Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro (tengah) berbincang dengan Wakil Menhan, Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin (kiri) saat rapat dengan Komisi I DPR RI membahas kerjasama RI-Rusia di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/7). Dalam rapat tersebut disepakati kerjasama teknik militer dengan pemerintah federasi Rusia dengan mengedepankan kedaulatan masing-masing negara. (Foto: ANTARA/Yudhi Mahatma/mes/10)
27 Juli 2010, Senayan -- Komisi I DPR memutuskan perjanjian teknis militer Indonesia dan Rusia tidak perlu dilanjutkan dalam tingkat undang-undang. Komisi I meminta pemerintah untuk melanjutkan kerja sama tersebut tanpa persetujuan DPR melainkan cukup dengan Keppres.
Kesimpulan itu dibacakan Ketua Komisi I DPR Kemal Azis Stamboel dalam rapat kerja dengan Menhan Purnomo Yusgiantoro di Kompleks Parlemen, Selasa (27/7).
"Komisi I memahami langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam melakukan kerjasama militer. Kerja sama ini kerja sama teknis di bidang militer. Dengan demikian kerja sama ini bisa dilanjutkan pemerintah tanpa ratifikasi di tingkat undang undang," kata Kemal.
"Dengan demikian, kami setuju dengan pemerintah untuk menindaklanjuti pada tingkat undang-undang sesuai pasal 10 dan 11 Undang Undang 24/2000 tentang Perjanjian Internasional jika nanti diperlukan," tambahnya.
Dari semua fraksi hanya fraksi PDI Perjuangan yang memandang perjanjian tersebut perlu diratifikasi untuk dibuat undang-undang. fraksi lainnya menyerahkan kepada pemerintah untuk terus menjalin kerja sama. Apalagi dari sejarahnya, kerja sama dengan Rusia telah terjalin cukup lama.
"Setelah kami mencermati kerja sama yang telah berjalan baik antara pemerintah Indonesia dengan Federasi Rusia selama ini, maka kami dari FPG merekomendasikan agar terus dilaksanakan kerja sama teknik militer antara pemerintah Indonesia dengan Rusia ini tanpa diadakannya sebuah undang-undang," kata Tantowi Yahya dari F-Partai Golkar.
Hal senada juga disampaikan Rachel Maryam Sayidina dari F-Gerindra. "Secara historis, Indonesia telah melakukan kerja sama militer dengan Rusia sejak tahun 1962. Kemudian pada tahun 1999 kerja sama dengan Rusia semakin intensif, khususnya di bidang pertahanan," ujarnya.
"Karena kerja sama ini bersifat teknis, maka Fraksi Gerindra memandang bahwa kerja sama ini diserahkan kepada pemerintah, tanpa perlu dilakukan ratifikasi undang-undang," jelasnya.
Najib: Penting, kerja sama pertahanan dengan Rusia
Anggota Komisi I DPR M. Najib menyatakan, Indonesia adalah bangsa yang besar menempati posisi yang strategis ditambah sumber daya alam yang banyak. Karena itu kerja sama dengan negara lain menjadi penting.
"Penting dalam pengertian semakin banyak kawan dan pengetahuan untuk mengembangkan sendiri alutsista. Bahkan perlu dikembangkan menjadi entitas bisnis," kata anggota Fraksi Partai Amanat Nasional dalam sikap fraksinya saat rapat kerja dengan Menhan Purnomo Yusgiantoro membahas kerjasama militer RI-Rusia di Kompleks Parlemen, Selasa (27/7).
Rusia, menurut Najib, adalah negara besar dan berprestasi gemilang dalam alutsista. Dengan demikian, kerja sama dengan Rusia sudah tepat.
"Dalam hal ini kami memandang kerja sama teknik militer dengan Rusia hanya kerja sama yang bersifat teknis. Dengan demikian, kami memandang tidak perlu ratifikasi atau persetujuan DPR," ujarnya.
Pernyataan senada juga dikemukakan Lili Wahid. Jurubicara dari Fraksi PKB ini menyatakan, kerja sama dengan Rusia tidak diragukan lagi signifikasinya. Secara geopolitik, Rusia masih diperhitungkan sebagai negara penyeimbang kekuatan militer.
"Dengan demikian dalam pembicaraan perjanjian kerja sama teknik militer dengan Rusia ini, maka PKB berpandangan bahwa kerja sama tersebut bisa menghilangkan ketergantungan alutsista dengan negara lain, apakah itu dengan Amerika maupun Rusia sendiri," ujarnya.
"F-PKB memandang bahwa perjanjian tersebut tidak perlu diratifikasi, karena bersifat teknis. Sehingga cukup dengan Keppres. Dengan demikian, FKB tidak menyetujui RUU Ratifikasi terhadap kerja sama teknik militer dengan Rusia ini. Tapi kami tetap mendorong pemerintah untuk meneruskan pelaksanaan perjanjian ini," lanjutnya.
Jurnal Parlemen
No comments:
Post a Comment