Prajurit Kopassus. (Foto: detikFoto/Indra Shalihin)
1 September 2009, Jakarta -- Discovery Channel Military edisi 2008 mengeluarkan sebuah pemeringkatan pasukan elite terbaik di dunia. Ada tiga pasukan elite yang dipilih tim juri yang beranggotakan ahli militer dari penjuru dunia yang direkrut Discovery Channel Military untuk memberikan penilaian. Ketiganya adalah pasukan elite SAS Inggris, Mossad Israel, dan terakhir adalah Kopassus Indonesia.
Penilaian itu bukan berdasarkan teknologi militer, melainkan kemampuan dan performa. Prestasi itu bukan dianggap remeh-temeh. Itu adalah salah satu kebanggaan bangsa Indonesia. Bahwa pasukan elite Kopassus Indonesia menjadi salah satu yang terbaik. Bahkan mengalahkan pasukan elite dari Amerika Serikat sekalipun. Namun, perlu diingat, ini bukan urusan teknologi militer, melainkan skill dan performance.
Artinya, kalau bicara soal persenjataan yang dimiliki, militer Indonesia saat ini tentu tidak bisa bicara banyak. Alutsista yang dimiliki TNI saat ini sebagian besar peralatan tua. Namun, itu diabaikan tim juri Discovery Channel. Skill dan performance yang menjadi utama. Bila merujuk pada kasus tersebut, artinya penilaian yang diberikan tim juri itu menjadi modal bagi bangsa Indonesia untuk memiliki sebuah rasa percaya diri terhadap kekuatan pertahanan di dalam negeri.
Aksi prajurit Kopassus yang tergabung dalam Tim Penanggulangan Aksi Teror (Gultor) menyergap rumah yang diisi teroris dalam suatu latihan di Jakarta. (Foto: detikFoto/Indra Shalihin)
Rasa percaya diri terhadap pertahanan ini yang perlu ditingkatkan. Sebab saat ini kita tidak lagi menghadapi perang antarmusuh sebagaimana perang konvensional layaknya Perang Dunia II. Kita berhadapan dengan perang terbuka. Siapa saja bisa menjadi musuh dan menggoyahkan pertahanan bangsa melalui berbagai isu. Ancaman itu sangat luas, mulai dari ketahanan pangan, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, teknologi, dan lainnya. Sementara itu, kemampuan negara untuk membangun benteng pertahanan ini tidak cukup modal. Anggaran negara tidak bisa mengongkosi biaya pertahanan itu. Sumber daya manusia juga terbatas. Peralatan di sektor pertahanan juga terbatas. Lalu apa yang bisa diandalkan?
Ancaman terus-menerus datang. Apakah negara harus berutang untuk membangun benteng layaknya Fort Knox agar NKRI ini tidak dibobol musuh di medan terbuka? Dengan keterbatasan yang ada ini, kembali kita sebagai bangsa Indonesia perlu memupuk rasa percaya diri dan mengoptimalkan yang ada. Pengadaan peralatan yang canggih memang mutlak perlu. Namun, untuk situasi saat ini, belum menjadi prioritas. Setidaknya bangun dulu rasa percaya diri bangsa Indonesia ini.
Rasa percaya diri ini bisa menjadi modal besar untuk menghadapi musuh. Rasa percaya diri ini juga menjadi modal untuk membuat peraturan yang tegas terhadap musuh-musuh negara. Ambil contoh, siapa saja atau warga negara mana pun tanpa terkecuali memasuki Indonesia dengan menyelundupkan narkoba dijatuhi hukuman mati.
Penembak runduk Kopassus. (Foto: kopassus.mil.id)
Itu adalah sebuah bentuk ketegasan negara terhadap musuh-musuhnya. Demikian juga kapal-kapal pencuri ikan yang masuk ke Indonesia secara ilegal akan ditembak. Ketegasan itu menjadikan Indonesia kuat karena performance dan skill.
Semua itu menjadi bagian dari ketahanan NKRI secara menyeluruh. Urusan pertahanan tidak semata-mata diserahkan menjadi tanggung jawab militer. Seluruh masyarakat harus ambil bagian dalam konsep pertahanan negara ini. Masyarakat harus ikut ambil bagian mengamankan hal-hal yang di luar kekuasaan tentara. Sebagai contoh nyata yang baru saja terjadi di Jakarta adalah peristiwa pengeboman di Hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton. Dari hasil pengungkapan polisi, pelakunya baru saja lulus SMA. Ada sebuah model baru perekrutan calon teroris dengan melibatkan anak-anak sekolah atau mereka yang baru saja lulus sekolah. Ada upaya peradikalan terhadap remaja.
Contoh lain yang kini sedang dihadapi masyarakat di kawasan sulit air, akibat ancaman dampak El Nino. Daerah-daerah yang selalu kesulitan air akan semakin sulit akibat kemarau semakin panjang masanya. Hasil panen tidak maksimal. Kebutuhan pangan juga terancam. Dampak yang paling nyata akan terjadi pada anak-anak dan balita. Gizi tidak tercukupi karena tidak ada makanan yang bisa dimakan.
Fakta-fakta semacam itu bila dibiarkan saja akan menjadi kronis dan mengancam pertahanan Indonesia. Ancaman itu justru bukan datang dari luar, melainkan dari dalam. Untuk itu, negara dalam hal ini Departemen Pertahanan dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) harus bisa memberikan sebuah penjabaran yang jelas konsep pertahanan semacam apa yang bisa dilaksanakan seluruh masyarakat Indonesia. Kedua lembaga itu harus memiliki skenario dan membuka diri kepada semua pihak tentang konsep pertahanan ini. Konsep pertahanan jangan lagi terpaku pada militer atau angkat senjata. Saat ini kita menghadapi perang terbuka dan global. Serangan datang dari berbagai penjuru.
Konsep pertahanan jangan hanya semata-mata mengurusi ancaman teritori. Kedua lembaga negara itu harus menggandeng semua instansi untuk merumuskan konsep pertahanan dengan melihat isu terkini. Negara tidak bisa lagi mengandalkan anggaran negara, meski pemerintah melalui pidato presiden tentang APBN 2009-2010 telah ditegaskan bahwa anggaran untuk pertahanan dan keamanan akan ditingkatkan.
Anggota Kopassus siap melakukan penyerangan di basis musuh saat digelar latihan di Gunung Kidul. (Foto: detikFoto/Bagus Kurniawan)
Sejauh mana negara akan mampu membiayai apabila konsep pertahanan ini masih mengacu pada alutsista dengan asumsi ancaman konvensional? Pengadaan alutsista memang penting, tapi persoalan yang dihadapi Indonesia juga cukup kompleks. Untuk itu, Departemen Pertahanan dan Lemhannas harus dapat membuka diri dan bermitra dengan siapa saja. Misalnya kerja sama Dephan, Lemhannas, dan Departemen Pendidikan Nasional untuk merumuskan pendidikan national character building, untuk mencegah usaha peradikalan di kalangan anak muda.
Demikian juga dengan Departemen Pertanian, Kementerian Riset dan Teknologi serta Kementerian Lingkungan Hidup bisa diajak bermitra bagaimana mengatasi ancaman ketahanan pangan akibat perubahan iklim serta dampak pemiskinan masyarakatnya. Contoh-contoh semacam itu bisa dikembangkan di setiap sektor sehingga berbagai ancaman dapat diselesaikan sedini mungkin.
Tentu saja implementasinya harus melibatkan masyarakat luas. Konsep pertahanan itu jangan hanya disimpan di laci. Itu adalah salah satu cara untuk membangun pertahanan bangsa dari berbagai ancaman di tengah krisis ekonomi dan keterbatasan keuangan negara.
Anggota Kopassus saat mengikuti upacara penutupan latihan yang digelar di Pantai Sundak, Gunungkidul, Yogyakarta. (Foto: detikFoto/Bagus Kurniawan)
Kembali pada terpilihnya pasukan elite Kopassus Indonesia sebagai salah satu pasukan terbaik di dunia, dengan menanggalkan teknologi militer, bisa memacu semangat kita untuk menirunya. Demikian juga kinerja polisi Indonesia dalam meringkus jaringan teroris menuai pujian dari dunia internasional. Dunia sudah melihat bukti bahwa kekuatan alutsista dan uang yang banyak tidak bisa mutlak melindungi negara dari ancaman musuh. Contoh nyata adalah kasus runtuhnya menara kembar WTC di New York, sebuah fakta bahwa kecanggihan sistem pertahanan dan uang yang menumpuk tetap saja bisa diruntuhkan.
Sebab musuh kini lebih cerdas dan memiliki perspektif yang maju terhadap kelemahan lawan. Menjatuhkan suatu negara yang kuat tidak lagi dengan perang terbuka karena kekuatan tidak seimbang. Sejarah membuktikan, terlalu mengandalkan teknologi militer yang canggih dan keyakinan dengan uang berlimpah tetaplah tidak cukup untuk menutup semua ancaman pada suatu negara. Tingginya angka pengangguran, jatuhnya saham, jumlah penduduk miskin makin banyak, dan rontoknya perusahaan-perusahaan besar ataupun salah urus politik luar negeri kesemuanya dapat berkembang menjadi suatu ancaman militer di kemudian hari.
Menjadi yang terbaik dan disegani masyarakat dunia bisa dengan banyak cara. Tidak harus dengan uang yang banyak, apalagi diperoleh dengan cara utang. Dengan mengandalkan rasa percaya diri, kemampuan, dan performa, bangsa Indonesia bisa melakukannya. Kita jangan terlalu mengecilkan rasa percaya diri karena kekurangan yang dimiliki. Justru keterbatasan yang kita miliki ini bisa memicu untuk menjadi lebih baik lagi. Kekayaan alam dan sumber daya manusia yang melimpah harus dikerahkan dan dijaga kesinambungannya. Membangun rasa bangga pada Indonesia merupakan bibit national character building yang harus terus diwariskan kepada setiap generasi bangsa.
Oleh Richard Mengko, Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Pertahanan Kementerian Riset dan Teknologi
No comments:
Post a Comment