KRI Tedong Nagaadalah kapal TNIAngkatan Laut yang diikutkan dalam operasi Badan Koordinasi Keamanan Laut di perbatasan RI-Filipina. Tampak KRI Tedong Naga sedang sandar di Pelabuhan Tahuna, Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, Minggu (31/10). (Foto: KOMPAS/Subur Tjahjono)
8 November 2010 -- Sebuah kapal tramper atau kapal penampung ikan terlihat dari ketinggian sekitar 1.000 kaki atau sekitar 304,8 meter di atas Laut Aru, Selasa (26/10) siang. Di sekitar kapal tramper itu, beberapa kapal berukuran lebih kecil tampak merapat ke kapal tramper yang berfungsi menampung ikan-ikan dari kapal lebih kecil tersebut.
Kapal tramper yang mencurigakan tersebut terlihat oleh pilot pesawat intai CASA Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, Mayor Laut Bambang Edi Saputro, dan lima krunya—yang melintas saat perjalanan udara dari Kota Tual, Provinsi Maluku, ke Merauke, Provinsi Papua.
Walaupun hari itu ia bertugas menjemput Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Laksamana Madya Y Didik Heru Purnomo dan rombongan berkeliling Indonesia timur, Mayor Bambang dan krunya tetap melaksanakan operasi pengintaian laut sebagai satuan yang berada di bawah kendali operasi (BKO) Bakorkamla.
”Setelah kami lihat kapal tramper itu, segera kami blok lokasinya dan di-zoom (diperjelas) dengan radar dan difoto dan langsung kami laporkan ke Markas (Markas Besar TNI AL),” tutur Bambang, pilot senior dan instruktur CASA TNI AL itu.
Laut Aru, yang terlihat luas, tenang, biru, diselingi pulau-pulau yang hijau dari ketinggian 304,8 meter itu adalah kawasan perikanan yang terkenal di dunia sebagai ladang ikan (fishing ground). Kawasan laut itu menjadi salah satu fokus operasi Bakorkamla karena seringnya terjadi pencurian ikan oleh kapal-kapal asing.
Namun, tidak selalu kapal mencurigakan tersebut kembali terlihat. Saat pesawat CASA tersebut, dua hari setelahnya, Kamis, melintasi udara Laut Aru, laut terlihat sepi. ”Operasi Bakorkamla seperti itu tidak selalu akan menemukan kapal mencurigakan,” kata Kepala Pusat Operasi Bakorkamla Laksamana Pertama Susanto, yang menumpang di pesawat CASA tersebut. Selain Laksma Susanto, pesawat juga membawa Laksdya Y Didik Heru Purnomo bersama Kepala Bidang Penyiapan Kebijakan Operasi Bakorkamla Komisaris Besar Sutriono.
Ada 12 pemangku
Rombongan pejabat Bakorkamla itu berkeliling Indonesia timur secara maraton pada 28 Oktober sampai 1 November 2010 dengan menumpang pesawat CASA TNI AL tersebut.
Bakorkamla sebenarnya lembaga lama yang sudah ada sejak tahun 1972. Namun, kelembagaannya diperkuat berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2005 tentang Bakorkamla. Bakorkamla diketuai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto.
Anggota Bakorkamla terdiri dari 12 pemangku kepentingan. Ke-12 pemangku kepentingan itu adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kepala Polri, Kepala Badan Intelijen Negara, serta Kepala Staf TNI Angkatan Laut.
Tugas utama Bakorkamla adalah mengoordinasikan penyusunan kebijakan dan pelaksanaan operasi keamanan laut secara terpadu. ”Yang harus dipastikan, operasi Bakorkamla ini bukan operasi militer,” ujar Laksma Susanto (lihat grafik).
Perjalanan di Indonesia timur tersebut merupakan kegiatan Didik Heru Purnomo untuk mengoordinasikan kegiatan operasi Bakorkamla di daerah. ”Harus diakui, koordinasi antarpemangku kepentingan di daerah masih kurang,” ujar Didik.
Tempat yang disinggahi adalah Merauke dan Timika di Provinsi Papua, Kota Tual dan Ambon di Provinsi Maluku, Kota Ternate di Provinsi Maluku Utara, serta Kota Manado dan Tahuna di Kabupaten Kepulauan Sangihe di Provinsi Sulawesi Utara.
Di Merauke, 28 Oktober, Didik Heru Purnomo menemui Sekretaris Daerah Kabupaten Merauke Yoseph Rinta Radyamaka dan Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) Merauke Kolonel Laut Kabul Sukartono. Dari Merauke, Didik Heru Purnomo menemui Komandan Pangkalan TNI AL (Lanal) Timika di markasnya yang terletak di tepi muara Sungai Aikwa, Timika.
Dari Timika, 29 Oktober, rombongan terbang ke Kota Tual menemui Bupati Kabupaten Maluku Tenggara Andreas Retraubun di Pangkalan TNI Angkatan Udara Dumatubun, Langgur, Tual. Kepada para pejabat di daerah itu, Didik Heru Purnomo mengemukakan rencana pendirian Kantor Satuan Tugas Tim Koordinasi Keamanan Laut (Satgas Tim Korkamla) 3-Tual.
Setelah itu, mereka menemui Komandan Lanal Tual Kolonel Laut Darus Darusman di markasnya di tepi Laut Aru. di Markas Lanal, Didik Heru mengunjungi Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Ajak-653, sebuah kapal cepat torpedo milik TNI AL yang di-BKO-kan ke Bakorkamla. ”Kami baru bertugas tiga minggu di sini. Belum ada hasil operasi, tetapi potensi gangguan di sini (Laut Aru) adalah kapal ikan asing ilegal,” kata komandan KRI Ajak-653 Letkol Laut Joni Sudianto, menceritakan kegiatannya.
Dari Tual, pada sore harinya, Didik Heru Purnomo dan rombongan terbang ke Ambon, menemui Komandan Lantamal Ambon Laksma Dadang S Wirasuta di markasnya di Teluk Ambon. Dari Ambon, 30 Oktober, Didik Heru Purnomo mengunjungi kapal pengawas perikanan Hiu 007 yang sandar di Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate. Kapal milik Kementerian Kelautan dan Perikanan itu juga di-BKO-kan ke Bakorkamla. ”Gangguan di sini umumnya kapal-kapal dari Filipina,” tutur komandan kapal R Peranginangin.
Dari Ternate, rencana semula Didik Heru Purnomo menuju Tahuna di Pulau Sangihe. Namun, karena cuaca buruk, rombongan beralih ke Manado. Penerbangan ke Tahuna dilakukan esok paginya, 31 Oktober, dipimpin Laksma Susanto. Di Tahuna, Susanto mengunjungi KRI Tedong Naga, sebuah kapal patroli cepat, yang sandar di Pelabuhan Tahuna. Selain itu, mereka juga mengunjungi Komandan Lanal Tahuna Kolonel Laut Jeffrey Stanley Sanggel di markasnya di tepi Samudra Pasifik.
Tiga satgas tim Korkamla
Di Manado, 1 November, Didik Heru Purnomo meresmikan Kantor Satgas Tim Korkamla 2-Manado di Jalan Diponegoro 126, Manado. Satgas Tim Korkamla Manado ini melakukan koordinasi operasi di wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II, yang melintasi perairan Laut Sulawesi-Selat Makassar-Laut Flores-Selat Lombok.
Pembentukan Satgas Tim Korkamla ini adalah untuk mengoordinasikan operasi keamanan di laut di daerah-daerah. Selain di Manado, sebelumnya juga telah dibentuk Satgas Tim Korkamla 1-Batam yang bertugas di wilayah ALKI I, yang melintasi Laut China Selatan-Selat Karimata-Laut Jawa-Selat Sunda.
Satu Satgas Tim Korkamla yang baru akan dibentuk di Tual meliputi wilayah ALKI 3, yang melintasi Samudra Pasifik-Selat Maluku-Laut Seram-Laut Banda.
Pada tahun 2010 Bakorkamla melaksanakan lima kali operasi keamanan laut. Bakorkamla mengklaim, sejak tahun 2009 sampai 2010, gangguan dan pelanggaran hukum di laut menurun dibandingkan dengan tahun 2008. Perompakan turun 76 persen (dari 30 kasus pada 2008), penangkapan ikan liar turun 75 persen (dari 2.120 kasus), pencemaran di laut turun 70 persen (dari 115 kasus), serta penyelundupan manusia dari dan ke Indonesia turun 90 persen (dari 1.214 kasus).
”Tahun depan operasi Bakorkamla akan berjalan sepanjang tahun,” ujar Laksma Susanto.
Penguatan kelembagaan Bakorkamla ini untuk menyinergikan berbagai tugas yang dilaksanakan berbagai lembaga (multitask multiagency). ”Dengan demikian, terdapat satu lembaga dengan banyak tugas (multitask single agency),” kata Didik Heru Purnomo.
Didik mengilustrasikan, efisiensi dan efektivitas operasi keamanan laut juga akan terwujud jika ada sebuah kapal besar yang memadai kapasitasnya dan ditangani satu lembaga. ”Daripada sekarang, setiap instansi (TNI AL, Polri, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan) di laut punya kapal sendiri-sendiri dan melaksanakan operasi sendiri,” kata Didik.
Penguatan Bakorkamla itu juga menjadi embrio bagi terbentuknya penjaga laut dan pantai (sea and coast guard) yang merupakan standar internasional. Dengan demikian, posisi Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina, yang telah memiliki badan penjaga laut dan pantai.
KOMPAS
No comments:
Post a Comment