(Foto: Dispenau)
27 September 2010, Makassar -- Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengakui harga pesawat Sukhoi dari Rusia cukup mahal. Namun ia meminta semua pihak memahami kalau anggaran mewujudkan sistem pertahanan juga sangat mahal.
"Untuk mewujudkan pertahanan yang tangguh butuh anggaran yang sangat mahal. Karena sebagian alutsista tidak bisa dibuat dalam negeri maka harus meminta bantuan negara lain untuk menjaga kedaulatan," kata Purnomo usai serah terima tiga pesawat Sukhoi di Makassar, Senin 27 September 2010.
Purnomo menegaskan ini karena sejumlah wartawan menanyakan soal anggaran pembelian 6 Sukhoi dalam kurun waktu 2005-2010. Anggaran pembelian alat temput canggih itu mencapai US$ 333 juta. Sementara TNI AU masih akan menganggarkan tambahan pesawat lagi untuk melengkapi 1 Skuadron.
Menurut Purnomo, harga pesawat ini tidak sebanding dengan ongkos pertahanan dan kedaulatan negara yang diinjak negara lain." Masalahnya kalau memang harus perang membela harga diri, sistem persenjataan kita belum lengkap" kata Purnomo.
Purnomo memaparkan, industri pertahanan Indonesia belum sepenuhnya bisa menyumbang peralatan perang.Terutama sekali, industri penerbangan. Kalau pun bisa membuat pesawat, Indonesia baru bisa membuat CN 235 yang kini sudah dibeli Malaysia dan Turki." Kita belum ada yang mampu membuat Sukhoi atau F-16. " ujarnya.
Ia menegaskan, kondisi ekonomi yang disebutnya kian membaik bisa mendukung hal tersebut. Untuk pengadaan itu, jelas Purnomo, pihaknya berusaha menempuh tiga upaya yakni APBN, kredit ekspor, dan perdagangan dalam negeri.
Sekjen Kementerian Pertahanan Marsekal Madya Eris Hariyanto, mengatakan pemerintah sedang menjajaki perakitan jet tempur generasi keempat F-35 pada tahun 2020. Proyek ini dibangun bersama pemerintah Korea Selatan. Perjanjian kerjasama antara kedua negara sudah diteken 15 Juli lalu. " Share nya negara kita 20 persen, Korsel 80 persen. Pada 2020 akan jadi 5 prototipenya. Pesawat yang akan dibuat itu adalah pengganti Hawk dari Australia. Sebagai langkah awal ada lima unit yang akan dibuat," beber Eris Herryanto.
Pembelian Sukhoi tanpa dilengkapi rudal
Tiga pesawat Sukhoi asal Rusia yang hari ini, Senin 27 September 2010 diserahkan ke Indonesia itu ternyata dibeli tanpa persenjataan. Tak ada peluru kendali yang biasanya melengkapi pesawat tempur itu.
Karenanya, TNI Angkatan Udara terpaksa melakukan pembelian rudal bagi Sukhoi. Pengadaan peluru kendali itu, kini sedang dalam pembahasan dengan pemerintah Rusia. " Dalam kontrak pembelian memang tidak dilengkapi dengan persenjataan" kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Makassar, Senin 27 September 2010.
Selain juga, pabrikan pesawat Sukhoi, Komsomolsk Amure Aircraf Production Association (KNAPO) berbeda dengan pabrikan senjata. "Karenanya, pembelian itu tidak bisa satu paket" kata Purnomo.
Sekretaris Jenderal Kementeriam Pertahanan, Marsekal Madya Eris Herryanto mengatakan saat ini Kementerian Pertahanan berupaya menghadirkan senjata tersebut dari pemerintah Rusia. Sejumlah perundingan, kata Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Imam Sufaat, juga sedang dilakukan.
Namun ada sejumlah hal teknis yang kini harus dibicarakan, terutama dengan pabrik rudal." Karena misil tersebut harus sesuai dengan sistem komputer yang ada pada Sukhoi," ujarnya.
Meski begitu, kata KSAU, pembelian Sukhoi tetap satu paket dengan program pemeliharaan dan perawatan. Anggaran perawatan dan pemeliharaan, disesuaikan dengan instruksi Kementerian Pertahanan. Tahun ini, TNI AU mendapat anggaran pemeliharaan sebesar Rp1,3 triliun, sementara pada 2008, hanya menerima biaya perawatan dan pemeliharaan sebesar Rp500 juta.
TEMPO Interaktif
No comments:
Post a Comment