene panjang sebagai salam perpisahan bagi KRI Dewaruci. Bahkan, saat kami melewati markas Angkatan Laut Belanda dan memberikan penghormatan, mereka balas memberikan penghormatan dengan tembakan salvo. Sebuah salam penghormatan yang hampir tidak diberikan kepada kapal-kapal lain.
Waktu menunjukkan pukul 16.00, KRI Dewaruci baru saja meninggalkan muara menuju laut lepas. Angin bertiup cukup kencang, 20-40 knot. Badai besar terjadi di perairan Inggris dan diperkirakan dampaknya mencapai di perairan Belanda. Komandan KRI Dewaruci Letnan Kolonel (Pelaut) Suharto memutuskan menunda pelayaran selama dua jam hingga angin sedikit mereda. Sejumlah kapal peserta Sail Amsterdam 2010 yang meninggalkan Amsterdam tampak juga menunda pelayaran.
Sekitar pukul 18.00, KRI Dewaruci kembali melanjutkan pelayaran meski angin masih tetap bertiup kencang. Empasan ombak setinggi 3-5 meter terus menghantam haluan dan lambung kapal. Alunan ombak begitu terasa menggoyang kapal bak gempa bumi yang tak berkesudahan. Hal itu membuat sebagian penumpang mabuk laut atau mengalami sea sick.
Kontributor TV One dan majalah Gatra di Jerman, Miranti; koresponden Rakyat Merdeka, A Supardi Adiwidjaya (69); dan Sekretaris III Penerangan Sosial Budaya Kedutaan Besar RI di Brussels Punjul Setya Nugraha (34) tak kuasa menahan diri untuk tidak memuntahkan seluruh isi perut. Miranti sampai terbaring lemah tak berdaya di sofa di ruang jamuan perwira. Demikian juga dengan Punjul yang berbaring memeluk boneka Tony Bear. Supardi malah sempat jatuh terduduk di kursi saat kapal berguncang keras.
Saya, yang baru kali pertama berlayar, lebih dari sepuluh kali bolak-balik ke kamar mandi untuk muntah di kloset. Sampai-sampai badan serasa lemas dan kepala serasa berputar dipermainkan alunan ombak.
Di antara tamu yang on board di KRI Dewaruci, hanya kawan saya, Klaus Neumann (56), konsultan teknik kapal dan jurnalis lepas asal Jerman, yang segar bugar dan tidak terpengaruh gelombang laut. Sepanjang perjumpaan saya dengan Klaus sejak 19 Agustus lalu, dia memang banyak mengarungi lautan dengan beragam kapal layar. Sudah 50 negara dia kunjungi. Wajar jika dia bertahan karena sudah banyak pengalaman melaut.
”Are you still alive?” tanyanya disusul gelak tawa saat melihat raut wajah saya yang pucat dan berjalan sempoyongan. ”Off course,” jawab saya. Dalam hati saya berkata, dia tidak tahu apa saya sudah ”teler” hingga tidak bisa lagi berjalan lurus.
Dengan badan masih limbung, saya nekat berjalan dan mengambil gambar video ke sudut-sudut ruangan yang porak poranda. Di ruang tamu utama atau saloon, saya jumpai plakat yang sebelumnya tersusun rapi hampir semua berserakan. Di ruang makan perwira, kursi-kursi dan dokumen juga berserakan. Barang-barang di koridor dek juga berhamburan.
Pintu anjungan sebelah kanan terlepas dari engselnya karena diterpa angin kencang. Beruntung pintu masih bisa diselamatkan sehingga tidak terlempar ditelan ombak.
Terpaan badai kian memuncak sekitar pukul 22.00. Angin bertiup dari arah barat daya dengan kecepatan hingga 50 knot. Dari anjungan saya melihat haluan kapal miring hingga belasan derajat. Di bawah cahaya rembulan yang temaram, tepatnya di perairan Den Helder, laut terus bergolak bak murka.
Kondisi ini mengingatkan pada kisah pewayangan, di mana Bima, salah seorang dari Pandawa Lima, tengah bertarung hebat hingga ke dasar laut melawan Naga Raksasa selama berhari-hari. Saat itu Bima tengah mengemban tugas dari Dorna, gurunya, untuk mencari Tirta Amerta atau Air Kehidupan.
Kelelahan
Di tengah kelelahan melawan Naga Raksasa itulah Bima bertemu Dewaruci, yang tak lain adalah Sang Hyang Wenang yang menjelma menjadi sosok kebenaran, kejujuran, dan kebenaran. Sang Hyang Wenang merupakan dewa yang paling tinggi tingkatannya dalam kisah pewayangan. Pertemuan dengan Dewaruci mengobarkan semangat Bima sehingga ia berhasil mengalahkan Naga Raksasa itu.
Kembali ke kapal, saya lihat kondisinya makin kacau karena air masuk ke dek bawah dan menggenang hingga setinggi lutut. Bel kapal lantas dibunyikan bertalu-talu dan dari pengeras suara terdengar peringatan, ”Peranan kebocoran! Peranan kebocoran! Peranan kebocoran!”
Kepanikan memuncak saat awak kapal yang mengoperasikan mesin untuk memompa air keluar tidak mampu mengimbangi derasnya debit air yang masuk. Diperkirakan saat itu gelombang air mencapai hampir 7 meter dan air masuk dari sela-sela jendela.
Komandan KRI Dewaruci, Suharto, langsung turun ke dek. Melihat kondisi genangan air di kapal tak kunjung surut, ia memerintahkan supaya barang-barang yang berpotensi menyumbat saluran pembuangan dibuang ke laut.
Kepala Divisi Layar Letnan Satu (Pelaut) Chusnul Hidayat dengan nada tinggi memerintahkan semua kadet keluar dan menguras air yang menggenang dengan menggunakan ember. Sampah-sampah dibuang ke laut. Bahkan, barang yang bukan sampah, seperti sepatu, jeriken minyak, dan kardus berisi baju, pun ikut dibuang.
Di tengah situasi kacau itu, ada kisah lucu yang dilakoni perwira pengamanan Kapten Laut Didik Siswinardi. Saat itu dengan sigap ia menyortir mana barang yang harus dibuang karena berpotensi menyumbat saluran air dan barang mana yang harus disimpan.
Saat menemukan sepatu atau kardus berisi baju, entah kepunyaan siapa, ia memberikan kepada awak lain yang berdiri estafet sambil memerintahkan, ”Buang!” Begitu pula saat mendapati sejumlah jeriken air, ia tak ragu bilang, ”Buang!” Namun, ketika mendapati sejumlah botol anggur, spontan ia berkata, ”Simpan!”
Kekacauan saat badai sedikit terkendali ketika komandan memerintahkan kapal berbalik haluan untuk melakukan pelayaran tak jauh dari pantai. Kecepatan kapal juga dikurangi hingga di bawah 10 knot.
Butuh waktu seharian untuk sampai ke pelabuhan di Bremerhaven. Selama sehari itu pula perasaan mual dan puyeng masih bergelayut. Namun, semua perasaan itu sirna ketika kapal sandar di pelabuhan Bremerhaven, Rabu (25/8) pukul 02.00, terlambat 12 jam. Namun, Dewaruci memang luarrr biasaa! (C Wahyu Haryo PS, dari Bremerhaven, Jerman)
KOMPAS
28 Agustus 2010 -- Pelayaran dari Amsterdam, Belanda, ke Bremerhaven, Jerman, sejauh 240 mil memang hanya membutuhkan waktu dua hari (Senin-Selasa, 23-24/8). Namun, pelayaran yang relatif singkat itu pasti tidak akan terlupakan bagi semua awak KRI Dewaruci. Dalam pelayaran itulah kami mengalami badai terbesar dalam sejarah perjalanan KRI Dewaruci sepanjang tahun 2010.
Hujan yang turun sejak Senin pagi seolah menangisi kepergian KRI Dewaruci saat meninggalkan Amsterdam. Sejumlah sahabat KRI Dewaruci dari sejumlah negara yang telanjur jatuh cinta dengan KRI Dewaruci juga menangis, enggan melepas kepergian kapal kesayangannya.
Duta Besar RI untuk Belanda JE Habibie beserta staf dan Gubernur Akademi Angkatan Laut Laksamana Muda Hari Bowo berada di antara sahabat yang melepas KRI Dewaruci di dermaga Noord, Amsterdam. Mereka melambaikan tangan sebagai salam perpisahan.
Yah, apa boleh buat. The show must go on, pelayaran harus tetap berlanjut. KRI Dewaruci pun membalas lambaian tangan mereka dengan salam penghormatan kebanggaannya selama ini, yakni dengan formasi parade roll. Puluhan taruna berdiri di tiang layar, diiringi musik drum band yang mengalunkan lagu ”Old Shine”.
Melambaikan tangan
Hampir di sepanjang perjalanan menyusuri kanal Het Ij sejauh 10 mil menuju laut lepas, warga juga melambaikan tangan menandai kepergian KRI Dewaruci. Kapal-kapal yang kami lewati membunyikan sirene panjang sebagai salam perpisahan bagi KRI Dewaruci. Bahkan, saat kami melewati markas Angkatan Laut Belanda dan memberikan penghormatan, mereka balas memberikan penghormatan dengan tembakan salvo. Sebuah salam penghormatan yang hampir tidak diberikan kepada kapal-kapal lain.
Waktu menunjukkan pukul 16.00, KRI Dewaruci baru saja meninggalkan muara menuju laut lepas. Angin bertiup cukup kencang, 20-40 knot. Badai besar terjadi di perairan Inggris dan diperkirakan dampaknya mencapai di perairan Belanda. Komandan KRI Dewaruci Letnan Kolonel (Pelaut) Suharto memutuskan menunda pelayaran selama dua jam hingga angin sedikit mereda. Sejumlah kapal peserta Sail Amsterdam 2010 yang meninggalkan Amsterdam tampak juga menunda pelayaran.
Sekitar pukul 18.00, KRI Dewaruci kembali melanjutkan pelayaran meski angin masih tetap bertiup kencang. Empasan ombak setinggi 3-5 meter terus menghantam haluan dan lambung kapal. Alunan ombak begitu terasa menggoyang kapal bak gempa bumi yang tak berkesudahan. Hal itu membuat sebagian penumpang mabuk laut atau mengalami sea sick.
Kontributor TV One dan majalah Gatra di Jerman, Miranti; koresponden Rakyat Merdeka, A Supardi Adiwidjaya (69); dan Sekretaris III Penerangan Sosial Budaya Kedutaan Besar RI di Brussels Punjul Setya Nugraha (34) tak kuasa menahan diri untuk tidak memuntahkan seluruh isi perut. Miranti sampai terbaring lemah tak berdaya di sofa di ruang jamuan perwira. Demikian juga dengan Punjul yang berbaring memeluk boneka Tony Bear. Supardi malah sempat jatuh terduduk di kursi saat kapal berguncang keras.
Saya, yang baru kali pertama berlayar, lebih dari sepuluh kali bolak-balik ke kamar mandi untuk muntah di kloset. Sampai-sampai badan serasa lemas dan kepala serasa berputar dipermainkan alunan ombak.
Di antara tamu yang on board di KRI Dewaruci, hanya kawan saya, Klaus Neumann (56), konsultan teknik kapal dan jurnalis lepas asal Jerman, yang segar bugar dan tidak terpengaruh gelombang laut. Sepanjang perjumpaan saya dengan Klaus sejak 19 Agustus lalu, dia memang banyak mengarungi lautan dengan beragam kapal layar. Sudah 50 negara dia kunjungi. Wajar jika dia bertahan karena sudah banyak pengalaman melaut.
”Are you still alive?” tanyanya disusul gelak tawa saat melihat raut wajah saya yang pucat dan berjalan sempoyongan. ”Off course,” jawab saya. Dalam hati saya berkata, dia tidak tahu apa saya sudah ”teler” hingga tidak bisa lagi berjalan lurus.
Dengan badan masih limbung, saya nekat berjalan dan mengambil gambar video ke sudut-sudut ruangan yang porak poranda. Di ruang tamu utama atau saloon, saya jumpai plakat yang sebelumnya tersusun rapi hampir semua berserakan. Di ruang makan perwira, kursi-kursi dan dokumen juga berserakan. Barang-barang di koridor dek juga berhamburan.
Pintu anjungan sebelah kanan terlepas dari engselnya karena diterpa angin kencang. Beruntung pintu masih bisa diselamatkan sehingga tidak terlempar ditelan ombak.
Terpaan badai kian memuncak sekitar pukul 22.00. Angin bertiup dari arah barat daya dengan kecepatan hingga 50 knot. Dari anjungan saya melihat haluan kapal miring hingga belasan derajat. Di bawah cahaya rembulan yang temaram, tepatnya di perairan Den Helder, laut terus bergolak bak murka.
Kondisi ini mengingatkan pada kisah pewayangan, di mana Bima, salah seorang dari Pandawa Lima, tengah bertarung hebat hingga ke dasar laut melawan Naga Raksasa selama berhari-hari. Saat itu Bima tengah mengemban tugas dari Dorna, gurunya, untuk mencari Tirta Amerta atau Air Kehidupan.
Kelelahan
Di tengah kelelahan melawan Naga Raksasa itulah Bima bertemu Dewaruci, yang tak lain adalah Sang Hyang Wenang yang menjelma menjadi sosok kebenaran, kejujuran, dan kebenaran. Sang Hyang Wenang merupakan dewa yang paling tinggi tingkatannya dalam kisah pewayangan. Pertemuan dengan Dewaruci mengobarkan semangat Bima sehingga ia berhasil mengalahkan Naga Raksasa itu.
Kembali ke kapal, saya lihat kondisinya makin kacau karena air masuk ke dek bawah dan menggenang hingga setinggi lutut. Bel kapal lantas dibunyikan bertalu-talu dan dari pengeras suara terdengar peringatan, ”Peranan kebocoran! Peranan kebocoran! Peranan kebocoran!”
Kepanikan memuncak saat awak kapal yang mengoperasikan mesin untuk memompa air keluar tidak mampu mengimbangi derasnya debit air yang masuk. Diperkirakan saat itu gelombang air mencapai hampir 7 meter dan air masuk dari sela-sela jendela.
Komandan KRI Dewaruci, Suharto, langsung turun ke dek. Melihat kondisi genangan air di kapal tak kunjung surut, ia memerintahkan supaya barang-barang yang berpotensi menyumbat saluran pembuangan dibuang ke laut.
Kepala Divisi Layar Letnan Satu (Pelaut) Chusnul Hidayat dengan nada tinggi memerintahkan semua kadet keluar dan menguras air yang menggenang dengan menggunakan ember. Sampah-sampah dibuang ke laut. Bahkan, barang yang bukan sampah, seperti sepatu, jeriken minyak, dan kardus berisi baju, pun ikut dibuang.
Di tengah situasi kacau itu, ada kisah lucu yang dilakoni perwira pengamanan Kapten Laut Didik Siswinardi. Saat itu dengan sigap ia menyortir mana barang yang harus dibuang karena berpotensi menyumbat saluran air dan barang mana yang harus disimpan.
Saat menemukan sepatu atau kardus berisi baju, entah kepunyaan siapa, ia memberikan kepada awak lain yang berdiri estafet sambil memerintahkan, ”Buang!” Begitu pula saat mendapati sejumlah jeriken air, ia tak ragu bilang, ”Buang!” Namun, ketika mendapati sejumlah botol anggur, spontan ia berkata, ”Simpan!”
Kekacauan saat badai sedikit terkendali ketika komandan memerintahkan kapal berbalik haluan untuk melakukan pelayaran tak jauh dari pantai. Kecepatan kapal juga dikurangi hingga di bawah 10 knot.
Butuh waktu seharian untuk sampai ke pelabuhan di Bremerhaven. Selama sehari itu pula perasaan mual dan puyeng masih bergelayut. Namun, semua perasaan itu sirna ketika kapal sandar di pelabuhan Bremerhaven, Rabu (25/8) pukul 02.00, terlambat 12 jam. Namun, Dewaruci memang luarrr biasaa! (C Wahyu Haryo PS, dari Bremerhaven, Jerman)
KOMPAS
RI Tak Akan Gunakan Kekuatan Militer
Inung Bonek, Warga kota Surabaya melakukan aksi tutup mulut dengan membentangkan poster penolakan terhadap arogansi pemerintah Malaysia di depan Tugu Bambu Runcing, Jalan Panglima Sudirman, Surabaya, Jumat (27/8). Aksi yang dilakukan seorang diri ini untuk membangkitkan semangat nasionalisme dikalangan arek-arek Surabaya untuk lebih mencintai NKRI. (Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat/ss/10)
27 Agustus 2010, Jakarta -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan, tidak ada peningkatan gelar kekuatan di wilayah perbatasan RI-Malaysia.
"Hingga saat ini tidak ada laporan mengenai peningkatan (gelar kekuatan) di perbatasan RI-Malaysia pascainsiden kemarin," katanya seusai menghadiri buka bersama jajaran Kementerian Politik, Hukum, dan HAM di Jakarta, Jumat (27/8/2010).
Ia mengatakan, berdasarkan pantauan di Nipah, Berhala, dan Rondo, tidak ada peningkatan (gelar kekuasaan) di perbatasan laut RI-Malaysia. Pengamanan wilayah perbatasan darat dan laut Indonesia dengan negara lain, termasuk Malaysia, seperti biasa atau standar normal.
Hal senada diungkapkan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso yang mengatakan bahwa apa pun yang dilakukan TNI harus berdasar keputusan politik. "Sampai saat ini, pemerintah menetapkan penyelesaian melalui jalur diplomasi. Ya, kita ikuti. Jadi, tidak ada penambahan atau peningkatan gelar kekuatan di perbatasan meski hubungan kedua negara (RI-Malaysia) menghangat," tuturnya.
Hubungan Indonesia-Malaysia kembali menghangat pascapenangkapan tiga petugas Kementerian Laut dan Perikanan oleh aparat Malaysia saat bertugas di Tanjung Berakit, Indonesia. Namun, akhirnya kedua pihak sepakat kembali merundingkan persoalan perbatasan kedua negara di Kinabalu, Malaysia, pada 6 September mendatang.
Indonesia ajak Malaysia berdamai
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi telah mengirim surat kepada Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak terkait ketegangan hubungan kedua negara. Pada intinya, dalam surat tersebut, Pemerintah Indonesia mengajak Malaysia untuk menyelesaikan persoalan bilateral secara damai.
Demikian dinyatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dalam acara buka puasa bersama di Jakarta, Jumat (27/8/2010). Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, dan Jaksa Agung Hendarman Supandji.
"Dalam salah satu poin surat tersebut, Presiden telah mengundang Perdana Menteri Malaysia untuk menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan untuk menghindari kemungkinan apa pun," katanya.
Dia mengatakan, Presiden telah mengirimkan surat kepada Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. "Presiden telah menandatangani surat yang ditujukan kepada Perdana Menteri Malaysia berikut meningkatnya ketegangan dalam hubungan di antara kedua negara," katanya.
Dia mengatakan, Presiden Yudhoyono telah meminta penyelesaian damai masalah sehingga semangat persahabatan hubungan Indonesia-Malaysia dapat dihidupkan kembali. "Presiden juga menyerukan untuk melakukan pembicaraan tentang isu-isu perbatasan. Itu adalah hal yang paling penting. Itulah dua poin penting dalam surat itu," katanya.
Dia mengatakan, perundingan rinci tentang masalah perbatasan dengan Malaysia akan berlangsung pada pertemuan tingkat menteri luar negeri pada tanggal 6 September 2010. "Kedua negara telah sepakat untuk mempercepat pembicaraan perbatasan," katanya.
KOMPAS.com
27 Agustus 2010, Jakarta -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan, tidak ada peningkatan gelar kekuatan di wilayah perbatasan RI-Malaysia.
"Hingga saat ini tidak ada laporan mengenai peningkatan (gelar kekuatan) di perbatasan RI-Malaysia pascainsiden kemarin," katanya seusai menghadiri buka bersama jajaran Kementerian Politik, Hukum, dan HAM di Jakarta, Jumat (27/8/2010).
Ia mengatakan, berdasarkan pantauan di Nipah, Berhala, dan Rondo, tidak ada peningkatan (gelar kekuasaan) di perbatasan laut RI-Malaysia. Pengamanan wilayah perbatasan darat dan laut Indonesia dengan negara lain, termasuk Malaysia, seperti biasa atau standar normal.
Hal senada diungkapkan Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso yang mengatakan bahwa apa pun yang dilakukan TNI harus berdasar keputusan politik. "Sampai saat ini, pemerintah menetapkan penyelesaian melalui jalur diplomasi. Ya, kita ikuti. Jadi, tidak ada penambahan atau peningkatan gelar kekuatan di perbatasan meski hubungan kedua negara (RI-Malaysia) menghangat," tuturnya.
Hubungan Indonesia-Malaysia kembali menghangat pascapenangkapan tiga petugas Kementerian Laut dan Perikanan oleh aparat Malaysia saat bertugas di Tanjung Berakit, Indonesia. Namun, akhirnya kedua pihak sepakat kembali merundingkan persoalan perbatasan kedua negara di Kinabalu, Malaysia, pada 6 September mendatang.
Indonesia ajak Malaysia berdamai
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi telah mengirim surat kepada Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak terkait ketegangan hubungan kedua negara. Pada intinya, dalam surat tersebut, Pemerintah Indonesia mengajak Malaysia untuk menyelesaikan persoalan bilateral secara damai.
Demikian dinyatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dalam acara buka puasa bersama di Jakarta, Jumat (27/8/2010). Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, dan Jaksa Agung Hendarman Supandji.
"Dalam salah satu poin surat tersebut, Presiden telah mengundang Perdana Menteri Malaysia untuk menyelesaikan masalah tersebut secara kekeluargaan untuk menghindari kemungkinan apa pun," katanya.
Dia mengatakan, Presiden telah mengirimkan surat kepada Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. "Presiden telah menandatangani surat yang ditujukan kepada Perdana Menteri Malaysia berikut meningkatnya ketegangan dalam hubungan di antara kedua negara," katanya.
Dia mengatakan, Presiden Yudhoyono telah meminta penyelesaian damai masalah sehingga semangat persahabatan hubungan Indonesia-Malaysia dapat dihidupkan kembali. "Presiden juga menyerukan untuk melakukan pembicaraan tentang isu-isu perbatasan. Itu adalah hal yang paling penting. Itulah dua poin penting dalam surat itu," katanya.
Dia mengatakan, perundingan rinci tentang masalah perbatasan dengan Malaysia akan berlangsung pada pertemuan tingkat menteri luar negeri pada tanggal 6 September 2010. "Kedua negara telah sepakat untuk mempercepat pembicaraan perbatasan," katanya.
KOMPAS.com
Friday, August 27, 2010
LIPI - Kemhan Selenggarakan Seminar Bertajuk Pertahanan Nasional dari Perspektif Sosial Budaya
26 Agustus 2010, Jakarta -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan (Kemhan) menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Pertahanan Nasional Indonesia dari Perspektif Sosial – Budaya”, Rabu (25/8) di Gedung Widya Graha, LIPI, Jakarta.
Seminar dibuka oleh Ketua LIPI Prof. Dr. Lukman Hakim dan menghadirkan pembicara utama Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro yang menyampaikan pidato kunci dengan tema “Konsepsi Pertahanan Nasional Indonesia”.
Sedangkan dalam panel diskusi dengan tema “Keamanan Nasional dari Perspektif Sosial – Budaya” menghadirkan lima pembicara antara lain Pengamat Militer Prof. Dr. Salim Said, Dirjen Pothan Kemhan Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, D.E.A, Peneliti LIPI Dra. Jaleswari Pramodawardhani, M.Hum, Ketua Institute For Ecosoc Rights Sri Palupi dan Peneliti LIPI Prof. Dr. Mochtar Pabottingi.
Dalam sambutan pembukaannya, Ketua LIPI Prof. Dr. Lukman Hakim menyampaikan ucapan terimakasih kepada Kemhan yang telah bersedia menyambut gagasan dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI untuk melakukan kerjasama menyelenggarakan seminar ini. Diharapkan kerjasama ini akan menjadi langkah awal bagi kerjasama selanjutnya antara LIPI dan Kemhan.
Menurut Ketua LIPI, gagasan dari para peneliti di PMB LIPI tersebut adalah dalam rangka secara proaktif mendekatkan ilmu - ilmu sosial dan kemasyarakatan dengan Kemhan sebagai sebuah lembaga pemerintah yang menangani bidang yang sangat startegis yaitu bidang pertahanan negara.
Lebih lanjut dijelaskan Ketua LIPI, seperti telah diketahui bersama bahwa Kemhan pada saat ini secara sistematis dan terencana telah melakukan berbagai inovasi baik dalam konsepsi maupun kebijakan di bidang pertahanan keamanan. Inovasi tersebut diantanya yaitu telah didirikan Universitas Pertahanan Indonesia (UNHAN) oleh Kemhan setahun yang lalu.
Ketua LIPI menegaskan, LIPI sebagai sebuah lembaga penelitian menyambut baik inovasi yang telah dilakukan oleh Kemhan di bidang yang bersifat akademis tersebut. Antisipasi yang dilakukan oleh Kemhan tentang tantangan - tantangan baru dibidang pertahanan dan keamanan merupakan langkah yang bersifat strategis dan sejalan dengan perkembangan teknologi dan perubahan yang terasa semakin mendesak bagi Indonesia akhir - akhir ini.
Menurut Ketua LIPI, Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki kawasan perbatasan yang sangat panjang dengan variasi kountur dan landscape yang berbeda - beda menjadikan persoalan yang ada di kawasan perbatasan Indonesia sebagai sebuah tantangan yang bersifat dinamis, kompleks dan multidimensional.
“Konsepsi dan kebijakan pertahanan nasional memerlukan proses inovasi yang terus menerus, karena kebijakan pertahanan nasional niscaya memerlukan perubahan - perubahan tadi”, ungkapnya.
Dalam kaitan ini, menurutnya berbagai pusat penelitian di LIPI dapat memberikan kontribusi kepada Kemhan dalam mencarikan solusi - solusi baru yang bersifat inovatif dan sesuai dengan bentuk ancaman dan tantangan yang dalam banyak segi berbeda - beda konfigurasinya.
Lebih lanjut Ketua LIPI mengatakan, tantangan dan ancaman yang baru tidak mungkin lagi diselesaikan dengan pendekatan dan cara - cara yang bersifat konvensional yang hanya menekankan aspek yang bersifat militer, namun persoalan - persoalan keamanan yang bersifat non militer yang menitik beratkan pada keselamatan insani (human security) mengharuskan bangsa Indonesia untuk mengubah perkspektif dan konsepsi tentang pertahanan dan keamanan nasional.
Untuk itu, menurut Ketua LIPI diperlukan sebuah pertukaran pikiran yang sehat dan terbuka yang dapat mengupas secara kritis dan mendalam berbagai dimensi pertahanan nasional dari perspektif sosial budaya.
Tujuannya adalah untuk memahami masalah pertahanan nasional Indonesia terutama ancaman, tantangan dan peluang yang sedang dan akan dihadapi bangsa dan negara Indonesia serta pilihan kebijakan yang sebaiknya diambil di bidang pertahanan nasional dengan mempertimbangkan kajian dan perspektif sosial budaya.
Menuju Sistem Pertahanan Negara yang Pro Kesejahteraan
Sementara itu dalam pidato kuncinya, Menhan menyampaikan tentang kebijakan sistem pertahanan negara yang ditetapkan oleh Kemhan pada tahun 2010 yaitu sistem pertahanan negara yang pro kesejahteraan. Kebijakan tersebut diarahkan untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional.
Menhan menjelaskan, melalui sistem pertahanan negara yang pro kesejahteraan maka pembangunan Alutsista TNI disesuaikan dan sejalan dengan tingkat kesejahteraan dan perekonomian negara. “kita tidak ingin pada waktu tingkat kesejahteraan kita meningkat dan perekonmoian kita meningkat, kemudian kekuatan pertahanan kita diabaikan”, ungkap Menhan.
Menhan menjelaskan, antara nilai kesejahteraan dan nilai pertahanan dan keamanan adalah seperti dua sisi dari mata uang. Satu sisi adanya prioritas bagi kesejahteraan disisi ekonomi, tetapi disisi lain ada bidang pertahanan dan keamanan yang juga harus diperhatikan saat perekonomian sudah membaik.
“Jadi yang dimaksud dengan sistem pertahanan negara yang pro kesejahteraan adalah kita ingin pergerakan dari pada budget pertahanan sesuai dengan kondisi perekonomian kita”, tambah Menhan.
Sedangkan sistem pertahanan negara yang pro kesejahteraan terkait untuk kepentingan internal Kemhan dan TNI adalah perlunya memperhatikan hal - hal terkait peningkatan kesejahteraan para prajurit TNI dan PNS.
Menhan mengatakan, belum lama ini Kemhan telah menyelesaikan ketentuan tentang tunjangan khusus yang diberikan kepada 9000 prajurit di perbatasan. Diharapkan tunjangan tersebut sedikit akan membantu meningkatkan kesejahateraan prajurit disamping upaya - upaya lainnya yang sedang didorong oleh Kemhan seperti reformasi birokrasi dan tunjangan kesehatan.
DMC
Pangdam VI/Mlw Terima Kedatangan Satgas Pamtas Yonif 611/Awl
27 Agustus 2010, Balikpapan -- Pangdam VI/Mulawarman Mayjen TNI Tan Aspan menerima kedatangan 650 prajurit Yonif 611/Awang Long usai melaksanakan penugasan di daerah perbatasan Republik Indonesia–Malaysia wilayah Kalimantan Timur. Penerimaan kedatangan Satgas Pamtas tersebut disambut dalam suasana resmi melalui upacara parade militer yang dilaksanakan di Halaman Makodam VI/Mlw Jum’at (27/8).
Kedatangan 650 Prajurit Yonif 611/Awl diliputi suasana haru dan penuh gembira yang dapat dilihat dari ekspresi wajah para prajurit Yonif 611/Awang Long tersebut ketika menuruni tangga Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Teluk Bone nomor lambung 511. Satgas Pamtas Yonif 611/Awl sudah mengamankan perbatasan demi tegaknya kedaulatan NKRI selama kurang lebih satu tahun dan telah digantikan pasukan dari Yonif 631/Antang organik Kodam XII/Tanjungpura yang bermarkas di Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah.
Upacara penyambutan kedatangan Satgas Pamtas tersebut dihadiri oleh Kasdam VI/Mulawarman Brigjen TNI Wisnu Bawatenaya, para Asisten, Kabalak, Komandan Satuan. Pasukan Yonif 611/Awl berangkat awal Agustus 2009 melaksanakan pengamanan sepanjang perbatasan wilayah Kalimantan Timur dengan negara Bagian Sabah Malaysia dan menempati 27 titik Pos.
Dalam sambutan tertulisnya Pangdam VI/Mlw menyampaikan rasa bangga dan bahagia karena para prajurit telah bertugas di daerah perbatasan selama 13 bulan benar-benar telah melaksanakan tugas dengan penuh dedikasi, motivasi, disiplin dengan dilandasi semangat yang tinggi, yang merupakan sendi kehidupan bagi setiap prajurit TNI dimanapun berada dan bertugas serta telah kembali dari medan tugas dalam keadaan sehat wal’afiat, aman dan selamat disertai prestasi keberhasilan dalam melaksanakan tugas seperti yang telah para prajurit perlihatkan selama di daerah penugasan.
Lebih lanjut Pangdam menjelaskan tantangan dan permasalahan di daerah penugasan perbatasan RI-Malaysia di Wilayah Kaltim berdampak terhadap martabat dan kedaulatan negara, baik dalam wujud menjaga dan mempertahankan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maupun dengan cara memerangi terjadinya pelanggaran-pelanggaran baik berupa illegal logging, illegal mining, illegal trafficking dan pelanggaran lain yang dilakukan oleh oknum masyarakat baik dari Indonesia dan Malaysia di daerah perbatasan.
Usai pelaksanaan upacara penyambutan Pangdam, Kasdam beserta seluruh Kabalak dan Komandan Satuan memberikan ucapan selamat datang kepada Pejabat Danton keatas sekembalinya dari daerah penugasan. Tidak hanya itu, seluruh anggota yang tergabung dalam satgas pamtas langsung diadakan pemeriksaan kesehatan di Aula Makodam VI/Mlw untuk diambil sampel darahnya dan pemeriksaan kesehatan yang lain untuk memastikan apakah prajurit tersebut membawa penyakit atau sedang sakit sesuai prosedur TNI bagi anggota usai melaksanakan tugas operasi.
Pendam 6/Mulawarman
Kedatangan 650 Prajurit Yonif 611/Awl diliputi suasana haru dan penuh gembira yang dapat dilihat dari ekspresi wajah para prajurit Yonif 611/Awang Long tersebut ketika menuruni tangga Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Teluk Bone nomor lambung 511. Satgas Pamtas Yonif 611/Awl sudah mengamankan perbatasan demi tegaknya kedaulatan NKRI selama kurang lebih satu tahun dan telah digantikan pasukan dari Yonif 631/Antang organik Kodam XII/Tanjungpura yang bermarkas di Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah.
Upacara penyambutan kedatangan Satgas Pamtas tersebut dihadiri oleh Kasdam VI/Mulawarman Brigjen TNI Wisnu Bawatenaya, para Asisten, Kabalak, Komandan Satuan. Pasukan Yonif 611/Awl berangkat awal Agustus 2009 melaksanakan pengamanan sepanjang perbatasan wilayah Kalimantan Timur dengan negara Bagian Sabah Malaysia dan menempati 27 titik Pos.
Dalam sambutan tertulisnya Pangdam VI/Mlw menyampaikan rasa bangga dan bahagia karena para prajurit telah bertugas di daerah perbatasan selama 13 bulan benar-benar telah melaksanakan tugas dengan penuh dedikasi, motivasi, disiplin dengan dilandasi semangat yang tinggi, yang merupakan sendi kehidupan bagi setiap prajurit TNI dimanapun berada dan bertugas serta telah kembali dari medan tugas dalam keadaan sehat wal’afiat, aman dan selamat disertai prestasi keberhasilan dalam melaksanakan tugas seperti yang telah para prajurit perlihatkan selama di daerah penugasan.
Lebih lanjut Pangdam menjelaskan tantangan dan permasalahan di daerah penugasan perbatasan RI-Malaysia di Wilayah Kaltim berdampak terhadap martabat dan kedaulatan negara, baik dalam wujud menjaga dan mempertahankan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maupun dengan cara memerangi terjadinya pelanggaran-pelanggaran baik berupa illegal logging, illegal mining, illegal trafficking dan pelanggaran lain yang dilakukan oleh oknum masyarakat baik dari Indonesia dan Malaysia di daerah perbatasan.
Usai pelaksanaan upacara penyambutan Pangdam, Kasdam beserta seluruh Kabalak dan Komandan Satuan memberikan ucapan selamat datang kepada Pejabat Danton keatas sekembalinya dari daerah penugasan. Tidak hanya itu, seluruh anggota yang tergabung dalam satgas pamtas langsung diadakan pemeriksaan kesehatan di Aula Makodam VI/Mlw untuk diambil sampel darahnya dan pemeriksaan kesehatan yang lain untuk memastikan apakah prajurit tersebut membawa penyakit atau sedang sakit sesuai prosedur TNI bagi anggota usai melaksanakan tugas operasi.
Pendam 6/Mulawarman
Estonia Borong 80 Ranpur Dari AB Belanda
Ranpur Sisu XA-188. (Foto: Dutch MoD)
27 Agustus 2010 -- Estonia mengumumkan Rabu (26/8), berencana membeli lebih dari 80 kendaraan tempur pengangkut pasukan dari sesama anggota NATO Belanda.
“Kementrian Pertahanan Estonia akan membeli lebih dari 80 ranpur pengangkut pasukan Sisu XA-188 dari Belanda,” ujar juru bicara Kementrian Pertahanan Peeter Kuimet pada AFP.
Kuimet mengatakan harga ranpur lebih dari 300 juta kroon (24,3 juta dolar), pengiriman mulai tahun ini hingga tahun 2015.
Sejumlah kendaraan akan dikirim ke Afghanistan, Estonia menempatkan 155 prajurit Brigade Infantri ke-1 dibawah komando NATO ISAF (International Security Assistance Force).
“Dibandingkan dengan ranpur pengangkut pasukan yang tersedia, ini (Sisu XA-188) memberikan perlindungan terbaik, dan ranpur pertama sampai di Afghanistan tahun ini untuk digunakan pasukan Estonia yang ditempatkan disana,” ujar Menteri Pertahanan Jaak Aaviksoo.
Estonia negara bekas pecahan Uni Sovyet, bergabung dengan NATO pada 2004.
Estonia telah memiliki 60 SISU XA-180EST yang dibeli dari Filandia pada 2004, senilai 4 juta dolar.
Pada Maret, Estonia menerima rudal permukaan-udara jarak pendek dari MBDA dan Saab senilai 1 milyar kroon.
AFP/Berita HanKam
27 Agustus 2010 -- Estonia mengumumkan Rabu (26/8), berencana membeli lebih dari 80 kendaraan tempur pengangkut pasukan dari sesama anggota NATO Belanda.
“Kementrian Pertahanan Estonia akan membeli lebih dari 80 ranpur pengangkut pasukan Sisu XA-188 dari Belanda,” ujar juru bicara Kementrian Pertahanan Peeter Kuimet pada AFP.
Kuimet mengatakan harga ranpur lebih dari 300 juta kroon (24,3 juta dolar), pengiriman mulai tahun ini hingga tahun 2015.
Sejumlah kendaraan akan dikirim ke Afghanistan, Estonia menempatkan 155 prajurit Brigade Infantri ke-1 dibawah komando NATO ISAF (International Security Assistance Force).
“Dibandingkan dengan ranpur pengangkut pasukan yang tersedia, ini (Sisu XA-188) memberikan perlindungan terbaik, dan ranpur pertama sampai di Afghanistan tahun ini untuk digunakan pasukan Estonia yang ditempatkan disana,” ujar Menteri Pertahanan Jaak Aaviksoo.
Estonia negara bekas pecahan Uni Sovyet, bergabung dengan NATO pada 2004.
Estonia telah memiliki 60 SISU XA-180EST yang dibeli dari Filandia pada 2004, senilai 4 juta dolar.
Pada Maret, Estonia menerima rudal permukaan-udara jarak pendek dari MBDA dan Saab senilai 1 milyar kroon.
AFP/Berita HanKam
Sengketa Perbatasan
27 Agustus 2010 -- Di saat bangsa Indonesia dalam suasana memperingati HUT ke-65 RI, kita dikejutkan lagi dengan kasus perbatasan dengan Malaysia di mana tiga aparatur pengawas sumber daya kelautan dan perikanan disandera.
Kasus ini merupakan kasus perbatasan yang kesebelas. Reaksi heroik publik pun muncul dengan seruan-seruan untuk mengganyang negara tetangga tersebut. Tulisan ini mengulas kasus-kasus perbatasan selama ini secara singkat dan apa yang harus pemerintah lakukan ke depan.
Kasus-kasus perbatasan
Menurut catatan penulis selama delapan tahun terakhir, telah terjadi sembilan kasus di perbatasan, baik laut maupun darat. Pertama, kasus Pulau Sipadan dan Ligitan (dua pulau terluar kita sebelumnya) di mana oleh Mahkamah Internasional telah diputuskan menjadi milik Malaysia sejak tahun 2002.
Kedua, kasus Ambalat yang merupakan upaya Malaysia mengklaim wilayah perairan yang disebut Blok Ambalat karena pada landas kontinen kawasan tersebut terdapat tambang mineral strategis. Kasus ini berkaitan dengan kasus pertama karena pada saat kedua pulau tersebut menjadi milik Malaysia terjadi kekaburan batas maritim di kawasan itu sehingga negara tetangga ini mencoba memanfaatkan kekaburan itu sampai akhirnya Indonesia menetapkan titik dasar (base point) baru di Karang Ungaran (suatu elevasi pasang surut (drying reef). Perundingan pun sampai sekarang belum selesai.
Ketiga, Kasus Pulau Mangudu dan Bidadari, pulau terluar di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berhubungan dengan investor asing yang berinvestasi secara ilegal di sana. Keempat, Kasus Gosong Niger, suatu wilayah konservasi yang coba diklaim sebagai wilayah Malaysia dalam hal tanda-tanda batas kita jelas sekali di kawasan tersebut.
Kelima, Pulau Pasir (Ashmore Reef) yang diklaim oleh masyarakat NTT sebagai miliknya walaupun secara yuridis telah menjadi milik Australia sejak masa pemerintahan Soeharto. Keenam, kasus Pulau Miangas yang dikhawatirkan diklaim Filipina, tapi ternyata kekhawatiran tersebut terlalu berlebihan.
Ketujuh, kasus Laskar Watania di mana Malaysia melakukan rekrutmen masyarakat perbatasan di Kalimantan menjadi laskar mereka karena kepentingan survival ekonomi mereka di kawasan ini. Kedelapan, kasus pergeseran batas darat kita secara fisik sekitar hampir satu kilometer masuk ke wilayah kita alias memperluas wilayah Malaysia. Kesembilan, Kasus Pulau Makaroni, Siloinak, dan Kandui (pulau-pulau perbatasan) di Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat, yang dibeli oleh investor asing.
Kesepuluh, Pulau Jemur di Provinsi Riau yang tahun lalu dicoba diklaim oleh Malaysia, padahal pulau tersebut berada di belakang pulau terluar kita di kawasan tersebut. Kesebelas, kasus terakhir yang masih segar dalam ingatan kita, yaitu penyanderaan aparatur pengawas sumber daya kelautan dan perikanan perbatasan kita oleh Malaysia sebagai balasan terhadap penangkapan nelayan Malaysia yang memasuki wilayah perairan kita secara ilegal.
Fakta-fakta tersebut mengindikasikan hampir setiap tahun terjadi minimal satu kasus di perbatasan di mana kasus dengan Malaysia terjadi dengan frekuensi cukup tinggi, yaitu enam kasus. Dengan frekuensi seperti ini kita patut mengkritisi mengapa ada kecenderungan Malaysia melakukan hal seperti ini. Yang pasti kita sepertinya dianggap sepele karena yang bersangkutan tahu betul kelemahan kita. Dengan kata lain, posisi tawar kita sangat lemah di mata negara ini. Ambil contoh sederhana saja, isu-isu tentang tenaga kerja kita yang mencari hidup di sana, baik yang legal maupun ilegal.
Jika ditelaah, maka belahan utara NKRI relatif memiliki tingkat kerawanan lebih tinggi dibandingkan belahan selatan. Mengapa? Karena di belahan utara kita berhadapan dengan lebih banyak negara di samping relatif berdekatan sehingga aktivitas ilegal banyak terjadi. Walaupun kedekatan itu sendiri dapat dilihat sebagai peluang ekonomi kawasan.
Negara-negara tersebut (8 dari 10 negara yang berhubungan dengan perbatasan laut) antara lain India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, dan Papua Niugini. Sementara di selatan kita hanya berhubungan dengan Timor Leste dan Australia. Karena itu, fokus pengawasan kita seharusnya pada belahan utara. Motivasi kasus-kasus ini semuanya bersumber dari kepentingan potensi sumber daya alam yang kita sendiri tidak mampu mengelolanya sehingga dimanfaatkan oleh pihak lain secara ilegal.
Pekerjaan rumah
Banyak kritikan di media seolah-olah selama ini pemerintah tidak melakukan apa-apa di wilayah perbatasan. Apakah memang benar demikian? Rasanya tidak benar kalau dikatakan pemerintah belum berbuat sama sekali. Bahwa yang dibuat belum optimal, itu ada benarnya.
Isu perbatasan sebenarnya mulai mencuat bersamaan dengan lahirnya Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2000. Lima tahun sesudahnya, barulah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla merespons dengan melahirkan kebijakan pertama perbatasan lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar.
Keluaran dari perpres ini berupa simbol-simbol negara, seperti disebarkannya marinir-marinir di pulau terluar, munculnya puskesmas-puskesmas, dibangunnya gudang sembako, dibukanya jalur transportasi, dibangunnya sarana bantu navigasi, pemekaran kecamatan perbatasan, kunjungan pejabat untuk upacara HUT kemerdekaan seperti dilakukan di Pulau Kisar beberapa hari lalu, sampai tersedianya data dan informasi kawasan ini yang lengkap.
Walaupun demikian, harus diakui apa yang telah dilakukan tidak konsisten, bahkan menurun menurut waktu. Ini menjadi tren umum di negara kita. Selanjutnya, dari 11 kasus tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga isu utama perbatasan, yaitu delimitasi/demarkasi (kepastian batas secara fisik), penegakan hukum, dan kesenjangan pembangunan. Tugas pemerintah mengurusi ketiga isu tersebut.
Tentu dengan adanya pembangunan di perbatasan sebagai prioritas KIB II sampai tahun 2014, semua isu itu dapat diformulasikan secara terukur melalui program dan kegiatan setiap instansi, baik pusat maupun daerah, dengan pengawasan yang konsisten sehingga dampaknya benar-benar terasa. Sekarang tidak perlu lagi seminar dan workshop tentang isu-isu ini karena semua permasalahan sudah jelas. Aksilah yang urgen dilakukan.
Aksi yang penting dilakukan semestinya memfungsikan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan yang telah dilegalkan sebagai perintah UU No 43/2008 tentang Wilayah Negara sesuai Perpres No 12/2010 yang diketuai oleh Mendagri. Dengan difungsikannya kelembagaan ini, maka perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian kawasan ini dapat lebih fokus di bawah kendali Menko Polhukam termasuk di dalamnya agenda penamaan pulau yang sampai sekarang belum tuntas. Semoga. (Alex Retraubun Alumnus PPRA 42 Lemhanas RI; Mantan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan; kini Wakil Menteri Perindustrian)
KOMPAS
U.S. Army Orders 1,100 Oshkosh Defense Vehicles to Support the National Guard and Reserve
25 August 2010, OSHKOSH, Wis. -– Oshkosh Defense, a division of Oshkosh Corporation (NYSE:OSK), announced today it has received a delivery order modification from the U.S. Army TACOM Life Cycle Management Command (LCMC) to supply more than 1,100 trucks and trailers to the National Guard and Reserve as part of the U.S. Army’s Family of Medium Tactical Vehicles (FMTV) fleet.
“This award demonstrates the government’s confidence in the Oshkosh FMTV program,” said Mike Ivy, vice president and general manager of Army Programs for Oshkosh Defense. “Every truck delivery is important. We are especially pleased to support the men and women of the National Guard and Reserve. We are anxious to do all we can to help modernize these important components of our national security.”
Deliveries for this latest award, valued at more than $180 million, will remain on the original contract timeline and be completed by April 2012. The award includes three FMTV truck variants and two different trailers, which will be produced at the company’s facilities in Wisconsin.
The five-year FMTV contract awarded to Oshkosh Defense is for the production of an estimated 23,000 trucks and trailers, as well as support services and training through fiscal 2013. The government has exercised contracts for more than 7,300 trucks and trailers to-date. The FMTV is a series of 17 models ranging from 2.5-ton to 10-ton payloads. Vehicles feature a parts commonality of more than 80 percent, resulting in streamlined maintenance, training, sustainment and overall cost efficiency for the U.S. Army.
About Oshkosh Defense
Oshkosh Defense, a division of Oshkosh Corporation, is an industry-leading global designer and manufacturer of tactical military trucks and armored wheeled vehicles, delivering a full product line of conventional and hybrid vehicles, advanced armor options, proprietary suspensions and vehicles with payloads that can exceed 70 tons. Oshkosh Defense provides a global service and supply network including full life-cycle support and remanufacturing, and its vehicles are recognized the world over for superior performance, reliability and protection. For more information, visit www.oshkoshdefense.com.
Kasal : Kapal Selam Akan Ditambah
26 Agustus 2010, Cilegon -- Armada kapal selama yang dimiliki oleh Indonesia yang hanya dua buah, dianggap kurang baik untuk melakukan patroli laut, dan rencananya dalam waktu dekat ini akan dilakukan penambahan.
"Kami akan menambah armada kapal selam, yang selama ini melakukan pengamanan ditertirorial wilayah perairan Indonesia," kata Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal), Laksamana TNI Agus Suhartono, usai menerima Brevet Hiu Kencana yang dilakukan oleh Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim, Kolonel Laut (P) Muhammad Ali, Kamis.
Di Tempat terpisah, Kepala Dispenal, Laksamana Pertama TNI, Herry Setianegara menjelaskan, kapal selam merupakan senjata berdaya tangkal tinggi, karena karakternya yang sulit dideteksi dam mampu membawa berbagai jenis senjata, seperti torpedo, ranjau maupun peluru kendali.
"Bagi Indonesia , memiliki dan mengoperasikan kapal selam akan memperkuat daya dan kekuatan tangkal," kata Herry menjelaskan.
Sejarah peperangan laut katanya, membuktikan bahwa hanya kapal selam yang mampu masuk dan menembus jantung pertahanan lawan, selain itu, kapal selam dapat menghancurkan sebuah armada tempur. "Kapal selam juga dapat menjadi center of gravity Angkatan laut," imbuhnya.
Melihat dari fungsi dan kegunaan itu masih menurut Herry dimana dengan memiliki kapal selam semakin menguatkan pemikiran bahwasanya kapal selam merupakan senjata yang bernilai strategik bagi TNI AL.
"Memiliki kapal selam baik dalam jumlah yang cukup maupun kemampuan tempur yang handal merupakan keniscayaan dalam mewujudkan TNI AL yang kuat dan dicintai rakyat,." jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, selain Kasal, Laksamana TNI Agus Suhartono yang menerima Brevet Hiu Kencana, Kepala Staf Angkatan Darat Jendral TNI George Toisutta, dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat juga menerima penghargaan yang merupakan kehormatan kapal selam TNI AL.
Penyematan brevet itu sendiri dilaksanakan di dalam kapal selam KRI Cakra-401 yang menyelam pada kedalaman sekitar 15 meter dibawah permukaan laut di perairan Selat Sunda, sekitar pukul 14.00 WIB.
ANTARA News
Pertamina Pesan 5 Kapal Tanker
Menteri Perindustrian MS Hidayat (tengah), berbincang dengan Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Djaelani Sutomo (kiri) dan Dirut PT Dok dan Perkapalan Surabaya, M Firmansyah Arifin, usai penandatanganan kontrak pembangunan lima unit tanker milik Pertamina, di PT Dok dan Perkapalan Surabaya, Kamis (26/8). Pertamina bersama empat galangan nasional, menandatangani kontrak pembangunan lima unit tanker pengangkut minyak jenis Long Ton Dead Weight (LTDW), yang akan digunakan untuk pendistribusian baik dalam maupun luar negeri. (Foto: ANTARA/Eric Ireng/ama/10)
26 Agustus 2010, Jakarta -- PT Pertamina (Persero) memesan 5 armada tanker kepada galangan kapal di dalam negeri senilai 87,38 juta dollar AS untuk meningkatkan kehandalan distribusi BBM di dalam negeri. Kelima tanker itu diharapkan mulai memperkuat jajaran armada perkapalan Pertamina mulai April hingga Desember 2012.
Penandatanganan kontrak pembangunan kapal/Ship Building Contract (SBC) dengan 4 galangan kapal di dalam negeri dilakukan pada Kamis (26/8/2010), di Surabaya. "Ini menunjukkan komitmen kuat Pertamina dalam mendukung pertumbuhan industri perkapalan di dalam negeri," kata Vice President Komunikasi PT Pertamina (Persero) Mochamad Harun.
Pertamina saat ini memiliki 190 kapal tanker untuk pengangkutan minyak mentah, produk-produk kilang dan BBM serta kapal pengangkut elpiji. (Foto: detikFoto/Zainal Effendi)
Kelima armada tanker itu masing masing dua kapal ukuran 17.500 long ton dead weight (LTDW) yang akan dibangun di PT PAL Surabaya, satu kapal 6.500 LTDW dibangun di PT Dok & Perkapalan Surabaya, dua kapal ukuran 3.500 LTDW yang masing masing di buat PT Dumas Tanjung Perak Shipyard Surabaya dan PT Daya Radar Utama Lampung.
Tanker ini dibuat sesuai dengan kondisi perairan Indonesia dan diharapkan akan menjadi produk Indonesia yang terbaik di kelasnya. Selama proses pembangunan kapal, Pertamina akan melaksanakan supervisi ke semua galangan secara periodik untuk menjamin ketepatan masa pembangunan.
Hingga saat ini Pertamina mengoperasikan 190 kapal tanker termasuk 36 kapal milik Pertamina yang digunakan untuk pengangkutan minyak mentah, produk-produk kilang & BBM serta kapal pengangkut LPG. Pengadaan armada baru ini merupakan bagian dari rencana besar peremajaan dan penambahan armada milik Pertamina.
Menurut Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Djaelani Sutomo, dengan kemampuan armada milik yang makin kuat, diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan, meningkatkan efisiensi transportasi serta mengurangi ketergantungan terhadap kapal carter.
KOMPAS.com
26 Agustus 2010, Jakarta -- PT Pertamina (Persero) memesan 5 armada tanker kepada galangan kapal di dalam negeri senilai 87,38 juta dollar AS untuk meningkatkan kehandalan distribusi BBM di dalam negeri. Kelima tanker itu diharapkan mulai memperkuat jajaran armada perkapalan Pertamina mulai April hingga Desember 2012.
Penandatanganan kontrak pembangunan kapal/Ship Building Contract (SBC) dengan 4 galangan kapal di dalam negeri dilakukan pada Kamis (26/8/2010), di Surabaya. "Ini menunjukkan komitmen kuat Pertamina dalam mendukung pertumbuhan industri perkapalan di dalam negeri," kata Vice President Komunikasi PT Pertamina (Persero) Mochamad Harun.
Pertamina saat ini memiliki 190 kapal tanker untuk pengangkutan minyak mentah, produk-produk kilang dan BBM serta kapal pengangkut elpiji. (Foto: detikFoto/Zainal Effendi)
Kelima armada tanker itu masing masing dua kapal ukuran 17.500 long ton dead weight (LTDW) yang akan dibangun di PT PAL Surabaya, satu kapal 6.500 LTDW dibangun di PT Dok & Perkapalan Surabaya, dua kapal ukuran 3.500 LTDW yang masing masing di buat PT Dumas Tanjung Perak Shipyard Surabaya dan PT Daya Radar Utama Lampung.
Tanker ini dibuat sesuai dengan kondisi perairan Indonesia dan diharapkan akan menjadi produk Indonesia yang terbaik di kelasnya. Selama proses pembangunan kapal, Pertamina akan melaksanakan supervisi ke semua galangan secara periodik untuk menjamin ketepatan masa pembangunan.
Hingga saat ini Pertamina mengoperasikan 190 kapal tanker termasuk 36 kapal milik Pertamina yang digunakan untuk pengangkutan minyak mentah, produk-produk kilang & BBM serta kapal pengangkut LPG. Pengadaan armada baru ini merupakan bagian dari rencana besar peremajaan dan penambahan armada milik Pertamina.
Menurut Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Djaelani Sutomo, dengan kemampuan armada milik yang makin kuat, diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan, meningkatkan efisiensi transportasi serta mengurangi ketergantungan terhadap kapal carter.
KOMPAS.com
Tiga Kepala Staf Terima Brevet Hiu Kencana
Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat mencoba periskop Kapal Selam KRI Cakra-401 disaksikan Kepala Staf Angkatan Darat Jendral TNI George Toisutta (kanan) pada acara penyematan brevet selam "Hiu Kencana" oleh Dansat Kapal Selam Kol Laut (P) Muhammad Ali (kanan), di perairan Selat Sunda, Kamis (26/8). Penyematan brevet dilaksanakan di dalam kapal selam KRI Cakra-401 pada kedalaman 25 meter di bawah permukaan laut di perairan Selat Sunda. (Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman/yar/ama/10)
26 Agustus 2010, Jakarta -- Sebanyak tiga Kepala Staf Angkatan di jajaran TNI yakni Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI George Toisutta, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E., dan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Imam Sufaat S.I.P. menerima brevet kapal selam TNI Angkatan Laut Hiu Kencana dan resmi menjadi warga kehormatan kapal selam TNI Angkatan Laut.
Penyematan brevet tersebut dilaksanakan di dalam kapal selam KRI Cakra-401 yang menyelam pada kedalaman sekitar 15 meter di bawah permukaan laut perairan Selat Sunda oleh Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim Kolonel Laut (P) Muhammad Ali, Kamis (26/8) sekitar pukul 14.00 WIB. Penyematan brevet Hiu Kencana dimaksudkan sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada ketiga Kepala Staf Angkatan yang selama ini telah membina dan menjalin hubungan baik dengan TNI Angkatan Laut.
Brevet Hiu Kencana bukan sekadar brevet yang melekat di dada kanan setiap prajurit TNI Angkatan Laut pengawak kapal selam, melainkan kebanggaan semangat juang pantang menyerah dan dedikasi untuk selalu mengabdi kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Brevet Hiu Kencana juga diberikan kepada orang-orang terpilih untuk diangkat sebagai warga Kehormatan Kapal Selam berdasarkan atas jasa-jasanya yang telah mendukung terhadap pembinaan kapal selam sebagai salah satu senjata strategis Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT).
Kepala Staf Angkatan Darat Jendral TNI George Toisutta (tengah) bersama Kepala Staf Angkatan Laut Laksmana TNI Agus Suhartono (kedua, kiri), dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat (kanan) menerima penyematan brevet selam "Hiu Kencana" oleh Dansat Kapal Selam Kol Laut (P) Muhammad Ali, di perairan Banten, Kamis (26/8). (Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman/yar/ama/10)
Kepala Staf Angkatan Darat Jendral TNI George Toisutta (tengah) bersama Kepala Staf Angkatan Laut Laksmana TNI Agus Suhartono ( kiri), dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat (kanan) membaca hymne kapal selam setelah menerima penyematan brevet selam "Hiu Kencana" oleh Dansat Kapal Selam Kol Laut (P) Muhammad Ali (kanan), di perairan Selat Sunda, Kamis (26/8). (Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman/yar/ama/10)
Warga Kehormatan Kapal Selam hingga saat ini telah mencapai sebanyak 113, pejabat pertama yang disematkan brevet Hiu Kencana adalah Jenderal Besar TNI (Purn) AH Nasution yang disematkan pada tanggal 21 Desember 1959 di Teluk Jakarta dengan kapal selam KRI Nanggala-402.
Para warga Kehormatan Kapal Selam Hiu Kencana lainnya adalah Presiden Republik Indonesia, Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Presiden RI Ir. Soekarno dan Megawati Soekarno Putri, mantan Wakil Presiden RI Try Sutrisno, Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso, Jenderal TNI (Purn) M. Yusuf, Jenderal TNI (Purn) LB Murdani, Jenderal TNI (Purn) Edi Sudrajat, Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Laksamana TNI (Purn) Widodo A.S., Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto, Laksamana TNI (Purn) Waluyo Soegito, Laksamana TNI (Purn) R. Kasenda, Laksamana TNI (Purn) M. Romli, Laksamana TNI (Purn) M. Arifin, Laksamana TNI (Purn) Tanto Koeswanto, Laksamana TNI (Purn) Arief Kushariadi, Laksamana TNI (Purn) Indroko Sastrowiryo, Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, Laksamana TNI (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno, Marsekal TNI (Purn) Oetomo, Marsekal TNI Subandrio, Jenderal Pol (Purn) Moch. Sanuel, Jenderal Pol (Purn) Sutanto, Letjen TNI Sjafrie Sjamsuddin dan Letjen TNI (Mar/Purn) Ali Sadikin.
Pikiran Rakyat
26 Agustus 2010, Jakarta -- Sebanyak tiga Kepala Staf Angkatan di jajaran TNI yakni Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI George Toisutta, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E., dan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Imam Sufaat S.I.P. menerima brevet kapal selam TNI Angkatan Laut Hiu Kencana dan resmi menjadi warga kehormatan kapal selam TNI Angkatan Laut.
Penyematan brevet tersebut dilaksanakan di dalam kapal selam KRI Cakra-401 yang menyelam pada kedalaman sekitar 15 meter di bawah permukaan laut perairan Selat Sunda oleh Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim Kolonel Laut (P) Muhammad Ali, Kamis (26/8) sekitar pukul 14.00 WIB. Penyematan brevet Hiu Kencana dimaksudkan sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada ketiga Kepala Staf Angkatan yang selama ini telah membina dan menjalin hubungan baik dengan TNI Angkatan Laut.
Brevet Hiu Kencana bukan sekadar brevet yang melekat di dada kanan setiap prajurit TNI Angkatan Laut pengawak kapal selam, melainkan kebanggaan semangat juang pantang menyerah dan dedikasi untuk selalu mengabdi kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Brevet Hiu Kencana juga diberikan kepada orang-orang terpilih untuk diangkat sebagai warga Kehormatan Kapal Selam berdasarkan atas jasa-jasanya yang telah mendukung terhadap pembinaan kapal selam sebagai salah satu senjata strategis Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT).
Kepala Staf Angkatan Darat Jendral TNI George Toisutta (tengah) bersama Kepala Staf Angkatan Laut Laksmana TNI Agus Suhartono (kedua, kiri), dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat (kanan) menerima penyematan brevet selam "Hiu Kencana" oleh Dansat Kapal Selam Kol Laut (P) Muhammad Ali, di perairan Banten, Kamis (26/8). (Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman/yar/ama/10)
Kepala Staf Angkatan Darat Jendral TNI George Toisutta (tengah) bersama Kepala Staf Angkatan Laut Laksmana TNI Agus Suhartono ( kiri), dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat (kanan) membaca hymne kapal selam setelah menerima penyematan brevet selam "Hiu Kencana" oleh Dansat Kapal Selam Kol Laut (P) Muhammad Ali (kanan), di perairan Selat Sunda, Kamis (26/8). (Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman/yar/ama/10)
Warga Kehormatan Kapal Selam hingga saat ini telah mencapai sebanyak 113, pejabat pertama yang disematkan brevet Hiu Kencana adalah Jenderal Besar TNI (Purn) AH Nasution yang disematkan pada tanggal 21 Desember 1959 di Teluk Jakarta dengan kapal selam KRI Nanggala-402.
Para warga Kehormatan Kapal Selam Hiu Kencana lainnya adalah Presiden Republik Indonesia, Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Presiden RI Ir. Soekarno dan Megawati Soekarno Putri, mantan Wakil Presiden RI Try Sutrisno, Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso, Jenderal TNI (Purn) M. Yusuf, Jenderal TNI (Purn) LB Murdani, Jenderal TNI (Purn) Edi Sudrajat, Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Laksamana TNI (Purn) Widodo A.S., Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto, Laksamana TNI (Purn) Waluyo Soegito, Laksamana TNI (Purn) R. Kasenda, Laksamana TNI (Purn) M. Romli, Laksamana TNI (Purn) M. Arifin, Laksamana TNI (Purn) Tanto Koeswanto, Laksamana TNI (Purn) Arief Kushariadi, Laksamana TNI (Purn) Indroko Sastrowiryo, Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, Laksamana TNI (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno, Marsekal TNI (Purn) Oetomo, Marsekal TNI Subandrio, Jenderal Pol (Purn) Moch. Sanuel, Jenderal Pol (Purn) Sutanto, Letjen TNI Sjafrie Sjamsuddin dan Letjen TNI (Mar/Purn) Ali Sadikin.
Pikiran Rakyat
Boeing, US Navy Celebrate T-45 Jet Trainer's Million-Flight-Hour Milestone
26 August 2010, JACKSONVILLE, Fla. -- The Boeing Company [NYSE: BA] today joined the U.S. Navy at Cecil Field in Jacksonville to celebrate the Naval Air Training Command’s 1 millionth flight hour with the T-45 Goshawk, the Navy's premier jet trainer aircraft.
"This milestone is another testament to the quality that this team has put into each and every T-45 that we have training our future aerial combat warriors," said Rear Adm. Bill Sizemore, chief of Naval Air Training. "It's an exciting time in Naval Air Training as we forge into the future with the T-45 Goshawk, converting the remaining analog models into digital/glass cockpits to mirror the aircraft in the fleet."
For more than 18 years, the twin-seat, single-engine Goshawk has prepared student aviators to transition to front-line Navy and Marine Corps fleet aircraft, including the F/A-18 Hornet, F/A-18E/F Super Hornet, EA-6 Prowler, EA-18G Growler and AV-8B Harrier. It is also the only aircraft in the world designed to conduct carrier-based flight training. A total of three Naval Air Training Command wings fly the T-45; Boeing presented each with a plaque at today’s event.
"Boeing is honored to commemorate the T-45's rich legacy with our U.S. Navy customer, and we share the Navy's pride in the aircraft’s critical mission of training for naval aviation," said Greg Dunn, T-45 program manager at Boeing. "Boeing was proud to deliver the final T-45 aircraft last year. Our support of the T-45 fleet continues with affordable upgrades and supply-chain solutions. The Boeing team understands the importance of maximizing readiness and safety for the Navy so that aspiring aviators and flight officers are able to climb into a T-45 and take to the sky to earn those cherished wings of gold."
The Goshawk is a component of the fully integrated T-45 training system, which also includes high-fidelity instrument and flight simulators, computer-assisted classroom learning, an automated training-management asset, and contractor logistics support. More than 3,600 student aviators from the U.S. Navy, Marine Corps and several international militaries have received instruction on the system at naval air stations in Meridian, Miss.; Kingsville, Texas; and Pensacola, Fla., before earning their "wings of gold" naval aviator insignia.
"BAE Systems is proud of its role on the T-45 program, and of the training aircraft capability that we have brought to bear in support of our partnership with Boeing," said Martin Rushton, managing director for BAE Systems' Air Sector Training Business. "The T-45 Goshawk plays a key part in the overall training system for the U.S. Navy, and it is great to see that the aircraft continues to perform so well."
Boeing delivered the 221st and final T-45 training jet to the Navy in November 2009. The company continues to support the T-45 fleet by providing engineering, logistics, and support equipment in partnership with BAE Systems, which supplied the aircraft’s rear and center fuselage sections, wing assembly and vertical tail. Boeing manages the T-45's spare and repair parts supply, and supports L-3 Vertex with aircraft maintenance. Rolls-Royce provided the T-45’s Adour F405 turbofan power plant.
A unit of The Boeing Company, Boeing Defense, Space & Security is one of the world's largest defense, space and security businesses specializing in innovative and capabilities-driven customer solutions, and the world's largest and most versatile manufacturer of military aircraft. Headquartered in St. Louis, Boeing Defense, Space & Security is a $34 billion business with 68,000 employees worldwide.
Boeing Company
Thursday, August 26, 2010
Terbang Fajar Hawk 109/209 Skuadron 12
26 Agustus 2010, Pekanbaru -- Panggilan tugas operasi dapat saja terjadi kapanpun tanpa mengenal waktu, baik pada pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari maupun pada saat dini hari. Pelaksanaan tugas merupakan kewajiban yang harus segera ditunaikan tanpa bisa ditunggu ataupun diundur waktu pelaksanaannya. Kesiapan tempur tersebut harus selalu melekat dalam diri seorang “fighter”/penerbang tempur. Demikian juga halnya dengan para “fighters” Skadron Udara 12 Lanud Pekanbaru, mereka harus selalu siap melaksanakan tugas tugas yang diperintahkan. Untuk itu, sejak tanggal 13 Agustus yang lalu hingga 7 September yang akan datang, seluruh penerbang Skadron Udara 12 melaksanakan terbang fajar dengan waktu Take Off pukul 05.00 WIB.
Sebagai satu-satunya pangkalan induk yang berada di pulau Sumatera, Lanud Pekanbaru harus selalu meningkatkan kesiapan satuan-satuan yang ada di jajarannya, termasuk Skadron Udara 12 yang mengawaki pesawat tempur Hawk 109/209. Latihan Terbang Fajar ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para penerbang khususnya melaksanakan penerbangan pada saat Fajar yang lebih banyak mengandalakan instrument karena visual yang sangat terbatas. Dengan demikian para penerbang tempur Skadron Udara 12 dapat melaksanakan tugas setiap saat tanpa mengenal waktu baik pada siang hari maupun malam hari.
Dengan pelaksanaan latihan Terbang Fajar ini para penerbang dan seluruh satuan yang terkait dalam operasional penerbangan Lanud Pekanbaru melakukan disertifikasi dengan merubah waktu latihan dari pukul 05.00 WIB samapai pukul 12.00 WIB.
Lanud Pekanbaru
Lockheed Martin Completes Second Live Tracking Exercise for Ballistic Missile Defense
Known as the “Cruiser in the Cornfield” for its ship-like exterior appearance, the Navy’s Vice Admiral James H. Doyle Combat Systems Engineering Development Site (CSEDS) develops, integrates and delivers sophisticated computer software that allows the Aegis Combat System to constantly evolve to meet the world’s emerging threats. CSEDS incorporates highly-integrated, classified, real-time networks that connect numerous contractor and U.S. government facilities.
25 August 2010, MOORESTOWN, N.J. -- Lockheed Martin [NYSE: LMT] successfully identified and tracked four live targets during a test of its Multi-Mission Signal Processor (MMSP) being fielded as part of the Aegis next-generation Ballistic Missile Defense (BMD) capability.
The MMSP is part of the Navy’s Advanced Capability Build 12 system, intended to help combine next-generation Aegis BMD and anti-air warfare (AAW) capabilities in an open combat system architecture.
“This is our second demonstration of the MMSP capability, and both have successfully shown its abilities to detect and track targets,” said Allan Croly, director, Naval Radar Programs, for Lockheed Martin’s Mission Systems and Sensors business unit. “MMSP allows our customers to track threats that would have gone undetected with lesser capabilities.”
The first demonstration conducted earlier this year showcased the radar’s AAW capability while this test focused on the radar’s BMD capability. Both were conducted using an augmented Aegis system at the Navy’s land-based test facility, the Vice Admiral James H. Doyle Combat Systems Engineering Development Site in New Jersey. Additional testing will occur through 2011.
As part of the Aegis Modernization Program, MMSP is scheduled for installation on guided missile destroyers currently equipped with the Aegis Weapon System, starting in 2012.
The Aegis BMD element of the nation’s ballistic missile defense system provides the capability to use hit-to-kill technology to intercept and destroy short- and medium-range ballistic missiles. Additionally, Aegis BMD-equipped ships provide surveillance and tracking of intercontinental ballistic missiles and work with other elements of the nation’s missile-defense systems to provide advance warning for the defense of the nation, deployed U.S. forces, and allies.
Headquartered in Bethesda, Md., Lockheed Martin is a global security company that employs about 136,000 people worldwide and is principally engaged in the research, design, development, manufacture, integration and sustainment of advanced technology systems, products and services. The Corporation’s 2009 sales from continuing operations were $44.5 billion.
Lockheed Martin
25 August 2010, MOORESTOWN, N.J. -- Lockheed Martin [NYSE: LMT] successfully identified and tracked four live targets during a test of its Multi-Mission Signal Processor (MMSP) being fielded as part of the Aegis next-generation Ballistic Missile Defense (BMD) capability.
The MMSP is part of the Navy’s Advanced Capability Build 12 system, intended to help combine next-generation Aegis BMD and anti-air warfare (AAW) capabilities in an open combat system architecture.
“This is our second demonstration of the MMSP capability, and both have successfully shown its abilities to detect and track targets,” said Allan Croly, director, Naval Radar Programs, for Lockheed Martin’s Mission Systems and Sensors business unit. “MMSP allows our customers to track threats that would have gone undetected with lesser capabilities.”
The first demonstration conducted earlier this year showcased the radar’s AAW capability while this test focused on the radar’s BMD capability. Both were conducted using an augmented Aegis system at the Navy’s land-based test facility, the Vice Admiral James H. Doyle Combat Systems Engineering Development Site in New Jersey. Additional testing will occur through 2011.
As part of the Aegis Modernization Program, MMSP is scheduled for installation on guided missile destroyers currently equipped with the Aegis Weapon System, starting in 2012.
The Aegis BMD element of the nation’s ballistic missile defense system provides the capability to use hit-to-kill technology to intercept and destroy short- and medium-range ballistic missiles. Additionally, Aegis BMD-equipped ships provide surveillance and tracking of intercontinental ballistic missiles and work with other elements of the nation’s missile-defense systems to provide advance warning for the defense of the nation, deployed U.S. forces, and allies.
Headquartered in Bethesda, Md., Lockheed Martin is a global security company that employs about 136,000 people worldwide and is principally engaged in the research, design, development, manufacture, integration and sustainment of advanced technology systems, products and services. The Corporation’s 2009 sales from continuing operations were $44.5 billion.
Lockheed Martin
TNI AL Perketat Patroli Perbatasan
26 Agustus 2010, Jakarta -- Aparat TNI AL meningkatkan frekuensi patroli di perbatasan Indonesia - Malaysia. Korps baju putih tak ingin insiden tiga petugas DKP dengan aparat Malaysia terulang kembali. "Jumlah kapal tidak ditambah hanya intensitasnya patrolinya lebih sering," ujar Kadispenal Laksamana Herry Satrianegara kemarin. Saat ini di Selat Malaka sudah ada tujuh kapal dan di Selat Singapura ada empat kapal yang dioperasikan setiap hari.
Mantan Komandan KRI Teluk ratai itu menjelaskan, dalam melakukan pengamanan laut, TNI AL selalu berkoordinasi dengan petugas lain seperti DKP. "Kita saling mendukung," katanya.
Dalam seminar di LIPI kemarin (25/8) Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengakui pertahanan laut di perbatasan masih belum idela. Salah satu penyebabnya adalah luas wilayah dan armada yang terbatas. "Memang harus dilihat secara realistis. Perbatasannya luas sekali, dan kita harus patroli terus. Jadi, apa mungkin tiap hari berada di titik yang sama," kata Purnomo.
Mantan Menteri ESDM itu menyebut, tidak setiap pulau terluar wilayah RI dijaga oleh aparat keamanan Terutama pulau-pulau yang memang tidak dapat dihuni. "Fungsinya sebagai titk garis batas laut," katanya.
Menhan menjelaskan ada enam instansi yang terlibat dalam pengamanan laut perbatasan. Selain Polri dan TNI AL, juga ada Bea dan Cukai, Kementerian Kelautan Perikanan dan Kementerian Perhubungan. Meski terkesan tidak efisien dan tumpang tindih, Poernomo membantah bahwa di antara mereka tidak ada koordinasi sehingga menyebabkan insiden pelanggaran garis batas laut bisa terjadi. "Kita tetap ada koordinasi," katanya.
JPNN
Malaysia Bangun Jalan Tank di Perbatasan
Malaysia memborong 48 MBT PT-91 dari Polandia, tank ini modernisasi dari tank buatan Rusia T-72. Diperkirakan Malaysia akan menerobos perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan mengandalkan PT-91, jika terjadi konflik. TNI AD berencana membeli MBT sedangkan TNI AU akan menempatkan skuadron pesawat tanpa awak dan skuadron Tucano di Pulau Kalimantan. Pembelian Tucano masih belum ada kejelasan dari Kemenhan. (Foto: aliflamm)
25 Agustus 2010, Jakarta -- Indonesia terkesan tak berdaya menghadapi Malaysia. Bahkan di sekitar perbatasan di kawasan Kalimantan, negara tetangga itu sudah membuat jaringan jalan untuk kendaraan militer seperti tank dan alat berat lainnya.
“Malaysia sekarang sudah membuat jaringan kendaraan militer di kawasan Kalimantan, sementara kita jangankan membangun jaringan jalan, rencana pun tak ada,” kata mantan wakil Kasad, Letjen TNI (pur) Kiki Syahnakri.
Pernyataan Kiki menjawab pertanyaan wartawan mengenai kemampuan TNI menghadapi kekuatan militer Malaysia, di Gedung DPR/MPR. Kiki datang ke DPR bersama sejumlah purnawirawan TNI/Polri untuk menemui Ketua MPR Taufik Kiemas guna menyampaikan keprihatinannya atas kondisi bangsa saat ini.
Lebih lanjut Kiki menjelaskan, selain kondisi TNI yang lemah, negara ini juga memiliki diplomasi yang tidak bagus. “Selain kondisi TNI, keadaan ekonomi kita juga payah,” jelasnya.
Pos Kota
25 Agustus 2010, Jakarta -- Indonesia terkesan tak berdaya menghadapi Malaysia. Bahkan di sekitar perbatasan di kawasan Kalimantan, negara tetangga itu sudah membuat jaringan jalan untuk kendaraan militer seperti tank dan alat berat lainnya.
“Malaysia sekarang sudah membuat jaringan kendaraan militer di kawasan Kalimantan, sementara kita jangankan membangun jaringan jalan, rencana pun tak ada,” kata mantan wakil Kasad, Letjen TNI (pur) Kiki Syahnakri.
Pernyataan Kiki menjawab pertanyaan wartawan mengenai kemampuan TNI menghadapi kekuatan militer Malaysia, di Gedung DPR/MPR. Kiki datang ke DPR bersama sejumlah purnawirawan TNI/Polri untuk menemui Ketua MPR Taufik Kiemas guna menyampaikan keprihatinannya atas kondisi bangsa saat ini.
Lebih lanjut Kiki menjelaskan, selain kondisi TNI yang lemah, negara ini juga memiliki diplomasi yang tidak bagus. “Selain kondisi TNI, keadaan ekonomi kita juga payah,” jelasnya.
Pos Kota
Mine Countermeasures Flotilla Departs Bahrain for UK - US Exercises
Hunt class mine countermeasures vessel (MCMVs) HMS Middleton (M34) and HMS Chiddingfold (M37) head into the Arabian Gulf for a 10 day mine countermeasures exercise with counterparts from the U.S. Navy.
25 August 2010 -- Four Royal Navy mine countermeasures vessels (MCMVs) departed Bahrain in mid August for ten days of exercises with counterparts from the U.S. Navy in the Arabian Gulf.
The exercises were designed to enable the two navies to further develop mine hunting techniques in the warm, shallow waters of the Middle East, which form a busy and important maritime environment.
For the Royal Navy, it is also an opportunity for the Commander UK Mine Counter Measures Force (COMUKMCMFOR) to direct a bi-lateral, multi ship mine countermeasures task force at sea.
The British contingent consisted of two Hunt class MCMVs, HMS Middleton (M34) and HMS Chiddingfold (M37), and two Sandown class vessels, HMS Grimsby (M108) and HMS Pembroke (M107). The Royal Fleet Auxiliary Landing Ship RFA Lyme Bay (L3007) has also joined the exercise the afloat headquarters COMUKMCMFOR.
They were joined by four ships from the U.S. Navy's Avenger class: USS Ardent, USS Dexterous, USS Gladiator and USS Scout.
Commander David Bence Royal Navy, Commander UK Mine Counter Measures Force, said:
"Sea mines and unexploded ordnance have the potential to cause great disruption to international shipping lanes, restricting freedom of the seas and damaging world economies. The Royal Navy is at the forefront of mine countermeasure capabilities, in experience, expertise and in technology. It is important that we maintain these capabilities across a range of different environments, from the cold Atlantic to the warmer coastal waterways of the Middle East".
"This exercise was an opportunity to demonstrate our ability to deploy an expeditionary mine countermeasures task force and battle staff, in conjunction with international partners."
The four British MCMVs are forward deployed to Bahrain for several years at a time. They are maintained locally and crew members are rotated with counterparts in the United Kingdom on a regular basis.
They are among several Royal Navy warships and auxiliaries operating in the Middle East region, undertaking maritime security operations such as counter-piracy and counter-terrorism alongside partner nations from NATO,
the European Union Naval Force (EU NAVFOR) and the 24 nation Combined Maritime Force (CMF).
HM Ships Chiddingfold (M37), Middleton (M34) and Pembroke (M107) depart Bahrain bound for a ten day mine countermeasures exercise with counterparts from the United States Navy.
Sandown class mine countermeasures vessels (MCMVs) HMS Grimsby (M108) and HMS Pembroke (M107) head into the Arabian Gulf for a 10 day mine countermeasures exercise with counterparts from the U.S. Navy.
HM Ships Chiddingfold (M37), Middleton (M34) and Pembroke (M107) depart Bahrain bound for a ten day mine countermeasures exercise with counterparts from the United States Navy.
HMS Middleton departs the port of Mina Salman in Manama, Bahrain, followed by HM Ships Pembroke and Grimsby and two U.S. Navy minesweepers. A total of five British and four U.S. vessels took part in a ten day mine countermeasures exercise.
Royal Navy
25 August 2010 -- Four Royal Navy mine countermeasures vessels (MCMVs) departed Bahrain in mid August for ten days of exercises with counterparts from the U.S. Navy in the Arabian Gulf.
The exercises were designed to enable the two navies to further develop mine hunting techniques in the warm, shallow waters of the Middle East, which form a busy and important maritime environment.
For the Royal Navy, it is also an opportunity for the Commander UK Mine Counter Measures Force (COMUKMCMFOR) to direct a bi-lateral, multi ship mine countermeasures task force at sea.
The British contingent consisted of two Hunt class MCMVs, HMS Middleton (M34) and HMS Chiddingfold (M37), and two Sandown class vessels, HMS Grimsby (M108) and HMS Pembroke (M107). The Royal Fleet Auxiliary Landing Ship RFA Lyme Bay (L3007) has also joined the exercise the afloat headquarters COMUKMCMFOR.
They were joined by four ships from the U.S. Navy's Avenger class: USS Ardent, USS Dexterous, USS Gladiator and USS Scout.
Commander David Bence Royal Navy, Commander UK Mine Counter Measures Force, said:
"Sea mines and unexploded ordnance have the potential to cause great disruption to international shipping lanes, restricting freedom of the seas and damaging world economies. The Royal Navy is at the forefront of mine countermeasure capabilities, in experience, expertise and in technology. It is important that we maintain these capabilities across a range of different environments, from the cold Atlantic to the warmer coastal waterways of the Middle East".
"This exercise was an opportunity to demonstrate our ability to deploy an expeditionary mine countermeasures task force and battle staff, in conjunction with international partners."
The four British MCMVs are forward deployed to Bahrain for several years at a time. They are maintained locally and crew members are rotated with counterparts in the United Kingdom on a regular basis.
They are among several Royal Navy warships and auxiliaries operating in the Middle East region, undertaking maritime security operations such as counter-piracy and counter-terrorism alongside partner nations from NATO,
the European Union Naval Force (EU NAVFOR) and the 24 nation Combined Maritime Force (CMF).
HM Ships Chiddingfold (M37), Middleton (M34) and Pembroke (M107) depart Bahrain bound for a ten day mine countermeasures exercise with counterparts from the United States Navy.
Sandown class mine countermeasures vessels (MCMVs) HMS Grimsby (M108) and HMS Pembroke (M107) head into the Arabian Gulf for a 10 day mine countermeasures exercise with counterparts from the U.S. Navy.
HM Ships Chiddingfold (M37), Middleton (M34) and Pembroke (M107) depart Bahrain bound for a ten day mine countermeasures exercise with counterparts from the United States Navy.
HMS Middleton departs the port of Mina Salman in Manama, Bahrain, followed by HM Ships Pembroke and Grimsby and two U.S. Navy minesweepers. A total of five British and four U.S. vessels took part in a ten day mine countermeasures exercise.
Royal Navy
Iran Akan Luncurkan Satelit Buatan Sendiri
26 Agustus 2010 -- Iran merencanakan meluncurkan satelit Rasad 1 sebelum berakhirnya penanggalan Iran diumumkan Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Reza Taqipour, Rabu (25/8)
Rasad direncanakan diluncurkan menggunakan roket buatan Iran.
Menurut pejabat Iran, Rasad akan memberikan data ramalan cuaca dan gambar satelit resolusi tinggi.
Iran telah meluncurkan satelit buatan sendiri Omid Februari 2009, menandai HUT Ke-30 Revolusi Iran. Satelit Omid digunakan kepentingan komunikasi dan riset.
Satelit dirancang memutari bumi 15 kali selama 24 jam dan mengirimkan data ke pusat antariksa di Iran. Satelit memiliki dua frekuensi dan 8 antena untuk transmisi data.
MNA/Berita HanKam
Rasad direncanakan diluncurkan menggunakan roket buatan Iran.
Menurut pejabat Iran, Rasad akan memberikan data ramalan cuaca dan gambar satelit resolusi tinggi.
Iran telah meluncurkan satelit buatan sendiri Omid Februari 2009, menandai HUT Ke-30 Revolusi Iran. Satelit Omid digunakan kepentingan komunikasi dan riset.
Satelit dirancang memutari bumi 15 kali selama 24 jam dan mengirimkan data ke pusat antariksa di Iran. Satelit memiliki dua frekuensi dan 8 antena untuk transmisi data.
MNA/Berita HanKam
Australian first for Pacific Partnership mission
A red cross flag waves in the foreground, as HMAS Tarakan sails past in Dili Harbour, East Timor during Pacific Partnership 2010. (Foto: Australia DoD)
26 August 2010 -- In a first for the Australian Defence Force, Royal Australian Navy ship HMAS Tobruk will become the command ship for the US-led humanitarian assistance mission Pacific Partnership 2010 (PP10)
The ship is the command platform for the final leg of the six-country PP10 mission in Papua New Guinea (PNG) and will host personnel from the United States Navy, partner nations and non-government organisations onboard.
From 3 September 2010, the multi-national PP10 team will work in the area of Rabaul, PNG, with members of the PNG Defence Force, non-government organisations, and the ship’s company of supporting ship USS Crommelin, to conduct medical, dental, engineering and community service projects.
The command of PP10 from an Australian ship is an exciting time for both Navies said PP10 Mission Commander United States Navy Captain Lisa Franchetti.
“Our two Navies have a close-working relationship participating in various operations and Defence exercises together but this is the first time we will command Pacific Partnership from a non-US Navy ship. The adaptability and professionalism of the ship’s company has made the transition seamless and I am anticipating a positive Command experience aboard Tobruk,” said Captain Franchetti.
Commanding Officer of Tobruk, Commander Paul Scott, said they will depart Darwin tomorrow having conducted personnel exchange and receiving stores for the conduct of the week-long humanitarian assistance effort.
“The transfer of personnel and onload of cargo was conducted safely and professionally. The ship’s company have been preparing for our international guests and are looking forward to enhancing their professional relationships,” Commander Scott said.
Having completed Operation Samoa Assist late last year, the ship’s company will be able to build upon their experience in humanitarian assistance efforts.
“Last year, under a different Commanding Officer, Tobruk delivered more than 500 tonnes of aid to Samoa and Tonga following the tsunami in the region. Unfortunately our region suffers natural disasters and as a consequence our Navy needs to be prepared to respond when the government directs us to,” said Commander Scott.
Approximately 50 ADF personnel have been deployed on USNS Mercy in Vietnam, Cambodia, Indonesia and East Timor. HMA Ships Labuan and Tarakan have been providing ship to shore logistical support in Indonesia and East Timor and will continue to do so in PNG.
Pacific Partnership, as it has been known since 2007, has been sponsored annually by the Commander US Pacific Fleet since the devastating effects of the Boxing Day Tsunami in 2004. USNS Mercy was on-scene in early 2005 in response to the tsunami and returned to Southeast Asia in 2006.
Australia DoD
26 August 2010 -- In a first for the Australian Defence Force, Royal Australian Navy ship HMAS Tobruk will become the command ship for the US-led humanitarian assistance mission Pacific Partnership 2010 (PP10)
The ship is the command platform for the final leg of the six-country PP10 mission in Papua New Guinea (PNG) and will host personnel from the United States Navy, partner nations and non-government organisations onboard.
From 3 September 2010, the multi-national PP10 team will work in the area of Rabaul, PNG, with members of the PNG Defence Force, non-government organisations, and the ship’s company of supporting ship USS Crommelin, to conduct medical, dental, engineering and community service projects.
The command of PP10 from an Australian ship is an exciting time for both Navies said PP10 Mission Commander United States Navy Captain Lisa Franchetti.
“Our two Navies have a close-working relationship participating in various operations and Defence exercises together but this is the first time we will command Pacific Partnership from a non-US Navy ship. The adaptability and professionalism of the ship’s company has made the transition seamless and I am anticipating a positive Command experience aboard Tobruk,” said Captain Franchetti.
Commanding Officer of Tobruk, Commander Paul Scott, said they will depart Darwin tomorrow having conducted personnel exchange and receiving stores for the conduct of the week-long humanitarian assistance effort.
“The transfer of personnel and onload of cargo was conducted safely and professionally. The ship’s company have been preparing for our international guests and are looking forward to enhancing their professional relationships,” Commander Scott said.
Having completed Operation Samoa Assist late last year, the ship’s company will be able to build upon their experience in humanitarian assistance efforts.
“Last year, under a different Commanding Officer, Tobruk delivered more than 500 tonnes of aid to Samoa and Tonga following the tsunami in the region. Unfortunately our region suffers natural disasters and as a consequence our Navy needs to be prepared to respond when the government directs us to,” said Commander Scott.
Approximately 50 ADF personnel have been deployed on USNS Mercy in Vietnam, Cambodia, Indonesia and East Timor. HMA Ships Labuan and Tarakan have been providing ship to shore logistical support in Indonesia and East Timor and will continue to do so in PNG.
Pacific Partnership, as it has been known since 2007, has been sponsored annually by the Commander US Pacific Fleet since the devastating effects of the Boxing Day Tsunami in 2004. USNS Mercy was on-scene in early 2005 in response to the tsunami and returned to Southeast Asia in 2006.
Australia DoD
Geostrategi Baru Malaysia di Kawasan
(Foto: Berita HanKam)
26 Agustus 2010 -- Mengamati perkembangan yang sering terjadi di rantau Asia Tenggara akhir-akhir ini,tampak sangat jelas terdapat perubahan-perubahan dalam paham kebangsaan dan geopolitik yang dianut oleh Malaysia.
Di satu sisi kerja sama antarnegara makin meningkat, baik di tingkat regional maupun internasional. Tetapi, di sisi lain terdapat kecenderungan negara Malaysia dengan berbagai bentuk dan pola baru ingin terus memengaruhi dan ingin memainkan peran yang lebih besar di kawasan ini. Bahkan, tidak sedikit menimbulkan gesekan dengan negara-negara jirannya. Menghadapi fenomena seperti ini tentu saja mengusik kita untuk menanyakan apakah yang Malaysia inginkan dan apakah sesungguhnya Malaysia memiliki kemampuan di maksud. Dalam tulisan ini akan diuraikan perkembangan paham kekuasaan dan geopolitik baru yang di anut Malaysia saat ini.
Geopolitik Malaysia
Cara pandang Malaysia dalam memandang diri dan lingkungannya sangat kuat dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya. Paham kekuasaan Malaysia ini bersandar pada kemantapan sistem politik yang berakar pada kebudayaan politik dan feodalisme bangsa. Eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi ekonomi yang maju, angkatan perang yang kuat, tetapi juga faktor subjektif dan psikologis bangsa. Dalam konsep ini letak ruang untuk hidup sebagai negara bangsa bagi Malaysia perlu dilindungi dan dipertahankan dengan segala cara bukan hanya dengan pendekatan kesejahteraan rakyat saja yang didahulukan tetapi juga tujuan dan sasaran kepentingan nasional yang lebih diutamakan.
Dalam hal ini, bagi Malaysia yang terletak di tengah-tengah kawasan Asia Tenggara,persepsi tentang ruang untuk mempertahankan hidup itu sudah berubah. Malaysia ingin memainkan peran sebagai kekuatan utama yang memengaruhi, bukan lagi sebagai objek seperti dulu lagi. Kombinasi antara paham kekuasaan dengan geopolitik yang dimiliki bisa menjadikan Malaysia sebagai negara yang cenderung berkarakter protektif ekspansif.
Implikasi strategis
Setidaknya ada tiga implikasi sebagai konsekuensi negara dengan ciri dan berkarakter demikian. Pertama, di bidang kebudayaan. Untuk menguatkan jati diri dan identitas nasional, Malaysia perlu memiliki kekuatan budaya yang menjadi ciri khas bangsa. Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) merupakan wadah untuk mempersatukan kembali puak Melayu di serantau Asia Tenggara dan dunia dengan tujuan menghimpun kembali kebudayaan Melayu sebagai kebudayaan yang memiliki ciri yang khas.
Di situ Malaysia berperan sebagai negara konseptor dan berdiri paling depan untuk perhimpunan bangsa-bangsa Melayu tersebut. Masalah terbatasnya khasanah kebudayaan yang dimiliki, menjadikan Malaysia sebagai negara yang paling getol menggali kembali kebudayaan lama Nusantara untuk mereka miliki dan munculkan sebagai kebudayaan nasionalnya. Klaim-klaim budaya Nusantara yang selalu terjadi menjadi contoh bagaimana Malaysia begitu kuat untuk memproteksi hasil budaya tersebut.Sementaraitu,Malaysiajuga begitu ekspansif terhadap klaim budaya milik bangsa Indonesia. Kedua, di bidang ekonomi.
Malaysia sudah menjadi negara makmur dengan kekuatan ekonomi yang lebih dominan dibandingkan dengan Indonesia.Tentu saja hal tersebut menjadi faktor penarik (pull factor). Sementara itu, masalah peluang dan kesempatan kerja yang terbatas di Tanah Air menjadi faktor pendorong (push factor) bagi ribuan tenaga kerja Indonesia untuk ke sana. Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi tersebut, di samping memerlukan jumlah tenaga kerja yang banyak, Malaysia juga memerlukan sumber daya alam yang tidak sedikit. Oleh karena terbatasnya sumber daya alam yang mereka miliki, tentu mereka akan menjaga semaksimal mungkin dan berusaha untuk mengklaim sumber daya alam yang masih berada di wilayah yang belum jelas statusnya meski berisiko bersengketa dengan negara jirannya.
Ketiga, di bidang politik dan militer.Perubahan doktrin militer, anggaran belanja militer yang besar,dan pilihan teknologi militer tinggi yang dilakukan tentu ada tujuan dan maksud yang diinginkan. Malaysia berada dalam lingkungan yang sangat strategis yang berada di tengah-tengah kawasan Asia Tenggara. Malaysia menjadi pusat perputaran (concentric circle) dengan berbagai macam kepentingan yang ada di dalamnya tentu hal tersebut memiliki potensi konflik yang sangat tinggi dengan negara jirannya.
Malaysia telah memodernisasi peralatan perang yang memiliki kemampuan sangat kuat, baik sebagai kekuatan untuk memproteksi kepentingan ekonomi dan industrinya maupun sebagai faktor pencegah (detterent factor) bagi negara lain untuk menyerang Malaysia, atau bahkan kemampuan yang dapat melakukan ofensif terhadap negara lain dalam mendukung klaim teritorialnya. Tidak heran umpamanya,pemikiran ini yang membenarkan Malaysia selalu berani dan tidak segansegan menggunakan kekerasan dan kekuatan senjata dalam setiap persengketaan dengan Indonesia.
Umpan balik
Tentu saja Malaysia sudah mengukur kemampuan dan kekuatan yang kita miliki.Tetapi terus menerus diberlakukan tidak berdaya seperti itu bukanlah pembelajaran yang baik guna membangun nasionalisme bagi generasi muda. Perang bukanlah pilihan yang paling bijak untuk mengatasi setiap masalah yang ada tetapi sekali- sekali memberi pelajaran secara tegas juga perlu. Menang perang dengan Malaysia tentu tidak membuat Indonesia terlihat hebat, tetapi apabila kalah perang Indonesia menjadi malu. Bukankah sedhumuk bathuk senyaring bhumi harus tetap ada dalam sanubari kita dalam mempertahankan Tanah Air kita tercinta ini.
Tahniah Encik,selamat merayakan hari kemerdekaan yang ke-53, berkhidmat untuk bangsa,berkhidmat untuk jiran yang lebih baik. (AR Saliman, Kandidat Doktor Ilmu Hukum UII Yogyakarta)
SINDO
26 Agustus 2010 -- Mengamati perkembangan yang sering terjadi di rantau Asia Tenggara akhir-akhir ini,tampak sangat jelas terdapat perubahan-perubahan dalam paham kebangsaan dan geopolitik yang dianut oleh Malaysia.
Di satu sisi kerja sama antarnegara makin meningkat, baik di tingkat regional maupun internasional. Tetapi, di sisi lain terdapat kecenderungan negara Malaysia dengan berbagai bentuk dan pola baru ingin terus memengaruhi dan ingin memainkan peran yang lebih besar di kawasan ini. Bahkan, tidak sedikit menimbulkan gesekan dengan negara-negara jirannya. Menghadapi fenomena seperti ini tentu saja mengusik kita untuk menanyakan apakah yang Malaysia inginkan dan apakah sesungguhnya Malaysia memiliki kemampuan di maksud. Dalam tulisan ini akan diuraikan perkembangan paham kekuasaan dan geopolitik baru yang di anut Malaysia saat ini.
Geopolitik Malaysia
Cara pandang Malaysia dalam memandang diri dan lingkungannya sangat kuat dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dianutnya. Paham kekuasaan Malaysia ini bersandar pada kemantapan sistem politik yang berakar pada kebudayaan politik dan feodalisme bangsa. Eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi ekonomi yang maju, angkatan perang yang kuat, tetapi juga faktor subjektif dan psikologis bangsa. Dalam konsep ini letak ruang untuk hidup sebagai negara bangsa bagi Malaysia perlu dilindungi dan dipertahankan dengan segala cara bukan hanya dengan pendekatan kesejahteraan rakyat saja yang didahulukan tetapi juga tujuan dan sasaran kepentingan nasional yang lebih diutamakan.
Dalam hal ini, bagi Malaysia yang terletak di tengah-tengah kawasan Asia Tenggara,persepsi tentang ruang untuk mempertahankan hidup itu sudah berubah. Malaysia ingin memainkan peran sebagai kekuatan utama yang memengaruhi, bukan lagi sebagai objek seperti dulu lagi. Kombinasi antara paham kekuasaan dengan geopolitik yang dimiliki bisa menjadikan Malaysia sebagai negara yang cenderung berkarakter protektif ekspansif.
Implikasi strategis
Setidaknya ada tiga implikasi sebagai konsekuensi negara dengan ciri dan berkarakter demikian. Pertama, di bidang kebudayaan. Untuk menguatkan jati diri dan identitas nasional, Malaysia perlu memiliki kekuatan budaya yang menjadi ciri khas bangsa. Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) merupakan wadah untuk mempersatukan kembali puak Melayu di serantau Asia Tenggara dan dunia dengan tujuan menghimpun kembali kebudayaan Melayu sebagai kebudayaan yang memiliki ciri yang khas.
Di situ Malaysia berperan sebagai negara konseptor dan berdiri paling depan untuk perhimpunan bangsa-bangsa Melayu tersebut. Masalah terbatasnya khasanah kebudayaan yang dimiliki, menjadikan Malaysia sebagai negara yang paling getol menggali kembali kebudayaan lama Nusantara untuk mereka miliki dan munculkan sebagai kebudayaan nasionalnya. Klaim-klaim budaya Nusantara yang selalu terjadi menjadi contoh bagaimana Malaysia begitu kuat untuk memproteksi hasil budaya tersebut.Sementaraitu,Malaysiajuga begitu ekspansif terhadap klaim budaya milik bangsa Indonesia. Kedua, di bidang ekonomi.
Malaysia sudah menjadi negara makmur dengan kekuatan ekonomi yang lebih dominan dibandingkan dengan Indonesia.Tentu saja hal tersebut menjadi faktor penarik (pull factor). Sementara itu, masalah peluang dan kesempatan kerja yang terbatas di Tanah Air menjadi faktor pendorong (push factor) bagi ribuan tenaga kerja Indonesia untuk ke sana. Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi tersebut, di samping memerlukan jumlah tenaga kerja yang banyak, Malaysia juga memerlukan sumber daya alam yang tidak sedikit. Oleh karena terbatasnya sumber daya alam yang mereka miliki, tentu mereka akan menjaga semaksimal mungkin dan berusaha untuk mengklaim sumber daya alam yang masih berada di wilayah yang belum jelas statusnya meski berisiko bersengketa dengan negara jirannya.
Ketiga, di bidang politik dan militer.Perubahan doktrin militer, anggaran belanja militer yang besar,dan pilihan teknologi militer tinggi yang dilakukan tentu ada tujuan dan maksud yang diinginkan. Malaysia berada dalam lingkungan yang sangat strategis yang berada di tengah-tengah kawasan Asia Tenggara. Malaysia menjadi pusat perputaran (concentric circle) dengan berbagai macam kepentingan yang ada di dalamnya tentu hal tersebut memiliki potensi konflik yang sangat tinggi dengan negara jirannya.
Malaysia telah memodernisasi peralatan perang yang memiliki kemampuan sangat kuat, baik sebagai kekuatan untuk memproteksi kepentingan ekonomi dan industrinya maupun sebagai faktor pencegah (detterent factor) bagi negara lain untuk menyerang Malaysia, atau bahkan kemampuan yang dapat melakukan ofensif terhadap negara lain dalam mendukung klaim teritorialnya. Tidak heran umpamanya,pemikiran ini yang membenarkan Malaysia selalu berani dan tidak segansegan menggunakan kekerasan dan kekuatan senjata dalam setiap persengketaan dengan Indonesia.
Umpan balik
Tentu saja Malaysia sudah mengukur kemampuan dan kekuatan yang kita miliki.Tetapi terus menerus diberlakukan tidak berdaya seperti itu bukanlah pembelajaran yang baik guna membangun nasionalisme bagi generasi muda. Perang bukanlah pilihan yang paling bijak untuk mengatasi setiap masalah yang ada tetapi sekali- sekali memberi pelajaran secara tegas juga perlu. Menang perang dengan Malaysia tentu tidak membuat Indonesia terlihat hebat, tetapi apabila kalah perang Indonesia menjadi malu. Bukankah sedhumuk bathuk senyaring bhumi harus tetap ada dalam sanubari kita dalam mempertahankan Tanah Air kita tercinta ini.
Tahniah Encik,selamat merayakan hari kemerdekaan yang ke-53, berkhidmat untuk bangsa,berkhidmat untuk jiran yang lebih baik. (AR Saliman, Kandidat Doktor Ilmu Hukum UII Yogyakarta)
SINDO
KSAL: Belum Perlu Gelar Pasukan
26 Agustus 2010, Jakarta -- Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana TNI Agus Suhartono menyatakan, keberadaan kapal-kapal patroli TNI Angkatan Laut di beberapa titik perbatasan maritim Indonesia dengan negara tetangga, masih dalam kapasitas cukup dan efektif.
Oleh karena itu, gelar pasukan untuk mengantisipasi pelanggaran perbatasan yang dilakukan Malaysia belum perlu dilakukan.
"Keberadaan personil dan kapal-kapal patroli masih cukup. Tak perlu ada penambahan dan gelar pasukan," ujar KSAL kepada Suara Karya di sela-sela peresmian Komite Olah Raga Militer Indonesia di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (25/8).
Maritim Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, India, Australia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Palau (berbatasan Ambon), Thailand dan Timor Leste. Sebanyak 16 perbatasan telah diselesasikan Kementerian Luar Negeri RI dengan 10 negara itu, baik bilateral maupun trilateral.
Sementara itu, untuk batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia dengan Malaysia masih harus menyelesaikan persoalan perbatasan maritim untuk zona ekonomi eksklusif (ZEE), di antaranya di Selat Malaka, Laut China Selatan, laut wilayah dan landas kontinen di laut Sulawesi yang saat ini sedang menjadi perhatian, perairan utara Pulau Bintan dan Pulau Batam. "Keberadaan kapal-kapal kita di sana masih cukup untuk mengawasi," ujar Agus.
Menurut Agus, batas maritim Indonesia berdasarkan peta Nomor 349/ 2009 tentang Batas Maritim Indonesia. "Tidak ada wilayah abu-abu pada posisi Indonesia. Karena itu, TNI AL tetap berada pada posisi di wilayah maritim Indonesia," ujarnya.
Nelayan WNI ditahan
Sementara itu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengemukakan bahwa sebenarnya terdapat nelayan asal Indonesia yang masih menjalani penahanan di Malaysia. "Kami mendapat laporan dari keluarga korban bahwa enam nelayan asal Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, ditahan di Penjara Kedah, Malaysia," kata Sekretaris Jenderal Kiara Riza Damanik.
Menurut Riza, nama dari para nelayan tersebut adalah Zulham (40), Mahmud (45), Hamid (45), Ahmad (25), Ismail (42), dan Syahrial (48).
Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut, mengapa para nelayan itu bisa ditahan di penjara negeri jiran tersebut. Kiara mendesak agar negara melalui instansi yang terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Luar Negeri segera melakukan pembelaan terhadap para nelayan yang ditahan.
LSM tersebut juga mendesak agar pemerintah memperhatikan masalah kelautan lainnya yang penting seperti tidak tuntasnya pencemaran Laut Timor.
"Hingga kini tidak ada akurasi data dan informasi yang solid seperti nilai kerugian, wilayah dan substansi terdampak, serta jumlah korban langsung atau tidak langsung," katanya.
Pencemaran di Laut Timor terjadi akibat instalasi di kilang minyak Montara meledak pada Agustus 2009, dan meluas hingga ke perairan di sekitar Kabupaten Rote Ndao bahkan hingga Laut Sawu, terutama sekitar Kabupaten Sabu Raijua dan areal pantai selatan Pulau Timor.
Sebelumnya, tiga LSM yaitu Migrant Care, Kontras, dan Infid juga mendesak agar pemerintah harus serius memperjuangkan pembelaan terhadap ratusan WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia.
Berbagai LSM itu menghendaki agar pemerintah segera melakukan diplomasi HAM ke Malaysia karena Indonesia memiliki kewajiban penghormatan HAM bagi setiap orang sebagaimana yang sudah dijamin di dalam konstitusi.
Selain itu, terkait dengan dua vonis hukuman mati terhadap dua WNI yang berinisial BS dan TI, pemerintah Indonesia juga didesak untuk segera melakukan diplomasi politik ke pemerintah Malaysia.
Suara Karya